Anda di halaman 1dari 12

DAMPAK INTENSIFIKASI JAGUNG – KACANG GUDE

TERHADAP KESEJAHTERAAN DI TANZANIA

ABSTRAK
Latar belakang dari keputusan petani di Tanzania atas penggunaan
teknologi berupa kacang gude dan jagung unggul secara bersamaan akan diuji
dan diestimasi dampak kausalnya terhadap kesejahteraan rumah. Untuk menguji
endogenitas dan pengambilan keputusan bersama dari produksi jagung-kacang
gude digunakan Seemingly Unrelated dan Regresi Probit Bivariat Rekursif dengan
menggunakan full information maximum likelihood (FIML). Model Double
Hurdle (DH) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor penentu dari intensitas
penggunaan teknologi dengan syarat mengatasi kendala akses benih. Untuk
mengatasi dampak penggunaan teknologi terhadap kesejahteraan akan digunakan
teknik propensity score matching (PSM) dan regresi switching.
Hasil dari model probit bivariat menunjukkan bahwa faktor yang tidak
teramati menyebabkan keputuan menggunakan jagung dan kacang gude saling
berkorelasi tetapi tidak mendukung dugaan bahwa kedua keputusan dibuat secara
bersama-sama. Secara keseluruhan analisis faktor-faktor penentu penggunaan
teknologi mengidentifikasi tidak memadainya benih pasokan lokal, akses
informasi, modal, dan akses ke aset produktif swasta sebagai hambatan utama
untuk penggunaan teknologi kacang gude. Estimasi dampak kausal dengan
propensity score matching (PSM) dan regresi switching menunjukkan bahwa
penggunaan jagung-kacang gude memiliki dampak positif dan signifikan terhadap
pendapatan dan pengeluaran konsumsi pada sampel rumah tangga.

Kata Kunci : Jagung, Kacang Gude, Tanzania, Bivariat Probit, Seemingly


Unrelated Regression, Double-Hurdle, Propensity Score
Matching, Regresi Switching.

1. Pendahuluan
Perekonomian Tanzania sangat tergantung pada produksi pertanian yang
mana berkontribusi setengah dari PDB dan menyerap 80% dari jumlah angkatan
kerja pada tahun 2003 (Eskola, 2005). Hal ini seiring dengan peningkatan jumlah
permintaan untuk makanan di negara berkembang, khususnya di Sub-Sahara
Afrika (SSA), yang mana karakteristik pertaniannya adalah masih rendahnya
penggunaan teknologi modern dan produktivitas (Kassie dkk, 2007). Intensifikasi
pertanian terpadu pada hasil panen dan pertanian menjadi strategi penting untuk
pengentasan kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian dan
pengembangan dilakukan untuk memfasilitasi pengembangan teknologi baru dan
jaringan pasar untuk petani kecil. Pemerintah dan mitra pembangunan juga telah
mengabdikan sumber daya substansial untuk meningkatkan produktivitas
pertanian dengan mempromosikan penggunaan teknologi yang lebih baik.
Jagung adalah makanan pokok di SSA dimana 95% dari jagung yang
dihasilkan merupakan konsumsi sehari-hari dan menjadi sereal utama di Tanzania
(Hogh-Jensen dkk 2007; Shiferaw dkk 2008). Jagung merupakan sumber penting
dari kalori dan berkontribusi 33% dari konsumsi total rumah tangga (Minot,

