Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
1. Definisi stroke menurut World Helath Organization (WHO) adalah
tanda – tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain
selain vaskuler.
2. Stroke non hemoragik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama ke bagian otak (Corwin,2009)
3. Stroke non Hemoragik atau stroke iskemik adalah stroke yang
disebabkan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak
tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah
tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada
akhirnya jaringan sel – sel otak tersebut mati dan tidak berfungsi lagi.
4. Stroke non hemoragik adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan
darah ke otak terganggu atau berkurang akibat penyumbatan.

B. Klasfikasi
Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Stroke hemoragik : kondisi dimana salah satu pembuluh darah di otak
pecah atau robek.
2. Stroke non hemoragik / Stroke iskemik : Terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di salah satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum

Gambar 1 : Stroke Hemoragik & Stroke non Hemoragik

5
(sumber:https://www.academia.edu/10041909/A._ANATOMI_DAN_FISIOL
OGI_OTAK)
Klasifikasi stroke non hemoragik
1. Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang
terjadi karena adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh
karena adanya gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses pengerasan
arteri (aterosklerotik). Plak ateroskklerotik biasanya menyumbat
pembuluh darah besar disekitar leher ataupun di dasar otak.

Gambar 2 : Stroke Trombosis


(Sumber :
https://www.academia.edu/11445007/STROKE_NON_HEMORAGIK
)

2. Emboli Serebral
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah/bekuan darah yang berasal dari jantung dan kemudian terbawa
aliran darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di
otak. Bekuan darah dari jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut
jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup
jantung, infeksi di dalam jantung, dan juga operasi jantung.

Gambar 3 : Stroke Emboli Serebral

6
C. Anatomi dan Fisiologi
Otak diibaratkan seperti komputer yang mengatur organ – organ
dalam tubuh manusia. Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan
tulang tengkorak yang kuat. Berat otak orang dewasa sekitar 1400 gram,
setengah padat dan berwarna kelabu kemerahan.
Otak mengapung dalam suatu cairan yang bekerja sebagai penyerap
goncangan ketika kepala manusia mengalami goncangan. Selaput otak
adalah pembungkus otak dari sumsum tulang belakang untuk melindungi
struktur saraf. Otak terdiri dari:
1. Otak Besar (serebrum)

Gambar 4 : Anatomi Otak Besar


(sumber:https://www.academia.edu/10041909/A._ANATOMI_DAN_FISIOL
OGI_OTAK)

Otak besar memiliki dua belahan, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer
kanan. Hemisfer otak dibagi dalam beberapa lobus atau daerah
berdasarkan posisinya di tulang kranium. Lobus tersebut antara lain:
a. Lobus frontalis, berfungsi mengatur gerakan motorik dan
pneumototik.
b. Lobus parietalis, berfungsi mengatur perubahan kulit dan otot.
c. Lobus oksipitalis, yang berhubungan dengan pusat penglihatan.
d. Lobus temporalis, yang berhubungan dengan fungsi pendengaran,
penciuman, dan pengecap.
Selain fungsi – fungsi tersebut, otak besar juga berfungsi untuk
melindungi otak secara keseluruhan, dari goncangan.

8
2. Batang Otak

Gambar 5 : Anatomi Batang Otak


(sumber:https://www.academia.edu/10041909/A._ANATOMI_DAN_FISIOL
OGI_OTAK)

Batang otak terdiri dari:


a. Diensefalon, bagian otak yang paling rostral dan tertanam di antara
kedua belahan otak besar. Diensefalon berfungsi:
1) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
2) Respiratori, membantu proses persarafan
3) Mengontrol kegiatan refleks
4) Membantu kerja jantung
b. Mesensefalon. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal
menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:
1) Membantu pergerakkan mata dan mengangkat kelopak mata
2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata
c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon
dengan pons varoli dengan serebelum. Disini terdapat premotoksoid
yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks
d. Medula oblongata merupakan bagian paling bawah dari batang otak,
berfungsi:
1) Mengontrol kerja jantung
2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor)
3) Pusat pernapasan
4) Mengontrol kegiatan refleks

10
3. Serebelum (Otak Kecil)

Gambar 6 : Anatomi Otak Kecil


(sumber:https://www.academia.edu/10041909/A._ANATOMI_DAN_FISIOLOGI
_OTAK)

Serebelum terletak pada bagian bawah belakang tengkorak, banyak


menerima serabut aferen sensoris, yang merupakan pusat koordinasi
dengan integrasi. Berfungsi:
a. Keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak
b. Pusat penerimaan impuls kelopak mata, rahang atas dan bawah serta
otot pengunyah
c. Menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan
dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.

