sehat didapatkan berjumlah 48 responden (40,6%). Menutur Suyono, (2007) Gaya hidup
di perkotaan dengan pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan
tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes melitus meningkat sangat tajam.
Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan cara hidup yang berubah. Pola
makan di kotakota telah bergeser dari pola makan yang tradisional yang banyak
mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran berubah menjadi pola makan yang
kebarat-baratan dan sedikit serat. Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan
sedikit serat pada makanan siap saji yang pada akhir-akhir ini sangat digemari
sampel terbanyak 59,50% terdapat pola makan yang tidak baik, yaitu jika salah satu dari
ketepatan jenis makanan, ketepatan jumlah kalori atau ketepatan waktu makan tidak
tepat.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa keseluruhan responden berusia diatas
45 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurayati dan Adriani (2017:147)
bahwa pada kelompok umur diatas 50 tahun memiliki peluang sebesar 2,61
kali lebih besar menderita diabetes melitus karena menurunnya fungsi organ tubuh
yang mengakibatkan terganggunya metabolisme glukosa dan produksi
insulin
Dan hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa pengetahuan sangat berpengaruh
pada pola makan, hal ini dapat dilihat dari proposi kejadian diabetes melitus tipe
2 senilai 2,91 kali lebih besar terjadi pada penderita yang kurang memahami
dan kurang mengetahui khasiat dari mengkonsumsi buah dan sayur daripada
dengan penderita yang paham dan mengetahui khasiat dari mengkonsumsi buah
dan sayur. Program Diabetes Prevention Program (DPP) memberikan saran
agar mengurangi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan peningkatan berat
badan diganti dengan banyak mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan
serat yang banyak
pengaturan pola makan dan physical activity. Sport Science and Health, 2(2), 152-
161.
Berdasarkan penelitian Herawati dan Sari pada tahun 2021, Hubungan Pola
Makan dengan Kadar Gula Darah Berdasarkan uji statistik diperoleh p value
0,000 ˂ 0,05 yang artinya ada hubungan antara pola makan yang tidak sesuai
dengan kadar gula darah tidak normal (tinggi) di Wilayah Kerja Puskesmas KTK
Kota solok. Kenyataan yang ditemukan dilapangan sebagian besar (87.5%) yang
pola makan tidak sesuai menyebabkan kadar gula darah tidak normal (tinggi), hal
mengandung karbohidrat atau gula yang dapat memicu kandungan kadar gula
darah tidak terkontrol dan juga belum sesuainya dalam mengatur jadwal makan.
Oleh karena itu, penderita Diabetes mellitus Tipe II perlu menjaga pengaturan
pola makan dalam rangka pengendalian kadar gula darah sehingga kadar gula
Dewasa Muda (18-40 Tahun), Dewasa Tengah (41-60 Tahun), Dewasa Akhir (>
60 Tahun)
Data terkait kelompok umur menunjukkan bahwa kadar HbA1c yang tidak
80,3% dibandingkan dengan kelompok umur dewasa akhir (78,1) dan dewasa
muda (57,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
60 tahun memiliki resiko tinggi untuk kadar gula darah tidak terkontrol
Hasil penelitian berdasarkan Lestari dan kawan-kawan, tahun 2022 dapat dilihat
dari pola makan yang menjelaskan bahwa sebanyak 59 responden memiliki pola
makan buruk dengan kadar gula tidak terkontrol 51 (86,4%) dan pada
responden dengan pola makan baik 41 orang dengan kadar gula darah tidak
kadar gula darah. Makanan maupun minuman yang mengandung pemanis yang
Lestari, W. S., Fitriana, E., Jumaisa, A., Siregar, S., & Ujiani, S. 2022.
2022 didapatkan data bahwa hubungan diet sehat gizi seimbang dengan
pengendalian kadar gula darah pada penyandang diabetes mellitus terbanyak pada
responden dengan diet sehat gizi seimbang baik dengan pengendalian kadar gula
dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p = 0,001. Artinya, pada
alpha 5% terlihat ada hubungan antara diet sehat gizi seimbang dengan
Bukit Betung Kecamatan Sungailiat Bangka. Selain itu, dari hasil uji statistik
didapatkan OR = 270,000 artinya responden dengan diet sehat gizi seimbang baik
memiliki peluang 270,000 kali untuk memiliki kadar gula darah yang terkendali.
