Anda di halaman 1dari 9

MODEL PENGEMBANGAN REKAYASA INFORMATIKA

Mata Kuliah: Metodologi Penelitian


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ketut Agustini,S.Si.,M.Si

Nama/NIM:
Ketut Saka Pradipta (2115051008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
Model WaterFall
Model waterfall adalah salah satu metode pengembangan perangkat lunak yang
bersifat linier atau berurutan, dimana setiap fase harus diselesaikan secara berurutan dan
hanya akan dilanjutkan ke fase selanjutnya jika fase sebelumnya telah selesai. Metode ini
terdiri dari 5 fase utama, yaitu:
1. Analisis kebutuhan (Requirement gathering) Pada fase ini, dilakukan pengumpulan
informasi dan analisis kebutuhan dari user atau pemilik proyek, yang mencakup
identifikasi masalah, kebutuhan, dan harapan. Tujuannya adalah untuk memahami
kebutuhan pengguna dan mengumpulkan informasi yang cukup untuk merancang
sistem yang akan dibangun.
2. Perancangan (Design) Pada fase perancangan, dilakukan perancangan sistem secara
keseluruhan dan pengembangan spesifikasi teknis yang terdiri dari desain sistem,
desain arsitektur, dan desain detail dari setiap komponen. Selain itu, fase ini juga
meliputi desain antarmuka pengguna, diagram aliran data, diagram aliran proses
bisnis, dan dokumentasi teknis.
3. Implementasi (Coding) Pada fase ini, dilakukan pembuatan program dan modul
dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu sesuai dengan spesifikasi teknis
yang telah dirancang pada fase sebelumnya. Dilakukan pula pengujian unit pada
masing-masing modul untuk memastikan program berjalan dengan baik.
4. Pengujian (Testing) Pada fase pengujian, sistem yang telah dibangun akan diuji secara
menyeluruh untuk memastikan kinerja sistem berjalan dengan baik. Pengujian
meliputi pengujian unit, integrasi, dan sistem untuk menemukan kelemahan dan bug
dalam sistem.
5. Pemeliharaan (Maintenance) Pada fase pemeliharaan, dilakukan pemeliharaan sistem
secara rutin dan dilakukan perbaikan bug dan kelemahan yang ditemukan selama
proses pengujian. Fase ini juga meliputi dukungan pelanggan dan pembaruan sistem
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan baru.
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari metode waterfall:
Kelebihan:
1. Mudah dipahami: Metode waterfall adalah metode pengembangan perangkat lunak
yang sederhana dan mudah dipahami. Fase-fase dalam metode ini berurutan dan
bersifat linier, sehingga mudah diikuti oleh tim pengembang.
2. Menjamin kualitas: Metode waterfall menjamin kualitas sistem yang dihasilkan
karena setiap fase dilakukan pengujian secara menyeluruh sebelum dilanjutkan ke
fase selanjutnya.
3. Mudah dikelola: Metode waterfall memungkinkan manajemen proyek untuk lebih
mudah mengontrol dan memantau kemajuan proyek karena setiap fase memiliki
jangka waktu yang jelas dan tugas yang terdefinisi dengan baik.
4. Dokumentasi yang lengkap: Setiap fase dalam metode waterfall memerlukan
dokumentasi yang lengkap, sehingga memudahkan pengembang untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan di masa depan.
Kekurangan:
1. Kurang fleksibel: Metode waterfall tidak fleksibel dan tidak cocok untuk proyek yang
memerlukan perubahan dan penyesuaian kebutuhan selama proses pengembangan.
2. Resiko terlambat: Jika terdapat kekurangan dalam analisis kebutuhan atau desain pada
fase awal, maka hal ini dapat menyebabkan penundaan pada tahap implementasi.
3. Biaya yang tinggi: Karena setiap fase harus diselesaikan secara terurut, maka biaya
pengembangan sistem dapat meningkat jika terdapat perubahan kebutuhan yang
signifikan pada tahap akhir pengembangan.
4. Tidak sesuai untuk proyek besar: Metode waterfall tidak cocok untuk proyek besar
yang kompleks, karena fase-fase dalam metode ini bersifat linier dan sulit untuk
dikelola jika terdapat banyak orang yang terlibat.