D. Etiologi

1. Stroke trombotik. Stroke trombotik terjadi ketika gumpalan darah


(trombus) terbentuk di salah satu arteri yang memasok darah ke otak.
Gumpalan tersebut disebabkan oleh deposit lemak (plak) yang
menumpuk di arteri dan menyebabkan aliran darah berkurang atau
kondisi arteri lainnya
2. Stroke embolik. Stroke embolik terjadi ketika gumpalan darah atau
debris lainnya menyebar dari otak dan tersapu melalui aliran darah.

11
Jenis gumpalan darah ini disebut embolus. Stroke embolik berkembang
setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar otak. Sumber
embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark
miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri
karotis komunis atau aorta (Corwin, 2009)

E. Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko stroke. Beberapa
faktor juga dapat meningkatkan kemungkinan mengalami serangan
jantung. Faktor risiko stroke yang berpotensi dapat diobati meliputi :
1. Faktor risiko gaya hidup
a. Kelebihan berat badan atau obesitas
b. Ketidakaktifan fisik
c. Minuman berat
d. Penggunaan obat – obatan terlarang seperti kokain dan
metamfetamin
2. Faktor Risiko Medis
a. Memiliki tekanan darah lebih tinggi dari 120/80 mmHg
b. Merokok atau terpapar asap rokok bekas
c. Kolesterol tinggi
d. Diabetes
e. Apnea tidur obstruktif
f. Penyakit kardiovaskular
g. Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan jantung atau
serangan iskemik transien
3. Faktor – faktor lain yang terkait dengan risiko stroke, termasuk :
a. Usia. Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki risiko stroke lebih
tinggi daripada orang yang lebih muda
b. Ras. Orang Afrika – Amerika memiliki risiko stroke yang lebih
tinggi daripada orang – orang
c. Jenis kelamin. Pria memiliki risiko stroke yang lebih tinggi daripada
wanita. Perempuan biasanya lebih tua ketika mengalami stroke

12
d. Hormon. Penggunaan pil KB atau terapi hormon yang termasuk
estrogen, serta peningkatan kadar estrogen dari kehamilan dan
persalinan

F. Patofisiologi
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh
darah yang mendasarinya. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari
satu atau lebih dari penyakit yang mendasari atau faktor risiko. Patologi
utama termasuk hipertensi, aterosklerosis yang mengarah ke penyakit
arteri koroner, dislipidemia, penyakit jantung, dan hiperlipemia. Dua jenis
stroke yang dihasilkan dari penyakit ini adalah stroke iskemik dan
hemoragik.
Stroke non hemoragik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh
oklusi cepat dan mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran
darah terganggu. Jaringan otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari
60 sampai 90 detik akan menurun fungsinya. Trombus atau penyumbatan
seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan
membuat kerusakkan jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia
dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain
dalam sistem peredaran darah yang biasa terjadi di dalam jantung atau
sebagai komplikasi dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke
sirkulasi darah otak, dapat pula mengganggu sistem sirkulasi otak
(Fanning dkk.,2014).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak
terbagi menjadi dua daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan
daerah penumbra. Daerah inti adalah daerah atau bagian otak yang
memiliki aliran darah kurang dari 10cc/100g jaringan otak tiap menit.
Daerah ini beresiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit. Lalu daerah
penumbra adalah daerah otak yang aliran darahnya terganggu tapi masih
baik daripada daerah inti karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi
dari pembuluh darah lainnya. Daerah penumbra memiliki aliran darah
10cc-25cc/100g jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra memiliki
prognosis lebih baik dibandingkan dengan daerah inti (Gupta dkk.,2016).

