Anda di halaman 1dari 26

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, LEMAK DAN


DIETARY FIBER DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA
PRE-DIABETES DI PUSKESMAS KALASAN

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Umum


Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh:

Nama : Satrio Budi Wicaksono

NIM : 14711160

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes


melitus (DM). American Diabetes Association mendefinisikan prediabetes sebagai
kondisi kadar glukosa darah diatas normal, namun belum memenuhi kriteria
diabetes mellitus. Dua kondisi yang termasuk dalam pre-diabetes adalah Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired Glucose Tolerance (IGT) dan Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG). Nilai
Standar untuk prediabetes pada kadar glukosa darah puasa adalah 100-125mg/dL
(disebut IFG) atau 140-199mg/dL untuk glukosa darah dua jam pasca tes beban
glukosa.

Menurut Konsensus Manajemen dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia, penetapan kondisi TGT dan GDPT berdasarkan algoritma diagnostik
standar. Pada pasien dengan keluhan diabetes klasik, jika setelah dua kali tes
glukosa darah dan glukosa darah puasa, didapatkan hasil yang meragukan (di atas
normal tapi tidak sesuai kriteria diabetes), maka pasien akan diminta untuk
melaksanakan prosedur TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Saat hasil glukosa
darah setelah dua jam pasca tes beban glukosa didapatkan nilai 140-199mg/dL,
pasien akan dimasukkan dalam kriteria gangguan toleransi glukosa atau disebut
juga dengan prediabetes.

Pada tahun 2030 diperkirakan lebih dari 470 juta orang di seluruh dunia
mengalami prediabetes (Tabak et al, 2012). Prevalensi prediabetes di Asia
Tenggara tahun 2013 sekitar 6,8% (International Diabetes Federation, 2013).
Sedangkan prevalensi prediabetes di Indonesia adalah 10% dengan latar belakang
faktor diet yang berlebihan sebesar 98,4% (Suwondo dan Pramono, 2012).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 angka prevalensi Diabetes
Melitus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan prevalensi DM
tertinggi (2,6%) di Indonesia kemudian diikuti DKI Jakarta dengan nilai 2,5% dan

2
Sulawesi Utara 2,4% (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Sampai saat ini angka
prevalensi prediabetes di DIY belum pernah dilaporkan.
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat disebabkan karena adanya beberapa
faktor yaitu : konsumsi makanan yang tinggi lemak dan karbohidrat dengan
kurangnya aktifitas fisik dan olahraga yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar gula darah (Erliensty, 2009). Pada pasien prediabetes terjadi proses yang
menjadi prekursor dari timbulnya diabetes mellitus karena adanya kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat dari kekurangan jumlah serta
penurunan fungsi atau resistensi insulin perifer. Apabila jumlah karbohidrat lebih
dari kemampuan tubuh untuk membakarnya sebagai sumber energi, maka
karbohidrat akan dikonversi menjadi lemak (American Diabetes Acociation,
2006).
Mengonsumsi karbohidrat sederhana terlalu banyak dapat menyebabkan
hormon insulin cepat diproduksi dan membuat gula darah dikonversi sebagai
glikogen otot ataupun glikogen hati. Jika tempat tempat penyimpanan glukosa
sudah penuh di otot atau hati, maka gula akan di simpan di dalam sel adiposit dan
diubah menjadi lemak. (Turoan,2012).
Lemak merupakan sumber energi terbesar yang dapat menyebabkan obesitas.
Pada orang yang obesitas sel-sel lemak tersebut akan menghasilkan beberapa zat
yang digolongkan sebagai adipositokin. Zat tersebut dapat menyebabkan
resistensi terhadap insulin. Akibat resistensi insulin, gula darah sulit untuk masuk
ke dalam sel sehingga gula di dalam darah akan tinggi atau hiperglikemi
(Kariadi,2009).
Faktor perilaku yang mendukung terjadinya prediabetes antara lain konsumsi
lemak tinggi, kurang serat dan aktifitas fisik kurang. Konsumsi lemak yang tinggi
dari 30% total kalori dapat menyebabkan resistensi insulin yang mengarah ke
kondisi prediabetes. Pada penderita prediabetes mungkin akan memiliki
komplikasi pada organ-organ yaitu nefropati, neuropati, retinopati diabetik dan
penyakit makrovaskular. Terdapat bukti yang menghubungkan prediabetes dengan
peningkatan resiko awal nefropati dan penyakit ginjal kronis (CKD) berdasarkan

