Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN SEMINAR DENGAN KASUS DIABETES

MELLITUS (DM) PADA Ny. N DI BOGENVILE RSUD


UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH :

KELOMPOK I
MAHASISWA PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN SEMINAR DENGAN KASUS DIABETES
MELLITUS (DM) PADA Ny. N DI RUANG BOGENVIL

RSUD UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH :

1. AGUSTINA PRASETYAWATI
2. MOH DUR SULE
3. LUCKY ARISANDI
4. SUKMAWATY
5. ROSDIANA
6. NAHDATUL IMAM MAULANA
7. SARTINA

POGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Seminar Dengan Kasus Diabetes Militus (DM) Pada Ny. N


Di Ruang Bogenvile RSUD Undata Provinsi Sulawesi Tengah

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

Mengetahui :

Penanggug Jawab Stase


CI Institusi

Ns.Siti Yartin, S.Kep.,M.Kep Ns. Malikul Mulki, S.Tr.Kep.,M.Tr.Kep


NIK.20210902025
NIP.198510122012122002

Koordinator Profesi Ners


Ketua Program Studi Ners

Ns. Vierre Allanled Siauta. S.Kep.,M.Kep


Ns. Yuhana Damantalm, M.Erg
NIK.20210901131
NIK. 20110901019

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia Nya sehingga laporan seminar kasus kelompok dapat terselesaikan.
Adapun penyakit yang menjadi seminar kasus kelompok satu yaitu dengan
diagnosa medis DM (Diabetes Mellitus)
Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis telah banyak
menerima bimbingan, bantuan, dorongan, arahan dan doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Pihak Universitas Widya Nusantara Palu yang telah memfasilitasi dalam
pelaksanaan praktek lapangan.
2. drg. Herry, M.Kes, Selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Provinsi Sulawesi tengah yang telah bersedia mengizinkan untuk dapat
melaksanakan praktek lapangan.
3. Ibu Mufliha Kamase, SE.,M.Si, Selaku Kepala Bidang Dilklit Rumah Sakit
Umum Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah.
4. Bapak Pamawang SKM.,M.Kes, Selaku Kasie Diklat UPT. Rumah Sakit
Umum Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah.
5. Kepala Bidang Keperawatan UPT. Rumah Sakit Umum Daerah Undata
Provinsi Sulawesi Tengah.
6. Ns. Ns. Vierre Allanled Siauta. S.Kep.,M.Kep, Selaku Koordinator Profesi
Ners Universitas Widya Nusantara Palu.
7. Ns. Siti Yartin, S.Kep.,M.Kep, selaku Clinical Instructor Institusi Universitas
Widya Nusantara Palu.
8. Ns. Sarah, S.Kep selaku Clinical Instructor Lahan Di Ruangan Bogenville
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Undata Palu
9. Perawat-perawat senior di ruangan Bogenvile yang telah banyak memberikan
ilmu selama pelaksanaan praktek lapangan.
10. Teman-teman kelompok yang banyak membantu dan memberikan motivasi
terhadap satu sama lain.
11. Semua Pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

iv
Kami menyadari bahwa laporan seminar kasus ini masih ada kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan saran dan
masukan demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan seminar kasus ini
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran secara khusus dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan DM dan dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya profesi keperawatan.

Palu, 06 Desember 2022

Kelompok I

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. ii


LEMBAR PENGESAHAN ………………………………...…………….... iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………..…………………………………………………….. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………...... 6
B. Tujuan ……………………………………………………………... 9
C. Manfaat …………………………………………………………..... 9
BAB II KONSEP TEORI DIABETES MELLITUS
A. Definisi Penyakit ………………………………………………….. . 10
B. Klasifikasi …………………………………………………………. 11
C. Anatomi Fisiologi…………………………………………………. 12
D. Etiologi …………………………………………………………….. 14
E. Patofisiologi ……………………………………………………….. 15
F. Pathway……………………………………………………………. 18
G. Manifestasi klinik………………………………………………….. 19
H. Pemeriksaan diangnosis …………………………………………… 19
I. Penatalaksanaan Medis ……………………………………………. 20
J. Pencegahan Medis ………………………………………………… 23
K. Konsep Asuhan Keperawatan …………………………………….. 24
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ……………………………………. 34
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………….. 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …...…………………………………………………… 72
B. Saran …………………………………………………………….… 72
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh
gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara memadai.
Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara
menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes melitus di golongkan menjadi tiga
jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes melitus gestasional
(Kemenkes RI, 2020). Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun
yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pada pankreas
sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana sel-sel
dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes gestasional
disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yang bisa
menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019). Maka dari
itu, untuk mengetahui bahwa seseorang mengidap penyakit diabetes melitus
dapat ditegakkan melalui pemeriksan klinis berupa pemeriksaan kadar gula
darah.
Pemeriksaan klinis merupakan data penunjang yang dapat digunakan untuk
menegakan diagnosa terhadap suatu penyakit. Salah satunya pada penderita
diabetes melitus yang dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan
glukometer. Menurut PERKENI (2015) ada empat kriteria dalam menegakkan
diagnosis DM, diantaranya melakukan pemeriksaan kadar gula darah
anteprandial, kadar gula darah post prandial, kadar gula darah acak dan
pemeriksaan HbA1c. Namun, pemeriksaan kadar gula darah dengan HbA1c saat
ini tidak digunakan lagi sebagai alat diagnosis ataupun evaluasi dikarenakan
tidak semua laboratorium di Indoesia memenuhi standar. Menurut WHO (2019),
seseorang didiagnosis diabetes melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula
darah ditemukan nilai pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl,
dua jam setelah makan ≥ 200 mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.

6
Menurut International Diabetes Federation (2019) jumlah penderita diabetes
melitus diseluruh dunia mengalami peningkatan menjadi 463 juta jiwa pada
tahun 2019 dan jumlah kematian pada kasus ini yaitu 4,2 juta jiwa yang mana
Indonesia menjadi urutan ke 7 dengan jumlah penderita 10,7 juta. IDIABETIC
FOOT juga memperkirakan bahwa pada tahun 2045 kasus diabetes akan
meningkat menjadi 700 juta. Selain itu, Menurut RISKESDAS (2018)
menyebutkan bahwa jumlah prevelensi kasus diabetes melitus di Indonesia
menurut diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 2%. Angka
tersebut menunjukan peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2013 dengan
prevelensi 1.5% . Selain itu, jumlah kasus tertinggi terjadi di provinsi Jakarta
( 3,4 %) dan terendah dimiliki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur (0,9%).
Pada tahun 2018, jumlah kasus diabetes melitus di provinsi Bali menduduki
urutan ke 14 dari 34 provinsi di Indonesia, yang mana hal tersebut mengalami
peningkatan pada tahun 2013 dengan prevelensi 1,3 % menjadi 1,7 % pada tahun
2018 (RISKESDAS, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh dari jumlah kasus
diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 67.172 kasus diabetes melitus di Bali
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Khususnya Kabupaten Tabanan, tahun
2018 jumlah penderita diabetes melitus yang tercatat yaitu 2.744 jiwa (Dinkes
Tabanan, 2018). Menurut data yang diperoleh dari catatan medik BRSU Tabanan
bahwa jumlah kunjungan diabetes melitus di ruang rawat inap terus meningkat
dari tahun 2018-2020. Pada tahun 2018 kasus DM sebanyak 143 orang, tahun
2019 sebanyak 281 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 298 orang (BRSU
Tabanan, 2020).
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk kasus diabetes melitus dengan
mentaati 4 pilar, yang diantaranya mengatur pola makan, melakukan aktivitas
fisik, terapi farmakologi dan edukasi. Pengaturan pola makan dapat dilakukan
dengan prinsip 3J ( jenis, jumlah, jadwal). Hal ini dilakukan untuk mengurangi
makanan atau minuman manis yang dapat berkontribusi terhadap tingginya kadar
gula darah. Tidak hanya mengatur asupan nutrisi, melakukan aktivitas fisik juga
dapat mengontrol kadar gula dan berat badan. Aktivitas fisik dapat dilakukan

