Anda di halaman 1dari 5

PERILAKU BUANG AIR BESAR (BAB) SEMBARANGAN DI MASYARAKAT

(ISU KESEHATAN LINGKUNGAN DIKAITKAN DENGAN ILMU FILSAFAT)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT

DOSEN PENGAMPU : Dr. HENRY SUDIYANTO,S.Kp.M.Kes

OLEH : TRIANA FLORITAWATI,SKM

NIM : 2313101004

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

MINAT MANAJEMEN KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI IMLU KESEHATAN MAJAPAHIT

TAHUN 2023
PERILAKU BUANG AIR BESAR (BAB) SEMBARANGAN DI MASYARAKAT DESA
(ISU KESEHATAN LINGKUNGAN DIKAITKAN DENGAN ILMU FILSAFAT)

A. PENDAHULUAN

Perilaku buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi di Indonesia. Di


sejumlah daerah, masyarakat masih BAB sembarangan di kali atau sungai. Mereka pun bisa
mandi dan mencuci pakaian di sungai yang sama. Akibatnya, mereka rentan terkena
penyakit yang berbasis lingkungan. Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat
buang air besar sembarangan ke sungai salah satunya adalah Escherichia coli. Itu
merupakan penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa menjadi dehidrasi,
lalu karena kondisi tubuh turun maka masuklah penyakit-penyakit lainnya.
Stop buang Air Besar Sembarangan yang merupakan salah satu kegiatan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah suatu program pemberdayaan masyarakat dalam
bidang sanitasi dimana kegiatannya diarahkan pada perubahan perilaku dari Buang Air
Besar Sembarangan (BABS) menuju pada suatu tempat tertentu (jamban/kakus) sekalipun
hanya dalam bentuk yang paling sederhana (Sholikhah, 2014). Akses terhadap sanitasi
layak merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat.

Berdasarkan data diwilayah kerja Puskesmas Besuk Kabupaten Probolinggo, rata-


rata akses jamban sehat sebesar 78,04% yang diartikan belum semua masyarakat
mempunyai akses jamban sehat. Masih ada masyarakat (21,96%) yang berperilaku Buang
Air Besar (BAB) sembarangan. Perilaku buang air besar sembarangan tersebut masih
dilakukan karena beberapa kondisi diantaranya adalah belum semua KK mempunyai akses
jamban sehat,kondisi ekonomi (jamban bukan merupakan ketuhan prioritas yang harus
dipenuhi), sosial/budaya/kebiasaan masyarakat buat air besar di Sungai, kurangnya
pengetahuan tentang dampak dari BABS sembarangan dan belum optimalnya peran dari
sektor terkait untuk pemicuan STBM pilar I.

Dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan BABS adalah munculnya berbagai


penyakit berbasis lingkungan. Kasus penyakit diare pada balita tahun 2022 di wilayah kerja
puskesmas besuk sebesar 93 anak balita. Dari kasus diare tersebut dilakukan intervensi dan
inspeksi sanitasi lingkungan untuk mengetahui penyebabnya. Penyebab diare Sebagian
besar karena infeksi virus atau bakteri.
B. SKALA MASALAH

Permasalahan BAB sembarangan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak dan
sesegera mungkin menyediakan akses sanitasi termasuk toilet yang sehat karena berdampak
terhadap derajat Kesehatan masyarakat. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dicanangkan
pemerintah dalam bentuk Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program STBM
khususnya pilar 1 ( Stop Buang Air Besar Sembarangan) diyakini akan mampu mencipatakan
wilayah ODF dan masyarakat memiliki pola hidup bersih dan sehat. Namun untuk menjalankan
komitmen ini butuh peran serta masyarakat dan banyak pihak terkait. Semua orang harus
memiliki jalan pikiran sama menghilangkan budaya BAB sembarangan.

