OLEH:
SURAT TUGAS
NOMOR: /KUA.11.25.14/BA.00/08/2022
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyuputih menugaskan Penyuluh Agama Islam Non
PNS :
Sesuai Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Tengah,
Nomor : 927 Tahun 2019 dengan ini menugaskan yang bersangkutan untuk melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan Agama Islam Kepada Kelompok sasaran di Kecamatan
Banyuputih dengan uraian tugas sebagai berikut :
Demikian Surat Tugas ini kami buat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Tembusan :
SURAT PERNYATAAN
PEMILIHAN SPESIALISASI
Muh Rosidin
Mengetahui,
Kepala Kantor Urusan Agama Penyuluh Agama Non PNS
Kec. Banyuputih Yang Membuat Pernyataan
Nama
Bentuk Tujuan/ Waktu
No Kelompok Topik Bahasan
Kegiatan Target Pelaksanaan
Sasaran
a b c d e f
Rabu,
Ceramaah dan " Fastabiqul Memahami
1 M.T. Attaqwa 04 Okt 2023
Tanya Jawab Khoirot" Materi
16.00 - 17.00
Senin,
M.T. Khoirul Ceramaah dan Memahami
2 " Fardhu Wudhu " 09 Okt 2023
Muna Tanya Jawab Materi
16.00 - 17.00
" Bersungguh -
Rabu,
Ceramah dan sungguh dalam Memahami
3 M.T. Attaqwa 11 Okt 2023
Tanya Jawab menjalankan Materi
16.00 - 17.00
perintah Agama"
Senin,
M.T. Khoirul Ceramaah dan " Tata cara Memahami
4 16 Okt 2023
Muna Tanya Jawab berwudhu " Materi
16.00 - 17.00
" Saling menutupi Rabu,
Ceramah dan Memehami
5 M.T. Attaqwa kekurangan 18 Okt 2023
Tanya Jawab Materi
pasangan hidup " 16.00 - 17.00
Senin,
M.T. Khoirul Ceramaah dan " Keutamaan orang Memahami
6 23 Okt 2023
Muna Tanya Jawab berilmu " Materi
16.00 - 17.00
Rabu,
Ceramaah dan " Berbakti kepada Memahami
7 M.T. Attaqwa 25 Okt 2023
Tanya Jawab orang tua" Materi
16.00 - 17.00
Senin,
M.T. Khoirul Ceramaah dan " Akhlak kepada Memahami
8 30 Okt 2023
Muna Tanya Jawab orang tua" Materi
16.00 - 17.00
LAPORAN BULANAN
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM
Menerangkan bahwa;
Nama : Muh Rosidin
Jabatan : Penyuluh Agama Non PNS
Bidang Tugas/Spesialisasi : Anti Korupsi dan Keluarga Sakinah
Wilayah Penugasan : Ds. Banyuputih dan Ds. Penundan Kec. Banyuputih
Telah nyata melakukan tugas kegiatan bimbingan dan penyuluhan Agama Islam sesuai bidang
tugasnya sebanyak 8 kali pada bulan Oktober Tahun 2023. Adapun kegiatan secara rinci
sebagaimana terlampir.
M.T. Attaqwa
M.T. Khoirul Muna
Rabu, 11 Oktober 2023
Senin, 16 Oktober 2023
" Bersungguh - sungguh dalam menjalankan
" Tata cara berwudhu "
perintah Agama"
“ FASTABIQUL KHOIROT “
Ajaran Islam mengarahkan umatnya, terutama bagi mereka yang mampu agar
jangan hanya memikirkan dirinya sendiri atau keluarga dan golongannya saja.
Mereka juga harus memperhatikan kepentingan dan keadaan orang lain. Dalam
beberapa hadis Nabi SAW dijumpai berbagai celaan terhadap suatu keluarga
muslim yang hidup bersenang-senang sementara tetangganya merintih karena
kekurangan dan kesulitan.
Ayat-ayat al-Qur’an banyak sekali yang mendorong umat manusia agar senantiasa
berlomba dalam berbuat kebajikan terhadap sesamanya dan terhadap makhluk
lain, antara lain disebutkan:
َو ِلُك ّٖل ِو ۡج َهٌة ُهَو ُمَو ِّليَهۖا َفٱۡس َتِبُقوْا ٱۡل َخ ۡي َٰر ِۚت َأۡي َن َم ا َتُك وُنوْا َيۡأ ِت ِبُك ُم ٱُهَّلل َج ِم يًع ۚا ِإَّن
رٞٱَهَّلل َع َلٰى ُك ِّل َش ۡي ٖء َقِد ي
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 148).
