Anda di halaman 1dari 26

< 45 ≥ 45

Menurut hasil penelitian (Isnaini dan Ratnasari, 2018) menyatakan bahwa


antara usia dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 memiliki hubungan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap masyarakat di wilayah Puskesmas I
Wangon, didapatkan kelompok usia dengan kejadian T2DM terbanyak adalah
51-60 tahun yaitu sebanyak 41,5%. Hal ini dikarenakan penambahan usia akan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada metabolisme karbohidrat dan pelepasan
insulin yang disebabkan karena glukosa yang ada didarah serta
terhambatnyapelepasan glukosa ke dalam sel.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor pola makan nilai p=0,031 yang
berarti ada hubungan antara pola makan dengan kejadian Diabetus Mellitus di
Puskesmas I Wangon. Pola makan merupakan salah satu komponen yang penting
dalam menjaga agar tubuh dalam keadaan stabil dan tidak berisiko menimbulkan
kasus DM. Pola makan pada penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu
konsumsi makanan pokok berupa karbohidrat, misalnya nasi, kurang dari tujuh
centong per hari dan konsumsi gula kurang dari tiga sendok perhari, dikatakan
pola makan sehat. Makanan pokok berupa karbohidrat merupakan salah satu zat
gizi makro yang dalam tubuh akan dicerna dan dapat menghasilkan glukosa dan
energi, dan ada pula karbohidrat yang dirubah dalam bentuk glikogen dalam hati
sebagai cadangan serta disimpan dalam bentuk lemak.
Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian
Diabetes mellitus tipe dua. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 14 (1),
59-68.
Hasil penelitian dari Imelda, 2018 menunjukan terdapat 118 responden yang
menderita penyakit diabetes melitus berdasarkan umur yaitu 50-59 tahun
berjumlah 70 responden (59,4%) dan umur >60 tahun dengan jumlah 24
responden 20,3%. Sedangkan pada umur 40- 49 responden yang menderita
diabetes melitus 24 responden atau 20,3%. Asumsi peneliti bahwa, umumnya
manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara menurun dengan cepat
setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia
rawan tersebut. Masa dimana fungsi tubuh yang dimiliki oleh manusia semakin
menurun terutama fungsi pankreas sebagai penghasil hormon insulin
pola makanan yang tidak sehat didapatkan mayoritas yang menderita diabetes melitus

berjumlah 69 responden (58,4%), sedangkan minoritas berdasarkan pola makanan yang

sehat didapatkan berjumlah 48 responden (40,6%). Menutur Suyono, (2007) Gaya hidup

di perkotaan dengan pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan

masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu pola


makanan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat,

tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang

disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes melitus meningkat sangat tajam.

Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan cara hidup yang berubah. Pola

makan di kotakota telah bergeser dari pola makan yang tradisional yang banyak

mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran berubah menjadi pola makan yang

kebarat-baratan dan sedikit serat. Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan

sedikit serat pada makanan siap saji yang pada akhir-akhir ini sangat digemari

dikalangan masyarakat Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola makan

sampel terbanyak 59,50% terdapat pola makan yang tidak baik, yaitu jika salah satu dari

ketepatan jenis makanan, ketepatan jumlah kalori atau ketepatan waktu makan tidak

tepat.

Imelda, S. I. 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus


di Puskesmas Harapan Raya tahun 2018. Scientia Journal, 8(1), 28-39.
pada Org usia < 45 tahun >45 tahun

PEMBAHASAN Widiyoga, Saichudin, Andiana, 2020

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa keseluruhan responden berusia diatas
45 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurayati dan Adriani (2017:147)
bahwa pada kelompok umur diatas 50 tahun memiliki peluang sebesar 2,61
kali lebih besar menderita diabetes melitus karena menurunnya fungsi organ tubuh
yang mengakibatkan terganggunya metabolisme glukosa dan produksi
insulin

Dan hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa pengetahuan sangat berpengaruh
pada pola makan, hal ini dapat dilihat dari proposi kejadian diabetes melitus tipe
2 senilai 2,91 kali lebih besar terjadi pada penderita yang kurang memahami
dan kurang mengetahui khasiat dari mengkonsumsi buah dan sayur daripada
dengan penderita yang paham dan mengetahui khasiat dari mengkonsumsi buah
dan sayur. Program Diabetes Prevention Program (DPP) memberikan saran
agar mengurangi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan peningkatan berat
badan diganti dengan banyak mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan
serat yang banyak

Widiyoga, R. C., Saichudin, S., & Andiana, O. 2020. Hubungan tingkat

pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus pada penderita terhadap

pengaturan pola makan dan physical activity. Sport Science and Health, 2(2), 152-

161.

Berdasarkan penelitian Herawati dan Sari pada tahun 2021, Hubungan Pola

Makan dengan Kadar Gula Darah Berdasarkan uji statistik diperoleh p value

0,000 ˂ 0,05 yang artinya ada hubungan antara pola makan yang tidak sesuai

dengan kadar gula darah tidak normal (tinggi) di Wilayah Kerja Puskesmas KTK

Kota solok. Kenyataan yang ditemukan dilapangan sebagian besar (87.5%) yang

pola makan tidak sesuai menyebabkan kadar gula darah tidak normal (tinggi), hal

ini dikarenakan responden masih mengkonsumsi makannan yang banyak

mengandung karbohidrat atau gula yang dapat memicu kandungan kadar gula

darah tidak terkontrol dan juga belum sesuainya dalam mengatur jadwal makan.

Oleh karena itu, penderita Diabetes mellitus Tipe II perlu menjaga pengaturan

pola makan dalam rangka pengendalian kadar gula darah sehingga kadar gula

darahnya dapat terkontrol.

