Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pengetahuan Pola Makan

Pengetahuan pola makan responden sebagaimana ditampilkan pada

tabel V.3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pola makan responden

dengan kategori “baik” sebanyak 32 orang (61,5%). Penilaian kategori

“baik” berdasarkan atas jawaban responden terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Responden yang memilih

jawaban paling benar maka memperoleh skor 3. Jawaban paling benar

dalam kuesioner ini adalah jawaban yang sesuai dengan pola makan yang

dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus. Misalnya, dalam kuesioner

ditanyakan tentang makanan yang dianjurkan, mereka yang memilih

jawaban buah dengan beberapa pengecualian, seperti buah anggur,

belimbing dan yang lainnya maka skor bagi jawaban ini adalah 3.Sehingga

dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner apabila

diakumulasikan hingga memperoleh skor lebih dari 13,75 (> 13,75) maka

pengetahuan pola makan dikategorikan “baik”. Kategori “baik” tersebut

disimbolkan dengan menggunakan angka 3.

Responden yang pengetahuan pola makannya tergolong ke dalam

kategori “cukup” sebanyak 17 orang (32,7%) dari keseluruhan responden

yang berjumlah 52 orang.Penilaianini didasarkan pada tanggapan

responden terhadap sepuluh pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

Pengetahuan pola makan dengan kategori “cukup” adalah responden

48
yangmemperoleh skor kurang dari 13,75 (< 13,75) dan lebih dari 10,77 (>

10,77).Responden yang mendapat skor dengan rentang antara < 13,75 dan

> 10,77 maka akan memperoleh predikat pengetahuan pola makan dengan

kategori “cukup”. Kemudian skor yang berada di antara < 13,75 dan >

10,77 tersebut disimbolkan dengan kode skor menggunakan angka 2.

Kode skor 2 inilah yang merupakan simbol dari pengetahuan yang

“cukup” terhadap pola makan dari masing-masing responden pengidap

diabetes mellitus dalam penelitian ini.

Responden yang tergolong pengetahuan pola makan dengan

kategori “kurang” sebanyak 3 orang (5,8%). Kategori ini merupakan

kategori paling sedikit di antara tiga kategori yang digunakan dalam

penelitian ini. Penilaian kategori yang tergolong “kurang” pengetahuan

pola makannya didasarkan pada jawaban atau tanggapan dari masing-

masing responden terhadap sepuluh pertanyaan yang diajukan. Di mana

skor jawaban atau tanggapan yang diberikan responden memperoleh

akumulasi skor kurang dari 10,77 (< 10,77).

Tingkat pengetahuan inilah yang kemudian memberi pengaruh

terhadap kadar gula darah dari masing-masing penderita diabetes.Laura

Hall berpendapat, tingkat pengetahuan (pendidikan) akan mempengaruhi

kualitas hidup seseorang (Laura Hall, 2005), termasuk dalam mengatur

pola makan. Seseorang yang menderita suatu penyakit akan mengatur pola

makannya. Ia tidak akan mengkonsumsi makanan tertentu yang akan

memperparah penyakit yang dideritanya. Demikian pula dengan penderita

49
diabetes mellitus, tidak akan mengkonsumsi makanan-makanan yang akan

berakibat pada meningkatnya kadar gula darah. Tentunya hal yang

demikian itu apabila orang yang menderita diabetes mellitus mengetahuai

jenis makanan apa saja yang dapat meningkatkan kadar gula darahnya

sehingga ia akan menghindari jenis makanan tersebut. Akan tetapi,

pengetahuan tersebut tidak cukup tanpa dibarengi dengan kesadaran pola

hidup sehat.

B. Kadar Gula Darah

Kadar gula darah responden dapat dilihat pada tabel 2.IV yang

menunjukkan bahwa sebanyak 46 orang (88,5%) dari 52 responden

penderita diabetes mellitus kadar gula darahnya lebih dari 126 mg/dl (>

126 mg/dl) sedangkan sisanya yaitu sebanyak 6 orang (11,5%) kadar gula

darahnya kurang dari 126 mg/dl (< 126 mg/dl).Dengan demikian,

penderita diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Kediri Lombok

Barat mayoritas masih di atas parameter standar yang ditetapkan oleh

WHO yaitu 126 mg/dl.Jumlah mayoritas yang gula darahnya lebih dari

parameter standar menunjukkan bahwa masih minimnya kesadaran pola

hidup sehat di antara penderita diabetes mellitus di wilayah kerja

Puskesmas Kediri Lombok Barat. Padahal pengetahuan pola makan dari

mereka mayoritas adalah dalam kategori “baik”. Akan tetapi kesadaran

pola makan yang sesuai dengan kadar dan anjuran bagi meereka

kurang/tidak diindahkan.