1
2010). Di Tanzania, sering dilakukan tumpangsari antara kacang gude dengan
jagung yang mana memainkan peranan penting dalam produksi, konsumsi dan
pendapatan rumah tangga. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan penggunaan
lahan, penyebaran resiko ekonomi dan meningkatkan produktivitas tanah melalui
fiksasi nitrogen (Hogh-Jensen dkk 2007).
Banyak penelitian sebelumnya yang mengkaji keputusan petani untuk
menggunakan kacang gude dan jagung unggul diidentifikasi berdasarkan peran
pasar, infrastruktur, kelembagaan, karakteristik rumah tangga, dan kepemilikan
aset yang dianalisa secara terpisah dalam suatu model persamaan tunggal
(Shiferaw dkk 2008). Dalam kasus ini, estimasi penggunaan jagung/kacang gude
dengan model persamaan tunggal dapat menyebabkan bias, inkosistensi dan
inefesisensi dalam estimasi parameter (Greene,2000, Maddala, 1983). Bukti
empiris memperhitungkan hubungan interaktif antara penggunaan jagung dan
kacang gude sangat sedikit. Temuan ini memiliki implikasi kebijakan bagaimana
mengintegrasikan dan menuai manfaat untuk penyebaran dan promosi jagung dan
kacang gude varietas unggul. Literatur yang ada telah menunjukkan bahwa
teknologi pertanian yang unggul meningkatkan produksi dan mungkin bermanfaat
untuk orang miskin (de Janvry dan Sadoulet, 2001; Feder dkk, 1985;. Irz dkk,
2001.). Kelemahan utama dari banyak penelitian adalah bahwa mereka tidak
menjelaskan secara eksplisit analisis counterfactual dan estimasi keuntungan
penggunaan secara jelas. Namun, alasan teoritis dan empiris yang kompleks untuk
memeriksa interpretasi kausal tentang dampak benih unggul pada kesejahteraan
rumah tangga pedesaan. Metodologi penanganan dalam menilai dampak dari
perubahan teknologi pada kesejahteraan pedesaan menggunakan skor
kecenderungan yang cocok (propensity score matching) dan regresi switching
endogen. Penerapan metode yang sesuai untuk menghilangkan bias yang teramati
dan regresi switching untuk mendeteksi bias karena pengaruh tak teramati. Tujuan
yang ingin dicapai adalah menginvestigasi faktor-faktor penentu permintaan
(keputusan penggunaan benih unggul) dan penawaran (akses rumah tangga pada
benih unggul) secara simultan serta mengestimasi dampak penggunaan
jagung/kacang gude unggul terhadap kesejahteraan rumah tangga diukur
berdasarkan log total pendapatan dan pengeluaran konsumsi per kapita.

2. Metodologi
Berdasarkan literature yang ada, banyak teknik ekonometrika digunakan
untuk memodelkan teknologi pertanian yang biasa dipakai oleh petani dan untuk
mengidentifikasi faktor yang menentukan keputusan penggunaan teknologi
tersebut bergantung pada tujuan spesifik dari penelitian (Shiferaw dkk, 2008;
Yesuf&Kohlin, 2008). Secara teoritis, model penggunaan teknologi berdasarkan
fungsi profit yaitu
¿
I =γ '( π A −π NA ) (1)
¿ ¿
dengan I tidak teramati, menggunakan variabel dummy diperoleh I teramati,
I=1 , I ¿ >0 dan I=0 , I ¿≤0 . π merupakan profit dengan subskrip A untuk
pengguna teknologi dan NA untuk bukan pengguna teknologi.
Rumah tangga di pedesaan Tanzania biasanya melakukan tumpangsari
antara jagung dengan kacang gude. Penggunaan jagung unggul mungkin
dipengaruhi oleh penggunaan kacang gude unggul yang menyebabkan korelasi