3
metode seperti laju eksresi albumin urin dan perkiraan laju filtrasi glomerulus
(Fox et al, 2005).
Besar prevalensi dan faktor resiko penyebab prediabetes di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) belum diketahui karena belum ada penelitian dan data yang
cukup. Tetapi diketahui bahwa Yogyakarta memiliki resiko tinggi prediabetes
karena menurut hasil Survei Diet Total (SDT) 2014, Yogyakarta merupakan
provinsi dengan tingkat konsumsi gula tertinggi di Indonesia dengan angka
mencapai 16,9% (Kemenkes RI., 2015). Penelitian mengenai hubungan jumlah
intake harian secara pasti pada kejadian prediabetes masih terbatas. Sehingga
dibutuhkan penelitian mengenai karakteristik jumlah kalori harian yang
menyebabkan terjadinya prediabetes.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana hubungan tingkat konsumsi karbohidrat, lemak dan dietary fiber
dengan kadar gula darah pada penderita prediabetes di Puskesmas Kalasan
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat
konsumi karbohidrat, lemak dan dietary fiber dengan kadar gula darah
pada penderita prediabetes di Puskesmas Kalasan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi :
1. Bagi penelitian dan ilmu pengetahuan
Menambah hasanah ilmu pengetahuan mengenai hubungan tingkat
konsumsi karbohidrat, lemak dan dietary fiber dengan kadar gula
darah pada penderita prediabetes di Puskesmas Kalasan
2. Bagi Peneliti
Manfaat yang diperoleh oleh peneliti adalah peneliti dapat
mengetahui hubungan tingkat konsumsi karbohidrat, lemak dan
dietary fiber dengan kadar gula darah pada penderita prediabetes di

4
Puskesmas Kalasan. Hasil karya tulis ilmiah ini juga akan
digunakan sebagai syarat kelulusan pendidikan sarjana kedokteran
peneliti.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat kepada masyarakat
umum secara tidak langsung. Adanya faktor makanan yang diduga
memiliki hubungan dengan kejadian prediabetes di Puskesmas
Kalasan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mawas diri
dan lebih memperhatikan kesehatan khususnya dalam menjaga
pola makan sehari-hari agar tetap seimbang dan cukup.
1.5 Keaslian Penelitian
1. Penelitian oleh [ CITATION Mei15 \l 1057 ] yang berjudul : “Associations
between Dietary Patterns and Impaired Fasting Glucose in Chinese
Men: A Cross-Sectional Study”. Persamaan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan dari konsumsi makanan meliputi buah, sayur,
daging dan beras dengan peningkatan resiko prediabetes dengan
memberikan pertanyaan terkait konsumsi harian. Perbedaannya,
penelitian tersebut menggunakan metode cross-sectional study
population dari total 1615 subjek yang sedang melakukan check-up
kesehatan dan diukur dari GDP dengan nilai konsentrasi 110-
126mg/dL yang masuk dalam klasifikasi GDPT.
2. Penelitian oleh [ CITATION Ade17 \l 1057 ] yang berjudul : “Associations
of Dairy Intake with Incident Prediabetes or Diabetes in Middle-Aged
Adults Vary by Both Dairy Type and Glycemic Status”. Persamaan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola konsumsi harian
terhadap insidensi prediabetes dengan status glukosa. Perbedaannya,
penelitian tersebut menggunakan metode Cohort dengan
mengklasifikan konsumsi jenis susu seperti low-fat, high-fat, skim
milk, whole-milk dan yogurt.
3. Penelitian oleh [ CITATION Mar17 \l 1057 ] yang berjudul : “Fruit and
vegetable intake and pre-diabetes: a case-control study”. Persamaan

5
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi buah
dan sayur dengan insidensi prediabetes. Perbedaannya penelitian
tersebut menggunakan metode Case Control.
4.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1. Prediabetes
A. Definisi
Menurut ADA (American Diabetes Association), Prediabetes atau
golongan dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi diabetes.
Kriteria pasien prediabetes ketika memiliki salah satu dari nilai sebagai
berikut :
a. Nilai HbA1c 5,7% -6,4%.
b. Glukosa puasa terganggu (IFG) didefinisikan sebagai kadar
glukosa plasma puasa 100-125mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).
c. Gangguan toleransi glukosa (IGT) didefnisikan sebagai kadar
tes toleransi glukosa oral (75g) 2 jam post prandial 140-
199mg/dL (7,8-11mmol/L).

Sedangkan World Health Organization (WHO) mengklasifikan


prediabetes sebagai intermediate hyperglycemia hanya dengan dua
kriteria yaitu gangguan toleransi glukosa (IGT) atau 2 jam kadar
glukosa plasma 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L) dan atau glukosa
puasa terganggu (IFG) kadar glukosa plasma puasa 110-125 mg/dL
(6,1-6,9 mmol/L).