50
C. Hubungan Pengetahuan Pola Makan dengan Kadar Glukosa
Pengidap Diabetes Mellitus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara pengetahuan

pola makan dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus di

wilayah kerja Puskesmas Kediri Lombok Barat tidak signifikan. Hal ini

dapat dilihat dari data yang menunjukkan sebanyak 32 orang yang

memiliki pengetahuan pola makan dengan kategori “baik” hanya 12,5 %

(4 orang) yang kadar gula darahnya kurang dari 126 mg/dl (< 126 mg/dl)

sedangkan 87,5 % (28 orang) kadar gula darahnya lebih dari 126 mg/dl (>

126 mg/dl) dari parameter standar normal yang ditetapkan oleh

WHO;sebanyak 17 orang yang tingkat pengetahuan pola makan dengan

kategori “cukup” hanya 11,8 %(2 orang) yang kadar gula darahnya kurang

dari 126 mg/dl (< 126 mg/dl) sedangkan lainnya yaitu sebanyak 88,2 %

(15 orang) kadar gula darahnya lebih dari 126 mg/dl (> 126 mg/dl); dan 3

orang yang tingkat pengetahuan pola makannya dalam kategori “kurang”,

100 % (3orang) kadar gula darahnya lebih dari 126 mg/dl (> 126 mg/dl).

Data di atas menujukkan bahwa walaupun pengetahuan pola

makan penderita diabetes mellitus tergolong dalam kategori “baik” (32

orang) dan “cukup” (17 orang), akan tetapi mayoritas dari mereka (87,5 %

bagi kategori “baik” dan 88,2 % bagi kategori “cukup”) kadar gula

darahnya masih berada pada posisi > 126 mg/dl yang merupakan

parameter standar normal gula darah yang ditetapkan WHO bagi penderita

diabetes mellitus. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

korelasiantara pengetahuan pola makan dengan kadar gula darah penderita

51
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Kediri Lombok Barat tidak

signifikan atau korelasi negatif.Pernyataan iniberdasarkan hasil uji statistik

dengan menggunakan Spearman rho pada SPSS yang menghasilkanbahwa

nilai probabilitas yang diperoleh adalah p = 0,702 atau (α < 0,05) sehingga

hasilnya adalah Ho.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh

Achmad Yoga Setyo Utomo (Utomo, 2011) yang menyimpulkan bahwa

hubungan 4 pilar (pengetahuan, pola makan, keteraturan olah raga, dan

kepatuhan minum obat) hanya keteraturan olah raga yang memiliki

hubungan dengan keberhasilan pengelolaan diabetes mellitus tipe 2

(korelasi positif), sedangkan pengetahuan, pola makan, dan kepatuhan

minum obat tidak terdapat hubungan (korelasi negatif) dengan pengelolaan

diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSDK Semarang.

Demikian pula dengan kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Kunthi

Wandansari (Wandansari, 2013) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara pola makan dengan kejadian dabetes mellitus tipe 2 di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta, akan tetapi yang memiliki hubungan

dengan kejadian diabetes mellitus adalah aktivitas fisik.

Sementara hasil penelitian ini tidak senada dengan hasil penelitian

yang dilakukan Rahma Amtiria (Amtiria, 2015) yang menyatakan adanya

hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kadar gula darah

responden penderita diabetes millitus rawat jalan di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Provinsi Lampung. Demikian pula hasil penelitian yang

52
dilakukan oleh Nur M. Ali (Ali, 2012) yang menyatakan adanya hubungan

asupan energi, karbohidrat, lemak, asupan sayur dan buah serta aktivitas

fisik dengan kadar glokosa darah pasien DM tipe 2 di Kota Ternate.

53

Anda mungkin juga menyukai