Herawati, N., & WD, K. M. S. 2021. HUBUNGAN POLA MAKAN DAN

AKTIVITAS FISIK DENGAN PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH


PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KTK KOTA SOLOK. Ensiklopedia Social Review, 3(2), 150-156.

Dewasa Muda (18-40 Tahun), Dewasa Tengah (41-60 Tahun), Dewasa Akhir (>

60 Tahun)

Data terkait kelompok umur menunjukkan bahwa kadar HbA1c yang tidak

terkontrol terdapat pada kelompok dewasa tengah (41-60 tahun) sebanyak

80,3% dibandingkan dengan kelompok umur dewasa akhir (78,1) dan dewasa

muda (57,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ekasari & Dhanny (2022)yang menyebutkanbahwa kelompok umur 40-

60 tahun memiliki resiko tinggi untuk kadar gula darah tidak terkontrol

Hasil penelitian berdasarkan Lestari dan kawan-kawan, tahun 2022 dapat dilihat

dari pola makan yang menjelaskan bahwa sebanyak 59 responden memiliki pola

makan buruk dengan kadar gula tidak terkontrol 51 (86,4%) dan pada

responden dengan pola makan baik 41 orang dengan kadar gula darah tidak

terkontrol 31 (75,6%). Pola makan akan sangat berpengaruh terhadap kontrol

kadar gula darah. Makanan maupun minuman yang mengandung pemanis yang

dikonsumsi tidak berlebihan (Accepted Daily Intake) dapat dikatakan relatif

aman, dan jika berlebih dapat berisiko terkena penyakit T2DM

Lestari, W. S., Fitriana, E., Jumaisa, A., Siregar, S., & Ujiani, S. 2022.

Pengendalian Gula Darah pada DM Tipe 2 dengan Pemeriksaan HbA1c di Rumah

Sakit. Journal of Telenursing (JOTING), 4(2), 661-667.


Usia 20-40 thn , 40-60 thn , >60 th Hasil penelitian dari Yustika,dan Naryati

2022 didapatkan data bahwa hubungan diet sehat gizi seimbang dengan

pengendalian kadar gula darah pada penyandang diabetes mellitus terbanyak pada

responden dengan diet sehat gizi seimbang baik dengan pengendalian kadar gula

darah terkendali sebanyak 45 (95,7%) responden, Berdasarkan hasil uji statistik

dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p = 0,001. Artinya, pada

alpha 5% terlihat ada hubungan antara diet sehat gizi seimbang dengan

pengendalian kadar gula darah pada penyandang diabetes mellitus di Kelurahan

Bukit Betung Kecamatan Sungailiat Bangka. Selain itu, dari hasil uji statistik

didapatkan OR = 270,000 artinya responden dengan diet sehat gizi seimbang baik

memiliki peluang 270,000 kali untuk memiliki kadar gula darah yang terkendali.

Yustika, Mega & Naryati. 2022. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Penyandang Diabetes Mellitus Di

Kelurahan Bukit Betung Sungailiat Bangka.

Persentase usia responden mayoritas berada pada rentang usia dewasa tengah (40-

60) tahun yaitu sebanyak 37 (92,5%) responden. Faktor usia sangat erat kaitannya

dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah sehingga semakin meningkat

usia, maka prevalensi diabetes gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.

Menurut sonyo dkk 2016 dari Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian

besar 27 (67,5%) responden mempunyai sikap yang tidak baik tentang pengaturan

makan pada penderita DM tipe 2. Sikap dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal

ini pengetahuan penderita tentang diet/pengaturan makan. Pengetahuan ini akan


membawa penderita untuk menentukan sikap,berfikir dan berusaha untuk tidak

terkena penyakit atau dapat mengurangi kondisi penyakitnya. Apabila

pengetahuan penderita baik, semestinya sikap terhadap diet diabetes melitus juga

diharapkan dapat mendukung.

Hasil penelitian dari Sonyo dkk 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berpenghasilan ≥ 1.400.000 sebanyak 26 (65,0%), hal ini menunjukkan

tingkat penghasilan responden mayoritas baik karena sama dengan / lebih dari

UMR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpenghasilan ≥ 1.400.000, hal ini menunjukkan tingkat penghasilan responden

mayoritas baik, karena jumlah pendapatan ini lebih dari sama dengan upah

minimum regional yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten Kendal yaitu

sebesar Rp. 1.400.000.

Pendapatan yang kurang akan berdampak pada pencarian upaya pengobatan yang

kurang maksimal, dan berakibat pada akses informasi tentang diabetes melitus

yang kurang. Pada penelitian ini mengemukakan bahwa penghasilan dapat pula

dihubungkan dengan kemampuan responden dalam pengelolaan diet diabetes

melitus. Responden dengan penghasilan baik kemungkinan dapat menyediakan

bahan makanan yang sesuai dengan standar diet DM akan lebih mudah dan

bervariasi dibandingkan dengan responden dengan penghasilan kurang.

Sonyo, S. H., Hidayati, T., & Sari, N. K. (2016). Gambaran Pengetahuan Dan

Sikap Pengaturan Makan Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kendal 02. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 4(3), 37-49