B. Insiden/Prevalensi
Di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 470 juta orang akan
mengalami prediabetes pada tahun 2030 (Tabak et al, 2012). Sekitar
38% dari populasi dewasa Amerika Serikat mengalami prediabetes
(Menke et al, 2015). Sedangkan di negara-negara berkembang
dilaporkan 9,2% dari populasi umum mengalami IFG atau gula darah
puasa terganggu (GDPT), 4,3% mengalami IGT atau toleransi glukosa

7
terganggu (TGT) dan 25,5% mengalami keduanaya (Garber et al,
2008). Prevalensi Prediabetes di Asia Tenggara diperkirakan sekitar
6,8% (International Diabetes Federation, 2013).
Prevalensi prediabetes berbeda secara substansial ketika
menggunakan HbA1c atau glukosa puasa terganggu (IFG) sendiri atau
dalam kombinasi unutk menentukan prediabetes berdasarkan survei
NHANES 1999-2006 dari 7029 orang dewasa berusia ≥ 20 tahun tanpa
diabetes di Amerika Serikat. Prevalensi prediabetes menururt definisi
yang berbeda yaitu :
- 12,6% dengan hasil HbA1c 5,7% -6,4%,
- 28,2% dengan GDPT (glukosa darah puasa terganggu 100-125
mg/dL,
- 7,7% dengan dua kriteria HbA1c dan GDPT.

Prevalensi diabetes yang lebih tinggi pada pasien kulit hitam non-
Hispanik dan pasien Amerika Meksiko. Prevalensi diabetes yang lebih
tinggi tidak terdiagnosis dan IFG pada pria, prevalensi serupa diabetes
didiagnosis pada pria dan wanita. Prevalensi 12,7% dari gangguan
toleransi glukosa (IGT) pada orang dewasa > 25 tahun di Kamboja
2004.

Prevalensi TGT dan atau GDPT di daerah urban Indonesia sekitar


10,2% (Balitbang Kemenkes RI, 2007). Prevalensi ini diperkirakan
akan meningkat menjadi 20,6% pada tahun 2025 (International
Diabetes Federation, 2013). Hasil penelitian Suwondo dan Pramono
(2012), menunjukkan prevalensi prediabetes tertinggi terdapat pada
usia dewasa menengah yakni sebesar 43,8%, sedangkan usia dewasa
awal sebesar 34,3% dan usia dewasa akhir sebesar 21,9%.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013 angka prevalensi
DM di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekitar 2,6% dan
merupakan prevalensi DM tertinggi di Indonesia kemudian diikuti
D.K.I Jakarta dengan 2,5% dan Sulawesi Utara 2,4% (Balitbang

8
Kemenkes RI, 2013). Angka prevalensi prediabetes di DIY sampai
saat ini belum diketahui. Sedangkan prevalensi prediabetes di DKI
Jakarta yaitu 24,91% pada usia 25-64 tahun (Yunir, 2009).

C. Etiologi dan Patogenesis


Sampai saat ini penyebab terjadinya dapat dijelaskan pada kedua
kondisi yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pancreas.
Resistensi insulin atau peningkatan kebutuhan insulin yang dipicu oleh
beberapa faktor seperti defek reseptor atau post-reseptor, obesitas,
resistensi insulin tipe B sebab lain : penyakit autoimun (antibodi
immunoglobulin G (IgG) terhadap reseptor insulin), biasanya pada
wanita usia lanjut dengan Sjogren, SLE atau lupus eritematosus
sistemik, atau gangguan autoimun lainnya, mungkin berkaitan dengan
acanthosis lupus-like symptoms, peningkatan laju endap darah (ESR),
antibodi antinuclear (ANA), Resistensi insulin tipe B setelah
pengobatan infeksi Helicobacter pylori. Disfungsi sel beta atau sekresi
insulin relatif yang tidak cukup. Rusaknya fungsi sel beta berkaitan
dengan usia, dan adanya deposit amiloid di pankreas, hal ini juga
ditemukan > 90% penderita diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme pathogenesis yang terjadi pada pasien prediabetes
secara umum terbagi menjadi dua berdasarkan lokasi resistensi insulin.
Pada pasien prediabetes dengan GDPT, resistensi insulin terjadi
terutama pada jaringan hati, sedangkan sensitifitas insulin pada
jaringan otot masih tetap normal. Hal ini terjadi sebaliknya pada pasien
prediabetes dengan TGT (Setiawan, 2011). Patofisiologi prediabetes
dikarenakan defek kehilangan toleransi glukosa, yaitu resistensi insulin
dan insensitivitas sel β yang cenderung terjadi secara bersamaan.
(Ferrannini et al, 2010).
Pada kasus prediabetes, meskipun GDPT dan TGT termasuk satu
golongan yaitu prediabetes, keadaan intoleransi glukosa didapatkan
hasil yang sedikit berbeda ditandai oleh mekanisme patofisiologi yang
berbeda. Baik TGT dan GDPT adalah keadaan resistensi insulin,

