Anda di halaman 1dari 8

Penertiban Bangunan Ilegal di Ruang Terbuka Hijau Kendari : Tinjauan

Hukum Perdata terhadap Rumah Makan Kampung Mangrove dan


Bangunan Lainnya
Aqila Putri Aramintha
231120448
Aqilaputt123@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Sembilan Belas November, Kolaka
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kasus penertiban bangunan ilegal
di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, yang
melibatkan Rumah Makan (RM) Kampung Mangrove dan Bangunan Lainnya.
Penelitian ini menggunakan metodologi hukum normatif dengan pendekatan
perundang-undangan dan berbasis kasus. Data sekunder diambil dari hasil Audit
Tata Ruang Wilayah Metropolitan Kendari dan Konawe Tahun 2019, Peraturan
Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Kendari (RTRW) periode 2010-2030, Undang-Undang (UU) Nomor
26 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pertanahan dan Dokumen Resmi Lainnya.
Pembangunan ilegal melanggar ketentuan hukum perdata tentang hak milik,
hak guna komersial, dan hak guna ruang. Pembongkaran paksa yang dilakukan
Pemerintah Kota Kendari bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan
Perencanaan Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) merupakan upaya
penegakan hukum dengan mengedepankan prinsip proporsionalitas, pemerataan,
akuntabilitas, dan transparansi. Artikel ini merekomendasikan agar pemerintah
daerah lebih proaktif dalam memantau dan mengendalikan penggunaan ruang serta
menerapkan sanksi administratif dan pidana terhadap pelanggar.

Kata Kunci: Sengketa, penertiban, bangunan ilegal, RTH, hukum perdata

ABSTRACT

This article aims to analyze the case of controlling illegal buildings in the
Green Open Space (RTH) area of Kendari City, Southeast Sulawesi, involving the
Mangrove Village Restaurant (RM) and other Buildings. This research uses a
normative juridical method with a statutory and case approach. Secondary data
was obtained from the results of the 2019 Kendari and Konawe Urban Area Spatial
Planning Audit, Kendari City Regional Regulation (Perda) Number 1 of 2012
concerning Kendari City Regional Spatial Planning (RTRW) for 2010-2030, Law
(UU) Number 26 2007 concerning Spatial Planning, and other official documents.
The research results show that the illegal building has violated civil law
provisions regarding property rights, business use rights and space utilization
rights. The forced demolition carried out by the Kendari City Government together
with the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency
(ATR/BPN) was a law enforcement effort in accordance with the principles of
proportionality, accountability and transparency. This article recommends that
local governments be more active in monitoring and controlling space use, as well
as providing administrative and criminal sanctions for violators.