13
Defisit neurologis dari stroke iskemik tidak hanya bergantung pada luas
daerah inti dan penumbra, tetapi juga pada kemampuan sumbatan
menyebabkan kekakuan pembuluh darah atau vasospasme.
Kerusakkan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya aliran
darah adalah suatu proses biomolekular yang bersifat cepat dan progresif
pada tingkat selular, proses ini disebut dengan kaskade iskemia. Setelah
aliran darah terganggu, jaringan menjadi kekurangan oksigen dan gula
darah tersebut menjalankan metabolisme anaerob (Arboix dan Alio, 2012).
Metabolisme anaerob ini merangsanng pelepasan senyawa
glutamat. Glutamat bekerja pada reseptor di sel – sel saraf (terutama
reseptor NMDA/N-methyl-D-aspartame), menghasilkan influks natrium
dan kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan intraseluler
meningkat dan pada akhirnya menyebabkan edema pada jaringan. Influks
kalsium merangsang pelepasan enzim protolisis (protese, lipase, nuklease)
yang memecah protein, lemak dan struktur sel. Influks kalsium juga dapat
menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel membran yang
berfungsi mengatur metabolisme sel. Kegagalan – kegagalan tersebut yang
membuat sel otak pada akhirnya mati atau nekrosis (Ovbiageke
dkk.,2012).

14
G. Penyimpangan KDM

- Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung


- Merokok, stres, gaya hidup yang tidak sehat
- Faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

Penyempitan pembuluh darah


Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi (okulasi vaskuler)

Inflitrasi limfosit (trombus) Aliran darah lambat

Arterisclerosi Pembuluh darah menjadi kaku Turbulensi

Entrosit bergumpal
Trombus Mengikuti Peningkatan tekanan intrakranial
cerebral aliran darah

Endotil rusak
Pembuluh darah menjadi pecah
Stroke non
Emboli
hemoragik
Stroke Hemoragik Kompresi jaringan
Cairan plasm hilang
otak
Proses metabolisme dalam otak terganggu

Edema serebral

Penurunan suplai darah dan O2 Gangguan perfusi jaringan serebral


Peningkatan TIK Risiko perfusi
serebral

Arteri Vertebra
Basilaris Arteri carotis Arteri serebri
inlema media

Disfungsi N. XI Kerusakan Penurunan fungsi Gangguan


Disfungsi N. III
Neurocerebrospinal N.X, N.IX N.XI
N.VII, N.IX, N.XII

Penurunan Kendali
otot Proses menelan tidak Penurunan Kegagalan
efektif aliran darah ke meenggerakkan
Kehilagan fungsi retina anggota tubuh
lonus otot fasial
Kelemahan anggota
gerak
Ketidakmampuan Kebutaan
Kerusakkan
menelan
mobilitas fisik
Hambatan
Gangguan mobilitas komunikasi verbal
fisik Gangguan
Defisit nutrisi menelan
Defisit
perawatan diri

15
H. Manifestasi Klinis
1. Kesulitan berbicara dan kebingungan. Pasien mengalami kesulitan
untuk mengucapkan kata – kata dan atau mengalami kesulitan
memahami ucapan
2. Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki. Penderita
stroke biasa mengalami mati rasa tiba – tiba, kelemahan atau
kelumpuhan di wajah, lengan atau kaki. Hal ini sering terjadi di satu
sisi tubuh
3. Kesulitan melihat dalam satu atau kedua mata. Penderita stroke akan
mengalami gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau hitam
di satu atau kedua mata
4. Sakit kepala. Sakit kepala yang tiba – tiba dan parah, yang mungkin
disertai dengan muntah, pusing atau perubahan kesadaran, mungkin
menunjukkan seseorang mengalami stroke
5. Kesulitan berjalan. Penderita stroke mungkin tersandung atau
mengalami pusing mendadak, kehilangan keseimbangan, atau
kehilangan koordinasi

I. Komplikasi
Stroke dapat menyebabkan cacat sementara atau permanen,
tergantung pada berapa lama otak kekurangan aliran darah dan bagian
mana yang terdampak. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain:

1. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot. Penderita stroke bisa


menjadi lumpuh di satu sisi tubuh atau kehilangan kendali atas otot –
otot tertentu, seperti otot – otot di satu sisi wajah atau bagian tubuh
lain.
2. Kesulitan berbicara atau menelan. Stroke memengaruhi kontrol otot –
otot di mulut dan tenggorokkan, sehingga sulit bagi penderitanya untuk
berbicara dengan jelas, menelan, atau makan. Penderita stroke juga
mungkin mengalami kesulitan dengan bahasa, termasuk berbicara dan
memahami ucapan, membaca atau menulis.
3. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir.