9
namun berbeda pada resistensi insulin. Subjek dengan GDPT secara
dominan memiliki resistensi insulin hati dan sensitivitas insulin otot
normal, sementara individu dengan TGT memiliki sensitivitas insulin
hepar normal dan resistensi otot sedang sampai berat. Subjek dengan
intoleransi glukosa pada kedua kasus didapatkan resistensi insulin
dalam bentuk parah (Abdul-Ghani, Tripathy, & DeFronzo, 2006).
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah Pada
Prediabetes
Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu
kurang berolahraga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi,
meningkatnya stress dan faktor psikologi, pertambahan berat badan
dan usia, serta dampak perawatan dari obat misalnya steroid (Kilvert,
2010).
a. Olahraga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin
sehingga insulin dapat dipergunakan dengan baik oleh sel-sel
tubuh. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktifitas fisik
sekitar 30 menit/hari dapat mengurangi resiko Diabetes.
Olahraga juga dapat digunakan untuk membakar lemak tubuh
sehingga dapat mengurangi berat badan (Kilvert, 2010).
b. Asupan makan terutama melalui makanan berenergi tinggi
atau kaya akan karbohidrat dan serat yang rendah dapat
mengganggu stimulasi sel-sel beta pankreas dalam
memproduksi insulin. Asupan lemak di dalam tubuh juga
perlu di perhatikan karena sangat berpengaruh terhadap
sensitifitas insulin (Kilvert, 2010).
Ada beberapa faktor konsumi makanan yang mempengaruhi
kadar glukosa darah :
1. Konsumsi Karbohidrat
Konsumsi karbohidrat adalah banyaknya asupan dan
jenis bahan makanan yang dikonsumsi perhari.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang

10
dikonsumsi sepanjang hari. Setiap gram karbohidrat
memberikan 4 kalori. Jumlah karbohidrat yang
dikonsumsi dari makanan utama dan selingan dapat
mempengaruhi kadar glukosa darah dan sekresi insulin
(American Diabetes Association, 2016).
Mekanisme karbohidrat dengan kadar glukosa darah
adalah sebagai berikut : karbohidrat akan diserap dan
dipecah dalam bentuk monosakarida, terutama glukosa.
Penyerapan glukosa menyebabkan peningkatan kadar gula
darah dan meningkatkan sekresi insulin (Linder, 2010).
Sekresi insulin yang tidak mencukupi dan resistensi
insulin yang terjadi pada prediabetes menyebabkan
terhambatnya proses penggunaan glukosa oleh jaringan
sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah
(Ferrannini et al, 2010).
Karbohidrat sederhana lebih mudah dikonversi menjadi
glukosa karena struktur molekul terurai lebh cepat dalam
sistem pencernaan. Oleh karena itu karbohidrat dapat
meningkatkan kadar glukosa darah sangat cepat kurang
dari 30 menit (Annecollin, 2009).
Karbohidrat kompleks membutuhkan waktu untuk
diubah tubuh menjadi energi. Dengan demikian, makanan
diproses pelan-pelan dan tenaga diperoleh sedikit demi
seditik. Oleh karena itu seseorang tidak akan cepat lapar
dan energi akan tersedia dalam waktu yang lama dan
cukup utnuk aktivitas sehari penuh. Contoh dari
karbohidrat kompleks adalah : buah segar, sayur, roti
gandum, nasi merah, dan ubi manis.
Dari hasil penelitian Samaha dkk, menyatakan bahwa
pengurangan konsumsi karbohidrat dapat meningkatkan
sensitivitas insulin pada individu sehat dan menurunkan