7
dengan durasi 30 menit/hari. Penderita DM sangat diwajibkan untuk melakukan
terapi insulin secara teratur untuk mencegah tingginya kadar gula darah yang
berujung komplikasi. Selain itu, pentingnya edukasi juga dapat membantu
mengendalikan kasus diabetes melitus di Indonesia (Kemenkes RI, 2020). Selain
mentaati empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, pasien DM juga
diwajibkan melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM berada pada kategori
normal, sedang atau buruk sehingga membantu memutuskan pencegahan atau
penatalaksanaan yang sesuai dengan status kadar gula darah dalam tubuhnya.
Menurut penelitian dari Masfufah (2014) terdapat 16,7% responden yang
melakukan pemeriksaan terkontrol dan mengetahui status kadar gula darahnya
berada dalam kategori normal sedangkan 77,8% responden yang jarang kontrol
dan tidak mengetahui status kadar gula darah didalam tubuhnya berada dalam
kategori buruk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden dengan kualitas hidup
baik dimiliki oleh responden yang mengetahui status kadar gula darahnya
melalui pemeriksaan kadar gula darah yang terkontrol. Maka dari itu, pentingnya
mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM, karena dapat membantu
tenaga kesehatan dalam menentukan penatalaksaanaan yang sesuai dengan
riwayat kesehatan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib memahami
status kadar gula darah pada pasien DM saat dilakukan pemeriksaan pertama
kali, karena dengan hal itu dapat mengetahui status kesehatan pasien berada
dalam kategori normal, sedang atau buruk sehingga tenaga kesehatan dapat
meningkatkan perannya didalam pemberian intervensi, motivasi dan edukasi
dalam menekan kasus DM (Masfufah, 2018).

8
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan mengenai masalah pada kasus
DM
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan mengenai masalah pada
kasus DM
b. Merumuskan diagnose keperawatan mengenai masalah pada kasus DM
c. Mendeskripsikan pelaksanaan perencanaan keperawatan mengenai
masalah pada kasus DM
d. Mendeskripsikan pelaksanaan implementasi dan evaluasi keperawatan
mengenai masalah pada kasus DM
C. Manfaat
Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan, dapat digunakan sebagai
acuan teori pelaksanaan asuhan keperawatan.

9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Prabowo, 2019).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Nugroho, 2018)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka
kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi
kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus
Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2020).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.

10
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :
a. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit
berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian.
Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun
dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor resiko dalam
diabetes melitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi virus, riwayat
keluarga diabetes melitus
b. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan
insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya
resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga
sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress
fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan
dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes
melitus adalah diabetes melitus tipe 2.
c. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional
(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun
disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang
berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
d. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang
berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau
melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini

11
3. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-
kira 15 cm, lebar5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan
beratnya rata-rata 60-90 gram.Terbentang pada vertebrata lumbalis 1
dan 2 di belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa
dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.Dari segi
perkembanganembriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.Pankreas terdiri dari
dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam
duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari
berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil

12
adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang
besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1-2 juta.
b. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat
dan terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75
m2. Rata-rata tebal kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak
tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di
penis.Bagian-bagian kulit manusiasebagai berikut :
1) Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan
basal atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum
spinosum, lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk
atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjarekrin,
kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar
keringat adadua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu,
menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar
ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput
lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak
ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar
yang bermuara ke folikelrambut, terdapat diketiak, daerah
anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat
diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung
kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan dagu.
Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis
dan diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisan atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian
bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars

13
tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah
dermis. Batas antara jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-
sel yang terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak
lemak.Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe.
Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat
kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat
panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energy.
4. Etiologi
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya. (Perkeni, 2018)
2) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
(Perkeni, 2018)
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas. (Perkeni, 2018)

14
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

15
5. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan

16
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien,

17
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi). (Perkeni, 2015)

18
6. Pathway
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin

Anabolisme protein Katabolisme protein Lipolisis meningkat Penurunan


pemakaian glukosa
Gliserol asam lemak bebas
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Hiperglikemia

Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis


Pusat lapar & haus glycosuria Viskositas
darah
Neuropati sensori Ketonuria
Resiko Osmotic
infeksi perifer Polidipsi dan Diuresis Aliran
polifagi Ketoasidosis darah
melambat
Klien merasa tidak Dehidrasi
sakit saat luka Ketidakseimbangan  Nyeri abdomen
Ischemic
Nutrisi Kurang Dari  Mual, muntah
jaringan
Kebutuhan Tubuh  Hiperventilasi
 Nafas bau keton
 Coma
Kekurangan Ketidakefektifan
volume perfusi jaringan
cairan perifer
Makro Mikro
vasikuler vasikuler

Jantung Serebral Retina Ginjal

Infark miocard Penyumbatan Retina Neuropati


pada otak Diabetik
Nyeri Akut Kerusakan
Stroke Gangguan Fragmen Tulang
penglihatan

Gangguan
Resiko
Pola Tidur cedera Gangguan
Mobilisasi Fisisk
Nekrosis
luka

Kerusakan integritas
Ganggren
kulit

(ADA, 2019)

19
7. Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe I
1) hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
3) komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
8. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai
komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi:
Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia
(Perkeni,2015).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi
dan otak. Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal (Perkeni,
2015).
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa
80 - 190 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

20
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
j. Urine: gula dan aseton positif
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
a. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini :
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energy
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi
semua penderita Diabetes, perencanaan makan harus
mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan

21
tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan
latar belakang etnik serta budayanya.
b. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot
dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan berolahraga, latihan dengan cara melawan
tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass
dan dengan demikian menambah laju metabolisme laju istirahat
(resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada
Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa
stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan
mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida.
Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes
mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit
kardiovaskuler pada Diabetes. Meskipun demikian, penderita
Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl
(14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan
hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal.
Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan
sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan
hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri (SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita
diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar
glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan

22
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam
menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan
mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
d. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan
dalam jumlah tak terbatas. Pada Diabetes tipe II, insulin mungkin
diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar
glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II
yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau
obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa
kejadian stres lainnya.
11. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
a. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi
glukosa yaitu :
1) Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
a) Ras dan etnik
b) Riwayat keluarga dengan DM
c) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM.
d) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

23
e) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang
lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB
normal.
2) Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
a) Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
b) Kurangnya aktivitas fisik
c) Hipertensi (>140/90 mmHg)
d) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250
mg/dl)
e) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa
dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
3) Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
a) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan
klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
b) Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya.
c) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular,
seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)
(Perkeni, 2015).
b. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM.
Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian
kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko
penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal.
Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari
pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM.
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien

24
dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target
terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan
pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya.
(Perkeni, 2015).
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli
diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-
lain.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan
tersier. (Perkeni, 2015).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang
diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di
gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur,
keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,

25
merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti
mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma
dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti Infart miokard
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak
menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka
takut akan terjadinya amputasi.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit
jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan.

26
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren
dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.

27
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus
dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler

28
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis
b. Kerusakan integritas kulit Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Berhubungan Dengan
Diabetes Mellitus.
d. Defisiensi Volume Cairan Berhubungan Dengan Kehilangan cairan
secara aktif
e. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan Dengan Ketidakmampuan menggunakan glukose
f. Resiko infeksi Berhubungan Dengan Supresi respon inflamasi

3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
NO RASIONAL
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
Berhubungan

29
Dengan Agen  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
Cedera Biologis  Nyeri 1. Lakukan 1. Nyeri merupakan
terkontrol pegkajian nyeri pengalaman
 Tingkat secara subyektif dan harus
kenyamanan komprehensif dijelaskan oleh
Setelah dilakukan termasuk lokasi, pasien. Identifikasi
asuhan karakteristik, karakteristik nyeri
keperawatan durasi, frekuensi, dan faktor yang
selama 3 x 24 jam, kualitas dan ontro berhubungan
klien dapat presipitasi. merupakan suatu hal
mengatasi nyeri yang amat penting
dengan 2. Pertahankan tirah untuk memilih
Kriteria Hasil : baring dan posisi intervensi yang
1. Mengontrol yang nyaman cocok dan untuk
nyeri, dengan mengevaluasi
indikator : 3. Ajarkan teknik keefektifan dari

 Mengenal relaksasi napas terapi yang

faktor-faktor dalam diberikan.

penyebab 2. dengan adanya tirah

 Mengenal 4. Monitor Tanda – baring akan

onset nyeri tanda vital mengurangi nyeri

 Tindakan 3. teknik relaksasi

pertolongan 5. Kolaborasi untuk dapat mengurangi

non pemberian rasa nyeri dan

farmakologi analgetik membuat relaks


4. Mengetahui
 Menggunakan
perkembangan
analgetik
kesehatan pasien
 Melaporkan
5. pemberian analgetik
gejala-gejala
untuk mengurangi
nyeri kepada
nyeri yang
tim kesehatan
 Nyeri

30
terkontrol dirasakan pasien
2. Menunjukkan
tingkat nyeri,
dengan
indikator :
 Melaporkan
nyeri
 Frekuensi
nyeri
 Lamanya
episode nyeri
 Ekspresi
nyeri; wajah
 Perubahan
respirasi rate
 Perubahan
tekanan darah
 Kehilangan
nafsu makan
.
2 Kerusakan integritas NOC : NIC :
kulit Berhubungan Label Label :: Skin
Dengan Gangguan :: Tissue Integrity Surveillance
Sirkulasi Integrity :: Skin 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
Skin & Mocous melakukan latihan aliran darah
Membranes ROM (range of kesemua daerah
Tujuan : Klien motion) dan 2. Menghindari
mampu mobilisasi jika tekanan dan
mempertahankan mungkin meningkatkan
keutuhan kulit 2. Rubah posisi tiap aliran darah
Setelah dilakukan 2 jam 3. Menghindari
asuhan 3. Gunakan bantal tekanan yang

31
keperawatan air atau berlebih pada
selama 3 x 24 jam, pengganjal yang daerah yang
klien dapat lunak di bawah menonjol
mengetahui dan daerah-daerah 4. Menghindari
mencegah dari luka yang menonjol kerusakan-
dengan 4. Lakukan massage kerusakan kapiler-
Kriteria hasil : pada daerah yang kapiler
- Klien mau menonjol yang 5. Hangat dan
berpartisipasi baru mengalami pelunakan adalah
terhadap tekanan pada tanda kerusakan
pencegahan luka waktu berubah jaringan
- Klien mengetahui posisi 6. Mempertahankan
penyebab dan cara 5. Observasi keutuhan kulit
pencegahan luka terhadap eritema
- Tidak ada tanda- dan kepucatan dan
tanda kemerahan palpasi area
atau luka sekitar terhadap
kehangatan dan
pelunakan
jaringan tiap
merubah posisi
6. Jaga kebersihan
kulit dan
seminimal
mungkin hindari

32
3 Ketidakefektifan NOC : NIC :
Perfusi Jaringan  Circulation Peripheral
Perifer Berhubungan status Sensation
Dengan Diabetes  Tissue Management
Mellitus Prefusion : (Manajemen
cerebral sensasi perifer)
1. Kaji secara 1. Sirkulasi perifer dapat
Setelah dilakukan komprehensif menunjukan tingkat
asuhan sirkulasi perifer keparahan penyakit
keperawatan 2. Evaluasi nadi 2. Pulsasi yang lemah
selama 3 x 24 jam, perifer dan edema menimbulkan
klien dapat 3. Elevasi anggota kardiak output
menunjukan badan 200 atau 3. Untuk meningkatkan
perfusi jaringan lebih venous return
dengan 4. Ubah posisi 4. Mencegah komplikasi
pasien setiap 2 dekubitus
Kriteria Hasil : jam 5. Menggerakan otot dan
1. Mendemonstras 5. Dorong latihan sendi agar tidak kaku
ikan status ROM sebelum 6. Nilai laboratorium
sirkulasi bedrest dapat menunjukan
 Tekanan 6. Monitor komposisi darah
systole dan laboratorium (Hb, 7. Meminimalkan
diastole hmt) adanya bekuan dalam
dalam rentang 7. Kolaborasi darah
yang pemberian anti 8. Mengetahui status
diharapkan platelet atau anti pasien
 Tidak ada perdarahan
ortostatik 8. Kaji TTV
hipertensi
 Tidak ada
tanda tanda
peningkatan

33
tekanan
intrakranial
(tidak lebih
dari 15
mmHg)
2. Mendemonstras
ikan
kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan
:
 Berkomunika
si dengan
jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi
dan orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar
4 Defisiensi Volume NOC: NIC :
Cairan Berhubungan  Fluid balance Fluid
Dengan Kehilangan  Hydration Managemen 1. Mengetahui dengan
cairan secara aktif  Nutritional 1. Kaji keadaan cepat
Status : Food umum klien dan penyimpangan dari
and Fluid tanda-tanda vital. keadaan
Intake normalnya.