Persentase usia responden mayoritas berada pada rentang usia dewasa tengah (40-
60) tahun yaitu sebanyak 37 (92,5%) responden. Faktor usia sangat erat kaitannya
Menurut sonyo dkk 2016 dari Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian
besar 27 (67,5%) responden mempunyai sikap yang tidak baik tentang pengaturan
makan pada penderita DM tipe 2. Sikap dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal
pengetahuan penderita baik, semestinya sikap terhadap diet diabetes melitus juga
Hasil penelitian dari Sonyo dkk 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar
tingkat penghasilan responden mayoritas baik karena sama dengan / lebih dari
mayoritas baik, karena jumlah pendapatan ini lebih dari sama dengan upah
Pendapatan yang kurang akan berdampak pada pencarian upaya pengobatan yang
kurang maksimal, dan berakibat pada akses informasi tentang diabetes melitus
yang kurang. Pada penelitian ini mengemukakan bahwa penghasilan dapat pula
bahan makanan yang sesuai dengan standar diet DM akan lebih mudah dan
Sonyo, S. H., Hidayati, T., & Sari, N. K. (2016). Gambaran Pengetahuan Dan
Diabetes melitus tipe 2 dengan pola makan berlebih sebesar 23orang (47,9%)
dan dengan pola makan cukup sebesar 7orang (15,9%). Pola makan sebagai
faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada wanita menopause dengan p-
Salah satu faktor risiko utama terjadinya Diabetes melitus tipe 2 adalah life style
dan minuman manis seperti fast food, junk food, minuman ringan, sirup dapat
makan rendah serat dan mengkonsumsi makanan yang tinggi indeks glikemik
Mellitus Tipe 2 Pada Wanita Menapouse. Jurnal Kesehatan Kartika, 15(3), 48-52
responden dengan pola makan yang tidak sesuai dan (34,7%) responden dengan
pola makan sesuai. Hal ini sejalan dengan penelitian Susanti dengan judul
ditemukan 22 (80,4%) responden memiliki pola makan yang tidak sesuai dan
hasil penelitian ini dikarenakan ekonomi responden yang kurang baik (40,3%)
(2017) juga memiliki ekonomi yang kurang baik yaitu (50,8%) responden
Menurut asumsi peneliti didapatkan bahwa lebih dari sebagian (65,3%) pola
sebagai petani. Sesuai dengan teori putri (2018:98) mengatakan bahwa factor
dan bahan makanan, karena menyangkut daya beli. Pendapatan ekonomi yang
pada aspek gizi atau kesesuaian pola makan yang dianjurkan oleh petugas
hal ini disebabkan adanya penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan untuk
melakukan pola makan yang sesuai untuk mengurangi risiko diabetes melitus.
Komalasari, C. (2022). Gambaran Pola Makan dan Aktivitas Olahraga dengan
Status sosial ekonomi dalam penelitian mengenai hubungan status sosial ekonomi
Tenrilemba, tahun 2019 diperoleh gambaran umum bahwa dari 101 responden
jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2 responden yang status ekonominya dibawah
yang sudah ada. Menurut Butler (2002) status sosial ekonomi dan pengetahuan
untuk dirinya.
Dari hasil analisis didapatkan responden yang kualitas hidupnya rendah dan
yang memiliki kualitas hidup rendah dan memiliki pendapatan ≥UMR ada
sosial ekonomi dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 p value 0,000<α 0,05.
peluang 10,353 kali lebih tinggi untuk memiliki kualitas hidup rendah.
Sormin, M. H., & Tenrilemba, F. (2019). Analisis faktor yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Uptd puskesmas Tunggakjati Kecamatan
Hasil Penelitian ini diperoleh bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol
kriteria lansia awal. Hal ini sejalan dengan pendapat Perkeni (2017),Wardiah &
Emilia (2018), Damayanti (2015) bahwa kelompok usia 45 tahun ke atas adalah
2010)
Pendapatan setiap bulan pada kedua kelompok masih rata-rata dibawah UMR.