11
kadar glukosa darah pada pasien prediabetes maupun
Diabetes Mellitus tipe II (Arora, 2010).
2. Konsumsi Lemak
Tujuan diet yang utama dalam kaitannya dengan lemak
makanan pada penyandang Diabetes melitus adalah
membatasi asupan lemak jenuh dan kolesterol dari
makanan.
Lemak jenuh merupakan determinan diet yang penting
untuk menentukan kadar LDL-kolesterol di dalam plasma
(Snehalatha, 2009). Aspek paling penting yang
berhubungan dengan komposisi diet adalah konsumsi
lemak jenuh <10% dari total energi atau bahkan <8% bagi
pasien dengna resiko kardiovaskuler tinggi. Adanya
rekomendasi kuat, yaitu tingginya resiko menderita
penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes dan
kenyataan bahwa asupan lemak jenuh memberikan efek
terhadap metabolisme lemak (meningkatkan kolesterol
LDL), resistensi insulin dan tekanan darah (Riccard,
2011).
Penyandang prediabetes maupun diabetes melitus
tampaknya lebih sensitif terhadap kolesterol dalam
makanan ketimbang populasi normal. Asupan kolesterol
sebaiknya juga dikurangi (Riccard, 2011). Juga dianjurkan
untuk mengurangi asupan asam lemak tak jenuh trans
karena jenis lemak ini memberikan efek yang merugikan
pada kadar LDL kolesterol plasma. Makanan yang
mengandung lemak jenuh tinggi yang perlu dibatasi
adalah terutama dari daging, makanan laut, keju dan es
krim. Selain itu perlu membatasi konsumsi makanan
seperti : snack, margarin, makanan yang dipanggang atau

12
dibakar dan makanan olahan yang banyak mengandung
lemak trans (Snehalatha,2009).
Pada penderita prediabetes, kadar kolesterol yang
meningkat akan mempercepat penyakit vaskuler
atherosklerotik. Hal tersebut merupakan komplikasi
jangka panjang dan dapat mengarah ke kondisi Diabetes
melitus. Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh di ubah
menjadi lemak, perubahan ini terjadi di dalam hati. Lemak
ini kemudian dibawa ke sel-sel adiposit yang dapat
menyimpan lemak dalam jumlah yang tidak terbatas
(Almatsier,2011).
3. Konsumsi serat
Konsumsi serat merupakan jumlah gram serat yang
dikonsumsi oleh subyek dalam satu hari. Konsumsi serat
termasuk kategori kurang apabila < 25 gram/hari, cukup
antara 25-30gram/hari, dan baik apabila ≥ 30 gram/hari
(Soegondo,2010).
Konsumsi high-fiber diet memiliki banyak efek positif
pada status kesehatan fisik, khususnya pada saluran
pencernaan memiliki potensi yang jelas untuk mengurangi
berat badan dan memperbaiki gangguan metabolisme
karbohidrat dan lemak. Asupan produk sereal gandum
efektif dalam pencegahan diabetes melitus tipe II dan juga
asupan buah, sayur yang tinggi dapat memberikan efek
positif dalam pencegahan progresifisitas diabetes melitus
tipe II serta dapat mencegah obesitas dan penyakit jantung
koroner (Kalline, 2007).
Dietary fiber memiliki efek positif pada fisiologi usus.
Manfaat serat dapat membantu fermentasi , melancarkan
motilitas dan digesti serta membantu proses penguraian
asam lemak (Brownlee, 2009).

13
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan utnuk mendukung
diagnosis menurut perkeni (2015) adalah :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa
2. Pemeriksaan glukosa plasma
3. Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
4. Pemeriksaan Hba1C
F. Diagnosis

Diagnosis prediabetes yang dianut adalah pedoman dari perkeni


(2015) yaitu :

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan


glukosa plasma puasa didapatkan hasil 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam didapatkan hasil <140
mg/dl;
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2-jam setelah TTGO didapatkan hasil 140-199 mg/dl dan
glukosa plasma puasa didapatkan hasil <100 mg/dl
3. Terdapat hasil GDPT dan TGT secara bersamaan
4. Hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Kadar tes laboratorium darah secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan


Prediabetes (Perkeni, 2015)

HbA1C (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam


puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL
Diabetes >6,5 > 126 > 200
Prediabete 5,7-6,4 100-125 140-199
s
Normal <5,7 <100 < 140

14
Selain hal tersebut, upaya skrining juga perlu dilakukan pada pasien
asimptomatik dewasa. Kriteria untuk dilakukan skrining menurut
American Diabetes Association (2016) adalah :