Model Spiral
Model Spiral didasarkan pada pendekatan iterative dan incremental, di mana setiap
iterasi menghasilkan sebuah produk atau prototipe yang bisa digunakan untuk mendapatkan
umpan balik dari pengguna. Model Spiral ini memperkenalkan langkah-langkah yang
berulang-ulang untuk mengurangi risiko dalam proyek pengembangan perangkat lunak dan
membantu mengidentifikasi masalah sejak dini.
Langkah-langkah pada Model Spiral:
Model Spiral terdiri dari empat tahap atau fase, yaitu:
1. Planning: Pada tahap ini, tim pengembang akan melakukan perencanaan proyek
secara menyeluruh, mulai dari mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan proyek hingga
menentukan jadwal dan anggaran yang diperlukan. Selain itu, pada tahap ini juga
dilakukan analisis risiko untuk mengidentifikasi kemungkinan risiko yang terjadi dan
cara untuk mengatasinya.
2. Risk Analysis: Pada tahap ini, tim pengembang akan melakukan analisis risiko secara
mendalam untuk mengetahui potensi risiko yang dapat terjadi pada setiap tahap dalam
pengembangan perangkat lunak. Setelah identifikasi risiko, tim pengembang akan
mengevaluasi dampaknya terhadap proyek dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko tersebut.
3. Engineering: Pada tahap ini, tim pengembang akan mulai mengembangkan perangkat
lunak dengan mengikuti pendekatan iterative dan incremental. Setiap iterasi akan
menghasilkan sebuah produk atau prototipe yang bisa digunakan untuk mendapatkan
umpan balik dari pengguna. Produk atau prototipe ini akan terus diperbaiki dan
dikembangkan pada setiap iterasi berikutnya.
4. Evaluation: Pada tahap ini, tim pengembang akan mengevaluasi setiap iterasi yang
telah dilakukan untuk memastikan bahwa produk atau prototipe yang dihasilkan sudah
memenuhi kebutuhan pengguna dan memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Jika
ditemukan masalah atau kekurangan pada produk atau prototipe, maka tim
pengembang akan melakukan perbaikan pada iterasi berikutnya.
Setelah tahap evaluasi selesai dilakukan, maka Model Spiral akan kembali ke tahap
perencanaan untuk mempersiapkan iterasi selanjutnya. Model ini akan terus berulang-ulang
hingga produk perangkat lunak selesai dan siap untuk dirilis.
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan Model Spiral:
Kelebihan Model Spiral:
1. Meminimalkan risiko: Dalam Model Spiral, risiko diidentifikasi pada setiap tahap,
sehingga risiko yang terkait dengan proyek pengembangan perangkat lunak dapat
diminimalkan.
2. Fleksibel: Model Spiral sangat fleksibel dan memungkinkan tim pengembang untuk
melakukan perubahan pada setiap tahap dalam proses pengembangan perangkat
lunak.
3. Fokus pada kualitas: Model Spiral memastikan bahwa setiap iterasi menghasilkan
produk atau prototipe yang berkualitas dan memenuhi standar kualitas yang
diharapkan.
4. Umpan balik yang cepat: Dengan menggunakan pendekatan iterative dan incremental,
Model Spiral memungkinkan tim pengembang untuk mendapatkan umpan balik dari
pengguna secara cepat.
Kekurangan Model Spiral:
1. Biaya yang tinggi: Karena Model Spiral membutuhkan banyak iterasi, maka biaya
pengembangan perangkat lunak dapat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
model pengembangan perangkat lunak lainnya.
2. Membutuhkan waktu yang lama: Proses pengembangan perangkat lunak dengan
Model Spiral membutuhkan waktu yang lama karena melibatkan banyak iterasi dan
tahap yang harus dilalui.
3. Kesulitan dalam manajemen proyek: Model Spiral membutuhkan manajemen proyek
yang baik dan keterampilan manajerial yang kuat untuk memastikan bahwa setiap
tahap dilaksanakan dengan benar dan menghasilkan produk yang berkualitas.
4. Tidak cocok untuk proyek kecil: Model Spiral lebih cocok untuk proyek perangkat
lunak yang besar dan kompleks karena membutuhkan banyak waktu dan biaya. Model
Spiral tidak cocok untuk proyek perangkat lunak yang sederhana dan kecil.
Model Prototyping
Model prototyping adalah sebuah metode pengembangan produk atau sistem yang