16
4. Masalah emosional. Penderita sulit mengendalikan emosi mereka atau
mungkin mengalami depresi
5. Rasa sakit. Nyeri, mati rasa atau sensasi aneh lainnya dapat terjadi di
bagian tubuh yang terkena stroke.
6. Sensitif terhadap perubahan suhu terutama dingin ekstrim. Komplikasi
ini dikenal sebagai nyeri stroke sentral atau sindrom nyeri sentral.

J. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menentukan perawatan yang paling tepat untuk stroke, tim
medis perlu mengevaluasi jenis stroke yang dialami pasien dan area otak
mana yang terkena stroke. Mereka juga perlu menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain dari gejala, seperti tumor otak atau reaksi obat. Ada
beberapa tes yang perlu dilakukan untuk menentukan risiko stroke,
termasuk:
1. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui gejala apa yang dialami,
kapan gejala mulai dirasakan, dan reaksi pasien terhadap gejala
tersebut. Selain itu, riwayat kesehatan, riwayat konsumsi obat – obatan
dan cedera juga perlu dicatat. Riwayat penyakit terkait jantung,
serangan iskemik transien, dan stroke juga perlu mendapatkan
perhatian khusus. Pemeriksaan fisik meliputi tekanan darah dan denyut
jantung, serta pemeriksaan bruit di atas arteri karotis untuk memeriksa
adanya aterosklerosis. Pemeriksaan juga dapat melibatkan oftalmoskop
untuk memeriksa tanda – tanda kristal kolesterol kecil atau gumpalan
di pembuluh darah di bagian belakang mata.
2. Tes darah.
Untuk mengetahui seberapa cepat gumpalan darah berkembang,
apakah gula darah rendah atau tinggi secara abnormal, apakah gula
darah tinggi atau rendah secara abnormal, apakah zat kimia darah tidak
seimbang, atau apakah pasien mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan Ctscan
Untuk membuat gambar detail otak. CT scan dapat menunjukkan
perdarahan, tumor, stroke, dan kondisi lainnya.

17
4. Pencitraan resonansi magnetik (MRI).
MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk
menciptakan tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak
yang rusak oleh perdarahan otak.
5. USG karotis.
Gelombang suara menciptakan gambar terperinci dari bagian dalam
arteri karotid di leher. Tes ini menunjukkan penumpukkan deposit
lemak (plak) dan aliran darah di arteri karotid.
6. Angiogram serebral.
Prosedur ini memberikan gambaran rinci tentang arteri di otak dan
leher
7. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk membuat
gambar detail dari jantung. Ekokardiogram dapat menemukan sumber
gumpalan di jantung dan mungkin telah berpindah dari jantung ke otak
dan menyebabkan stroke.

K. Penatalaksanaan
Untuk mengobati stroke non hemoragik, aliran darah ke otak harus
cepat dikembalikan dengan beberapa prosedur berikut :
1. Perawatan Darurat dengan Obat – Obatan
Terapi dengan obat penghancur gumpalan darah harus dimulai
dalam 4,5 jam jika mereka diberikan ke pembuluh darah (semakin
cepat semakin baik). Perawatan cepat tidak hanya meningkatkan
peluang pasien untuk bertahan hidup tetapi juga dapat mengurangi
komplikasi.
Obat yang mungkin diberikan adalah injeksi intravena aktivator
plasminogen jaringan (tPA). Injeksi aktivator plasminogen jaringan
rekombinan (tPA) juga disebut alteplase, dianggap sebagai pengobatan
standar untuk stroke non hemoragik. Injeksi biasanya diberikan lewat
vena di lengan. Obat penghancur gumpalan ini idealnya diberikan
dalam waktu 3 jam. dalam beberapa kasus, injeksi ini hinggs 4,5 jam