MT. Khoirul Muna
“ FARDHU WUDHU “
Seseorang yang akan melaksanakan shalat hendaknya dalam keadaan suci karena
shalat merupakan munajat kepada Tuhan. Dalam keadaan normal (bukan rukhsah)
tidak sah shalat seseorang apabila tidak bersuci dari hadats kecil karena bersuci dari
hadats kecil adalah syarat sah shalat. Di antara peraturan suci dari hadats kecil
adalah dengan berwudhu. Adapun dalil yang memerintahkan berwudhu sebelum
shalat ialah sebagai berikut:
َي ا َأُّي َه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّص اَل ِة َف اْغ ِس ُلوا ُو ُجوَه ُك ْم َو َأْي ِدَي ُك ْم ِإَلى اْلَمَر اِفِق َو اْم َس ُحوا
ِبُرُءوِس ُك ْم َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى اْلَك ْع َب ْي ِن
Artinya, “Wahai orang yang beriman, bila kalian hendak shalat, basuhlah wajah
kalian, tangan kalian hingga siku, usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kaki kalian
hingga mata kaki,” (Surat Al-Maidah ayat 6). Sebagaimana ibadah lain pada
umumnya, wudhu juga memiliki syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai
keabsahannya. Dalam fikih madzhab Syafi'i ditetapkan ada enam hal yang menjadi
rukun wudhu, hal itu sebagaimana disebutkan Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami
dalam kitabnya Safinatun Najah:
األول النية الثاني غسل الوجه الثالث غسل اليدين مع المرفقين الرايع:فروض الوضوء ستة
مسح شيئ من الرأس الخامس غسل الرجلين مع الكعبين السادس الترتيب
Artinya, “Fardhu wudhu ada enam:
(1) niat,
(6) tertib
MT. Attaqwa
Di dalam surah Al-Ankabut ayat 69, Allah swt. secara tegas menyatakan bahwa Dia
pasti memberi petunjuk bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari ridha Allah,
tidak terkecuali belajar. Allah swt. berfirman,
َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنۗا َو ِاَّن َهّٰللا َلَم َع اْلُم ْح ِسِنْيَن
2. Membasuh muka Sebagai batasan muka, panjangnya adalah antara tempat tumbuhnya rambut
sampai dengan di bawah ujung kedua rahangnya. Sedangkan lebarnya adalah antara kedua
telinganya. Termasuk muka adalah berbagai rambut yang tumbuh di dalamnya seperti alis, bulu
mata, kumis, jenggot, dan godek. Rambut-rambut tersebut wajib dibasuh bagian luar dan
dalamnya beserta kulit yang berada di bawahnya meskipun rambut tersebut tebal, karena
termasuk bagian dari wajah. tetapi tidak wajib membasuh bagian dalam rambut yang tebal bila
rambut tersebut keluar dari wilayah muka.
3. Membasuh kedua tangan beserta kedua sikunya. Dianggap sebagai siku bila wujudnya ada
meskipun di tempat yang tidak biasanya seperti bila tempat kedua siku tersebut bersambung
dengan pundak.
4. Mengusap sebagian kecil kepala Mengusap sebagian kecil kepala ini bisa hanya dengan sekadar
mengusap sebagian rambut saja, dengan catatan rambut yang diusap tidak melebihi batas
anggota badan yang disebut kepala. Seumpama seorang perempuan yang rambut belakangnya
panjang sampai sepunggung tidak bisa hanya mengusap ujung rambut tersebut karena sudah
berada di luar batas wilayah kepala. Dianggap cukup bila dalam mengusap kepala ini dengan
cara membasuhnya, meneteskan air, atau meletakkan tangan yang basah di atas kepala tanpa
menjalankannya.
5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki Dalam hal ini yang dibasuh adalah bagian
telapak kaki beserta kedua mata kakinya. Tidak harus membasuh sampai ke betis atau lutut.
Diwajibkan pula membasuh apa-apa yang ada pada anggota badan ini seperti rambut dan
lainnya. Orang yang dipotong telapak kakinya maka wajib membasuh bagian yang tersisa.
Sedangkan bila bagian yang dipotong di atas mata kaki maka tidak ada kewajiban membasuh
baginya namun disunahkan membasuh anggota badan yang tersisa.
6. Tertib Yang dimaksud dengan tertib di sini adalah melakukan kegiatan wudhu tersebut secara
berurutan sebagaimana disebut di atas, yakni dimulai dengan membasuh muka, membasuh
kedua tangan beserta kedua siku, mengusap sebagian kecil kepala, dan diakhiri dengan
membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki. Demikian Syekh Salim bin Sumair Al-
Hadhrami dan Syekh Muhammad Nawawi Banten menjelaskan tentang rukun wudhu.
MT. Attaqwa
Rabu, 18 Oktober 2023
ُأِحَّل َلُك ْم َلْي َلَة الِّص َي اِم الَّر َفُث ِإَلى ِنَساِئُك ْم ُهَّن ِلَب اٌس َلُك ْم َو َأْنُتْم ِلَب اٌس َلُهَّن َعِلَم ُهَّللا َأَّنُك ْم ُكْنُتْم
َت ْخ َت اُنوَن َأْنُفَس ُك ْم َفَت اَب َع َلْي ُك ْم َو َع َفا َع ْنُك ْم َفاآلَن َباِش ُروُهَّن َو اْب َتُغ وا َم ا َكَت َب ُهَّللا َلُك ْم َو ُك ُلوا
َو اْش َر ُبوا َح َّت ى َي َت َب َّي َن َلُك ُم اْلَخ ْي ُط األْب َي ُض ِمَن اْلَخ ْي ِط األْس َو ِد ِمَن اْلَفْج ِر ُثَّم َأِتُّموا الِّص َي اَم
ِإَلى الَّلْي ِل َو ال ُتَباِش ُروُهَّن َو َأْنُتْم َعاِك ُفوَن ِفي اْلَمَس اِج ِد ِتْلَك ُح ُد وُد ِهَّللا َفال َت ْق َر ُبوَه ا َك َذ ِلَك
ُيَب ِّيُن ُهَّللا آَياِتِه ِللَّن اِس َلَع َّلُهْم َي َّتُقوَن
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.
kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah[2]: 187).
Fungsi pakaian secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai penutup aurat dan penghangat
badan. Mengapa Al-Qur’an mengibaratkan pasangan suami istri seperti layaknya pakaian? Syaikh
Jalaluddin dalam Tafsir Jalalain menjelaskan, setidaknya ada tiga makna pakaian sebagaimana
disebutkan dalam ayat di atas. Pertama, sebagai bentuk kedekatan pasangan. Pasangan suami istri
diibaratkan seperti pakaian dari sisi kedekatannya. Pakaian selalu menempel dengan kulit. Tidak
ada jarak yang memisahkan keduanya. Maka dalam rumah tangga seharusnya ada rasa saling
percaya, transparansi, tanggung jawab, dan saling setia. Kedua, saling merangkul. Sebagaimana
umumnya, merangkul adalah aktivitas yang menunjukkan adanya rasa sayang, memiliki, bahagia,
suka, dan tempat bersandar. Begitulah semestinya pasangan suami istri. Ada rindu jika jauh, ada
kedamaian jika berada di sisi. Mereka adalah dua insan yang saling menghangatkan baik di kala
suka maupun duka. Tempat bersandar di tengah kesedihan yang melanda. Ketiga, saling
membutuhkan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dalam rumah tangga ada hak dan
kewajiban. Keduanya harus memiliki sikap responsif terhadap pasangan. Dalam hal ini pasangan
suami istri berperan sebagai partner dalam menjalani kehidupan. Saling membantu, saling
menopang, saling meringankan dan sebagainya. (Syaikh Jalaluddin, Tafsir Jalalain, Daru Ihya, juz
I, hal. 27)
MT. Khoirul Muna
Senin, 23 Oktober 2023
Ketika Allah Swt menciptakan Adam ‘alaihissalam, Allah mengajarkan ilmu pengetahuan
tentang al-asma’ (nama-nama) seluruh ciptaan-Nya, dengan berbagai jenisnya, dan
berbagai macam bahasa yang berbeda-beda sebagai bekal bagi Adam untuk mengelola
bumi. Hal ini mencerminkan, betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia. Maka,
seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang menghadirkan kemaslahatan bagi umat
manusia, Allah Swt akan mengangkat derajatnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-
Qur’an surat al-Mujadilah ayat 11:
ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ِقْي َل َلُك ْم َتَفَّسُحْو ا ِفى اْلَم ٰج ِلِس َفاْف َس ُحْو ا َي ْف َس ِح ُهّٰللا َلُك ْۚم َو ِاَذ ا ِقْي َل اْنُش ُز ْو ا َفاْنُش ُز ْو ا
َي ْر َفِع ُهّٰللا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْو ا ِم ْنُك ْۙم َو اَّلِذ ْي َن ُاْو ُتوا اْلِع ْلَم َد َر ٰج ٍۗت َو ُهّٰللا ِبَم ا َت ْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah : 11)
MT. Attaqwa
Namun, apakah di zaman sekarang ada orang tua yang menjadi budak? Tentu tidak
ada karena kita sudah tidak berada di era perbudakan. Apabila demikian kondisinya,
maka tidak ada anak satu pun yang bisa membalas curahan kebaikan orang tuanya.
Tentu saja tak bisa membalas dengan balasan seimbang, bukan berarti anak tidak
wajib membalas kebaikan orang tua. Ia harus membalas kebaikan-kebaikan orang
tua. Salah satu caranya adalah dengan menafkahi mereka saat masih hidup, bahkan
ketika keduanya adalah non-Muslim. Tanggung jawab ini mesti dilakukan ketika
orang tua memang tidak mampu sementara anak memiliki kecukupan harta.
Seorang anak juga mesti selalu berbaik budi dan tidak berkata kasar kepada
mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
َو اْع ُبُد وا َهَّللا َو اَل ُتْش ِر ُك وا ِبِه َش ْي ًئ ا َو ِباْلَو اِلَدْي ِن ِإْح َس اًن ا
Artinya: “Dan kalian sembahlah Allah dan jangan kalian sekutukan Ia dengan apa
pun, dan dengan bersikap baik kepada kedua orang tua.” (QS An-Nisa’: 36)
MT. Khoirul Muna
Dari kutipan di atas dapat diuraikan ketujuh adab anak kepada orang tua sebagai berikut :