2
dari heterogenitas yang tidak teramati. Pada kasus ini, estimasi penggunaan
kacang gude/jagung tidak bisa menggunakan single equation karena dapat
menyebabkan bias, inkonsisten dan inefisien dalam estimasi parameter (Greene,
2000; Maddala, 1983). Untuk mengestimasi model digunakan basic bivariate
probit yang mana mereduksi bentuk masalah optimalisasi. Recursive bivariate
probit merupakan variasi kecil dari model dasar yang menggambarkan keputusan
untuk menggunakan jagung dan kacang gude
ad m =β ' X i + α ' ad p +ε mi dan ad p =γ ' X i + η' ad m +ε ip (2)
dimana
ad m merupakan keputusan penggunaan jagung yang bergantung pada
kovariat termasuk persepsi profit jagung/kacang gude, karakteristik rumah tangga,
kepemilikan aset, faktor desa, faktor modal sosial, akses ke pasar dan faktor
ad m
terkait lainnya ( X i ) . p merupakan keputusan penggunaan kacang gude, ε i
p
dan ε i eror random untuk jagung dan kacang gude. Estimasi recursive bivariate
probit menggunakan full information maximum likelihood (FIML) karena model
simultan penuh tidak teridentifikasi jika variabel independen biner.
Analisa empiris berawal dari asumsi bahwa benih pilihan petani akan
menghasilkan profit bersih sesuai dengan model dasar yang dipakai oleh
Croppenstedt (2003). Jika menggunakan benih unggul lebih menguntungkan,
maka permintaan benih unggul diperoleh dari fungsi profit dan akan diestimasi
menggunakan model tobit. Asumsi yang mendasari model tobit adalah pengguna
yang tak terbatas. Apabila permintaan bibit unggul bersifat positif, namun tidak
diimbangi dengan akses untuk memperolehnya, maka model tobit menghasilkan
estimasi parameter yang inkonsisten. Estimasi parameter yang konsisten dapat
diperoleh dengan model double haurdle (DH) (Croppenstedt, 2003; Shiferaw,
2008). Disumsikan untuk setiap petani ke-i, permintaan benih unggul
¿
jagung/kacang gude yang tidak teramati ( D ):
¿
D =β ' X i + μi (3)
dimana vektor X termasuk faktor penentu fungsi permintaan, β adalah vector
2
parameter, dan µ eror random normal dengan mean 0 dan variansi σ μ .
Model berikut adalah model untuk akses pada benih unggul jagung dan kacang
gude:
¿
A =ϕZ i +ε i (4)
¿
dimana pembobot A menunjukkan variabel peluang petani mempunyai akses
terhadap benih unggul jagung/kacang gude, vector Z menunjukkan variabel
penentu akses, φ adalah vektor parameter , dan ε adalah variabel random normal
dengan mean nol dan variansi 1.
Model DH dikembangkan oleh Croppenstedt (2003) dan Shiferaw (2008),
dan mengasumsikan bahwa persamaan permintaan dan akses saling eksklusif.
Berdasarkan asumsi ini, fungsi likelihood untuk data sampel terpisah dapat
dituliskan sebagai berikut :
G1
ln L=∑ ln[ Φ( γ ' Z i / σ μ ) (( D i −β ' X i )/ σ μ ) ]
¿