18
setelah gejala stroke dimulai. Obat ini mengembalikan aliran darah
dengan melarutkan gumpalan darah yang menyebabkan stroke.
2. Prosedur Endovaskular Darurat
Pengobatan stroke non hemoragik kadang – kadang melibatkan
prosedur yang dilakukan langsung di dalam pembuluh darah yang
tersumba. Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin, tergantung
pada filter bekuan darah :
a) Obat – obatan dikirimkan langsung ke otak. Dokter dapat
memasukkan tabung tipis (kateter) panjang melalui arteri di
selangkangan dan memasukkannya ke otak untuk mengirim tPA
langsung ke area di mana stroke terjadi. Ini disebut trombolisis
intraarterial.
b) Menghilangkan bekuan dengan retriever stent. Dokter
menggunakan kateter untuk mengarahkan perangkat ke pembuluh
darah yang tersumbat di otak, serta menjebak dan menghilangkan
bekuan. Prosedur ini sangat bermanfaat bagi orang – orang dengan
gumpalan besar yang tidak dapat dilarutkan sepenuhnya dengan
tPA, meskipun prosedur ini sering dilakukan dalam kombinasi
dengan tPA intravena.
Beberapa penelitian menunjukkan bahawa terapi endovaskular
mungkin merupakan pengobatan yang paling efektif, tergantung pada
lokasi bekuan dan faktor lain. Terapi endovaskular telah terbukti
secara signifikan meningkatkan hasil dan mengurangi kecacatan
jangka panjang setelah terjadi stroke non hemoragik (iskemik).
3. Prosedur Lainnya
Untuk mengurangi resiko mengalami stroke atau serangan
iskemik transien, dokter bisa menyarankan prosedur untuk membuka
arteri yang dipersempit oleh plak. Dokter terkadang
merekomendasikan prosedur berikut untuk mencegah stroke. Pilihan
akan bervariasi tergantung pada situasi kesehatan pasie :

19
a) Endarterektomi karotis.
Dalam endarterektomi karotis, seorang ahli menghilangkan plak
dari arteri yang ada di sepanjang sisi leher ke otak (arteri karotid).
Dalam prosedur ini, dokter bedah akan membuat sayatan di
sepanjang bagian depan leher, membuka arteri karotid, dan
menghilangkan plak yang menghalangi arteri karotid. Prosedur
selanjutnya adalah memperbaiki arteri dengan jahitan atau patch
yang terbuat dari vena atau bahan buatan (cangkokan). Prosedur
ini dapat mengurangi risiko stroke non hemoragik. Namun,
endarterektomi karotis juga menimbulkan risiko, terutama untuk
orang dengan penyakit jantung.
b) Angioplasti dan stent
Dalam angioplasti, seorang ahli bedah biasanya mengakses arteri
karotid melalui arteri di pangkal paha. Disini, dokter bedah dapat
dengan lembut dan aman mengarahkan peralatannya ke arteri
karotid di leher. Sebuah balon kemudian digelembungkan untuk
memperluas arteri yang menyempit. Kemudian stent dapat
dimasukkan untuk mendukung arteri yang terbuka.

L. Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada
berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan KDM,
dengan menggunakan metedologi proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan, dilandasi etik keperawatan, dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Darmawan, 2012)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses asuhan keperawatan.
Pengkajian pada pasien dengan stroke hemoragik meliputi:
a. Pengkajian riwayat pasien
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada masa tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

20
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medis
2) Genogram
Genogram menggambarkan garis keturunan dari pihak laki – laki
dan perempuan, riwayat yang pernah di derita oleh orangtua atau
saudara
3) Keluhan Utama
Menggambarkan keluhan pasien yang mengakibatkan pasien
masuk rumah sakit, atau merupakan alasan pasien untuk masuk
rumah sakit, keluhan utama yang muncul pada pasien dengan
stroke non hemoragik adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran
4) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan
obat-obat anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
6) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
7) Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara, bicara, kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.