34
Setelah dilakukan 2. Kaji input dan 2. Mengetahui
tindakan output cairan. balance cairan dan
keperawatan elektrolit dalam
selama 3x 24 jam 3. Observasi adanya tubuh/homeostatis
defisiensi volume tanda-tanda syok 3. Agar dapat segera
cairan teratasi dilakukan tindakan
dengan 4. Anjurkan klien jika terjadi syok.
Kriteria hasil: untuk banyak 4. Asupan cairan
 Mempertahanka minum. sangat diperlukan
n urine output untuk menambah
sesuai dengan 5. - Kolaborasi volume cairan
usia dan BB, BJ dengan dokter tubuh
urine normal, dalam pemberian 5. Pemberian cairan
 Tekanan darah, cairan I.V. I.V sangat penting
nadi, suhu bagi klien yang
tubuh dalam mengalami deficit
batas normal volume cairan
 Tidak ada tanda untuk memenuhi
tanda dehidrasi, kebutuhan cairan
Elastisitas klien.
turgor kulit
baik, membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang berlebihan
 Orientasi
terhadap waktu
dan tempat baik
 Jumlah dan
irama
pernapasan

35
dalam batas
normal
 Elektrolit, Hb,
Hmt dalam
batas normal
 pH urin dalam
batas normal
 Intake oral dan
intravena
adekuat

5. Ketidakseimbangan NOC : NIC


Nutrisi Kurang Dari  Nutritional Status Nutrition
1. Pasien dengan DM
Kebutuhan Tubuh : Food and Fluid Management
pasti memiliki
Berhubungan Dengan Intake 1. Kaji kebiasaan diet.
kebiasaaan pola makan
Ketidakmampuan Setelah dilakukan 2. Auskultasi bunyi
yang buruk.
menggunakan glukose tindakan keperawatan usus
2. Penurunan bising usus
selama 3x 24 jam 3. Berikan perawatan
menunjukkan
Nutrisi klien dapat oral
penurunan motilitas
terpenuhi dengan 4. Timbang berat
gaster
badan sesuai
3. Rasa tidak enak, bau
Kriteria Hasil : indikasi.
adalah pencegahan
 Intake makanan 5. Konsul ahli gizi
utama yang dapat
peroral yang
membuat mual dan
adekuat
muntah.
 Intake NGT
4. Berguna menentukan
adekuat
kebutuhan kalori dan
 Intake cairan evaluasi keadekuatan
peroral adekuat rencana nutrisi
 Intake cairan yang 5. Kebutuhan kalori yang
adekuat didasarkan pada
 Intake TPN kebutuhan individu

36
adekuat memberikan nutrisi
maksimal.

6. Resiko infeksi NOC : NIC : Infection


Berhubungan Dengan  Infection Manegement
1. Mencegah terjadinya
supresi respon Tujuan : setelah
1. Pertahankan teknik infeksi
inflamasi dilakukan asuhan
aseptif 2. Mencegah terjadinya
keperawatan selama
2. Cuci tangan infeksi Nosokomial
3 x 24 jam
sebelum dan 3. Merencanakan
diharapkan resiko
sesudah tindakan tindakan untuk
infeksi dapat
keperawatan menghambat tanda
dicegah dan teratasi.
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
gejala infeksi 4. Mencegah terjadinya
Kriteria Hasil :
4. Meningkatkan kelemahan/ kelelahan
 Pasien bebas dari
intake nutrisi pada pasien
tanda gejala infeksi
5. Berikan perawatan 5. Membersihkan luka,
 Menunjukkan
luka pada area mencegah resiko
kemampuan untuk
epiderma infeksi
mencegah
6. Observasi kulit, 6. Mengetahui
timbulnya infeksi
membrane mukosa perkembangan
 Jumlah lekosit terhadap penyembuhan luka
dlam batas normal kemerahan, panas , 7. Mengetahui kondisi
 Menunjukkan drainase luka
perilaku hidup 7. Inspeksi kondisi 8. Merencanakan
sehat luka/insisi bedah pencegahan bakteri
8. Kolaborasi patologi / anaerob
pemberian menyerang pada insisi
antibiotik. pembedahan

37
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Biodata Pasien
1. Nama : Ny. N
2. Umur : 56 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No. Register : 01-05-58-25
5. Alamat : Poso
6. Status : Menikah
7. Keluarga terdekat : Suami
8. Diagnosa Medis : DM Tipe 2
B. Anamnese
1. Keluhan Utama (Alasan MRS)
Saat MRS : Nyeri pada kaki kiri dan terdapat nanah pada luka
Saat Pengkajian : Saat pengkajian pada tanggal 26 Oktober 2022 di
Ruang Perawatan Bougenvile klien mengatakan
nyeri pada kaki kiri, klien mengatakan merasa
lemas, klien mengatakan terdapat luka pada kaki
bagian kiri, klien mengatakan sulit menggerakan
ekstremitas bawah, klien mengatakan ADL dibantu
oleh keluarga, klien mengatakan sulit tidur klien,
klien mengatakan istirahat tidak cukup (3-5 jam).
klien mengatakan sering terbangun malam hari,
klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien
tampak lemas, klien nampak kesulitan mengangkat
ekstremitas bawah, klien tampak sulit tidur, klien
tampak terdapat nanah pada luka bagian kaki kiri

38
Pengkajian PQRST yaitu :
P : Nyeri akibat luka pada kaki kiri (Ulkus diabetic)
Q : klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : klien mengatakan nyeri dibagian kaki kiri
S : Skala nyeri 6
T : Klien mengatakan nyeri hilang timbul saat bergerak, durasi nyeri 3-
5 menit
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk IGD pada tanggal 05 -10-2022 rujukan dari RSU Anutapura
dengan keluhan nyeri pada kaki kiri yang memberat disertai luka pada
telapak kaki kiri, luka disertai bengkak, kemudian klien masuk di ruang
bogenvile dengan keluhan nyeri pada kaki kiri disertai nanah, klien
mengatakan merasa lemas
3. Riwayat penyakit yang lalu
Klien mengatakan memiliki penyakit diabetes mellitus yang tidak
terkontrol
4. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarga juga memiliki riwayat penyakit DM (gula)
tetapi tidak ada yang menderita penyakit menular seperti hepatitis
maupun TBC
C. Pola Pemeliharaan Kesehatan
1. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi

Di Rumah Di RumahSakit
Pagi : klien mengatakan lebih Pagi : makan hanya setengah dari
banyak makan nasi diet yang diberikan
dibandingkan sayur Siang : makan sedikit dari diet yang
Siang : makan nasi, sayur, ikan diberikan
dan air putih Malam : makan setengah dari diet
Malam : makan nasi sayur, ikan, yang diberikan
minum air putih, Pantangan : makanan yang manis
Pantangan : makanan yang manis

