ABSTRACT
This article aims to analyze the case of controlling illegal buildings in the
Green Open Space (RTH) area of Kendari City, Southeast Sulawesi, involving the
Mangrove Village Restaurant (RM) and other Buildings. This research uses a
normative juridical method with a statutory and case approach. Secondary data
was obtained from the results of the 2019 Kendari and Konawe Urban Area Spatial
Planning Audit, Kendari City Regional Regulation (Perda) Number 1 of 2012
concerning Kendari City Regional Spatial Planning (RTRW) for 2010-2030, Law
(UU) Number 26 2007 concerning Spatial Planning, and other official documents.
The research results show that the illegal building has violated civil law
provisions regarding property rights, business use rights and space utilization
rights. The forced demolition carried out by the Kendari City Government together
with the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency
(ATR/BPN) was a law enforcement effort in accordance with the principles of
proportionality, accountability and transparency. This article recommends that
local governments be more active in monitoring and controlling space use, as well
as providing administrative and criminal sanctions for violators.
Key words: control, illegal buildings, green open space, civil law
PENDAHULUAN
METODE
1
Firmansyah, H. (2023). Dirjen PPTR Saksikan Pembongkaran Bangunan Ilegal di RTH Kendari.
Retrieved Desember 13, 2023, from https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/hukum/479881/dirjen-
pptr-saksikan-pembongkaran-bangunan-ilegal-di-rth-kendari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bangunan ilegal yang menempati lahan negara seluas 0,04 hektare (440m2)
tanpa izin pemanfaatan ruang merupakan pelanggaran hak milik negara atas lahan
RTH. Pelanggaran ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius,
seperti sanksi administratif, ganti rugi, dan pembongkaran paksa. Sanksi
2
Andrian Febrianto, S. M. (2019). Sengketa Hukum dan Penyelesaian. Retrieved Desember 17,
2022, from https://www.andrianfebrianto.com/2019/10/sengketa-hukum-dan-
penyelesaian.html?m=1
3
Sukayadi, S. d. (2013, Desember). Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Hasil
penelitian STPN).
4
Dr.H.M.Arba, S. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
5
Siagian, S. M. (2015). Pengantar Studi Antropologi Hukum Indonesia. Jakarta: Press UIN.
administratif yang dikenakan pada pelanggar hak milik negara atas lahan RTH
adalah penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum,
dan pemulihan fungsi ruang. Selain itu, pelanggar juga dapat dikenakan sanksi
berupa ganti rugi. Ganti rugi yang dikenakan pada pelanggar hak milik negara atas
lahan RTH adalah ganti rugi kerugian negara yang dihitung berdasarkan nilai pasar
tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya pelanggaran.
Pembongkaran paksa juga dapat dilakukan pada bangunan ilegal yang
menempati lahan negara seluas 0,04 hektare (440m2) tanpa izin pemanfaatan ruang.
Pembongkaran paksa dilakukan oleh pihak berwenang dengan tujuan untuk
mengembalikan fungsi lahan RTH yang telah disalahgunakan. Pembongkaran
paksa dapat dilakukan setelah pelanggar hak milik negara atas lahan RTH diberikan
peringatan tertulis dan tidak memperbaiki pelanggaran dalam jangka waktu yang
ditentukan. Pembongkaran paksa dapat dilakukan dengan melibatkan alat berat
Pelanggaran hak milik negara atas lahan RTH dapat mengakibatkan
kerugian yang signifikan bagi negara.6 Oleh karena itu, pemerintah harus
mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak milik
negara atas lahan RTH. Pemerintah dapat melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pemanfaatan lahan RTH dengan cara mewujudkan tertib tata
ruang. Pemanfaatan lahan RTH harus dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan,
penghentian sementara pelayanan umum dan pembongkaran paksa. Selain itu,
pelanggar juga dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi kerugian negara yang
dihitung berdasarkan nilai pasar tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya
pelanggaran.
Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat
mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi negara. Oleh karena itu, pemerintah
harus mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak milik
negara atas lahan RTH. Pemerintah dapat melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pemanfaatan lahan RTH dengan cara mewujudkan tertib tata
ruang. Pemanfaatan lahan RTH harus dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lain. Pemanfaatan lahan RTH yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang dapat dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan,
penghentian sementara pelayanan umum, dan pembongkaran paksa. Selain itu,
pelanggar juga dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi kerugian negara yang
dihitung berdasarkan nilai pasar tanah yang bersangkutan pada saat terjadinya
pelanggaran.
6
Danendra, M. R., & Mujiburohman, D. A. (2022). Pembentukan Bank Tanah: Merencanakan
ketersediaan tanah untuk percepatan pembangunan di Indonesia. Widya Bhumi, 2(1), 1-20.
Pemilik bangunan ilegal bertanggung jawab atas kerusakan yang
disebabkan oleh bangunan tersebut. Menurut Pasal 1369 KUHPerdata, pemilik
sebuah gedung bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh robohnya
gedung yang dimilikinya baik secara keseluruhan maupun sebagian jika ini terjadi
karena kelalaian dalam pemeliharaannya, atau karena suatu cacat dalam
pembangunan maupun penataannya7. Dalam hal pemilik bangunan gedung dan/atau
pengguna bangunan tidak memenuhi kewajiban penyelenggaraan bangunan gedung,
maka pemilik dan/atau pengguna bangunan yang bersangkutan dapat dikenai sanksi
administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 24 angka 42 UU Cipta Kerja yang
mengubah Pasal 45 UU Bangunan Gedung 2.