21
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan
pasien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.
a. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
a) Inspeksi : Kesimterisan wajah dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut pada kulit kepala
b) Palpasi : Keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakkan dan nyeri tekan
2) Mata
a) Inspeksi : Bola mata, kelopak mata, konjungtiva dan sklera,
warna dan ukuran iiris, reaksi pupil terhadap cahaya, gerakkan
mata dan lapang pandang
b) Palpasi : Tekanan bola mata, dan nyeri tekann
3) Hidung dan Sinus
a) Inspeksi : Bentuk hidung, keadaan kulit, kesimetrisan rongga
hidung
b) Palpasi : Mobilitas septum
4) Telinga
a) Inspeksi : Telinga luar (bentuk, warna dan massa)
b) Palpasi : Jaringan lunak, jaringan keras, dan tragus
5) Leher
a) Inspeksi : Bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa) dan tiroid
b) Palpasi : Kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea
6) Thorac dan Paru
a) Inspeksi : Kesimetrisan dan ekspansi paru, irama pernapasan
dan jenis pernapasan
b) Palpasi : mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus
c) Perkusi : Untuk mengetahui keadaan paru – paru

23
d) Auskultasi: Untuk mengkaji aliran udara
7) Abdomen
a) Inspeksi : bentuk dan umbilikus
b) Auskultasi: Mengkaji bising usus (peristaltik 5-6x/m)
c) Perkusi : Untuk mendengarkan/mendeteksi cairan, gas atau
massa di dalam abdomen, dan mengetahui posisi limpa dan
hepar
d) Palpasi : Untuk mengetahui bentuk, ukuran dan konsistensi
organ serta struktur di dalam abdomen
8) Genitalia
a) Inspeksi : Mengkaji adanya lesi atau tidak
b. Pemeriksaan neurologis
1) Nervus I : alfaktorius (daya penciuman)
Pasien memejamkan mata, disuruh merasakan bau yang
dirasakan (kopi, tembakau, parfum atau rempah - rempah)
2) Nervus II : optikus (tajam penglihatan)
Membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksaan dengan
jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misalnya
jam dinding, membaca huruf dibuku atau koran
3) Nervus III : okulomorius (gerakan bola mata ke atas, kontriksi
pupil, gerakan otot mata)
a) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong garis iris pada titik
yang sama secara belateral. Ptosis dicurigai bila salah satu
kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang
lain
b) Gerakkan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah mediial, atas dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola

24
mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus
(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi. Nervus
okulomotorius berperan dalam gerakan mata ke atas, atas
dalam, atas luar, medial bawah, dan bawah luar
c) Pemeriksaan pupil meliputu
Bentuk dan ukuran pupil
Perbandingan pupil kanan dan kiri
Refeleks pupil
Refleks cahaya langsung (bersama N II)
Refleks cahaya tidak langsung (bersama N II)
Refleks pupil akomodasi atau konvergensi
4) Nervus IV : trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam)
5) Nervus V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah,
lidah dan gigi)
Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah
dan gigi
Cabang mandibularis : Memeriksa pergerakkan rahang dan gigi
6) Nevus VI : Facialis (devisi mata ke lateral)
Pergerakkan bola mata ke lateral
7) Nervus VII : Gerakkan otot wajah
Mengerutkan dahi (di bagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam) mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata
dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa)
moncongkan bibir atau menyengir
8) Nervus VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan
keseimbangan)
Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari
adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membran timpani
untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi, audiogram
digunakan untuk membedakan tuli saraf dan tuli konduksi
dipakai tes rinne dan tes weber

25
Tes Rinne
Garpu talah dengan frekuensi 256 hz mula – mula dilakukan
pada proseseus, di belakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi
terdengar letakan garpu tala tersebut sejajar dengann maetus
akustikus kesterna. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada
meatus akusstikus eksternus. Keadaaan ini disebut Rinne negatif
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz pada bagian dahi dalam keadaan normal bunyi
akan terdengan pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi
dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi
terdengar lebih keras pada telinga abnormal.
9) Nervus IX : Glasofaringeus dan nervus Xvagus
Pemeriksaan nervus IX dan X karena secara klinis sulit
dipisahkan, anamnesis meliputi tersedak (kelumpuhan palatum),
kesulitan menelan dan disartia (khas bernoda hidung/bindeng).
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan
senter. Perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian
pasien disuruh menyebut “Ah” jika uvula terletak ke satu sisi
maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral.
Perhatikan bahwa uvula tertarik ke arah yang sehat. Sekarang
lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik).
Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula,
jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah dia merasakan
sentuhan spatula (N IX) setiap kali dilakukan.
10) Nervus XI : acsesorius (gerakan otot trapezius dan
sternocleidomastoideus)
Memeriksa tonus m. Sternocleidomastoideus yaitu dengan
menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat
pundaknya
11) Nervus XII : hipoglosus (gerakkan lidah)