3
G2
+ ∑ ln [1−Φ( β ' X i / σ μ ) ]
i
G3
+ ∑ ln[Φ ( β ' X i /σ μ ) (1−Φ( γ ' Z i ))]
¿

i (5)
dimana θ dan Φ berturut-turut merupakan fungsi kepadatan peluang (pdf) dan
fungsi kumulatif peluang (cdf) dari variabel normal standar.
Menurut Rosenbaum&Rubin (1983), Green (1997) dan Angrist (2001),
teknik ekonometrika yang berbeda diaplikasikan untuk mengoreksi kemungkinan
bias dalam estimasi dampak penggunaan teknologi pada kesejahteraan rumah
tangga. Heckmann dkk (1997) menunjukkan bahwa misalkan Y 1 merupakan nilai
kesejahteraan untuk rumah tangga ke-i yang menggunakan benih unggul dan Y 0
untuk rumah tangga yang tidak menggunakan benih unggul.
Diberikan model kesejahteraan teramati:
Y =PY 1 +(1−P )Y 0 (6)
ketika (P = 1) kita amati Y1; ketika (P = 0) kita amati Y0.
Efek rata-rata pada treatmen on treat (ATT) didefinisikan dengan :
ATT =E(Y 1 −Y 0|P=1)=E (Y 1|P=1)−E(Y 0|P=1)
Kita hanya dapat mengamati variabel hasil dari pengguna E(Y 1|P=1), namun kita
tidak dapat mengamati hasil pengguna yang pada nyatanya tidak menggunakan
teknologi E(Y0|P=1). Oleh karena itu, estimasi yang sesuai mengasumsikan
analisis counterfactual dengan mencocokkan perlakuan dan kontrol. Asumsi
utama yang mendasari estimator yang sesuai adalah asumsi kebebasan bersyarat
(CIA). CIA menyatakan bahwa keputusan untuk berpartisipasi adalah random
bersyarat tergantung pada kovariat X yang diamati (Wooldridge, 2002).
Dalam notasi,
(Y1, Y0) ⊥ P | X (7)
Asumsi ini menunjukkan bahwa indikator kesejahteraan counterfactual pada
kelompok treatment adalah sama dengan pertumbuhan kesejahteraan yang diamati
untuk kelompok nontreatment:
E (Y0 | X, P = 1) = E (Y0 | X, P = 0) = E (Y0 | X) (8)
CIA membutuhkan himpunan X yang berisi semua variabel secara bersama-sama
mempengaruhi indikator kesejahteraan dengan nontreatment seperti seleksi
pada treatment. Menurut CIA, ATT dapat dihitung sebagai berikut:
ATT = E(Y1-Y0| X, C=1) = E(Y1,| X, C= 1) - E (Y0 | X, C = 1) (9)
dimana Y1 adalah hasil treatment, Y0 adalah hasil nontreatment, dan C
menunjukkan status treatment dan sama dengan 1 jika individu menerima
treatment dan 0 jika tidak.
Untuk mengurangi ukuran dimensi, Rosenbaum dan Rubin (1983)
menyarankan sebagai ganti yang sesuai untuk X, salah satu yang sesuai adalah
P(X), variabel indeks tunggal yang merangkum kovariat. Indeks ini dikenal
sebagai skor kecenderungan (propensity score/probabilitas respon). Karena
propensity score matching hanya mengontrol untuk variabel yang teramati maka
dilengkapi dengan model dua-tahap switching regression endogen untuk
memeriksa ke-robust-an hasilnya. Dua-tahap regresi switching endogen dapat
digunakan untuk mengatasi bias dari seleksi yang tidak teramati sebagai hasil dari
pencocokan kelompok pembanding dan kontrol selama evaluasi dampak.

4
3. Data
Data yang digunakan berasal dari survei yang dilakukan oleh ICRISAT
dan Selian Agriculture Institute (SARI) dalam kurun waktu Oktober sampai
Desember tahun 2008 di Tanzania. Sebanyak 613 rumah tangga petani dari 4
kabupaten di Tanzania yaitu Babati, Kondoa, Arumeru dan Karatu yang menjadi
sasaran survei.
Literatur menunjukkan bahwa berbagai faktor sosial ekonomi, teknis, dan
fisik mempengaruhi penyebaran adopsi dan intensitas keputusan (lihat Feder dkk,
1985). Seperti di banyak negara berkembang, petani mempunyai keterbatasan
dalam memperoleh informasi dan akses benih. Oleh karena itu, akses ke informasi
yang relevan dan akses benih merupakan faktor penting dalam menentukan
permintaan penggunaan varietas unggul (de Janvry dkk, 1991; Feder dkk, 1985).
Beberapa karakteristik tentang rumah tangga, pertanian, faktor kelembagaan dan
efek kekayaan menjadi faktor yang akan dianalisa untuk mengidentifikasi penentu
utama akses benih dan intensitas penggunaan.