Menurut Nugrahaeni, dan Danthin (2020). Wanita menopause yang menderita

Diabetes melitus tipe 2 dengan pola makan berlebih sebesar 23orang (47,9%)

dan dengan pola makan cukup sebesar 7orang (15,9%). Pola makan sebagai

faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada wanita menopause dengan p-

value=0,002. Besarnya risiko menderita diabetes mellitus tipe 2 pada wanita

menopause dapat dilihat berdasarkan nilai Prevalence ratio(PR), yaitu

sebesar 3,01 (95%CI= 1,44-6,31), artinya bahwa wanita menopause dengan

pola makan berlebih berisiko menderita diabetes tipe 2 sebesar 3 kali

dibandingkan dengan wanita menopause dengan pola makan yang cukup

Salah satu faktor risiko utama terjadinya Diabetes melitus tipe 2 adalah life style

terutama pola makan, dimana tingginya komsumsi karbohidrat, tingginya

asupan lemak, dan rendahnya konsumsi serat dan buah-buahan menjadi

resiko terbesar meningkatnya kadar gula darah. Konsumsi minuman makanan

dan minuman manis seperti fast food, junk food, minuman ringan, sirup dapat

meningkatkan risiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2(Ley et al., 2015).Pola

makan rendah serat dan mengkonsumsi makanan yang tinggi indeks glikemik

meningkatkan risiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2

Nugrahaeni, D. K., & Danthin, A. P. (2020). Faktor Risiko Terjadinya Diabetes

Mellitus Tipe 2 Pada Wanita Menapouse. Jurnal Kesehatan Kartika, 15(3), 48-52

Pola Makan dan ekonomi/ pendapatan pekerjaan dengan kadar GulaDarah

Dewasa Akhir (35-45th) Dewasa Tengah (46-59th) Lansia (60th)


Hasil penelitian Komalasari 2022, didapat bahwa lebih dari sebagian (65,3%)

responden dengan pola makan yang tidak sesuai dan (34,7%) responden dengan

pola makan sesuai. Hal ini sejalan dengan penelitian Susanti dengan judul

“Gambaran Pola Makan denganpengendalian kadar gula darah Pada

Penderita DM di Puskesmas Nanggalo Kota Padang 2017” dari 40 responden

ditemukan 22 (80,4%) responden memiliki pola makan yang tidak sesuai dan

18 (19,6%) responden dengan pola makan yang tidak sesuai. Sejalannya

hasil penelitian ini dikarenakan ekonomi responden yang kurang baik (40,3%)

responden bekerja sebagai petani begitupun responden pada penelitiansusanti

(2017) juga memiliki ekonomi yang kurang baik yaitu (50,8%) responden

memiliki pekerjaan bertani.

Menurut asumsi peneliti didapatkan bahwa lebih dari sebagian (65,3%) pola

makan responden tidak sesuai standar yang disebabkan oleh ekonomi

responden yangkurang baik dibuktikan dengan (40,3%) responden bekerja

sebagai petani. Sesuai dengan teori putri (2018:98) mengatakan bahwa factor

ekonomi sangat mempengaruhi dalam pemilihan dan pertimbangan pola makan

dan bahan makanan, karena menyangkut daya beli. Pendapatan ekonomi yang

tidak cukup membuat seseorang lebih mementingkan kecukupan makanan dari

pada aspek gizi atau kesesuaian pola makan yang dianjurkan oleh petugas

kesehatan. Kemudian didapatkan (34,7%) responden dengan pola makan sesuai,

hal ini disebabkan adanya penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan untuk

melakukan pola makan yang sesuai untuk mengurangi risiko diabetes melitus.
Komalasari, C. (2022). Gambaran Pola Makan dan Aktivitas Olahraga dengan

Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Penderita DM di Kelurahan Tanah Garam

Kota Solok Tahun 2021. JURNAL KESEHATAN PIJAR, 1(1), 1-6.

≥40 Tahun <40 Tahun

Status sosial ekonomi dalam penelitian mengenai hubungan status sosial ekonomi

dengan kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di UPTD Puskesmas

Tunggakjati Kecamatan Karawang barat tahun 2019 dilihat dari jumlah

penghasilan atau pendapatan responden. Berdasarkan hasil analisis Sormin dan

Tenrilemba, tahun 2019 diperoleh gambaran umum bahwa dari 101 responden

jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2 responden yang status ekonominya dibawah

<UMR (Upah Minimum Regional) besar yaitu 52 responden dibandingkan

dengan yang status sosial ekonominya ≥ UMR ada 49 responden. Peneliti

beranggapan bahwa dengan penghasilan <UMR akan bisa mempengaruhi DM

yang sudah ada. Menurut Butler (2002) status sosial ekonomi dan pengetahuan

tentang diabetes mempengaruhi seseorang untuk melakukan manajemen financial

akan membatasi responden untuk mencari informasi, perawatan dan pengobatan

untuk dirinya.

Dari hasil analisis didapatkan responden yang kualitas hidupnya rendah dan

memiliki pendapatan <UMR ada sebanyak 44 (84,6%) responden dan responden

yang memiliki kualitas hidup rendah dan memiliki pendapatan ≥UMR ada

sebanyak 17 (34,7%) responden. Hasil hubungan antara status sosial ekonomi


dengan kualitas hidup menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara status

sosial ekonomi dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 p value 0,000<α 0,05.

Nilai or = 10,353 artinya seseorang yang memiliki pendapatan rendah memiliki

peluang 10,353 kali lebih tinggi untuk memiliki kualitas hidup rendah.

Sormin, M. H., & Tenrilemba, F. (2019). Analisis faktor yang berhubungan dengan

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Uptd puskesmas Tunggakjati Kecamatan

Karawang Barat tahun 2019. Jurnal Untuk Masyarakat Sehat (JUKMAS), 3(2), 120-146.

Sos eko Pendpatan dan usia

Hasil Penelitian ini diperoleh bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol

rata-rata umur 55-57 tahun, dengan pendapatan rata-rata Rp 2.083.000-Rp

2.350.00 dan lama sakit rata-rata 3-5 tahun

Umur pada kelompok intervensi maupun kontrol dapat disimpulkan kedalam

kriteria lansia awal. Hal ini sejalan dengan pendapat Perkeni (2017),Wardiah &

Emilia (2018), Damayanti (2015) bahwa kelompok usia 45 tahun ke atas adalah

kelompok yang beresiko tinggi mengalami DMsemakin bertambah umur semakin

beresiko mengalami diabetes mellitus dibandingkan umur yang paling muda.

Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan

anatomis, fisiologis dan biokimia. (Setianingsih, 2017.,Suyono, 2011., Karavidas,

2010)

Pendapatan setiap bulan pada kedua kelompok masih rata-rata dibawah UMR.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mongisidi (2014), Brown et al dalam

Edriani (2012), menyatakan bahwa responden memiliki penghasilan < UMP

berhubungan pada rendahnya tingkat kesehatan baik emosi maupun fisik.


Akibatnya, masyarakat cenderung memiliki resiko terjadinya penyakit

kardiovaskular dan kontrol glikemik yang buruk.

Wulan, S. S., Nur, B. M., & Azzam, R. (2020). Peningkatan Self Care Melalui

Metode Edukasi Brainstorming Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal

Ilmiah Kesehatan, 9(1), 7-16.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden berusia dewasa tengah (41 -60

tahun) sebanyak 71 responden (51,8%). Prevalensi DM tipe 2 yang terjadi lebih

dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas (Sherli, 2012). Penghasilan paling

banyak yaitu Rp. 1.265.000 – Rp. 1.909.000 sebanyak 53 responden (38,7%), dari

segi Status ekonomi (pendapatan rendah) hal ini dapat memengaruhi seseorang

untuk melakukan manajemen perawatan diri. Sebagian besar responden memiliki

penyakit penyerta 71 responden (51,8%). Komplikasi yang timbul dapat

mengakibatkan berbagai gangguan bagi pasien sehingga pasien tidak mampu

melakukan perawatan diri sehari –hari dengan baik karena adanya keterbatasan

kemampuan dalam hal pendapatan yang rendah akibat komplikasi yang

dialaminya

Rahma, A., & Hastuti, Y. D. (2017). Gambaran Health Belief Pada Penderita

Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Departemen Ilmu Keperawatan, Tahun.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan Pada variabel usia,

paling banyak berada pada rentang usia 51-56 sebanyak 16 klien (23,2%). Sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isnaini dan Ratnasari (2018) yang
menunjukkan bahwa sebanyak 44 responden penelitian penderita Diabetes Mellitus

mayoritas berusia lebih dari 45 tahun. Menurut Kirkman dkk., (2012) mengungkapkan

bahwa usia berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus yang merupakan efek

gabungan dari resistensi sulin yang meningkat serta penuaan yang berakibat terhadap

gangguan fungsi pancreas.

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sebanyak 54 responden (78,3%) dari

total 69 responden memilki penghasilan dibawah UMR yaitu < Rp 1.900.000. sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Anindita dkk., 2019 yang mengungkapkan

bahwa sebanyak 45 responden (75%) dari total 60 responden penelitian berpenghasilan

rendah. Menuruntnya, status sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh terhadap

kondisi daripada diabetes yang dialami, karena keterbatasan seseorang dalam hal biaya

akan berpengaruh juga dalam hal mengakses perawatan dan pengobatan selanjutnya.

Anandarma, S. O., Asmaningrum, N., & Nur, K. R. M. (2021). Hubungan Efikasi Diri

Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Risiko Rawat Ulang di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 8(2), 39-49

pada variabel usia ditemukan sebagian besar responden berusia diatas atau sama

dengan 55 tahun yaitu sebanyak 42 orang (52,5%) dan sisanya berusia dibawah 55 tahun

atau sebanyak 38 orang (47,5%), pada variabel penghasilan ditemukan sebagian besar

responden memiliki penghasilan yang tinggi yaitu sebanyak 25 orang (31,2%) dan

sisanya memiliki penghasilan yang rendah sebanyak 36 orang (68,8%).

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa penghasilan responden diabetes melitus tipe 2

kebanyakan memiliki penghasilan yang rendah. Hasil analisis penelitian ini menampilkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi ekonomi yang ditinjau dari segi
penghasilan dengan self monitoring blood glucose. Self care diabetes seperti SMBG

memerlukan biaya tambahan dalam menjalankannya (Cameron et al., 2010). Asumsi

peneliti jika dilihat dari karakteristik responden pada penelitian ini yaitu kebanyakan

responden memiliki penghasilan yang rendah diabawah UMP hal ini mungkin yang

berdampak terhadap self care activities responden seperti dalam menjalankan SMBG.

Ahmad, J., & Adam, M. (2022). ANALYSIS OF AFFECTING FACTORS SELF

MONITORING OF BLOOD GLUCOSE IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS

PATIENTS. Jurnal Kesehatan, 15(1), 86-91.

menunjukkanbahwasebagian besar responden adalah pra lanjut usia (pra lansia)


55-59 tahun sebanyak 24 orang (62,7%) dan hampir setengah responden
kategori lanjut usia (lansia) 60-64 tahun sebanyak 19 orang (37,2%)

Hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara secara langsung dengan


responden menggunakan form Food Recall 1x24 jam. Berdasarkan hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
konsumsi karbohidrat dengan glukosa darah sewaktu. Hal ini ditunjukkan dengan
hasil uji Pearson Chi-Square didapatkan nilai p value = 0,023 (<0,05). Orang
dengan tingkat konsumsi karbohidrat yang tinggi beresiko 7,547 kali
mengalami kadar glukosa darah sewaktu tinggi