Wulan, S. S., Nur, B. M., & Azzam, R. (2020). Peningkatan Self Care Melalui
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden berusia dewasa tengah (41 -60
dari 90% biasanya pada usia 40 tahun keatas (Sherli, 2012). Penghasilan paling
banyak yaitu Rp. 1.265.000 – Rp. 1.909.000 sebanyak 53 responden (38,7%), dari
segi Status ekonomi (pendapatan rendah) hal ini dapat memengaruhi seseorang
melakukan perawatan diri sehari –hari dengan baik karena adanya keterbatasan
dialaminya
Rahma, A., & Hastuti, Y. D. (2017). Gambaran Health Belief Pada Penderita
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan Pada variabel usia,
paling banyak berada pada rentang usia 51-56 sebanyak 16 klien (23,2%). Sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Isnaini dan Ratnasari (2018) yang
menunjukkan bahwa sebanyak 44 responden penelitian penderita Diabetes Mellitus
mayoritas berusia lebih dari 45 tahun. Menurut Kirkman dkk., (2012) mengungkapkan
bahwa usia berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus yang merupakan efek
gabungan dari resistensi sulin yang meningkat serta penuaan yang berakibat terhadap
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sebanyak 54 responden (78,3%) dari
total 69 responden memilki penghasilan dibawah UMR yaitu < Rp 1.900.000. sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Anindita dkk., 2019 yang mengungkapkan
rendah. Menuruntnya, status sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh terhadap
kondisi daripada diabetes yang dialami, karena keterbatasan seseorang dalam hal biaya
akan berpengaruh juga dalam hal mengakses perawatan dan pengobatan selanjutnya.
Anandarma, S. O., Asmaningrum, N., & Nur, K. R. M. (2021). Hubungan Efikasi Diri
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Risiko Rawat Ulang di Rumah Sakit Umum
pada variabel usia ditemukan sebagian besar responden berusia diatas atau sama
dengan 55 tahun yaitu sebanyak 42 orang (52,5%) dan sisanya berusia dibawah 55 tahun
atau sebanyak 38 orang (47,5%), pada variabel penghasilan ditemukan sebagian besar
responden memiliki penghasilan yang tinggi yaitu sebanyak 25 orang (31,2%) dan
Hasil penelitian ini ditemukan bahwa penghasilan responden diabetes melitus tipe 2
kebanyakan memiliki penghasilan yang rendah. Hasil analisis penelitian ini menampilkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi ekonomi yang ditinjau dari segi
penghasilan dengan self monitoring blood glucose. Self care diabetes seperti SMBG
peneliti jika dilihat dari karakteristik responden pada penelitian ini yaitu kebanyakan
responden memiliki penghasilan yang rendah diabawah UMP hal ini mungkin yang
berdampak terhadap self care activities responden seperti dalam menjalankan SMBG.
Putri, R. D., Utami, K. D., & Reski, S. (2022). Correlation between Carbohydrate
Consumption Level, Physical Activity and Quality of Sleep with Current Blood
Glucose Levels in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus at PUSKESMAS Rapak
Mahang Tenggarong. Formosa Journal of Science and Technology, 1(7), 865-
876.
Hasil dan pembahasan
N Judul, penulis, Tujuan Penelitian Besar sampel/ Metode penelitian Hasil dan Pembahasan
o dan tahun responden
1 Faktor risiko < 45 tahun : hasil penelitian menyatakan bahwa antara
mempengaruhi ≥ 45 tahun : usia dengan kejadian Diabetes Mellitus
kejadian Tipe 2 memiliki hubungan. Penelitian yang
Diabetes Mellitus telah dilakukan terhadap masyarakat di
tipe 2. wilayah Puskesmas I Wangon,
(Isnaini, dan didapatkan kelompok usia dengan
Ratnasari, 2018) kejadian T2DM terbanyak adalah 51-60
tahun yaitu sebanyak 41,5%. Hal ini
karena penambahan usia akan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada
metabolisme karbohidrat dan pelepasan
insulin yang disebabkan karena glukosa
yang ada didarah serta terhambatnya
pelepasan glukosa ke dalam sel.