Variabel dependent:
Y = Penggunaan benih unggul, dengan 1 = jagung, 0 = kacang gude
Variabel eksogen :
X1 : Usia X12 : Praktek konservasi air (diskrit)
X2i : Tingkat pendidikan (diskrit) X13 : Keanggotaan dalam koperasi atau
X3 : Jumlah anggota keluarga kelompok masyarakat (diskrit)
X4 : Persewaan tanah X14 : Akses kredit (diskrit)
X5 : Luas lahan per kapita X15 : Akses benih (diskrit)
X6 : Aset non-oxen X16 : Kepemilikan kereta sapi
X7 : Aset oxen X17 : Kepemilikan sepeda
X8 : Jarak ke kantor pertanian terdekat X18 : Akses di luar pertanian (diskrit)
X9 : Jarak ke pasar utama X19 : Persepsi Kacang gude (diskrit)
X10 : Kontak dengan penyuluh pemerintah X20 : Index waterlog
X11 : Kontak dengan penyuluh non pemerintah Di : Dummi kabupaten

5
4. Pembahasan
Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa 88% petani melakukan
tumpangsari antara jagung dan kacang gude. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kategori pengguna jagung atau kacang gude dapat dibedakan berdasarkan
variabel-variabel yang signifikan, misalkan usia kepala rumah tangga signifikan
pada pengguna jagung namun tidak signifikan untuk pengguna kacang gude.
Selain itu, log harga jagung dan kepemilikan informasi pasar signifikan untuk
pengguna jagung. Sedangkan beberapa variabel lain sama-sama berpengaruh
signifikan pada jagung maupun kacang gude varietas unggul, baik untuk
karakteristik rumah tangga, kepemilikan aset, dan akses informasi.

Keputusan Penggunaan Dan Tumpangsari Antara Jagung Dan Kacang Gude


Tumpangsari antara jagung dan kacang gude jamak dilakukan terutama di
negara Afrika timur dan selatan untuk meningkatkan produktivitas dan pilihan
untuk diversifikasi sistem produksi dan pendapatan rumah tangga (Kimaro dkk,
2009; Roa dan Mathuva, 2000). Selain itu, juga untuk memaksimalkan
penggunaan lahan, menyebar risiko ekonomi dan meningkatkan produktivitas
tanah melalui fiksasi nitrogen (Høgh-Jensen dkk, 2007; Kimaro dkk, 2009).
 Hasil estimasi model seemingly unrelated probit bivariate diketahui
bahwa ρ signifikan pada taraf α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan
heterogenitas tak teramati dari kedua keputusan tersebut berkorelasi. Hal
ini menunjukkan bahwa dua variabel eror saling berkorelasi dan
probabilitas satu variabel akan tergantung pada probabilitas yang lain.
Tetapi, korelasi yang signifikan pada dua variabel eror bukan berarti
bahwa kedua keputusan saling berkorelasi.
 Estimasi probit bivariat rekursif digunakan untuk menguji apakah dua
keputusan dibuat bersama-sama. Hasil pengujian untuk ρ pada model
probit bivariat rekursif untuk kedua persamaan keputusan tumpangsari

6
jagung dan kacang gude menunjukkan bahwa tumpangsari dari kacang
gude dan jagung ditentukan secara bersama-sama.

Tabel 4.1 Hasil Estimasi Seemingly Unrelated dan Rekursif Bivariat Probit
Untuk Keputusan Tumpangsari

Langkah selanjutnya adalah mengikuti prosedur yang sama untuk


pengambilan keputusan penggunaan yang memungkinkan kita untuk
mengidentifikasi apakah heterogenitas tak teramati saling berkorelasi dan
keputusan untuk menghasilkan kacang gude dan jagung dibuat bersama-sama
seperti keputusan tumpangsari.
 Untuk model seemingly unrelated probit bivariate menunjukkan bahwa
berdasarkan hasil pengujian, ρ signifikan pada taraf α = 0,05 sehingga
dapat disimpulkan heterogenitas tidak teramati dari kedua keputusan
tersebut berkorelasi (Lihat tabel 4.2).
 Untuk model probit bivariat rekursif menunjukkan bahwa berdasarkan
hasil pengujian, ρ tidak signifikan pada taraf α = 0,05 sehingga dapat
disimpulkan penggunaan kacang gude dan jagung tidak ditentukan secara
bersama-sama. Hal ini merupakan keputusan rumah tangga untuk
menggunakan jagung unggul, tidak tergantung pada apakah rumah tangga
yang sama menggunakan kacang gude unggul.