Pemilik bangunan ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan
derajat akibat kelalaiannya. Dalam hal terjadi kecelakaan yang disebabkan kelalaian
pemilik dan/atau pengguna bangunan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, maka pengusaha gedung (termasuk mal, hotel, dan sebagainya) selaku
pemilik dan/atau pengguna bangunan dapat dijerat sanksi pidana sesuai dengan
derajat akibat kelalaiannya.8 Ancaman pidana yang dapat dikenakan pada pemilik
bangunan ilegal adalah penjara dan/atau denda. Jika kerusakan bangunan yang
disebabkan oleh bangunan ilegal tersebut mengakibatkan kerugian harta benda
orang lain, pemilik bangunan ilegal dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara
selama 3 tahun dan/atau denda paling banyak 10% dari nilai bangunan3.
Pemilik bangunan ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana jika kerusakan
bangunan yang disebabkan oleh bangunan ilegal tersebut mengakibatkan kecelakaan
bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup. Pemilik bangunan ilegal
dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara selama 4 tahun dan/atau denda paling
banyak 15% dari nilai bangunan gedung3. Oleh karena itu, pemilik bangunan ilegal
harus memastikan bahwa bangunan yang dibangun telah memenuhi persyaratan
hukum dan peraturan yang berlaku untuk mencegah terjadinya kerugian yang
signifikan bagi orang lain dan dirinya sendiri
KESIMPULAN
Sengketa yaitu suatu keadaan dimana terdapat pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain yang menimbulkan rasa ketidakadilan dalam hal ini. Yang
disebabkan oleh situasi perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, pertikaian
dan konflik yang ada antar kedua belah individu. Dikarenakan adanya hal dilanggar
terhadap kesepakatan yang ada pada perjanjian yang sering disebut dengan
wanparestasi. Artikel ini menemukan bahwa bangunan ilegal tersebut telah
melanggar hak milik negara atas lahan RTH, RTRW Kota Kendari Tahun 2010-
2030, dan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup dan keseimbangan
7
Saputri, T. P. (2020). Tanggung Jawab Perdata atas Kegagalan Bangunan dalam Hukum Positif
Indonesia. Universitas Katolik Parahyangan, 19(3).
8
Situngkir, R. (2021). Peralihan Izin Mendirikan Bangunan Menjadi Persetujuan Bangunan Gedung
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Iuris Studia: Jurnal
Kajian Hukum, 2(3), 664-672.
ekologi. Artikel ini juga menilai bahwa pemilik bangunan ilegal tersebut
bertanggung jawab hukum atas pelanggaran-pelanggaran tersebut dan dapat
dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, dan pembongkaran paksa. Artikel ini
memberikan penilaian kritis terhadap penyelesaian masalah yang dilakukan oleh
pemerintah dan memberikan saran untuk perbaikan ke depan, seperti peningkatan
koordinasi antar lembaga, penegakan hukum yang tegas dan konsisten, serta
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya RTH bagi
lingkungan dan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. M., Ali, A. A., & Suparman, S. (2022). Evaluasi Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau Publik Di Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli. Katalogis,
10(1), 35-42.
Andrian Febrianto, S. M. (2019). Sengketa Hukum dan Penyelesaian. Retrieved
Desember 17, 2022, from
https://www.andrianfebrianto.com/2019/10/sengketa-hukum-dan-
penyelesaian.html?m=1
Badan Pusat Statistik. Kota Kendari Dalam Angka 2023. Kendari: BPS Kota
Kendari, 2023, from
https://kendarikota.bps.go.id/publication/2023/02/28/07a75f2275f1c4aa06
ccc9d1/kota-kendari-dalam-angka-2023.html
Danendra, M. R., & Mujiburohman, D. A. (2022). Pembentukan Bank Tanah:
Merencanakan ketersediaan tanah untuk percepatan pembangunan di
Indonesia. Widya Bhumi, 2(1), 1-20.
Dr.H.M.Arba, S. (2021). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Firmansyah, H. (2023). Dirjen PPTR Saksikan Pembongkaran Bangunan Ilegal di
RTH Kendari. Retrieved Desember 13, 2023, from
https://www.rri.co.id/pusat-pemberitaan/hukum/479881/dirjen-pptr-
saksikan-pembongkaran-bangunan-ilegal-di-rth-kendari
Saputri, T. P. (2020). Tanggung Jawab Perdata atas Kegagalan Bangunan dalam
Hukum Positif Indonesia. Universitas Katolik Parahyangan, 19(3).
Siagian, S. M. (2015). Pengantar Studi Antropologi Hukum Indonesia. Jakarta:
Press UIN.
Situngkir, R. (2021). Peralihan Izin Mendirikan Bangunan Menjadi Persetujuan
Bangunan Gedung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja. Iuris Studia: Jurnal Kajian Hukum, 2(3), 664-672.
Sukayadi, S. d. (2013, Desember). Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
(Hasil penelitian STPN).