39
2. Pola eliminasi

Di Rumah Di RumahSakit
Pagi : BAB 1x/hari BAB 1x sehari
BAK 5-6x/hari BAK terpasang kateter dengan
Siang : BAB(-),BAK 1-2x/hari jumlah urine 200cc/hari
Malam : BAB(-) BAK 2-3x/hari Bau : khas
Bau : khas Warna : kuning jernih
Warna : kuning Masalah eliminasi: tidak ada
Masalah eliminasi : tidak ada

3. Pola Istirahat Tidur

Di Rumah Di Rumah Sakit


Klien mengatakan tidur malam Klien mengatakan tidur malam
sekitar 6-8 jam dan tidur siang sekitar 5 jam dan tidur siang
kurang lebih 1-2 jam kurang lebih 1-2 jam

4. Pola Kebersihan Diri

Di Rumah Di RumahSakit
Frekuensi mandi : Frekuensi mandi :
Klien mengatakan mandi Klien mengatakan belum pernah
2x/sehari secara mandiri mandi, tetapi keluarga setiap hari
Frekuensi mencuci rambut : membersihkan pasien dengan cara
2-3 kali dalam seminggu lap pasien
Frekuensi gosok gigi : Frekuensi mencuci rambut :
Setiap kali mandi Tidak pernah
Keadaan kuku : Frekuensi gosok gigi :
Kuku tampak bersih 2x sehari
Keadaan kuku :
Kuku tampak bersih

40
5. Pola Aktifitas

Di Rumah Di Rumah Sakit


Klien mengatakan aktivitas sehari- Klien mengatakan hanya bisa
hari adalah mengurus pekerjaan melakukan aktivitas yang terbatas
rumah tangga
D. Riwayat Sosial Ekonomi
1. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan : klien mengatakan dapat bersosialisai dengan
baik bersama masyarakat didaerah tempat tinggalnya dan tidak memiliki
konflik klien memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan
keluarga dan paling berarti baginya adalah suami dan anak-anaknya dan
taat menjalankan agamanya yaitu setiap hari minggu ibadah ke Gereja
disekitar tempat tinggalnya.
2. Ekonomi
Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien menggunakan
kartu BPJS.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 140/70 mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,4 ºC
SPO2: 98%
2. Keadaan Umum
Saat dilakukan pengkajian kesadaran klien Composmentis, klien tampak
lemah dan terpasang cairan infus Nacl 500 ml 20 tpm.
3. Pemeriksaan integument
a. Rambut
Inspeksi: rambut hitam dan bercampur uban, rambut tampak lepek
Palpasi: penyebaran rambut tidak merata
b. Kulit

41
Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi, tampak terpasang
perban pada luka bagian kaki kiri
Palpasi : terdapat nyeri tekan
4. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bulat, tidak ada luka, penyebaran rambut
merata, warna rambut hitam bercampur uban, dan tidak
ada kerontokan rambut
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada peradangan dan tidak ada
pembesaran tiroid
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Pemeriksaan wajah
a. Mata
Inspeksi :
Bentuk mata simetris kiri dan kanan, kelopak mata tidak ada
kelambatan kelopak, tidak ada pembengkakan, tidak ada luka, tidak
ada kerontokan bulu mata, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
dan reaksi pupil terhadap cahaya baik (miosis)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Hidung
Inspeksi :
Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada deviasi septum,
tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
secret/cairan dan tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada polip
c. Mulut
Inspeksi :
Bentuk mulut simetris, tidak ada lesi maupun inflamasi, mukosa
bibir lembab, tidak ada perdarahan,tidak ada odem
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada mandibularis dan maksiaris

42
d. Telinga
Inspeksi :
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, ukuran besar kiri dan kanan
sama, tidak ada lesi maupun inflamasi, tidak ada pengeluaran cairan,
dan tidak ada perdarahan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Wajah
Inspeksi :
Klien tampak lemah, bentuk wajah simetris, tidak ada
pembengkakan, tidak ada kemampuan otot parsialis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6. Pemeriksaan Toraks/Paru
Inspeksi :
Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, pengembangan dada simetris
tidak penggunaan otot bantu nafas respirasi 21x/menit, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar suara sonor pada area paru
Auskultasi: suara napas vesikuler Tidak ada suara napas tambahan
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Auskultasi : Frekuensi peristaltic usus normal 16x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar bunyi timpani
8. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada deformitas dan
fraktur. Terpasang cairan infus Nacl 20 TPM
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : - Bentuk simetris kiri dan terdapat luka pada kaki kiri dan
kanan

43
- Kekuatan otot

5 5

1 1

- Derajat luka gangren yaitu grade 5 (gangren pada semua


kaki
- Klien tampak terpasang perban pada luka ulkus diabetik
bagian kaki kiri
- Klien tampak terdapat nanah pada luka ulkus diabetik bagian
kaki kiri
- Terdapat luka dengan panjang < 30cm lebar > 8cm
kedalaman 3cm
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
9. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
Kesadaran GCS : E4 M6 V5 = 15 (Composmentis)
Status mental : Orientasi baik, tidak ada penurunan kesadaran
F. Riwayat Psikologi
1. Status Emosional
Pada saat dilakukan pengkajian nampak menerima keadaan penyakitnya
tapi Nampak lemah
2. Gaya Komunikasi
Saat dilakukan pengkajian klien dapat berkomunikasi dengan baik dan
kooperatif pada petugas pelayanan kesehatan
3. Pola Pertahanan
Klien tampak tidak mampu mempertahankan rutinitas yang seperti
biasanya
4. Dampak dirawat dirumah sakit
Pada saat pengkajian, klien mengatakan selama dirumah sakit makin
sering menghabiskan waktu bersama suami dan anakanya serta lebih
banyak berdoa pada sang kuasa.
G. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10-02-2022

44
Darah lengkap Satuan Rujukan
Hemoglobin (HGB) 8,6 g/dl 12-16
Leukosit (WBC) 24,7 ribu/ul 4,0-11,0
Eritrosit (RBC) 3,42 juta/ul 4,1-5,1
Hematokrit (HCT) 26,4 % 36-47
Trombosit (PLT) 393 ribu/ul 150-450
Kimia darah
Ureum 55 mg/dl <50
Kreatinin 0.86 mg/dl 0.6-11
SGOT 67 u/L ≤34
SGPT 33 u/L ≤31
Elektrolit
Natrium 131 mmol/l 136-146
Klorida 3,6 mmol/l 3.5-5.0
Kalium 97 mmol/l 98-106