Key words: control, illegal buildings, green open space, civil law

PENDAHULUAN

Ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih


bersifat penghijauan akan tanaman atau tumbuhtumbuhan baik secara alamiah
maupun budi daya, serta ruang terbuka hijau dapat di gambarkan sebagai suatu
wilayah atau area yang terbuka dan cukup luas yang memiliki fungsi ganda baik
sebagai paru-paru kota, area penyerapan air, area olahraga, area rekreasi kota
bahkan merupakan area bermain anak.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu unsur penting dalam
penataan ruang perkotaan, yang berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi,
konservasi, dan mitigasi bencana. Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, RTH adalah ruang yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, yang ditata dengan penanaman tanaman
dan/atau pelestarian ekosistem. RTH dibagi menjadi dua jenis, yaitu RTH publik
dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang dikelola oleh pemerintah atau badan
usaha milik negara, sedangkan RTH privat adalah RTH yang dikelola oleh
masyarakat, swasta atau badan hukum lainnya.
Salah satu kota di Indonesia yang memiliki potensi RTH yang besar adalah
Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota Kendari memiliki luas
wilayah 290,32 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 355.000 jiwa (BPS, 2020).
Kota Kendari memiliki kawasan RTH seluas 16.000 hektare, yang terdiri dari hutan
mangrove, hutan kota, taman kota dan taman tematik (Dinas Lingkungan Hidup
Kota Kendari, 2019). Namun, kawasan RTH tersebut mengalami berbagai
ancaman, seperti perambahan, pembangunan ilegal, pencemaran, dan kerusakan
lingkungan. Salah satu contoh kasus yang menarik untuk diteliti adalah penertiban
bangunan ilegal di kawasan RTH yang terletak di Jalan Brigjen Z.A Sugianto,
Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, Kota Kendari, yang melibatkan RM
Kampung Mangrove dan bangunan sekitarnya.
Kasus ini bermula dari hasil Audit Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendari
dan Konawe tahun 2019, yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian dan
Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN. Audit tersebut
menemukan bahwa bangunan ilegal tersebut menempati lahan negara seluas 0,04
hektare (440 m2), serta terbukti melanggar Perda Kota Kendari Nomor 1 Tahun
2012 tentang RTRW Kota Kendari Tahun 2010-2030. Perda tersebut menjelaskan
bahwa pada kawasan lindung tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan sebagai
kegiatan usaha dan kegiatan dengan intensitas tinggi. Pemilik bangunan ilegal
tersebut diketahui melakukan kegiatan usaha tanpa memiliki izin pemanfaatan
ruang yang disetujui. Selain itu, ditemukan penambahan bangunan di kawasan
tersebut.1
Berdasarkan hasil audit tersebut, Pemerintah Kota Kendari telah
mengeluarkan sanksi administratif melalui surat edaran dari Direktorat Jenderal
PPTR. Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang sesuai amanat UU Nomor 26
Tahun 2007 dan Peraturan Walikota Kendari Nomor 55 Tahun 2019 tentang Tata
Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pelanggaran Pemanfaatan Ruang. Adapun
sanksi administratif yang diberikan bagi pelanggar di antaranya peringatan tertulis
dan pemasangan segel penghentian kegiatan hingga penutupan lokasi. Namun,
hingga surat peringatan terakhir diberikan, pelanggar tidak kunjung melaksanakan
ketentuan yang diarahkan dalam surat tersebut. Akhirnya, pada tanggal 23
November 2023, Pemerintah Kota Kendari bersama dengan Kementerian
ATR/BPN melakukan pembongkaran paksa terhadap bangunan ilegal tersebut,
yang disaksikan oleh Dirjen PPTR, Pj. Wali Kota Kendari, Dandim 1417/Kota
Kendari, dan Danramil 1417-Kambu.
Kasus ini menimbulkan beberapa pertanyaan hukum, yaitu: (1) Apa dasar
hukum perdata yang berkaitan dengan kasus penertiban bangunan ilegal di kawasan
RTH Kota Kendari? (2) Bagaimana proses penertiban bangunan ilegal di kawasan
RTH Kota Kendari ditinjau dari aspek hukum perdata? (3) Apa implikasi dan
rekomendasi hukum perdata terkait dengan kasus penertiban bangunan ilegal di
kawasan RTH Kota Kendari? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
perundang-undangan dan kasus. Data sekunder diperoleh dari hasil Audit Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Kendari dan Konawe tahun 2019, Perda Kota Kendari
Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Kendari Tahun 2010-2030, UU Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan dokumen resmi lainnya. Data tersebut
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk menghasilkan kesimpulan dan
saran.

METODE

Metode yang digunakan dalam artikel ini merupakan metode yuridis


normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Data sekunder
diperoleh dari hasil Audit Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendari dan Konawe
tahun 2019, Peraturan Daerah (Perda) Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Kendari Tahun 2010-2030, Undang-
Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga artikel ini menjabarkan mengenai Tinjauan hukum perdata
terhaddap rumah makan kampung mangrove dan bangunan lainnya

1
Firmansyah, H. (2023). Dirjen PPTR Saksikan Pembongkaran Bangunan Ilegal di RTH Kendari.
Retrieved Desember 13, 2023, from https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/hukum/479881/dirjen-
pptr-saksikan-pembongkaran-bangunan-ilegal-di-rth-kendari
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Sengketa Pertanahan


Secara umum dapat diketahui bahwa sengketa merupakan suatu keadaan
dimana terdapat pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain yang menimbulkan
rasa ketidakpuasan dalam hal ini. Yang disebabkan oleh situasi perbedaan pendapat,
pertengkaran, perbantahan, pertikaian dan masalah yang terjadi antar pihak2.
Dikarenakan terdapat sikap melangga kesepakatan yang telah ada diperjanjian yang
sering disebut dengan Wanparestasi. Sehingga dalam perkara yang terjadi dengan
objek tanah, yang disebut sengketa tanah muncul dikarenakan problematika
masalah seputaran tanah di zaman sekarang. Hal ini tentu memunculkan usaha
individu untuk menuntut perbaikan serta hak dalam bidang penggunaan tanah untuk
kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat serta kepastian hukum.
Adanya sengketa pertanahan yang sering terjadi saat ini juga berlandaskan payung
hukum yang tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Perkaban Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Sengketa Pertanahan mengenai Prselisihan pertanahan antara orang-perseorangan,
kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak
luas pada sosio-politis.3
Disamping itu, kepemilikan tanah dikatakan sebagai wewenang berupa hak
untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah tersebut.4 Sebagaimana dalam objek
tanah tentu memiliki hukum yang berlaku sebelum UUPA di wilayah Indonesia.
Tujuan terbentuknya Hukum sebagai pedoman dalam menegakkan keadilan serta
keputusan permasalahan sengketa tanah. Timbulnya sengketa ini dipengaruhi
banyak faktor bisa karena proses sertifikat tanah yang kurang, dan juga karena
adanya rasa acuh pada pendataan sehingga mudah di akui kepemilikan oleh pihak
lain. Jika dilihat dari pandangan antropologi hukum bahwa sengketa tidak harus
bermakna negatif dalam kelangsungan hidup individu, karena pada dasarnya
sengketa memiliki sisi positif yang dapat memperkuat integrasi dan kohesi
hubungan sosial dilingkungan masyarakat. Jadi, sesungguhnya sengketa yang
terjadi dalam masyarakat bersifat integratif karena sengketa juga mempunyai daya
untuk membuat, mengembangkan, mengimplementasikan kondisi sosial, hubungan
tata yang ada dikehidupan.5