Putri, R. D., Utami, K. D., & Reski, S. (2022). Correlation between Carbohydrate
Consumption Level, Physical Activity and Quality of Sleep with Current Blood
Glucose Levels in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus at PUSKESMAS Rapak
Mahang Tenggarong. Formosa Journal of Science and Technology, 1(7), 865-
876.
Hasil dan pembahasan
N Judul, penulis, Tujuan Penelitian Besar sampel/ Metode penelitian Hasil dan Pembahasan
o dan tahun responden
1 Faktor risiko < 45 tahun : hasil penelitian menyatakan bahwa antara
mempengaruhi ≥ 45 tahun : usia dengan kejadian Diabetes Mellitus
kejadian Tipe 2 memiliki hubungan. Penelitian yang
Diabetes Mellitus telah dilakukan terhadap masyarakat di
tipe 2. wilayah Puskesmas I Wangon,
(Isnaini, dan didapatkan kelompok usia dengan
Ratnasari, 2018) kejadian T2DM terbanyak adalah 51-60
tahun yaitu sebanyak 41,5%. Hal ini
karena penambahan usia akan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada
metabolisme karbohidrat dan pelepasan
insulin yang disebabkan karena glukosa
yang ada didarah serta terhambatnya
pelepasan glukosa ke dalam sel.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa


faktor pola makan nilai p=0,031 yang
berarti ada hubungan antara pola makan
dengan kejadian Diabetus Mellitus di
Puskesmas I Wangon. Pola makan
merupakan salah satu komponen yang
penting dalam menjaga agar tubuh
memiliki keadaan yang stabil
2 Faktor-faktor 118 responden Asumsi peneliti bahwa, umumnya manusia
yang yaitu: mengalami perubahan fisiologis yang
mempengaruhi secara menurun dengan cepat setelah usia
terjadinya 50-59 tahun : 70 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
diabetes melitus seseorang memasuki usia rawan tersebut.
di Puskesmas >60 tahun : 24 Masa dimana fungsi tubuh yang dimiliki
Harapan Raya oleh manusia semakin menurun terutama
tahun 2018 40- 49 tahun : 24 fungsi pankreas sebagai penghasil hormon
(Imelda, 2019) insulin.

Pola makanan yang tidak sehat


didapatkan mayoritas yang menderita
diabetes melitus berjumlah 69 responden
(58,4%), sedangkan minoritas berdasarkan
pola makanan yang sehat didapatkan
berjumlah 48 responden (40,6%). Hasil
penelitian menunjukan bahwa pola makan
sampel terbanyak 59,50% terdapat pola
makan yang tidak baik, yaitu jika salah satu
dari ketepatan jenis makanan, ketepatan
jumlah kalori atau ketepatan waktu makan
tidak tepat.
3 Hubungan < 45 tahun : Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa
tingkat keseluruhan responden berusia diatas 45
pengetahuan >45 tahun : tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian
tentang penyakit Nurayati dan Adriani (2017:147) bahwa
diabetes melitus pada kelompok umur diatas 50 tahun
pada penderita memiliki peluang sebesar 2,61 kali lebih
terhadap besar menderita diabetes melitus karena
pengaturan pola menurunnya fungsi organ tubuh yang
makan dan mengakibatkan terganggunya
physical activity metabolisme glukosa dan produksi
(Widiyoga, insulin
Saichudin, dan
Andiana, 2020) hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa
pengetahuan sangat berpengaruh pada pola
makan, hal ini dilihat dari proposi kejadian
diabetes melitus tipe 2 senilai 2,91 kali
lebih besar terjadi pada penderita yang
kurang memahami dan kurang mengetahui
khasiat dari mengkonsumsi buah dan sayur
daripada dengan penderita yang paham dan
mengetahui khasiat dari mengkonsumsi
buah dan sayur.
4 Hubungan Pola 30-45 tahun : 21 Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula
Makan Dan Darah Berdasarkan uji statistik diperoleh p
Aktivitas Fisik 45-59 tahun : 5 value 0,000 ˂ 0,05 yang artinya ada
Dengan hubungan antara pola makan yang tidak
Pengendalian ≥ 60 tahun : 24 sesuai dengan kadar gula darah tidak
Kadar Gula normal (tinggi) di Wilayah Kerja
Darah Pada Puskesmas KTK Kota solok. Kenyataan
Penderita yang ditemukan dilapangan sebagian besar
Diabetes Melitus 32 responden, 28 (87.5%) yang pola makan
Tipe Ii Di tidak sesuai menyebabkan kadar gula darah
Wilayah Kerja tidak normal (tinggi), hal ini dikarenakan
Puskesmas Ktk responden masih mengkonsumsi makannan
Kota Solok yang banyak mengandung karbohidrat atau
(Herawati, dan gula yang dapat memicu kandungan kadar
Sari, 2021) gula darah tidak terkontrol dan juga belum
sesuainya dalam mengatur jadwal makan.
5 Pengendalian mengetahui 18-40 Tahun : 7 Penelitian deskripsi observasional Data terkait kelompok umur menunjukkan
Gula Darah pada gambaran ini melibatkan 100 pasien DM bahwa kadar HbA1c yang tidak
DM Tipe 2 pengendalian gula 41-60 Tahun : 61 tipe 2 di Rumah Sakit Raden terkontrol terdapat pada kelompok
dengan darah dengan Mattaher Jambi yang telah dewasa tengah (41-60 tahun) sebanyak
Pemeriksaan HbA1c pada > 60 Tahun : 32 dilaksanakan pada bulan April - 80,3% dibandingkan dengan kelompok
HbA1c di Rumah pasien DM tipe 2 Mei 2022, dengan kriteria inklusi umur dewasa akhir (78,1) dan dewasa
Sakit (Lestari, di RS Raden pasien Rumah Sakit Raden muda (57,1%). Hasil penelitian ini
Fitriana, Jumaisa, Mattaher Jambi Mattaher, bersedia menjadi sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Siregar, dan responden dan berusia minimal oleh Ekasari & Dhanny (2022)yang
Ujiani, 2022) 25 tahun, yang dipilih secara menyebutkanbahwa kelompok umur 40-
accidental sampling 60 tahun memiliki resiko tinggi untuk
kadar gula darah tidak terkontrol