H. Pemeriksaaan Penunjang
Foto Pedis Sinistra AP/Oblique
1. Aligement pedis sinistra intak, tidak tampak disklokasi
2. Multiple lesi litik pada os calcaneus sinistra
3. Celah sendi yang tervisualisasi kesan baik
4. Tampak lesi lusentpada soft tissue region lateral pedis sinistra, soft tissue
lainnya
Foto Thorax PA
1. Dilatasi vascular pada suprahilar dan parahillar
2. Tampak pemadatan hilus paru kiri
3. Cor: membesar. Aorta klasifikasi
4. Kedua sinus dan diafragma baik
5. Tulang-tulang intak
I. Terapi Yang Telah Diberikan
1. Insulin Levemir dengan dosis 12 unit setiap jam 22.00
2. Insulin novorapid 3x1 dengan dosis 6 unit
3. Injeksi ambacin 2x1 gr

45
4. Injeki furosemide 2x20 mg
5. Injeksi ketorolac 30 mg 3x1
6. Paracetamol drips 100 ml 3x1
7. Cairan infus Nacl 20 tpm
8. Metronidazole drips 500 gr 2x1

PENGUMPULAN DATA

46
- Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri
- Klien mengatakan merasa lemas
- klien mengatakan terdapat luka pada kaki bagian kiri
- klien mengatakan sulit menggerakan ekstremitas bawah
- klien mengatakan ADL dibantu oleh keluarga
- Klien mengatakan sulit tidur
- Klien mengatakan tidur malam sekitar 5 jam dan tidur siang kurang lebih 1-2
jam
- Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari
- Klien tampak meringis
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak lemas
- Klien tampak sulit tidur
- Waktu tidur yang baik untuk dewasa 7-8 jam
- KU lemah
- Klien nampak kesulitan mengangkat ekstermitas bawah
- Klien tampak terpasang kateter
- Tampak terpasang cairan infus Nacl 20 tpm
- Klien tampak terpasang perban pada luka ulkus diabetik bagian kaki kiri
- Klien tampak terdapat nanah pada luka ulkus diabetik bagian kaki kiri
- Terdapat Luka dengan panjang <30 cm dan lebar >8 cm dengan kedalaman 3
cm
- Derajat luka gangren yaitu grade 5 (gangren pada semua kaki)
- Kekuatan otot
5 5

1 1

- Pengkajian nyeri PQRST


P : Nyeri akibat luka pada kaki kiri (Ulkus diabetic)
Q : klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : klien mengatakan nyeri dibagian kaki kiri

47
S : Skala nyeri 6
T : Klien mengatakan nyeri hilang timbul saat bergerak, durasi nyeri 3-5
menit
- Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 140/70 mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,4 ºC
SPO2: 98%
- GCS : 15 (Composmentis)
E = 4, M = 6, V = 5

KLASIFIKASI DATA

48
Data Subjektif Data Objektif

49
- Klien mengatakan nyeri pada kaki - Klien tampak meringis
kiri - Klien tampak gelisah
- Klien mengatakan merasa lemas - Klien tampak lemas
- Klien mengatakan terdapat luka - Klien tampak sulit tidur
pada bagian kaki kiri - Waktu tidur yang baik 7-8 jam
- klien mengatakan sulit - KU lemah
menggerakan ekstremitas bawah - Klien nampak kesulitan
- klien mengatakan ADL dibantu mengangkat ekstermitas bawah
oleh keluarga - Klien tampak terpasang kateter
- Klien mengatakan sulit tidur - Tampak terpasang cairan infus
- Klien mengatakan tidur malam Nacl 20 tpm
sekitar 5 jam dan tidur siang - Klien tampak terpasang perban
kurang lebih 1-2 jam pada luka ulkus diabetik bagian
- Klien mengatakan sering kaki kiri
terbangun malam hari - Klien tampak terdapat nanah
- Klien mengatakan nyeri seperti pada luka ulkus diabetik bagian
ditusuk-tusuk kaki kiri
- Klien mengatakan nyeri dibagian - Terdapat Luka dengan panjang
kaki kiri <30 cm dan lebar >8 cm dengan
- Klien mengatakan nyeri hilang kedalaman 3 cm
timbul saat bergerak, durasi 3-5 - Derajat luka gangren yaitu grade
menit 5 (gangren pada semua kaki)
- Kekuatan otot

5 5

1 1

- Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


TD : 140/70 mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,4 ºC

50
SPO2: 98%
- GCS: 15 (Composmentis)
E= 4, M=6, V=5
- Skala nyeri 6

ANALISA DATA

Data Fokus Etiologi Masalah

51
Subjektif (S) dan Objektif (O)
DS : Agen cedera fisik Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri
pada kaki kiri.
- Klien mengatakan nyeri
seperti di tusuk-tusuk
- Klien mengatakan nyeri
dibagian kaki kiri
- Klien mengatakan nyeri
hilang timbul saat bergerak,
durasi 3-5 menit
DO :
- Klien tampak meringis
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak lemas
- Skala nyeri 6
DS : Neuropati Perifer Gangguan
- Klien mengatakan terdapat integritas
luka pada kaki kiri kulit/jaringan
- Klien mengatakan merasa
lemas.
DO:
- Klien tampak terpasang
peban pada luka ulkus
diabetik bagian kaki kiri.
- Klien terdapat nanah pada
luka ulkus diabetik pada
bagian kaki kiri.
- Terdapat Luka dengan
panjang <30 cm dan lebar
>8 cm dengan kedalaman 3

52
cm
- Derajat luka gangren yaitu
grade 5 (gangren pada
semua kaki)
DS: Penurunan kekuatan Gangguan
- Klien mengatakan sulit otot mobilisasi fisik
menggerakan ekstremitas
bawah
- Klien mengatakan ADL
dibantu keluarga
DO:
- Klien nampak kesulitan
mengangkat ekstermitas
bawah
- Klien nampak lemas
- Terdapat Luka dengan
panjang <30 cm dan lebar
>8 cm dengan kedalaman 3
cm
- Klien tampak terpasang
kateter
- Kekuatan otot

5 5

1 1

53
DS : Nyeri Gangguan pola
- Klien mengatakan sulit tidur. tidur
- Klien mengatakan tidur
malam sekitar 5 jam dan
tidur siang kurang lebih 1-2
jam
- Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari.

DS:
- Klien tampak sulit tidur
- Klien tampak lemas
- Klien tampak gelisah
- KU lemah
- Waktu tidur yang baik 7-8
jam
- Pemeriksaan Tanda-Tanda
Vital
TD : 140/70 mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,4 ºC
SPO2: 98%

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

54
55
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
1. (SDKI D.0077) (SLKI L.080066) (SIKI 08238) 1. Untuk mengetahui
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri karakteristik durasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi nyeri
agen cedera fisik maka tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, 2. Untuk menetahui skala
dengan kriteria hasil : karakteristik, dan durasi nyeri pada pasien
Ditandai dengan : 1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri 3. Untuk mengetahui
DS : 2. Meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri respon nyeri non
- Klien mengatakan 3. Gelisah menurun non verbal verbal
nyeri pada kaki 4. Kesulitan tidur menurun Terapeutik 4. Agar klien dan
kiri. 1. Berikan tehnik non keluarga paham
- Klien mengatakan farmakologi untuk penyebab dan pemicu
nyeri seperti di mengurangi nyeri (relakasi nyeri yang dirasakan
tusuk-tusuk napas dalam) klien
- Klien mengatakan Edukasi 5. Untuk mengurangi
nyeri dibagian 1. Jelaskan penyebab dan rasa nyeri
kaki kiri pemicu nyeri