Tabel 4.2 Hasil Estimasi Seemingly Unrelated dan Rekursif Bivariat Probit
Untuk Keputusan Penggunaan

7
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penggunaan Teknologi Benih Unggul
Estimasi parameter estimasi model DH dan Tobit pada permintaan jagung
dan kacang gude varietas unggul ditunjukkan pada tabel 4.3. Dua belas variabel
yang signifikan menjelaskan tingkat pengukuran penggunaan berdasarkan daerah
tanam varietas jagung unggul. Ini termasuk pendidikan kepala rumah tangga, aset
per kapita (total tanah yang disewakan dan aset non-oxen), kontak dengan
penyuluh pemerintah dan non-pemerintah yang menerapkan konservasi tanah dan
air, keanggotaan dalam kelompok masyarakat, nilai prediksi kacang gude, total
area yang ditanami jagung, dan dummi kabupaten.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Benih Unggul


Berdasarkan hasil estimasi dengan model Double Hurdle (DH), akses
petani terhadap benih unggul dipengaruhi oleh variabel-variabel berikut :
 Benih jagung unggul
Akses petani terhadap benih jagung unggul secara signifikan ditentukan oleh
lima variabel yaitu mempunyai persewaan tanah, nilai aset non-oxen, kepala
rumah tangga yang pekerjaan utama di bidang pertanian, keanggotaan pada
organisasi koperasi atau komunitas dan akses ke informasi tentang teknologi
pertanian.
 Kacang gude unggul
Akses petani terhadap benih kacang gude unggul secara signifikan ditentukan
oleh umur kepala rumah tangga, jarak ke pasar utama, akses ke informasi tentang
teknologi pertanian dan akses kegiatan di luar pertanian menjelaskan variasi
dalam akses terhadap benih pada rumah tangga pertanian serta dummi dari
kabupaten yang ada di Tanzania.
 Jagung dan kacang gude unggul
Akses petani terhadap kedua benih unggul ini hanya dipengaruhi oleh tiga
variabel yaitu nilai aset non-oxen per kapita, kepala rumah tangga yang pekerjaan
utama di bidang pertanian dan akses ke informasi tentang teknologi pertanian.

Tabel 4.3 Hasil Estimasi Model Double-Hurdle dan Tobit

8
Dampak Penggunaan Teknologi
Dampak teknologi terhadap pendapatan rumah tangga dan pengeluaran
konsumsi per kapita ditentukan dengan menggunakan metode pencocokan
kecenderungan skor (PSM) (metode Kernel [KM] dan nearest neighborhood
[NNH]). Secara keseluruhan perkiraan yang cocok (PSM) menunjukkan bahwa
penggunaan jagung dan kacang gude unggul memiliki efek positif dan signifikan
terhadap pendapatan rumah tangga dan konsumsi per kapita.

Tabel 4.4 Dampak Penggunaan Jagung dan Kacang Gude pada Pendapatan dan Konsumsi
Rumah Tangga Menggunakan Teknik PSM

Karena ketergantungan kita pada data cross-sectional dan analisis


penggunaan menunjukkan bahwa ada kemungkinan heterogenitas yang tidak
teramati, hasil PSM dilengkapi dengan estimasi regresi switching endogen yang
dapat mengendalikan bias seleksi tidak teramati. Untuk menganalisis korelasi dari
total pendapatan per kapita, termasuk variabel-variabel penjelas seperti faktor
demografi rumah tangga, karakteristik kepala rumah tangga/individu, kepemilikan
aset, faktor tingkat kabupaten. Prediksi pendapatan dan pengeluaran konsumsi per