Hasil penelitian ini dapat dilihat dari pola


makan yang menjelaskan bahwa sebanyak
59 responden memiliki pola makan buruk
dengan kadar gula tidak terkontrol 51
(86,4%) dan pada responden dengan
pola makan baik 41 orang dengan kadar
gula darah tidak terkontrol 31 (75,6%),
hal ini diakibatkan dari Makanan atau
minuman yang mengandung pemanis
yang dikonsumsi berlebihan
6 Faktor-Faktor mengetahui faktor- 20-40 tahun : 10 Desain penelitian yang dilakukan Hasil penelitian didapatkan data bahwa
Yang faktor yang pada penelitian ini menggunakan hubungan diet sehat gizi seimbang dengan
Berhubungan berhubungan 40-60 tahun : 42 penelitian kuantitatif dengan pengendalian kadar gula darah pada
Dengan dengan rancangan penelitian analtik penyandang Diabetes Mellitus terbanyak
Pengendalian pengendalian >60 tahun : 8 korelasional dan menggunakan pada responden dengan diet sehat gizi
Kadar Gula kadar gula darah pendekatan cross sectional. seimbang baik dengan pengendalian kadar
Darah Pada pada penyandang Teknik pengambilan sampel pada gula darah terkendali sebanyak 45 (95,7%)
Penyandang Diabetes Mellitus penelitian ini dilakukan responden, Berdasarkan hasil uji statistik
Diabetes Mellitus di Kelurahan Bukit menggunakan secara acak dengan menggunakan uji Chi Square
Di Kelurahan Betung Sungailiat (Probability Sampling) dengan didapatkan nilai p = 0,001. Artinya, pada
Bukit Betung Bangka jumlah sampel sebanyak 60 alpha 5% terlihat ada hubungan antara diet
Sungailiat responden. sehat gizi seimbang dengan pengendalian
Bangka. kadar gula darah pada penyandang diabetes
(Yustika, Mega mellitus di Kelurahan Bukit Betung
dan Naryati, Kecamatan Sungailiat Bangka. Selain itu,
2022) dari hasil uji statistik didapatkan OR =
270,000 artinya responden dengan diet
sehat gizi seimbang baik memiliki peluang
270,000 kali untuk memiliki kadar gula
darah yang terkendali.
7 Gambaran mengetahui 18–39 tahun :3 Desain penelitian yang digunakan Persentase usia responden mayoritas
Pengetahuan Dan gambaran 40–60 tahun : 37 adalah deskriptif dengan berada pada rentang usia dewasa tengah
Sikap Pengaturan pengetahuan dan pendekatan kuantitatif. Jumlah (40-60) tahun yaitu sebanyak 37 (92,5%)
Makan Penderita sikap tentang responden 40 dengan simple responden. Faktor usia sangat erat
DM Tipe 2 Di pengaturan random sampling. Instrumen yang kaitannya dengan terjadinya kenaikan
Wilayah Kerja makan pada digunakan kadar glukosa darah sehingga semakin
Puskesmas penderita diabetes adalah kuesioner. Tehnik analisa meningkat usia, maka prevalensi diabetes
Kendal 02 melitus tipe 2 di data menggunakan analisa gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.
(Sonyo, Hidayati, Wilayah Kerja univariat
danSari,2016) Puskesmas Kendal Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
02. sebagian besar 27 (67,5%) responden
mempunyai sikap yang tidak baik tentang
pengaturan/pola makan pada penderita
DM tipe 2. Sikap tersebut dipengaruhi oleh
pengetahuan penderita tentang
diet/pengaturan makan.