1. Skrining sebaiknya dilakukan pada orang dewasa dengan overweight


(BMI>25 kg/m2 atau >23kg/m2 pada ras Asia dan Amerika) dan
memiliki faktor resiko tambahan berupa :
- tidak aktif secara fisik
- memiliki keturunan diabetes dari keluarga relasi pertama (ayah, ibu)
- ras/ etnis beresiko (African American, Latino, Native American,
Asian American, Pacific Islander)
- wanita yang melahirkan bayi dengan berat > 4kg atau telah
didiagnosa diabetes gestasional
- hipertensi, atau menjalani terapi hipertensi
- tingkat kolesterol HDL< 35mg/dL (0.90 mmol/L) dan atau angka
trigliserid 250 mg/dL (2.82 mmol/L)
- wanita dengan polycystic ovary syndrome
- HbA1C >5.7% (39 mmol/mol) GDPT, atau TGT pada tes
sebelumnya
- Kondisi lain yang dikaitkan dengan resistensi insulin (obesitas,
akantosis nigrikan)
- Riwayat penyakit kardiovaskular
2. Untuk semua pasien, tes sebaiknya dilakukan saat umur 45 tahun
3. Jika hasilnya normal, tes sebaiknya diulang setiap interval 3 tahun
jika masih terdapat faktor resiko.

G. Tatalaksana
Terdapat dua jenis tatalaksana, yaitu tatalaksana nonfarmakolgi
dan tatalaksana famakologi. Tatalaksana nonfarmakologi yang
sebaiknya diterapkan menurut Bansal (2015) dan American Diabetes
Association (2016) adalah modifikasi gaya hidup, olahraga,
pengaturan nutrisi, dan pencegahan penyakit kardiovaskular. Terapi

15
farmakologis yang dapat diberikan adalah Metformin untuk pasien
dengan IGT, IFG atau HbA1c 5,7%-6,4%, terutama jika indeks
massa tubuh (BMI) >35 mg/m2, usia <60 tahun, atau riwayat
diabetes mellitus. Metformin 850mg secara oral dua kali sehari dapat
mengurangi insiden diabetes namun kurang efektif dibandingkan
dengan perubahan gaya hidup dan dapat mengurangi BMI.

2.2 Kerangka Teori

Peningkatan konsumsi karbohidrat, lemak ,


dan rendah serat

↑ sekresi insulin

Disfungsi Sel Beta Obesitas


Pankreas

Resistensi Insulin

Prediabetes

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Konsumsi Karbohidrat,
Prediabetes
lemak, dan dietary fiber

Faktor Pemicu :

umur, ras, jenis kelamin, DM,


PCOS, obat-obatan tertentu,
alkohol, aktivitas fisik, genetik,
kualitas tidur, pekerjaan

16
2.4 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat
konsumsi karbohidrat, lemak dan dietary fiber dengan kadar gula darah pada
penderita prediabetes di Puskesmas Kalasan.

Durasi Tidur Predia

Faktor Perancu :
umur, ras, jenis kelamin, DM, PCOS,
obat-obatan tertentu, alkohol, diit,
aktivitas fisik, genetik, kualitas tidur,
pekerjaan.

Durasi Tidur Predia

Faktor Perancu : 17
umur, ras, jenis kelamin, DM, PCOS,
obat-obatan tertentu, alkohol, diit,
aktivitas fisik, genetik, kualitas tidur,
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik. Desain
penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Potong lintang
adalah suatu penelitian dimana pengambilan data untuk setiap subjeknya
dilakukan pada satu unit waktu (Dahlan, 2009). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan konsumsi karbohidrat, lemak, dan dietary
fiber terhadap glukosa darah pada pasien prediabetes di Puskesmas
Kalasan.
3.2 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kalasan dengan rencana
pelaksanaan dari bulan Agustus sampai Oktober 2018.
3.3 Populasi dan Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian dibagi menjadi dua yaitu populasi target dan
populasi terjangkau. Populasi target adalah populasi yang secara umum
merupakan sasaran akhir hasil penelitian serta memenuhi kriteria klinis
yang sesuai. Populasi terjangkau (accesssible population) yaitu bagian dari
populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti (Sastroasmoro, 2014).
Populasi pada penelitian ini adalah pasien di wilayah kerja fasilitas
kesehatan tingkat primer di Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman.
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis
prediabetes di Puskesmas Kalasan.
d. Kriteria Inklusi
1. Usia >35-60 tahun
2. Bersedia mengikuti penelitian setelah informed consent
3. Mampu berkomunikasi dengan baik
e. Kriteria Ekslusi

18
1. Terdiagnosis DM
2. Terdiagnosis PCOS (Poly Cystic Ovary Syndrome)
3. Responden sedang mengonsumsi beta bloker, diuretik tiazid,
kortikosteroid, niacin, pentamidin, insulin, kontrasepsi oral,
estrogen, antikonvulsan, salisilat, asam askorbat dan alkohol.
4. Penderita yang sedang sakit, sedang dirawat baring, diit inadekuat.
5. Data tidak lengkap.
2. Subyek
a. Jumlah Subyek
Perhitungan besar subyek menggunakan rumus menurut Lameslow
sebagai berikut :

= 50,03 (dibulatkan menjadi 50) untuk mengantisipasi kehilangan


responden selama penelitian, maka ada tambahan 10% dari subyek
(10% + 50 = 5 menjadi 55 orang).