C. KRONOLOGI MASALAH

Tinja manusia ialah buangan padat dan kotor dan bau juga menjadi media penularan
penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air,
makanan, lalat menjadi penyakit seperti salmonella, vibriokolera, disentri, diare dan lainnya.
Kotoran mengandung agen penyebab infeksi masuk saluran pencernaan. Penyakit yang
ditimbulkan oleh kotoran manusia dapat digolongkan menjadi:

1. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun. B

2. Penyakit infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa

3. Infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilostomiasis.

Manusia adalah reservoir dari sebagian besar penyakit sehingga dapat menurunkan
kapasitas dan kemampuan kerjanya, faktor yang diperlukan dalam transmisi penyakit adalah agen
penyakit, reservoir atau sumber infeksi dari agen penyebab, cara transmisi dari reservoir ke
penjamu baru yang potensial dan penjamu yang rentan (Ginanjar, 2008). Banyak cara yang dilalui
oleh agen penyebab penyakit saluran pencernaan dalam mencapai penjamu baru. Dengan kata lain
mata rantai transmisi penyakit bisa berbeda-beda tergantung dari kondisi dan situasi di suatu
tempat, misalnya melalui air dan makanan, tetapi ditempat lain mungkin melalui lalat. Tinja
sebagai sumber infeksi dapat sampai ke penjamu baru melalui berbagai cara.

Kotoran dari BAB yang dibuang sembarangan menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
Kontaminasi bisa terjadi melalui lalat yang sebelumya hinggap di kotoran, kemudian menempel di
makanan. Selain itu kotoran yang dibuang di Sungai secara sembarangan bisa mencemari air, tanah
dan udara. Lingkungan yang tercemar menjadi ruang yang baik bagi penularan penyakit infeksi
seperti diare/kolera sehingga banyaknya kasus diare disebabkan karena lingkungan/sanitasi yang
tidak sehat.
D. SARAN/SOLUSI

Dari permasalahan perilaku buang air besar (BAB) sembarangan, Upaya yang
dapat dilakukan antara lain :

1. Sosialisasi PHBS ( Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ) secara massif.

2. Pemicuan kepada masyarakat dengan dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama,
pemerintah desa, LSM/CSR dan pemerintah daerah untuk stop BABS.

3. Ditinjau dari aspek teknis, yang menjadi masalah adalah ketersediaan lahan,
kedekatan dengan sungai, kondisi tanah.

4. Penyediaan jamban sehat baik individual maupun komunal dengan teknologi septik
tank.

5. Terkait kemampuan membangun jamban yang rendah, upaya yang dapat dilakukan
bisa melalui arisan jamban, menabung, maupun bantuan pemerintah dalam
pembangunan jamban dan penyediaan air bersih.

6. Dari aspek kelembagaan, diperlukan koordinasi yang baik antar instansi terkait dalam
penyusunan dan pelaksanaan program, serta pemberdayaan lembaga terkait di tingkat
desa.

7. Optimalisasi peran kader kesehatan dalam pembinaan masyarakat untuk memiliki dan
menggunakan jamban sehat :

a. Melakukan pendataan rumah tangga yang sudah dan belum memiliki serta
menggunakan jamban dirumahnya.

b. Melaporkan kepada pemerintah desa tentang jumlah rumah tanga yang belum
memiliki jamban sehat.

c. Bersama pemerintah desa dan tokoh masyarakat setempat berupaya untuk


menggerakkan masyarakat untuk memiliki jamban.

d. Memanfaatkan setiap kesempatan di desa untuk memberikan penyuluhan tentang


pentingnya memiliki dan menggunakan jamban sehat, misalnya melalui
penyuluhan kelompok di posyandu, pertemuan kelompok Desa Wisma, pertemuan
desa, kunjungan rumah dan lain-lain.

e. Meminta bantuan petugas puskesmas setempat untuk memberikan bimbingan


teknis tentang cara-cara membuat jamban sehat yang sesuai dengan situasi dan
kondisi daerah setempat.
E. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari banyaknya persoalan yang terjadi saat ini
adalah dampak dari kegiatan manusia. Dampak yang terjadi dari permasalahan Kesehatan
lingkunganbukan hanya dapat dirasakan jangka pendek tetapi juga dalam jangka Panjang.
Hingga saat ini,banyaknya kebijakan pemerintah yang telah dibuat untuk mengatasui
persoalan lingkungan masih dirasa belum optimal dan seakan-akan tidak membuahkan
hasil. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya pencemaran terhadap lingkungan,
masih banyaknya perilaku BAB sembarangan yang terjadi disekitar kita.

Filsafat sendiri memiliki peran penting dalam menentukan arah kebijakan terhadap
berbagai macam persoalan yang terjadi. Khususnya dalam menentukan arah dan
kebijakan terhadap persoalan lingkungan maupun Kesehatan lingkungan itu sendiri.

Tidak kalah penting, sikap dan perilaku masyarakat juga sangat menentukan
keberhasilan dari sebuah program agar mendapatkan sebuah pencapaian yang maximal.

Anda mungkin juga menyukai