9
kapita dari model regresi switching endogen digunakan untuk memeriksa
kesenjangan pendapatan rata-rata hasil panen dan pengeluaran konsumsi antara
pengguna dan bukan pengguna. Secara keseluruhan, estimasi rata-rata prediksi
menunjukkan bahwa penggunaan kacang gude dan jagung memiliki efek positif
dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga dan pengeluaran konsumsi per
kapita.

Tabel 4.5 Nilai Prediksi Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Per Kapita Untuk
Pengguna dan Bukan Pengguna Jangung-Kacang Gude

5. Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor penentu penggunaan jagung atau
kacang gude varietas unggul dan estimasi atas dampak penerapan teknologi
unggul pada kesejahteraan rumah tangga diukur dari total pendapatan dan
pengeluaran konsumsi per kapita dengan menggunakan data pertanian yang
dikumpulkan dari produsen skala kecil di Tanzania. Variabel-variabel yang
menentukan penggunaan diestimasi dengan menggunakan probit bivariat dan
model DH. Untuk mengestimasi dampak dari penggunaan teknologi pada
kesejahteraan rumah tangga digunakan regresi switching dan teknik propensity
score matching (PSM) .
 Model seemingly unrelated probit bivariate mengidentifikasi apakah
heterogenitas yang tidak teramati saling berkorelasi dan keputusan untuk
menggunakan kacang gude dengan jagung dibuat secara bersama-sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel (eror) saling
berkorelasi. Namun, hasil model rekursif bivarate menunjukkan keputusan
mereka untuk menggunakan jagung dan kacang gude secara bersamaan
ternyata tidak ditentukan secara bersama-sama.
 Data dari Tanzania telah menunjukkan bahwa beberapa rumah tangga
terbatas dalam menggunakan varietas baru karena kendala akses benih
yang mencegah beberapa petani pengguna yang potensial untuk
mengembangkan varietas baru. Hasil dari DH menunjukkan akses petani
terhadap benih unggul ini hanya dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu nilai
aset non-oxen per kapita, kepala rumah tangga yang pekerjaan utama di
bidang pertanian dan akses ke informasi tentang teknologi pertanian.
 Estimasi dampak kausal dari PSM dan regresi switching mengungkapkan
bahwa penggunaan teknologi pertanian memiliki dampak positif yang
signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga di pedesaan Tanzania.
Hasil dari kedua estimasi mengkonfirmasi bahwa penggunaan jagung dan
kacang gude unggul memiliki dampak positif terhadap pengeluaran
konsumsi per kapita meskipun hasil dari PSM tidak signifikan untuk

10
jagung. Hal ini menunjukkan pentingnya mengendalikan heterogenitas
yang tidak teramati dalam menetapkan kausalitas.

