Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Gambaran Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

Diwilayah Kerja Puskesmas Koto Katiak Kota Padang Panjang Tahun

2018

Hasil analisa didapatkan rata-rata kadar glukosa darah puasa sebelum

diberikan susu kedelai pada kelompok intervensi adalah 168,33 mg/dL ±

38,239 dengan kadar glukosa darah puasa terendah 109 mg/dL dan kadar

glukosa darah puasa tertinggi 243 mg/dL. Rata-rata kadar glukosa darah

puasa sebelum / awal pada kelompok kontrol adalah 149,89 mg/dL ± 34,911

dengan kadar glukosa darah puasa terendah 106 mg/dL dan kadar glukosa

darah puasa tertinggi 214 mg/dL.

Hal ini tak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan oleh Baequny,

Hartono & Harnany (2015), yang diketahui rata-rata kadar glukosa darah

sebelum dilakukannya intervensi susu kedelai pada kelompok perlakuan yaitu

178,5 ± 46,51. Rata-rata kadar glukosa darah sebelum pada kelompok kontrol

yaitu 165,5 ±56,75. Penelitian Sinaga (2012), didapatkan rata-rata kadar

glukosa darah sebelum dilakukannya intervensi susu kedelai pada kelompok

perlakuan yaitu 110,62 mg/dL. Rata-rata kadar glukosa darah sebelum pada

kelompok kontrol yaitu 107.53 mg/dL.

Menurut PERKENI tahun 2015, kadar glukosa darah puasa terbagi

menjadi 3 kategori yaitu normal (<100 mg/dL), sedang (100-125 mg/dL) dan
tinggi (≥126 mg/dL). Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden

memiliki kadar glukosa darah puasa yang tinggi. Kadar glukosa darah yang

tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor yang tidak dapat dirubah seperti jenis

kelamin dan umur serta faktor yang dapat dirubah seperti pola

makan,aktivitas fisik, obesitas dan stress.

Hal ini sejalan dengan penelitian Rudi & Kwureh (2017), didapatkan

hasil bahwa variable umur (P value = 0.013), dan jenis kelamin (P value =

0.043) berhubungan dengan kadar gula darah puasa pada pasien penyakit

diabetes mellitus dengan kadar gula darah puasa di layanan laboratorium

RSUD M. Djoen Sintang Tahun 2016. Berdasarkan hasil penelitian sinaga

(2012), terdapat hubungan antara aktifitas fisik, obesitas dan perubahan pola

makan secara bersamaan dengan perubahan GDP serta terdapat hubungan

antara tingkat stres dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe

II di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado (Derek, 2017).

Diabetes Mellitus tipe 2 banyak terjadi pada perempuan dibandingkan

dengan laki-laki karena secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan

indeks massa tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Selain

itu, disebabkan oleh adanya perbedaan kadar hormon seksual antara

perempuan dan laki-laki. Pada saat wanita mengalami fase monopouse, akan

terjadi penurunan hormon estrogen yang salah satu fungsinya adalah untuk

menjaga keseimbangan kadar glukosa darah (Azwar, 1999 ; Taylor, 2008).

Menurut PERKENI (2015), bahwa kelompok usia 45 tahun ke atas

adalah kelompok yang beresiko tinggi mengalami Diabetes Mellitus. Proses

menua akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia tubuh


yang salah satu dampaknya adalah meningkatnya resistensi insulin (Smeltzer

dan Bare, 2008).

Teori menyebutkan bahwa aktivitas fisik secara langsung berhubungan

dengan kecepatan pemulihan gula darah otot. Saat aktivitas fisik dilakukan,

otot-otot di dalam tubuh akan bereaksi dengan menggunakan glukosa yang

disimpannya sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang. Dalam

keadaan tersebut akan terdapat reaksi otot yang mana otot akan mengambil

glukosa di dalam darah sehingga glukosa di dalam darah menurun dan hal

tersebut dapat meningkatkan kontrol gula darah (Ilyas, 2011 ; Kronenberg,

2008).

Menurut teori Guyton (2007) yang mengatakan bahwa obesitas

merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya peningkatan kadar gula darah,

hal ini dikarenakan sel – sel beta pulau Langerhans menjadi kurang peka

terhadap rangsangan dan obesitas juga akan menekan jumlah reseptor insulin

pada sel – sel seluruh tubuh. Stress dapat meningkatkan kadar glukosa darah

karena stress akan mempengaruhi seseorang dalam pengendalian kadar

glukosa darah, selain itu stres menyebabkan terjadinya peningkatan hormone

adrenalin yang akhirnya dapat mengubah cadangan glikogen dalam hati

menjadi glukosa (Pratiwi 2014; Nailufar, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian dapat peneliti simpulkan bahwa 18 orang

responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol memiliki kadar

glukosa darah puasa yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara tidak tertulis

peningkatan kadar glukosa darah responden disebabkan oleh

ketidakmampuan responden dalam mengatur gaya hidup yang sehat. Sebagian


responden sering memakan makanan yang tinggi kalori seperti kolak dan

gorengan, tidak ada melakukan aktivitas fisik, tidak mengontrol berat badan

(Obesitas), dan responden mempunyai banyak masalah yang difikirkan

sehingga menjadi stress.