56
- Klien mengatakan Kolaborasi
nyeri hilang 1. kolaborasi pemberian
timbul saat analgetik
bergerak
DO :
- Klien tampak
meringis
- Klien tampak
gelisah
- Klien tampak
lemas
- Skala nyeri 6

57
2. (SDKI D. 0129) (SLKI L.14125) (SIKI 1.08238)
Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka 1. Untuk mengetahui
Kulit/Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi karakteristik luka klien
Berhubungan Dengan maka Integritas Kulit/Jaringan 1. Monitor karakteristik luka seperti warna, bau dan
Neoropati Perifer membaik dengan kriteria hasil: (Warna, Bau, Dan Ukuran) ukuran
1. Nekrosis menurun 2. Monitor tanda-tanda infeksi 2. Mempercepat proses
Ditandai dengan: 2. Kerusakan lapisan kulit Terapeutik penyembuhan luka
DS : menurun 1. Bersihkan jaringan 3. Menjaga kelembaban
- Klien mengatakan 3. Perfusi jaringan menurun nekrotik kulit
terdapat luka ulkus 2. Pertahankan tehnik steril 4. Agar guka darah stabil
diabetik pada saat melakukan perawatan dan membantu
bagian kaki kiri. luka pengeringan luka
- Klien mengatakan 3. Bersihkan dengan 5. Membantu
merasa lemas. menggunakan cairan Nacl penyembuhan dan
sesuai kebutuhan mencegah infeksi
DO : Edukasi
- Klien tampak 1. Anjurkan mengurangi
terpasang peban komsumsi makanan yang
pada luka ulkus banyak mengandung gula,

58
diabetik bagian tetapi makan makanan
kaki kiri. yang tinggi protein dan
- Klien terdapat kalori
nanah pada luka Kolaborasi
ulkus diabetik 1. Kolaborasi pemberian
pada bagian kaki antibiotik
kiri.
- Terdapat Luka
dengan panjang
<30 cm dan lebar
>8 cm dengan
kedalaman 3 cm
- Derajat luka
gangren yaitu
grade 5 (gangren
pada semua kaki)

3. (SDKI D.0054) (SLKI L.05044) (SIKI 1. 05173)


1. Untuk mengetahui
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi
keterbatasan sendi
klien.
2. Untuk mengetahui
59 keadaan umum klien.
3. Untuk memudahkan
klien melakukan
fisik berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
debgan penurunan maka gangguan mobilitas fisik 1. Identifikasi toleransi fisik
kekuatan otot teratasi dengan kriteria hasil: melakukan pergerakan
1. Kekuatan fisik menurun 2. Monitor kondisi umum
Ditandai dengan: 2. Pergerakan ekstremitas 3. selama melakukan ambulasi
DS: meningkat Terapeutik
- Klien mengatakan 3. Kekuatan otot meningkat 1. Fasilitasi melakukan
sulit menggerakan pergerakan jika perlu
ekstremitas bawah 2. Libatkan keluarga untuk
- Klien mengatakan membantu pasien dalam
ADL dibantu meningkatkan pergerakan
keluarga Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
DO: prosedur ambulasi
- Klien nampak
kesulitan
mengangkat
ekstermitas bawah
- Klien nampak

60
lemas
- Terdapat Luka
dengan panjang
<30 cm dan lebar
>8 cm dengan
kedalaman 3 cm
- Klien tampak
terpasang kateter
- Kekuatan otot

5 5

1 1

(SDKI D.0055) (SLKI L.05045) (SIKI 1. 05174)


4
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi faktor pengganggu
nyeri maka pola tidur membaik 1. Identifikasi faktor tidur
nutrisi dengan kriteria hasil : penganggu tidur 2. Untuk mengetahui

61
Ditandai dengan: 1. Keluhan sulit tidur 2. Observasi TTV kondisi umum klien
DS : menurun 3. Untuk menurunkan
- Klien mengatakan 2. Keluhan istirahat tidak Terapeutik gangguan pola tidur
sulit tidur. cukup menurun 1. Modifikasi lingkungan 4. Agar klien merasa
- Klien mengatakan 3. Ttv dalam batas normal (pencahayaan, kebisingan) rileks dan nyaman
tidur malam 2. Lakukan prosedur untuk 5. Agar klien dan
sekitar 5 jam dan meningkatkan kenyamanan keluarga paham
tidur siang kurang (pengaturan posisi) pentingnya tidur yang
lebih 1-2 jam Edukasi cukup selama sakit
- Klien mengatakan 1. Jelaskan pentingnya tidur
sering terbangun cukup selama sakit
pada malam hari.
DS :
- Klien tampak sulit
tidur
- Waktu tidur yang
baik 7-8 jam
- Klien tampak
lemas

62
- Klien tampak
gelisah
- Pemeriksaan
tanda-tanda vital
TD : 140/70
mmHg
N : 110 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,4 °C
SPO2: 98%

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No. Tanggal /jam Tindakan keperawatan Evaluasi


1. D/P 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan durasi Tgl 24-10-2022 Jam 11:00
24-10-2022
Hasil: S:
8.30
- Klien mengatakan nyeri pada luka bagian kaki kiri, - Klien mengatakan nyeri pada luka kaki
- nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk bagian kiri

63
- nyeri dirasakan hilang timbul saat bergerak, durasi 3-5 - nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
menit - nyeri dirasakan hilang timbul saat
2. Mengidentifikasi skala nyeri bergerak, durasi 3-5 menit
Hasil : O:
Skala nyeri 6 (sedang) - Skala nyeri 6 (sedang)
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal - Klien tampak meringis
Hasil : - Klien tampak gelisah
Klien tampak meringis A : masalah belum teratasi
4. Memberikan tehnik non farmakologi untuk mengurangi P : Intervensi dilanjutkan
nyeri (relaksasi napas dalam) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, dan durasi
Hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
klien mengikuti instruksi perawat dengan mengatur posisi 3. Identifikasi respon nyeri
nyaman dengan menarik napas dalam melalui hidung 4. Memberikan tehnik non farmakologi untuk
kemudian menahan 3-5 detik lalu klien menghembuskan mengurangi nyeri (relaksasi napas dalam)
nafas secara perlahan 5. Kolaborasi pemberian analgetik
5. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
Hasil :
Klien dan keluarga paham penyebab dan pemicu nyeri
yang dirasakan

64
6. Mengkolaborasi pemberian analgetik
Hasil :
telah diberikan therapy (IV): Ketorolac 30 ml 3x1