Keterangan :

n : perkiraan jumlah besar subyek

q : 1-p

Z1-α/2 : statistik Z (misalnya Z= 1,96 untuk α = 0,05)

d : delta, presisi absolute atau margin of eror yang diinginkan


dikedua sisi proporsi (misal + 1-5%)

p : perkiraan proporsi

19
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknis atau cara pengambilan sampel adalah sequentional
sampling yaitu cara pemilihan sampel yang termasuk dalam Probability
sampling yang dilakukan dengan cara subyek yang datang dan memenuhi
kriteria dimasukkan dalam penelitian sampai subyek yang diperlukan
terpenuhi (Sastroasmoro, 2014).

3.5 Variabel penelitian


Variabel Penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel Bebas : Konsumsi karbohidrat, lemak dan dietary fiber
2. Variabel Terikat : Kadar glukosa darah
3. Variabel Perancu : Umur, ras, jenis kelamin, DM, PCOS, obat-obatan
tertentu, alkohol, aktivitas fisik, genetik, kualitas tidur, pekerjaan.
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah :
1. Glukosa darah
Jumlah glukosa yang terdapat di dalam darah penderita prediabetes
dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan satuan mg/dL, yang
dalam penelitian ini meliputi kadar gula darah puasa dan gula darah 2
jam sesudah makan terakhir.
2. Konsumsi karbohidrat
Konsumsi makanan pasien yang dihitung dari sumber bahan makanan
karbohidrat dan dihitung menggunakan recall selama 4 hari.
3. Konsumsi kolesterol
Konsumsi kolestrol yang dilihat dari sumber bahan makanan yang
mengandung lemak, dihitung menggunakan recall selama 4 hari.

20
4. Konsumsi serat
Konsumsi serat yang dilihat dari sumber bahan makanan sayur dan
buah-buahan yang mengandung serat, dihitung menggunakan recall
selama 4 hari.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. From recall 24 jam
Digunakan untuk mengetahui konsumsi karbohidrat, lemak, dan serat
pada subyek.
2. Tabel URT
Digunakan untuk mengkonversi berat makanan dalam URT (Ukuran
Rumah Tangga) menjadi bentuk gram.
3. Program nutrisurvey dan SPSS
Program nutri 2008 digunakan untuk mengolah data hasil recall 24jam
sehingga diperoleh data konsumsi karbohidrat, lemak, serat dan SPSS
digunakan untuk analisis data.
3.8 Tahap Penelitian
Rencana alur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Responden dijelaskan
2. Tahap persiapan
a. Penyusunan proposal
b. Mengajukan surat ijin penelitian ke Puskesmas Kalasan.
c. Mengajukan survei pendahuluan untuk mengetahui karakteristik
sampel penelitian.
d. Presentasi proposal penelitian.
3. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan koordinasi dengan pihak rumah sakit dan instalasi gizi.
b. Responden dijelaskan mengenai prosedur penelitian yang akan
dilalui responden berupa pengisian lembar pertanyaan dan
pelaksanaan prosedur TTGO, manfaat dan risiko mengikuti
penelitian bagi responden. Jika responden menyetujui untuk

21
berpartisipasi dalam penelitian, responden mengisi lembar
persetujuan (informed consent).
c. Data demografis dan pemeriksaan dikumpulkan formulir
terstruktur.
d. Responden mengisi pertanyaan yang telah disediakan peneliti.
e. Selama 3 hari sebelum prosedur TTGO, responden diberi edukasi
tentang kira-kira jumlah 150gram karbohidrat menggunakan
ukuran Rumah tangga (URT) dan responden harus mengkonsumsi
sekitar 150gram karbohidrat setiap hari lewat. Sebelum dilakukan
tes, responden harus berpuasa selama 12 jam.
f. Responden menjalani prosedur TTGO. Pengambilan sampel darah
dilakukan pada pagi hari setelah puasa, berupa darah vena 3-5 ml
untuk uji glukosa darah puasa. Selain itu responden mengosongkan
kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinnya. Setelah
itu, responden diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan
dalam segelas air (250ml). Pada waktu 1 jam, dan 2 jam, responden
diambil darah untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2
jam responden mengosongkan kandung kemihnya dan
mengumpulkan sampel urinnya secara terpisah. Selama TTGO
dilakukan, responden tidak boleh meminum kopi, teh, makan
permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik
yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih
diperkenankan.
g. Pengumpulan data dengan cara wawancara langsung (umur, jenis
kelamin, konsumsi karbohidrat, lemak, dan serat) dan pengamatan
rekam medis (tentang kadar glukosa darah).
h. Pengolahan hasil recall 24 jam dengan program nutrisurvey yang
nantinya akan membandingkan konsumsi karbohidrat dan
kolesterol diperoleh dari hasil recall 24jam yang dibandingkan
dengan kebutuhan dikalikan 100%.
4. Tahap Akhir