2. Pelanggaran hak milik negara atas lahan RTH

Bangunan ilegal yang menempati lahan negara seluas 0,04 hektare (440m2)
tanpa izin pemanfaatan ruang merupakan pelanggaran hak milik negara atas lahan
RTH. Pelanggaran ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius,
seperti sanksi administratif, ganti rugi, dan pembongkaran paksa. Sanksi

2
Andrian Febrianto, S. M. (2019). Sengketa Hukum dan Penyelesaian. Retrieved Desember 17,
2022, from https://www.andrianfebrianto.com/2019/10/sengketa-hukum-dan-
penyelesaian.html?m=1
3
Sukayadi, S. d. (2013, Desember). Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Hasil
penelitian STPN).
4
Dr.H.M.Arba, S. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
5
Siagian, S. M. (2015). Pengantar Studi Antropologi Hukum Indonesia. Jakarta: Press UIN.
administratif yang dikenakan pada pelanggar hak milik negara atas lahan RTH
adalah penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum,
dan pemulihan fungsi ruang. Selain itu, pelanggar juga dapat dikenakan sanksi
berupa ganti rugi. Ganti rugi yang dikenakan pada pelanggar hak milik negara atas
lahan RTH adalah ganti rugi kerugian negara yang dihitung berdasarkan nilai pasar
tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya pelanggaran.
Pembongkaran paksa juga dapat dilakukan pada bangunan ilegal yang
menempati lahan negara seluas 0,04 hektare (440m2) tanpa izin pemanfaatan ruang.
Pembongkaran paksa dilakukan oleh pihak berwenang dengan tujuan untuk
mengembalikan fungsi lahan RTH yang telah disalahgunakan. Pembongkaran
paksa dapat dilakukan setelah pelanggar hak milik negara atas lahan RTH diberikan
peringatan tertulis dan tidak memperbaiki pelanggaran dalam jangka waktu yang
ditentukan. Pembongkaran paksa dapat dilakukan dengan melibatkan alat berat
Pelanggaran hak milik negara atas lahan RTH dapat mengakibatkan
kerugian yang signifikan bagi negara.6 Oleh karena itu, pemerintah harus
mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak milik
negara atas lahan RTH. Pemerintah dapat melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pemanfaatan lahan RTH dengan cara mewujudkan tertib tata
ruang. Pemanfaatan lahan RTH harus dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan,
penghentian sementara pelayanan umum dan pembongkaran paksa. Selain itu,
pelanggar juga dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi kerugian negara yang
dihitung berdasarkan nilai pasar tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya
pelanggaran.
Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat
mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi negara. Oleh karena itu, pemerintah
harus mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak milik
negara atas lahan RTH. Pemerintah dapat melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pemanfaatan lahan RTH dengan cara mewujudkan tertib tata
ruang. Pemanfaatan lahan RTH harus dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan,
penghentian sementara pelayanan umum, dan pembongkaran paksa. Selain itu,
pelanggar juga dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi kerugian negara yang
dihitung berdasarkan nilai pasar tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya
pelanggaran.