melibatkan pembuatan model atau prototipe awal sebagai percobaan dan uji coba sebelum
menghasilkan produk akhir. Prototipe biasanya merupakan versi yang belum sempurna atau
masih kasar dari produk atau sistem yang diinginkan, tetapi sudah mencakup fitur utama yang
diharapkan. Model prototyping memungkinkan tim pengembangan untuk mempercepat
proses pengembangan produk atau sistem, serta meminimalkan risiko kesalahan dan
kegagalan produk di masa depan. Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, tim dapat
membangun prototipe yang berkualitas tinggi dan memenuhi kebutuhan pengguna.
Langkah-langkah pada Model Prototyping adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan: Langkah pertama adalah mengidentifikasi kebutuhan produk
atau sistem yang akan dibangun. Hal ini meliputi analisis kebutuhan pengguna,
analisis pasar, dan analisis persyaratan teknis.
2. Desain: Setelah kebutuhan teridentifikasi, tim pengembangan harus merancang
prototipe yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Pada tahap ini, tim harus
memutuskan fitur dan fungsi apa yang harus dimasukkan ke dalam prototipe.
3. Pembuatan prototipe: Tahap ini melibatkan pembuatan prototipe dengan
menggunakan alat dan bahan yang dibutuhkan. Prototipe bisa berupa model fisik atau
simulasi digital, tergantung pada jenis produk atau sistem yang akan dibangun.
4. Uji coba: Setelah prototipe dibuat, dilakukanlah uji coba untuk memastikan bahwa
produk atau sistem yang dibangun memenuhi kebutuhan pengguna dan persyaratan
teknis. Dalam tahap ini, tim dapat mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan
masalah yang ditemukan.
5. Evaluasi dan perbaikan: Setelah uji coba, tim pengembangan harus mengevaluasi
hasilnya dan melakukan perbaikan pada prototipe jika diperlukan. Tim juga dapat
mengambil umpan balik dari pengguna atau pihak terkait lainnya untuk meningkatkan
prototipe.
6. Produksi: Setelah prototipe diuji dan dievaluasi, jika tidak ada masalah yang
ditemukan, tim dapat melanjutkan ke tahap produksi. Jika ada masalah yang
ditemukan, maka tim harus kembali ke tahap desain atau pembuatan prototipe untuk
memperbaiki prototipe.
Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari Model Prototyping:
Kelebihan:
1. Mempercepat waktu pengembangan produk: Model prototyping memungkinkan
pengembang untuk menciptakan produk yang dapat diuji dan diuji coba sejak dini,
sehingga mempercepat waktu pengembangan dan meningkatkan kemungkinan
keberhasilan produk.
2. Meningkatkan kualitas produk: Dengan prototipe yang diuji dan dievaluasi sejak
awal, tim pengembangan dapat mengidentifikasi masalah dan memperbaikinya lebih
awal, sehingga meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
3. Memberikan umpan balik yang berguna: Model prototyping memungkinkan
pengguna atau pihak terkait lainnya untuk memberikan umpan balik pada produk
yang diuji coba, sehingga pengembang dapat menyesuaikan produk untuk memenuhi
kebutuhan pengguna secara lebih baik.
4. Meningkatkan kepuasan pengguna: Dengan pengembangan produk yang lebih baik
dan dilakukan dengan lebih cepat, pengguna dapat memperoleh produk yang
diinginkan dengan lebih cepat, meningkatkan kepuasan pengguna.
Kekurangan:
1. Biaya yang tinggi: Model prototyping membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk
membuat prototipe awal, terutama jika prototipe tersebut berupa model fisik.
2. Keterbatasan dalam mengembangkan beberapa produk: Model prototyping dapat
digunakan untuk mengembangkan produk yang relatif sederhana dan tidak terlalu
kompleks, namun mungkin tidak efektif untuk produk yang lebih kompleks dan
memerlukan proses pengembangan yang lebih detail.
3. Perubahan desain yang terus menerus: Dalam model prototyping, pengembang sering
mengubah desain produk pada prototipe awal, yang dapat mengakibatkan penundaan
waktu pengembangan dan meningkatkan biaya produksi.
4. Kesulitan dalam menentukan kriteria evaluasi: Penilaian atas hasil prototipe dapat
menjadi sulit karena kriteria evaluasi yang mungkin tidak jelas atau ambigu.