DAFTAR PUSTAKA

Angrist, J.D., 2001. Estimation of limited dependent variable models with dummy endogenous
regressors: simple strategies for empirical practice. J. Bus. Econ. Statist. 19(1), 2–28.
Cragg, J.G., 1971. Some statistical models for limited dependent variables with applications for
the demand for durable goods. Econometrica 39(5), 829–844.
Croppenstedt, A., Demeke, M., Meschi, M., 2003. Technology adoption in the presence of
constraints: the case of fertilizer demand in Ethiopia. Rev. Devel. Econ. 7(1), 58–70.
de Janvry, A., Fafchamps, M., Sadoulet, E., 1991. Peasant household behavior with missing
markets: some paradoxes explained. Econ.c J. 101, 1400–1417.
de Janvry, A., Sadoulet, E., 2001. World poverty and the role of agricultural technology: direct
and indirect effects. J. Devel. Stud. 38(4), 1–26.
Eskola, E., 2005. Agricultural marketing and supply chain management in Tanzania: case study.
ESRF study on globalization and East Africa economies. Working Paper Series No. 16,
University of Sussex, UK.
Geberessiliese, N., Sanders J.H., 2006. Farm-level adoption of Sorghum Technologies in Tigray,
Ethiopia. Agric. Syst. 91, 122–134.
Greene, W.H., 1997. Econometric Analysis, 3rd ed, Upper Saddle River, NJ.
Greene, W.H., 2000. Econometric Analysis, 4th Ed. Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ.
Heckman, J.J., Ichimura, H., Todd, P.E., 1997. Matching as an econometric evaluation estimator:
evidence from evaluating a job training program. Rev. Econ. Stud. 64, 605–654.
Høgh-Jensen, H., et.al, 2007.Yields and qualities of pigeonpea varieties grown under smallholder
farmers’ conditions in Eastern and Southern Africa. Afr. J. Agric. Res. 2(6), 269–278.
Irz, X., Thirtle, C., Lin, L.,Wiggins, S., 2001. Agricultural productivity growth and poverty
alleviation. Devel. Pol. Rev. 19(4), 449–466.
Jones, A.M., 1992. A note on computation of the double-hurdle model with dependence with an
application to tobacco expenditure. Bull. Econ. Res. 44(1), 67–74.
Kassie, M., Pender, J.,Yesuf,M.,Kohlin, G., Bluffstone,R., Mulugeta, E., 2007. Impact of soil
conservation on crop production in the Northern Ethiopian highlands. Discussion Paper
No. 733, International Food Policy Research Institute, Washington, DC.
Kimaro A.A., Timmer, V.R., Chamshama, S.A.O., Ngaga Y.N., Kimaro D.A., 2009. Competition
between maize and pigeonpea in semi-arid Tanzania: effect on yields and nutrition of crops.
Agric. Ecosyst. Environ. 134, 115– 125
Laure, D., 2007. Heckman’s selection model, endogenous and exogenous switching models, a
survey. The Selected Works of Laure C Dutoit. Available at
http://Works.Bepress.Com/Laure_Dutoit/3 (Last Consulted 22 May 2010)
Maddala, G., 1983. Limited Dependent and Qualitative Variables in Econometrics. Cambridge
University Press, Cambridge, UK.
Maddala, G.S., Nelson F.D., 1975. Switching regression models with endogenous and exogenous
switching. Proceedings of the American Statistical Association (Business and Economics
Section), pp. 423–426.
Mendola, M., 2007. Agricultural technology adoption and poverty reduction: a propensity score
matching analysis for rural Bangladesh. Food Pol. 32, 237–393.
Minot, N., 2010. Staple food prices in Tanzania. Contributed Paper Prepared for the COMESA
Policy Seminar Maputo, Mozambique, 25–26 January.
Pender, J., Kerr, J., 1998. Determinants of farmers’ indigenous soil and water conservation
investments in semi-arid India. Agric. Econ. 19, 113–125.
Rao, M.R., Mathuva, M.N., 2000. Legumes for improving maize yields and income in semi-arid
Kenya. Agric. Ecosyst. Environ. 78, 123–137.
Rosenbaum, P.R., Rubin, D.B., 1983. The central role of the propensity score in observational
studies for causal effects. Biometrika 70, 41–55.
Shiferaw, B., Kebede, T.A., You, L., 2008. Technology adoption under seed access constraint and
the economic impacts of improved pigeonpea varieties in Tanzania. Agric.Econ. 39,1–15.

11
Wooldridge, J.M., 2002. Econometric Analysis of Cross Section and Panel Data. The MIT Press,
Cambridge.
Yesuf, M., K¨ohlin, G., 2008. Market imperfections and farm technology adoption decisions: a
case study from the highlands of Ethiopia. Environment for Development Discussion Paper
Series 4, Gothenburg, Sweden.

12

Anda mungkin juga menyukai