26
Pemeriksaan saraf hipoglosus dengan cara inspeksi. Lidah diam
di dasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi
otot yang halus ireguler dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat
unilateral atau bilateral. Pasien diminta utuk menjulurkan
lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena)

Tabel 1 : Glasgow Coma Scale (GCS)Tabel Glasgow Coma Scale (GCS)

Respon Buka Mata Nilai


 Spontan 4
 Terhadap rangsangan bicara 3
 Terhadap rangsangan nyeri 2

 Tidak ada tanggapan 1

Tanggapan Verbal
 Sesuai / berorientasi 5
 Bingung / kacau 4
 Kata – kata yang tidak berhubungan 3

 Suara tidak dapat dimengerti 2

 Tidak ada 1

Tanggapan Motorik
 Sesuai perintah 6
 Gerakkan setempat 5
 Tanggapan motorik flesor 4

 Fleksi abnormal 3

 Tanggapan motorik ekstensor 2

 Tidak ada 1

GCS 15 = composmentis (kesadaran baik/normal)


GCS 12-14 = somnolen (agak menurun/apatis)
GCS 9-11 = sopor (seperti mengantuk)
GCS 3-8 = koma (tidak sadar) (Junaidi, 2012).

27
c. Pemeriksaan sistem motorik
1) Inspeksi umum
Didapat hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
pada salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain
2) Tonus otot
Pemeriksaan tonus otot dilakukan dengan cara yaitu :
Secara pasif gerakkan lengan bawah di sendi siku dan tungkai
bawah di sendi lutut, digerakkan secara fleksi dan ekstensi oleh
pemeriksa. Berulang kali secara perlahan kemudian secara tepat.
Tahanan yang terasa oleh pemeriksa saat menekukkan dan
meluruskan bagian – bagian anggota tersebut. Peningkatan tonus
otot apabila pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekuk dan
meluruskan lengan dan tungkai di sendi siku lutut
3) Kekuatan otot
Kekuatan otot diukur dengan menggunakan skala 0-5
0 : Tidak terdapat kontraksi otot
1 : terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerak
pada persendian
2 : terdapat gerakan ini tidak mampu melawan grafitasi
3 : dapat mengadakan gerakan melawan gaya yang berat
4 : disamping dapat melawan gaya yang berat, pasien dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
5 : Mampu melawan grafitasi dan tahanan yang kuat / tidak ada
kelumpuhan (normal)

3. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

28
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2016)
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali
otot
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler
f. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan aneurisma
serebri

4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang digunakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018).
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali
otot (SDKI, 2017)

Tabel 2 : Rencana Keperawatan Diagnosa I

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi (SIKI,2018)
selama ...... jam, maka mobilitas Observasi
fisik meningkat, dengan kriteria - Identifikasi toleransi fisik melakukan
hasil : pergerakkan
- Pergerakkan ekstremitas - Monitor tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- Kekuatan otot meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan
- Rentang gerak (ROM) mobilisasi

29
meningkat (SLKI,2019) Fasilitasi
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Fasilitasi melakukan pergerakkan, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan. Misalnya duduk di tempat tidur
atau di sisi tempat tidur

b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan


neuromuskuler (SDKI, 2017)

Tabel 3 : Rencana Keperawatan Diagnosa II

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi: Defisit Bicara
selama ...... jam, maka (SIKI,2018)
komunikasi verbal meningkat, Observasi
dengan kriteria hasil : - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
- Kemampuan berbicara volume, dan diksi bicara
meningkat - Identifikasi perilaku emosional dan fisik
- Kemampuan mendengar sebagai bentuk komunikasi
meningkat Terapeutik
- Kesesuaian ekspresi wajah - Gunakan metode komunikasi alternatif
dan tubuh meningkat (misalnya menulis, mata berkedip dan papan
(SLKI,2019) komunikasi)
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan bicara perlahan