B. Gambaran Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Puasa Sesudah Pada

Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Penderita Diabetes Mellitus

Tipe 2 Diwilayah Kerja Puskesmas Koto Katiak Kota Padang Panjang

Tahun 2018

Hasil analisa didapatkan rata-rata kadar glukosa darah puasa sesudah

diberikan susu kedelai pada kelompok intervensi adalah 145,83 mg/dL ±

29,326 dengan kadar glukosa darah puasa terendah 102 mg/dL dan kadar

glukosa darah puasa tertinggi 197 mg/dL. Rata-rata kadar glukosa darah

puasa sesudah pada kelompok kontrol adalah 138,11 mg/dL ± 30,353 dengan

kadar glukosa darah puasa terendah 97 mg/dL dan kadar glukosa darah puasa

tertinggi 200 mg/dL. .

Hal ini tak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan oleh Baequny,

Hartono & Harnany (2015), yang diketahui rata-rata kadar glukosa darah

sesudah dilakukannya intervensi pemberian susu kedelai pada kelompok

perlakuan yaitu 167,11 ± 75,47. Rata-rata kadar glukosa darah sebelum pada

kelompok kontrol yaitu 166,10 ± 45,13. Penelitian Sinaga tahun 2012,

didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sesudah dilakukannya intervensi

susu kedelai pada kelompok perlakuan yaitu 84,31 mg/dL. Rata-rata kadar

glukosa darah sesudah pada kelompok kontrol yaitu 107.60 mg/dL.


Hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi penurunan kadar glukosa

darah puasa sesudah diberikan susu kedelai pada kelompok intervensi dan

kadar glukosa darah puasa akhir pada kelompok kontrol. Terdapat 16 orang

responden yang mengalami penurunan kadar glukosa darah puasa pada

kelompok intervensi maupun kelompok kontrol sedangkan 2 orang responden

lainnya mengalami peningkatan kadar glukosa darah puasa pada kelompok

intervensi maupun kelompok kontrol.

Penurunan kadar glukosa darah puasa responden disebabkan oleh

kepatuhan responden dalam mengkonsumsi susu kedelai selama 5 hari

berturut-turut pada kelompok intervensi. Selain itu penurunan kadar glukosa

darah responden juga didukung oleh usaha responden dalam mengontrol

kadar glukosa darah seperti pola makan yang baik, Berat badan normal (tidak

obesitas), melakukan aktivitas fisik ≥ 3 x / minggu, dan tingkat stress normal

pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Sedangkan responden

yang kadar glukosa darah puasanya meningkat disebabkan tidak adanya

intervensi yang diberikan peneliti pada kelompok kontrol dan kurangnya

usaha responden dalam mengontrol kadar glukosa darah seperti pola makan

yang tidak baik, berat badan meningkat (obesitas), tidak melakukan aktivitas

fisik < 3 x / minggu, dan mengalami stress pada kelompok intervensi maupun

kelompok kontrol.

Menurut Putri & Isfandiari (2013), Kadar glukosa darah dapat dikontrol

dengan melaksanakan 4 pilar penatalaksanaan DM tipe 2, yaitu: edukasi,

pengaturan makan/diet, latihan jasmani/olahraga dan pengobatan

(farmakologis dan Non farmakologis). Selain itu, pemantauan kadar glukosa


darah penderita Diabetes Mellitus secara teratur merupakan bagian yang

penting dari pengendalian Diabetes Mellitus (Nabyl, 2009).

Pengobatan baik farmakologis maupun non farmakologis merupakan

salah satu pilar yang penting dalam menurunkan kadar glukosa darah

penderita DM tipe 2. Namun, pengobatan non farmakologis lebih efektif

dibandingkan dengan pengobatan non farmakologis karena obat non

farmakologis tidak menimbulkan efek samping, mudah didapat di lingkungan

sekitar dan harganya terjangkau (Cahyono, 2011).

Intervensi yang peneliti berikan merupakan pengobatan non

farmakologis yang mempunyai peran positif dalam pengendalian kadar gula

darah. Kandungan susu kedelai seperti protein, isoflavon, serat dan lesitin

yang tinggi dapat mrningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh (Unus,

2002 dalam Baequny, Hartono & Harnany, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian dapat peneliti simpulkan bahwa 18 orang

responden pada kelompok intervensi dan 18 orang responden kelompok

kontrol sama-sama mengalami penurunan kadar glukosa darah puasa namun

penurunan lebih banyak terdapat pada kelompok intervensi. Hal itu

disebabkan oleh pemberian susu kedelai pada kelompok intervensi dan juga

karena usaharesponden dalam mengontrol kadar glukosa darah responden

seperti mengatur pola makan yang baik, melakukan aktivitas fisik, tidak

obesitas, dan tidak mengalami strees.


C. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Terhadap Kadar Glukosa Darah

Puasa Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas

Koto Katiak Kota Padang Panjang Tahun 2018

Berdasarkan uji paired sampel t-test didapatkan hasil bahwa ada

perbedaan kadar glukosa darah puasa antara sebelum dan sesudah diberikan

susu kedelai pada kelompok intervensi (p=0,001), dan ada perbedaan kadar

glukosa darah puasa antara awal dan akhir pada kelompok kontrol (p=0,001).

Dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok mengalami penurunan kadar

glukosa darah puasa, namun demikian penurunan lebih banyak terjadi pada

kelompok intervensi (22,5 mg/dL) dibandingkan pada kelompok kontrol

(11,778 mg/dL). Dan setelah dilakukan uji independen sampel t-test diperoleh

nilai p=0,035 artinya ada pengaruh pemberian susu kedelai susu kedelai

terhadap kadar glukosa darah puasa pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas koto

katiak kota padang panjang tahun 2018.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang pengaruh

pemberian susu kedelai terhadap kadar glukosa darah puasa wanita

prediabetes, diketahui bahwa ada pengaruh pemberian susu kedelai terhadap

penurunan kadar glukosa darah penderita Diabetes Mellitus tipe2 (P=0,001).

Penurunan kadar gula darah juga sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Baequny, Hartono & Harnany (2015) yang menunjukkan

terdapat efek pemberian susu kedelai terhadap kadar gula darah penderita DM

Tipe 2 (p-value=0,045). Penelitian lainnya di Poli penyakit dalam RSUD Pare

didapatkan hasil bahwa Susu kedelai terbukti dapat menurunkan kadar


glukosa darah dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% atau dari penurunan

rata-rata adalah dari 307,58 mg/dl (pre test) menjadi 247,42 mg/dl (post test)

penurunan sekitar 19,5%. Dan pada kelompok Kontrol tidak mengalami

penurunan kadar glukosa darah.

Terdapat pengaruh pemberian susu kedelai terhadap kadar glukosa

darah puasa penderita Diabetes Mellitus tipe 2. Susu kedelai bubuk sebanyak

50 gram yang ditambahkan air hangat sebanyak 250 ml dapat menurunkan

kadar glukosa darah (Dwi, 2011). Kandungan susu kedelai seperti protein,

isoflavon, serat dan lesitin yang tinggi dapat mrningkatkan keseimbangan

metabolisme tubuh sehingga efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah

(Unus, 2002 dalam Baequny, Hartono & Harnany, 2015).

Secara teoritis penurunan kadar glukosa darah oleh susu kedelai dapat

dijelaskan melalui dua mekanisme utama, yaitu secara intra pankreatik dan

ekstra pankreatik. Mekanisme intra pankreatik bekerja dengan cara

memperbaiki (regenerasi) sel β pankreas yang rusak dan ekstra pangkreatik

melindungi sel β dari kerusakan lebih lanjut. Kemampuan ini dimiliki oleh

susu kedelai yang kaya akan lechitin. Lechitin sebagai antioksidan yang

terkandung dalam susu kedelai dapat menghambat terjadinya stres oksidatif

pada sel beta pankreas, sehingga antioksidan tersebut mampu menjaga sel-sel

pada pankreas untuk tidak mengalami kerusakan serta mampu meregenerasi

sel-sel yang rusak dengan cepat dan akan berfungsi baik kembali serta dengan

bantuan lecithin pula insulin mampu diproduksi kembali secara maksimal.

Sedangkan Polisakarida yang terkandung dalam kedelai mampu menekan

kadar glukosa darah dan menurunkan rasio insulin-glukosa setelah makan,


Sehingga mampu mengendalikan kadar gula darah yang melebihi batas.

Selain itu Protein yang terkandung dalam kedelai diketahui kaya akan asam

amino arginin dan glisin. Perbedaan komposisi asam amino pada diet protein

berpengaruh pada dinamika insulin dan kadar glukosa darah, dalam hal ini

arginin yang terkandung dalam susu kedelai diduga banyak berperan dalam

merangsang pengeluaran insulin dari pankreas dan meningkatkan aktivitas

insulin di otot skelet. Karena itu makin tinggi asupan protein dari susu

kedelai, sekresi hormon insulin ke dalam jaringan tubuh akan makin

meningkat. Dengan meningkatnya kadar hormon insulin ini, kadar glukosa

darah akan berkurang karena sebagian akan diubah menjadi energi (Widy,

2009 ; Baequny, Hartono & Harnany tahun 2015). Tidak hanya itu,

kandungan Isoflavon dalam kedelai juga terbukti dapat meningkatkan sekresi

insulin dan dapat membantu menurunkan resistensi insulin pada DM tipe 2

(Lu dkk, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyatakan bahwa pemberian

susu kedelai efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita

diabetes mellitus tipe 2, karena kandungan susu kedelai dapat melindungi sel

pankreas serta memperbaiki sel pankreas yang rusak. Maka penderita

Diabetes Mellitus tipe 2 disarankan untuk mengkonsumsi susu kedelai

sebagai pengobatan non farmakologis untuk mengontrol kadar glukosa darah.

Anda mungkin juga menyukai