13 Hubungan mengetahui Sampel Penelitian ini menggunakan metode Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Efikasi Diri hubungan efikasi Responden kuantitatif korelasional dengan peneliti menunjukkan bahwa sebagian
Pasien Diabetes diri pasien diabetes 45-50 tahun : 5 desain penelitian observasional besar responden Diabetes Mellitus tipe 2
Mellitus Tipe 2 mellitus tipe 2 51-56 tahun : 16 analitik melalui pendekatan cross- dengan rentang usia 51-56 yang berjumlah
Dengan Risiko dengan risiko rawat 57-62 tahun : 14 sectional. 16 responden (23,2%). usia berhubungan
Rawat Ulang di ulang Teknik sampling yang digunakan dengan kejadian diabetes mellitus yang
Rumah Sakit adalah purposive sampling. Data merupakan efek gabungan dari resistensi
Umum Daerah dikumpulkan menggunakan sulin yang meningkat serta penuaan yang
Dr. Harjono kuesioner DMSES dan LACE Index, berakibat terhadap gangguan fungsi
Kabupaten dengan hasil uji validitas 0,658 untuk pankreas.
Ponorogo. kuesioner DMSES dan 0,895 untuk
(Anandarma, kueisoner LACE Index. Analisa data Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Asmaningrum, menggunakan analisis univariat dan peneliti, sebanyak 54 responden (78,3%)
bivariat dengan uji statistik dari total 69 responden memilki
dan Nur,2021).
Spearman rank. penghasilan dibawah UMR yaitu < Rp
1.900.000. status sosial ekonomi yang
rendah akan berpengaruh terhadap kondisi
daripada diabetes yang dialami, karena
keterbatasan seseorang dalam hal biaya
akan berpengaruh juga dalam hal
mengakses perawatan dan pengobatan
selanjutnya.
14 Analysis Of Tujuan penelitian berusia diatas atau Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian ini ditemukan bahwa
Affecting Factors ini untuk sama dengan 55 pendekatan cross sectional penghasilan responden Diabetes Melitus
Self Monitoring mengidentifikasi tahun: 42 orang dengan jumlah sampel 80 pasien. tipe 2 kebanyakan memiliki penghasilan
Of Blood faktor-faktor apa berusia dibawah Analisis statistik menggunakan yang rendah. Hasil analisis penelitian ini
Glucose In Type saja yang 55 tahun: 38 orang uji korelasi chi square dan regresi menampilkan bahwa terdapat hubungan
2 Diabetes mempengaruhi logistik ganda. antara kondisi ekonomi yang ditinjau dari
Mellitus Patients. SMBG pada segi penghasilan dengan Self Monitoring
(Ahmad, Dan pasien diabetes Blood Glucose. Self care diabetes seperti
Adam, 2022). melitus tipe 2. SMBG memerlukan biaya tambahan dalam
menjalankannya (Cameron et al., 2010).
Asumsi peneliti jika dilihat dari
karakteristik responden pada penelitian ini
yaitu kebanyakan responden memiliki
penghasilan yang rendah diabawah UMP
hal ini mungkin yang berdampak terhadap
self care activities responden seperti dalam
menjalankan SMBG.
15 Correlation Penelitian ini 55-59 tahun : 24 Penelitian ini menggunakan studi Hasil penelitian yang diperoleh dari
between bertujuan untuk orang (62,7%) desain cross sectional. wawancara secara langsung dengan
Carbohydrate Mengetahui responden menggunakan form Food
60-64 tahun : 19 Recall 1 x 24 jam. Berdasarkan hasil
Consumption hubungan tingkat
orang (37,2%)
konsumsi analisis statistik menunjukkan bahwa
Level, Physical terdapat hubungan antara tingkat
karbohidrat,
Activity and konsumsi karbohidrat dengan glukosa
aktivitas fisik dan
Quality of Sleep
with Current kualitas tidur darah sewaktu. Hal ini ditunjukkan dengan
Blood Glucose dengan kadar hasil uji Pearson Chi-Square didapatkan
Levels in Patients glukosa darah nilai p-value = 0,023 (<0,05). Orang
sewaktu pada dengan tingkat konsumsi karbohidrat
with Type 2
penderita diabetes yang tinggi beresiko 7,547 kali
Diabetes Mellitus mengalami kadar glukosa darah sewaktu
melitus tipe 2 di
at Puskesmas tinggi
Puskesmas Rapak
Rapak Mahang Mahang
Tenggarong. Tenggarong
Formosa Journal
of Science and
Technology
(Putri, Utami,
dan Reski, 2022)
16