30
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan menelan


makanan (SDKI,2017)

Tabel 4 : Rencana Keperawatan Diagnosa III

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (SIKI,2018)
selama ...... jam, maka status Observasi
nutrisi membaik, dengan kriteria - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
hasil : - Identifikasi makanan yang disukai
- Porsi makanan yang - Identifikasi perlunya penggunaan selang
dihabiskan (SLKI,2019) nasogastrik
Terapeutik
- Lakukan oralhygine sebelum makan, bila
perlu
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misalnya pereda nyeri) jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi

31
d. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
(SDKI,2017)

Tabel 5 : Rencana Keperawatan Diagnosa IV

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum
selama ...... jam, status menelan (SIKI,2018)
membaik, dengan kriteria hasil : Observasi
- Kemampuan berbicara - Monitor kemampuan menelan
meningkat - Identifikasi diet yang dianjurkan
- Kemampuan mendengar Terapeutik
meningkat - Atur posisi nyaman
- Kesesuaian ekspresi wajah - Sediakan sedotan untuk minum,sesuai
dan tubuh meningkat kebutuhan
(SLKI,2019) - Siapkan makanan dengan suhu yang
meningkatkan nafsu makan
- Sediakan makanan dan minuman yang
disukai
- Berikan bantuan saat makan/minum sesuai
tingkat kemandirian, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan


neuromuskuler (SDKI,2017)

Tabel 6 : Rencana Keperawatan Diagnosa V

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri (SIKI,2018)
selama ...... jam, maka Observasi

32
perawatan diri meningkat, - Identifikasi kebiasaan perawatan diri sesuai
dengan kriteria hasil : usia
- Kemampuan mandi - Monitor tingkat kemandirian
meningkat - Identifikasi kebutuhan alat bantu
- Kemampuan ke toilet Terapeutik
meningkat - Sediakan lingkungan terapeutik (misalnya
- Minat melakukan perawatan suasana hangat, rileks, privasi)
diri meningkat - Siapkan keperluan pribadi
- Kemampuan mengenakan - Dampingi dalam melakukan perawatan diri
pakaian meningkat - Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
- Jadwalkan perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan

f. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan aneurisma


serebri (SDKI, 2017)

Tabel 7 : Rencana Keperawatan Diagnosa VI

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Manajemen Peningkatan Tekanan
selama ...... jam, maka perfusi Intrakranial (SIKI,2018)
serebral meningkat, dengan Observasi
kriteria hasil : - Monitor tanda & gejala peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran meningkat - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
- Monitor status pernapasan
Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler

33
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu

5. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (SDKI,2018)

6. Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan
sebagai proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat
mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan
membandingkan pada kriteria yang diidentifikasi atau standar
sebelumnya
a. Mobilitas fisik meningkat
b. Komunikasi verbal meningkat
c. Status nutrisi membaik
d. Status menelan membaik
e. Perawatan diri meningkat
f. Perfusi serebral meningkat

34
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2017).http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/


penyakit- jantung- penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-
cerdik-.html. Diakses pada tanggal 15 April 2019. 21:09

Rudi & Maria. (2018). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press.

H. Kirnantoro. Dasar – Dasar Anatomi Fisiologi. Yogyakarta : Pustaka Baru


Press.

Tim Pokja DPP PPNI. (2017). Standar Diagnnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Vistia. (2016). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik.


Manado

Dwi. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik.


Magelang

Nita Harahap. (2012). Evaluasi Dalam Keperawatan. Diakses pada tanggal 12


April 2019

Refi Yulita. https://www.academia.edu?10041909/A.ANATOMI DAN FISIOLO

GI OTAK. Diakses pada tanggal 3 Mei 2019

Ignatius Bram. https://www.academia.edu/11445007/STROKE_NON_HEMORA

GIK. Diakses pada tanggal 3 Mei 2019

35

Anda mungkin juga menyukai