22
a. Pengolahan data menggunakan SPSS
b. Hasil penelitian yang telah diolah kemudian akan diuraikan dan
dibahas melalui analisis univariat dan bivariat.

3.9 Analisis data


a. Analisis univariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan gambaran variabel bebas
dan variabel terikat dalam penelitian ini. Variabel bebas meliputi
karbohidrat, lemak, dan serat. Sedangkan variabel terikatnya adalah
kadar glukosa darah.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisa hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat menggunakan uji One
Kolmogorove Smirnov untuk menguji kenormalan data kemudian uji
korelasi pearson product moment karena datanya berdistribusi normal,
dasar pengambilan keputusan hipotesis penelitian berdasarkan apda
tingkat signifikan nilai p, sebagai berikut :
1. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak, berarti ada hubungan antara
konsumsi karbohidrat, lemak dan serat terhadap glukosa darah
pada pasien prediabetes di Puskesmas Kalasan.
2. Jika nilai p > 0,05 maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan
antara konsumsi karbohidrat, lemak, dan serat terhadap glukosa
darah pada pasien prediabetes di Puskesmas Kalasan.

3.10 Etika Penelitian


Peneliti mengajukan ethical clearance kepada Komite Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia sebagai tempat uji
kelayakan etik. Langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti adalah
pengumpulan proposal kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia serta memberi keterangan dan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agar penelitian tidak

23
melanggar kelayakan etik. Selanjutnya peneliti akan mengajukan
permohonan izin ethical clearance yang diajukan kepada Komite Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Setelah surat kelayakan
ethical clearance dikeluarkan, penelitian akan dilaksanakan.

3.11 Jadwal Penelitian


Jadwal penelitian yang telah dirancang adalah sebagai berikut :

Kegiatan Bulan / tahun


02/ 03/ 04/ 05/ 06/ 07/ 08/ 09/ 10/
2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018
Pengajuan Judul
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Pengajuan
ethical clearance
Pengambilan
data penelitian
Pengolahan data
dan pembahasan
Seminar hasil

24
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, LEMAK DAN


DIETARY FIBER DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA
PRE-DIABETES DI PUSKESMAS KALASAN

Saya telah membaca lembar persetujuan ini.

Saya, (……………………………………….) telah mendiskusikan lembar


persetujuan ini dengan ……………………………….. (peneliti). Saya telah
diberikan kesempatan untuk bertanya dan pertanyaan saya telah terjawab dengan
memuaskan.

Saya mengerti bahwa saya dapat menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini.

Saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Saya juga memahami bahwa untuk alasan apapun jika saya ingin keluar dari
penelitian ini, saya bebas melakukannya, dan hal ini tidak berpengaruh pada masa
depan dan pengobatan saya oleh dokter saya atau puskesmas. Saya telah diberikan
Salinan dari lembar persetujuan ini sebagai catatan saya.

Tanggal :___________________

Responden Saksi

( ) ( )

25
KUESIONER HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT,
LEMAK DAN DIETARY FIBER DENGAN KADAR GULA DARAH PADA
PENDERITA PRE-DIABETES DI PUSKESMAS KALASAN

Nama :…………………………………………………….
Umur : ……………………………………………………
Jenis Kelamin : ……………………………………………………
Alamat : ……………………………………………………
……………………………………………………..
Pendidikan terakhir : ……………………………………………………
Pekerjaan : ……………………………………………………

DAFTAR RECALL MAKANAN RESPONDEN 4 KALI 24JAM


Waktu Nama Bahan Berat (g) URT
Makanan Makanan

Hari 1
Makan pagi

Snack pagi

Makan Siang

Snack siang

Makan
malam

26

Anda mungkin juga menyukai