Hasil penelitian dari Sonyo dkk 2016


menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berpenghasilan ≥ 1.400.000
sebanyak 26 (65,0%), hal ini menunjukkan
tingkat penghasilan responden mayoritas
baik karena sama dengan / lebih dari UMR,
tetapi apabila pendapatan atau UMR
kurang akan berdampak pada pencarian
upaya pengobatan yang kurang maksimal,
dan berakibat pada akses informasi tentang
diabetes melitus yang kurang
8 Faktor Risiko mengetahui faktor Wanita Desain penelitian yang digunakan Wanita menopause yang menderita
Terjadinya risiko terjadinya Menapouse (usia adalah cross sectional. Sampel Diabetes melitus tipe 2 dengan pola
Diabetes Mellitus Diabetes melitus 45–55 tahun) sebanyak 92 wanita menopause makan berlebih sebesar 23 orang (47,9%)
Tipe 2 Pada tipe 2 pada wanita sebanyak 92 di Puskesmas Cigugur Tengah dan dengan pola makan cukup sebesar 7
Wanita menopause di wanita yang diambil dengan teknik orang (15,9%). Pola makan sebagai
Menapouse. Puskesmas purposive sampling. Variabel faktor risiko terjadinya diabetes melitus
(Nugrahaeni, dan Cigugur Tengah kadar gula darah diukur tipe 2 pada wanita menopause dengan p-
Danthin , 2020) Kota Cimahi. menggunakan glucometer, pola value = 0,002. Besarnya risiko menderita
makan menggunakan food diabetes mellitus tipe 2 pada wanita
frequency questioner, status gizi menopause dapat dilihat berdasarkan
berdasarkan IMT dan aktifitas nilai Prevalence ratio (PR), yaitu sebesar
fisik menggunakan kuesioner. 3,01 (95%CI= 1,44-6,31), artinya bahwa
Data dia nalisis univariat dan wanita menopause dengan pola makan
bivariat dengan uji Chi Square, berlebih berisiko menderita diabetes tipe 2
dan besarnya faktor resiko sebesar 3 kali dibandingkan dengan wanita
menggunakan Prevalence Ratio menopause dengan pola makan yang cukup
9 Gambaran Pola Penelitian ini Dewasa Akhir (35- Jenis penelitian yang digunakan Hasil penelitian didapat bahwa lebih dari
Makan dan bertujuan untuk 45) : 19 adalah Deskirptif. Populasi pada sebagian (65,3%) responden dengan pola
Aktivitas mengetahui Dewasa Tengah penelitian ini adalah keseluruhan makan yang tidak sesuai dan (34,7%)
Olahraga dengan Gambaran Pola (46-59) : 27 penderita Diabetes Melitus di responden dengan pola makan sesuai.
Pengendalian Makan dan Lansia (60) : 26 Puskesmas Tanah Garam Kota Sejalannya hasil penelitian ini dikarenakan
Kadar Gula AktivitasOlahraga Solok Tahun 2021 dengan teknik ekonomi responden yang kurang baik
Darah Pada dengan pengambilan sampel yang (40,3%) responden bekerja sebagai petani.
Penderita DM di Pengendalian digunakan adalah total sampling Menurut asumsi peneliti didapatkan bahwa
Kelurahan Tanah Kadar Gula jumlah sampel yang diteliti lebih dari sebagian (65,3%) pola makan
Garam Kota Darah Pada sebanyak 72 orang. Data responden tidak sesuai standar yang
Solok Tahun Pasien DM Di dikumpulkan dengan disebabkan oleh ekonomi atau pendapatan
2021 Wilayah Kerja menggunakan kuesioner dan responden yang kurang baik dibuktikan
(Komalasari, Puskesmas Tanah diolah komputerisasi lalu dengan (40,3%) responden bekerja sebagai
2022) Garam Solok dianalisa menggunakan analisa petani.
Tahun 2021. Univariat dan kemudian
diinterpretasikan
10 Analisis faktor Penelitian ≥40 Tahun : 85 Penelitian ini merupakan Status sosial ekonomi dalam penelitian
yang dilakukan sebagai <40 Tahun : 16 jenis penelitian kuantitatif dengan mengenai hubungan status sosial ekonomi
berhubungan dasar untuk rancangan cross sectional. dengan kualitas hidup pasien Diabetes
dengan kualitas pengembangan Penelitian ini dilakukan di Mellitus Tipe 2 di UPTD Puskesmas
hidup pasien penelitian wilayah kerja Tunggakjati Kecamatan Karawang barat
diabetes melitus selanjutnya UPTD Puskesmas Tunggakjati tahun 2019 dilihat dari jumlah penghasilan
tipe 2 di Uptd mengenai kualitas Kecamatan Karawang Barat pada atau pendapatan responden.
puskesmas hidup dengan bulan Maret sampai Juli 2019. hasil analisis didapatkan responden yang
Tunggakjati desain penelitian Populasi dalam penelitian ini kualitas hidupnya rendah dan memiliki
Kecamatan kualitatif, adalah pasien rawat jalan pendapatan <UMR ada sebanyak 44
Karawang Barat Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan (84,6%) responden dan responden yang
tahun 2019 untuk jumlah memiliki kualitas hidup rendah dan
(Sormin, dan mengidentifikasi sampel sebanyak 101 responden. memiliki pendapatan ≥UMR ada sebanyak
Tenrilemba, lebih dalam lagi Teknik pengambilan sampel yang 17 (34,7%) responden. Hasil hubungan
2019) tentang faktor digunakan pada penelitian ini antara status sosial ekonomi dengan
yang berhubungan yaitu total sampling. Data diolah kualitas hidup menunjukan adanya
dengan kualitas menggunakan SPSS dengan hubungan yang signifikan antara status
hidup. analisis univariat dan bivariat, sosial ekonomi dengan kualitas hidup
menggunakan Uji Chi Square. pasien DM tipe 2 p value 0,000 < α 0,05.
Nilai or = 10,353 artinya seseorang yang
memiliki pendapatan rendah memiliki
peluang 10,353 kali lebih tinggi untuk
memiliki kualitas hidup rendah
11 Peningkatan Self Tujuan penelitian respoden pada Penelitian ini menggunakan Hasil Penelitian ini diperoleh bahwa
Care Melalui ini adalah untuk penelitian ini ada desain case control. Teknik kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Metode Edukasi mengetahui 102 orang Sampel pengambilan sampel dilakukan rata-rata umur 55-57 tahun, dengan
Brainstorming apakah umur, jenis terdiri dari 51 dengan purposive sampling. pendapatan rata-rata Rp 2.083.000-Rp
Pada Pasien kelamin dan kasus dan 51 Variabel independen dan 2.350.00 dan lama sakit rata-rata 3-5 tahun.
Diabetes Melitus obesitas kontrol. dependen berasal dari rekam Hal ini sejalan dengan pendapat Perkeni
Tipe 2. ( Wulan, berhubungan yaitu rentang usia medis rumah sakit. Analisis (2017),Wardiah & Emilia (2018), bahwa
Nur, dan Azzam, dengan pada kelompok bivariat menggunakan uji chi- kelompok usia 45 tahun ke atas adalah
2020). kejadian DM tipe kasus square dengan derajat kemaknaan kelompok yang beresiko tinggi mengalami
2 di Puskesmas adalah 42-68 0,05. DM semakin bertambah umur semakin
Putri Ayu. tahun sementara beresiko mengalami diabetes mellitus
pada dibandingkan umur yang paling muda.
kelompok control
adalah 40-60 Pendapatan setiap bulan pada kedua
tahun. kelompok masih rata-rata dibawah UMR.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Mongisidi (2014), dalam Edriani (2012),
menyatakan bahwa responden memiliki
penghasilan < UMP berhubungan pada
rendahnya tingkat kesehatan baik emosi
maupun fisik. Akibatnya, masyarakat
cenderung memiliki resiko terjadinya
penyakit kardiovaskular dan kontrol
glikemik yang buruk.
12 Gambaran Penelitian ini jumlah responden Penelitian ini merupakan penelitian Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
Health Belief bertujuan untuk 137, yaitu kuantitatif non eksperimental responden berusia dewasa tengah (41 -60
Pada Penderita mengetahui Dewasa Awal : 30 menggunakan studi deskriptif. tahun) sebanyak 71 responden (51,8%).
Diabetes Melitus gambaran health Dewasa Tengah : 71 Teknik sampling yang digunakan Prevalensi DM tipe 2 yang terjadi lebih
Tipe II. (Rahma, belief pada Dewasa Akhir : 36 convenience sampling. Pengambilan dari 90% biasanya pada usia 40 tahun
dan Hastuti, penderita Diabetes data menggunakan kuesioner keatas (Sherli, 2012). Penghasilan paling
2017). Melitus Tipe II. Diabetes Health Belief Measure. banyak yaitu Rp. 1.265.000 – Rp.
1.909.000 sebanyak 53 responden (38,7%),
dari segi Status ekonomi (pendapatan
rendah) hal ini dapat memengaruhi
seseorang untuk melakukan manajemen
perawatan diri. Komplikasi yang timbul
dapat mengakibatkan berbagai gangguan
bagi pasien sehingga pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri sehari –hari
dengan baik karena adanya keterbatasan
kemampuan dalam hal pendapatan.