Model Agile
Model Agile adalah suatu pendekatan pengembangan perangkat lunak yang berfokus
pada fleksibilitas, kolaborasi tim, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan kebutuhan. Model Agile memungkinkan tim untuk mengembangkan produk
dengan cara yang lebih cepat dan efisien, dengan menempatkan kebutuhan pengguna dan
pemangku kepentingan di atas segalanya. Setiap langkah pada Model Agile sangat tergantung
pada kolaborasi tim dan pengguna. Model Agile sangat fleksibel, sehingga memungkinkan
tim untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan pengguna atau pemangku
kepentingan.
Langkah-langkah pada Model Agile terdiri dari:
1. Perencanaan: Pada tahap ini, tim memahami kebutuhan pengguna dan pemangku
kepentingan, serta memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dalam tahap
ini, produk yang akan dikembangkan ditentukan, lingkup proyek ditetapkan, dan
rencana pengembangan awal dibuat.
2. Analisis: Pada tahap ini, tim menganalisis kebutuhan pengguna dan membuat daftar
fitur yang akan diimplementasikan pada produk. Fitur-fitur tersebut kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa sprint (iterasi) pengembangan produk.
3. Desain: Pada tahap ini, tim mulai merancang arsitektur dan struktur produk. Tim juga
membuat tampilan awal dan prototype produk agar dapat diuji oleh pengguna.
4. Implementasi: Pada tahap ini, tim mulai mengimplementasikan fitur-fitur yang telah
dianalisis pada tahap sebelumnya. Tim melakukan coding, debugging, dan testing
produk. Setelah setiap sprint selesai, produk diuji oleh pengguna dan diberikan
feedback yang digunakan untuk meningkatkan produk pada sprint berikutnya.
5. Evaluasi: Pada tahap ini, tim mengevaluasi sprint sebelumnya dan memutuskan
apakah sprint tersebut telah mencapai tujuannya. Tim juga meninjau feedback dari
pengguna dan melakukan perbaikan jika ada kekurangan.
6. Peluncuran: Setelah semua sprint selesai, produk diluncurkan. Tim tetap memantau
produk untuk memastikan kualitas produk dan memberikan dukungan jika ada
masalah yang ditemukan.
.
Berikut kelebihan dan kekurangan Model Agile :
Kelebihan Model Agile:
1. Fleksibilitas: Model Agile memungkinkan tim pengembang perangkat lunak untuk
menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di dalam tim atau di dalam bisnis.
2. Penekanan pada kolaborasi: Model Agile mendorong kolaborasi yang erat antara
anggota tim dan stakeholder, sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dan
mempercepat pengembangan.
3. Peningkatan kualitas produk: Karena iteratif dan inkremental, Model Agile dapat
membantu tim untuk menemukan masalah dan melakukan perbaikan pada tahap awal,
sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih baik.
4. Penghematan waktu dan biaya: Model Agile memungkinkan tim untuk melakukan
pengembangan dengan cepat dan efisien, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya
pengembangan.
5. Dukungan untuk tim yang terdistribusi: Model Agile memungkinkan tim yang
terdistribusi untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan efektif, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
Kekurangan Model Agile:
1. Terlalu bergantung pada komunikasi: Model Agile membutuhkan komunikasi yang
erat dan efektif antara anggota tim dan stakeholder, sehingga jika terdapat masalah
dalam komunikasi dapat mengganggu jalannya pengembangan.
2. Memerlukan pengawasan yang ketat: Model Agile memerlukan pengawasan yang
ketat dari scrum master atau project manager, agar sprint dapat dilakukan dengan
tepat waktu dan sesuai target.
3. Tidak cocok untuk semua proyek: Model Agile tidak cocok untuk semua jenis proyek,
terutama jika proyek membutuhkan rencana yang sangat detail atau memerlukan
standar keamanan yang tinggi.
4. Kesulitan dalam merencanakan anggaran: Karena iteratif dan inkremental, Model
Agile dapat sulit untuk merencanakan anggaran proyek secara tepat, terutama jika
perubahan terjadi secara konstan.
5. Memerlukan pengembang yang terlatih: Model Agile membutuhkan pengembang
yang terlatih dan berpengalaman untuk dapat mengimplementasikannya dengan baik,
sehingga jika tim tidak memiliki pengembang yang terlatih dapat mengganggu
jalannya pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ainun Dtf. (2020). [3] METODE WATERFALL: Pengertian, Kelebihan & Tahapan Model
Waterfall. Retrieved from https://salamadian.com/metode-waterfall/#:~:text=Pengertian
Metode Waterfall. Pengertian Metode Waterfall adalah metode,sistematis
%28berurutan%29 sesuai dengan siklus pengembangan yang ada.
Bolung, M., & Tampangela, H. R. K. (2017). Analisa Penggunaan Metodologi
Pengembangan Perangkat Lunak. Jurnal ELTIKOM, 1(1), 1–10.
https://doi.org/10.31961/eltikom.v1i1.1
Tama, B. J., & Purwoko, H. (2022). Pengembangan Aplikasi Diagram Venn Berbasis
Android dengan Model Spiral. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) STKIP Kusuma
Negara, 14(1), 53–71. https://doi.org/10.37640/jip.v14i1.1408
Wulan, R. (2016). Implementasi Model Prototyping Infrastruktur Dan Jaringan Pada Smk
Kesatuan Cengkareng Jakarta Barat. Faktor Exacta, 9(4), 333–340. Retrieved from
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Faktor_Exacta/article/view/1145
Mirza. M. 2021. Apa Itu Agile? Pengertian, Prinsip, Metode, dan Kelebihan [Terlengkap].
member of SEO Team at Niagahoster. https://www.niagahoster.co.id/blog/agile-adalah/

Anda mungkin juga menyukai