3. Tanggung jawab hukum pemilik bangunan illegal

6
Danendra, M. R., & Mujiburohman, D. A. (2022). Pembentukan Bank Tanah: Merencanakan
ketersediaan tanah untuk percepatan pembangunan di Indonesia. Widya Bhumi, 2(1), 1-20.
Pemilik bangunan ilegal bertanggung jawab atas kerusakan yang
disebabkan oleh bangunan tersebut. Menurut Pasal 1369 KUHPerdata, pemilik
sebuah gedung bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh robohnya
gedung yang dimilikinya baik secara keseluruhan maupun sebagian jika ini terjadi
karena kelalaian dalam pemeliharaannya, atau karena suatu cacat dalam
pembangunan maupun penataannya7. Dalam hal pemilik bangunan gedung dan/atau
pengguna bangunan tidak memenuhi kewajiban penyelenggaraan bangunan gedung,
maka pemilik dan/atau pengguna bangunan yang bersangkutan dapat dikenai sanksi
administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 24 angka 42 UU Cipta Kerja yang
mengubah Pasal 45 UU Bangunan Gedung 2.
Pemilik bangunan ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan
derajat akibat kelalaiannya. Dalam hal terjadi kecelakaan yang disebabkan kelalaian
pemilik dan/atau pengguna bangunan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, maka pengusaha gedung (termasuk mal, hotel, dan sebagainya) selaku
pemilik dan/atau pengguna bangunan dapat dijerat sanksi pidana sesuai dengan
derajat akibat kelalaiannya.8 Ancaman pidana yang dapat dikenakan pada pemilik
bangunan ilegal adalah penjara dan/atau denda. Jika kerusakan bangunan yang
disebabkan oleh bangunan ilegal tersebut mengakibatkan kerugian harta benda
orang lain, pemilik bangunan ilegal dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara
selama 3 tahun dan/atau denda paling banyak 10% dari nilai bangunan3.
Pemilik bangunan ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana jika kerusakan
bangunan yang disebabkan oleh bangunan ilegal tersebut mengakibatkan kecelakaan
bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup. Pemilik bangunan ilegal
dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara selama 4 tahun dan/atau denda paling
banyak 15% dari nilai bangunan gedung3. Oleh karena itu, pemilik bangunan ilegal
harus memastikan bahwa bangunan yang dibangun telah memenuhi persyaratan
hukum dan peraturan yang berlaku untuk mencegah terjadinya kerugian yang
signifikan bagi orang lain dan dirinya sendiri

KESIMPULAN
Sengketa yaitu suatu keadaan dimana terdapat pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain yang menimbulkan rasa ketidakadilan dalam hal ini. Yang
disebabkan oleh situasi perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian
dan konflik yang ada antar kedua belah individu. Dikarenakan adanya hal dilanggar
terhadap kesepakatan yang ada pada perjanjian yang sering disebut dengan
wanparestasi. Artikel ini menemukan bahwa bangunan ilegal tersebut telah
melanggar hak milik negara atas lahan RTH, RTRW Kota Kendari Tahun 2010-
2030, dan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup dan keseimbangan

7
Saputri, T. P. (2020). Tanggung Jawab Perdata atas Kegagalan Bangunan dalam Hukum Positif
Indonesia. Universitas Katolik Parahyangan, 19(3).
8
Situngkir, R. (2021). Peralihan Izin Mendirikan Bangunan Menjadi Persetujuan Bangunan Gedung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Iuris Studia: Jurnal
Kajian Hukum, 2(3), 664-672.
ekologi. Artikel ini juga menilai bahwa pemilik bangunan ilegal tersebut
bertanggung jawab hukum atas pelanggaran-pelanggaran tersebut dan dapat
dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, dan pembongkaran paksa. Artikel ini
memberikan penilaian kritis terhadap penyelesaian masalah yang dilakukan oleh
pemerintah dan memberikan saran untuk perbaikan ke depan, seperti peningkatan
koordinasi antar lembaga, penegakan hukum yang tegas dan konsisten, serta
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya RTH bagi
lingkungan dan kesejahteraan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. M., Ali, A. A., & Suparman, S. (2022). Evaluasi Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau Publik Di Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli. Katalogis,
10(1), 35-42.
Andrian Febrianto, S. M. (2019). Sengketa Hukum dan Penyelesaian. Retrieved
Desember 17, 2022, from
https://www.andrianfebrianto.com/2019/10/sengketa-hukum-dan-
penyelesaian.html?m=1
Badan Pusat Statistik. Kota Kendari Dalam Angka 2023. Kendari: BPS Kota
Kendari, 2023, from
https://kendarikota.bps.go.id/publication/2023/02/28/07a75f2275f1c4aa06
ccc9d1/kota-kendari-dalam-angka-2023.html
Danendra, M. R., & Mujiburohman, D. A. (2022). Pembentukan Bank Tanah:
Merencanakan ketersediaan tanah untuk percepatan pembangunan di
Indonesia. Widya Bhumi, 2(1), 1-20.
Dr.H.M.Arba, S. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Firmansyah, H. (2023). Dirjen PPTR Saksikan Pembongkaran Bangunan Ilegal di
RTH Kendari. Retrieved Desember 13, 2023, from
https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/hukum/479881/dirjen-pptr-
saksikan-pembongkaran-bangunan-ilegal-di-rth-kendari
Saputri, T. P. (2020). Tanggung Jawab Perdata atas Kegagalan Bangunan dalam
Hukum Positif Indonesia. Universitas Katolik Parahyangan, 19(3).
Siagian, S. M. (2015). Pengantar Studi Antropologi Hukum Indonesia. Jakarta:
Press UIN.
Situngkir, R. (2021). Peralihan Izin Mendirikan Bangunan Menjadi Persetujuan
Bangunan Gedung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja. Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 2(3), 664-672.
Sukayadi, S. d. (2013, Desember). Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
(Hasil penelitian STPN).

Anda mungkin juga menyukai