13 Hubungan mengetahui Sampel Penelitian ini menggunakan metode Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Efikasi Diri hubungan efikasi Responden kuantitatif korelasional dengan peneliti menunjukkan bahwa sebagian
Pasien Diabetes diri pasien diabetes 45-50 tahun : 5 desain penelitian observasional besar responden Diabetes Mellitus tipe 2
Mellitus Tipe 2 mellitus tipe 2 51-56 tahun : 16 analitik melalui pendekatan cross- dengan rentang usia 51-56 yang berjumlah
Dengan Risiko dengan risiko rawat 57-62 tahun : 14 sectional. 16 responden (23,2%). usia berhubungan
Rawat Ulang di ulang Teknik sampling yang digunakan dengan kejadian diabetes mellitus yang
Rumah Sakit adalah purposive sampling. Data merupakan efek gabungan dari resistensi
Umum Daerah dikumpulkan menggunakan sulin yang meningkat serta penuaan yang
Dr. Harjono kuesioner DMSES dan LACE Index, berakibat terhadap gangguan fungsi
Kabupaten dengan hasil uji validitas 0,658 untuk pankreas.
Ponorogo.  kuesioner DMSES dan 0,895 untuk
(Anandarma, kueisoner LACE Index. Analisa data Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Asmaningrum, menggunakan analisis univariat dan peneliti, sebanyak 54 responden (78,3%)
bivariat dengan uji statistik dari total 69 responden memilki
dan Nur,2021).
Spearman rank. penghasilan dibawah UMR yaitu < Rp
1.900.000. status sosial ekonomi yang
rendah akan berpengaruh terhadap kondisi
daripada diabetes yang dialami, karena
keterbatasan seseorang dalam hal biaya
akan berpengaruh juga dalam hal
mengakses perawatan dan pengobatan
selanjutnya.
14 Analysis Of Tujuan penelitian berusia diatas atau Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian ini ditemukan bahwa
Affecting Factors ini untuk sama dengan 55 pendekatan cross sectional penghasilan responden Diabetes Melitus
Self Monitoring mengidentifikasi tahun: 42 orang dengan jumlah sampel 80 pasien. tipe 2 kebanyakan memiliki penghasilan
Of Blood faktor-faktor apa berusia dibawah Analisis statistik menggunakan yang rendah. Hasil analisis penelitian ini
Glucose In Type saja yang 55 tahun: 38 orang uji korelasi chi square dan regresi menampilkan bahwa terdapat hubungan
2 Diabetes mempengaruhi logistik ganda. antara kondisi ekonomi yang ditinjau dari
Mellitus Patients. SMBG pada segi penghasilan dengan Self Monitoring
(Ahmad, Dan pasien diabetes Blood Glucose. Self care diabetes seperti
Adam, 2022). melitus tipe 2. SMBG memerlukan biaya tambahan dalam
menjalankannya (Cameron et al., 2010).
Asumsi peneliti jika dilihat dari
karakteristik responden pada penelitian ini
yaitu kebanyakan responden memiliki
penghasilan yang rendah diabawah UMP
hal ini mungkin yang berdampak terhadap
self care activities responden seperti dalam
menjalankan SMBG.
15 Correlation Penelitian ini 55-59 tahun : 24 Penelitian ini menggunakan studi Hasil penelitian yang diperoleh dari
between bertujuan untuk orang (62,7%) desain cross sectional. wawancara secara langsung dengan
Carbohydrate Mengetahui responden menggunakan form Food
60-64 tahun : 19 Recall 1 x 24 jam. Berdasarkan hasil
Consumption hubungan tingkat
orang (37,2%)
konsumsi analisis statistik menunjukkan bahwa
Level, Physical terdapat hubungan antara tingkat
karbohidrat,
Activity and konsumsi karbohidrat dengan glukosa
aktivitas fisik dan
Quality of Sleep
with Current kualitas tidur darah sewaktu. Hal ini ditunjukkan dengan
Blood Glucose dengan kadar hasil uji Pearson Chi-Square didapatkan
Levels in Patients glukosa darah nilai p-value = 0,023 (<0,05). Orang
sewaktu pada dengan tingkat konsumsi karbohidrat
with Type 2
penderita diabetes yang tinggi beresiko 7,547 kali
Diabetes Mellitus mengalami kadar glukosa darah sewaktu
melitus tipe 2 di
at Puskesmas tinggi
Puskesmas Rapak
Rapak Mahang Mahang
Tenggarong. Tenggarong
Formosa Journal
of Science and
Technology
(Putri, Utami,
dan Reski, 2022)
16

Anda mungkin juga menyukai