D/S 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan durasi Tgl 25--10 Jam 20.00
Hasil: S:
16.30
- Klien mengatakan masih nyeri pada luka kaki bagian - Klien mengatakan masih nyeri pada luka
kiri kaki bagian kiri ,
- Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk - Nyeri dirasakan hilang timbul saat
- Nyeri dirasakan hilang timbul saat bergerak, durasi 2 bergerak, durasi 2 menit
menit O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Skala nyeri 4 (Sedang)
Hasil: - Klien sedikit tampak meringis
Skala nyeri 4 (Sedang) - Klien tampak sedikit tenang
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal A : Masalah sebagian teratasi
Hasil: P : Intervensi dilanjutkan
Klien sedikit tampak meringis - Indetifikasi lokasi, karakteristik, dan
4. Memberikan tehnik non farmakologi untuk mengurangi durasi
nyeri (relaksasi napas dalam) - Identifikasi skala nyeri

65
Hasil: - dentifikasi respon nyeri non verbal
klien mengikuti instruksi perawat dengan mengatur posisi - kolaborasi pemberian analgetik
nyaman dengan menarik napas dalam melalui hidung
kemudian menahan 3-5 detik lalu klien menghembuskan
nafas secara perlahan
5. Mengkolaborasi pemberian analgetik
hasil:
telah diberikan therapy (IV): Ketorolac 30 ml 3x1
D/P 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, dan durasi Tgl 26-10-22 Jam 13:00
Hasil: S:
09:30
- Klien mengatakan nyeri mulai berkurang pada luka - Klien mengatakan nyeri mulai berkurang
kaki bagian kiri pada luka kaki bagian kiri
- Nyeri dirasakan seperti nyut-nyut - Nyeri dirasakan seperti nyut-nyut
- Nyeri dirasakan hilang timbul saat bergerak, durasi 1 O :
menit - Skala nyeri 2 (Ringan)
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Klien tampak rileks
Hasil: A : Masalah Belum Teratasi
Skala nyeri 2 (Ringan) P : Intervensi Dipertahankan
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal - Indetifikasi lokasi, karakteristik, dan

66
Hasil: durasi
Klien tampak rileks - Identifikasi skala nyeri
4. Memberikan tehnik non farmakologi untuk mengurangi - kolaborasi pemberian analgetik
nyeri (relaksasi napas dalam)
Hasil :
klien mengikuti instruksi perawat dengan mengatur posisi
nyaman dengan menarik napas dalam melalui hidung
kemudian menahan 3-5 detik lalu klien menghembuskan
nafas secara perlahan
5. Mengkolaborasi pemberian analgetik
Hasil :
Telah diberikan therapy (IV): Ketorolac 30 ml 3x1
2. D/P 1. Memonitor karakteristik luka (Warna, Bau, Dan Ukuran) Tgl 24-10-2022
24-10-22
Hasil: S:
09.00
Luka berwarna kuning kemerahan, dengan panjang <30 - Klien mengatakan terdapat luka ulkus

cm dan lebar >8 cm dengan kedalaman 3 cm, berbau diabetik pada bagian kaki kiri
- Klien mengatakan merasa lemas
nanah
O:
2. Memonitor tanda-tanda infeksi
Terdapat kerusakan jaringan/kulit, dengan

67
Hasil: panjang <30 cm dan lebar >8 cm dengan
Terdapat abses atau tanda-tanda infeksi pada klien kedalaman 3 cm, berbau nanah
3. Membersihkan jaringan nekrotik
Hasil: A : masalah belum teratasi
Telah dibersihka jaringan nekrotik atau sel-sel kulit mati P : intervensi dilanjutkan
4. Mempertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan 1. Monitor karakteristik luka (bau,warna,
luka ukuran)
Hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi
Perawat mencuci tangan sebelum melakukan perawatan 3. Bersihkan jaringan nektrotik
luka, memakai sarung tangan steril, dan alat-alat yang 4. Pertahankan tekhnik steril
digunakan dalam kondisi steril 5. Bersihkan menggunakan cairan nacl
5. Membersihkan dengan menggunakan cairan Nacl sesuai 6. Kolaborasi pemberian antibiotik
kebutuhan
Hasil:
Luka dibersihkan menggunakan cairan Nacl dan cairan
Metronidazole drips
6. Anjurkan mengurangi komsumsi makanan yang banyak
mengandung gula, tetapi makan makanan yang tinggi
protein dan kalori

68
Hasil:
Klien mengikuti instruki dari perawat dank lien mulai
mengatur pola makannya
7. Kolaborasi pemberian antibiotik
Hasil
Telah diberikan injeksi (IV) Injeksi ambacin 2x1 gr dan
metronidazole drips 500 gr 2x1
D/S 1. Memonitor karakteristik luka (Warna, Bau, Dan Ukuran) Tgl 25-10-2022
Tgl 25-10-2022
Hasil: Jam 17:00
15:00
Luka berwarna kuning kemerahan, dengan panjang <30 S:
cm dan lebar >8 cm dengan kedalaman 3 cm, berbau - Klien mengatakan terdapat luka ulkus
nanah diabetik pada bagian kaki kiri
2. Memonitor tanda-tanda infeksi O:
Hasil: - Terdapat kerusakan jaringan/kulit,
Terdapat abses atau tanda-tanda infeksi pada klien dengan panjang <30 cm dan lebar >8
3. Mempertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan
cm dengan kedalaman 3 cm, berbau
luka
nanah
Hasil:
A : masalah belum teratasi
Perawat mencuci tangan sebelum melakukan perawatan

69
luka, memakai sarung tangan steril, dan alat-alat yang P : intervensi dilanjutkan
digunakan dalam kondisi steril 1. monitor karakteristik luka (bau,warna,
4. Membersihkan dengan menggunakan cairan Nacl sesuai ukuran)
kebutuhan
Hasil:
Luka dibersihkan menggunakan cairan Nacl dan cairan
Metronidazole drips
5. Anjurkan mengurangi komsumsi makanan yang banyak
mengandung gula, tetapi makan makanan yang tinggi
protein dan kalori
Hasil:
Klien mengikuti instruki dari perawat dank lien mulai
mengatur pola makannya
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
Hasil
Telah diberikan injeksi (IV) Injeksi ambacin 2x1 gr dan
metronidazole drips 500 gr 2x1

70
D/P 1. Memonitor karakteristik luka (Warna, Bau, Dan Ukuran) Tgl 26-10-2022
Tgl 26-10-2022 Jam 13.00
Hasil:
10.00 S:
Luka berwarna kuning kemerahan, dengan panjang <30
- Klien mengatakan terdapat luka ulkus
cm dan lebar >8 cm dengan kedalaman 3 cm, berbau
diabetik pada bagian kaki kiri
nanah
O:
2. Memonitor tanda-tanda infeksi
Terdapat kerusakan jaringan/kulit, dengan
Hasil:
panjang <30 cm dan lebar >8 cm dengan
Terdapat abses atau tanda-tanda infeksi pada klien
kedalaman 3 cm, berbau nanah
3. Mempertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan
luka
A : masalah teratasi
Hasil:
P : intervensi dipertahankan
Perawat mencuci tangan sebelum melakukan perawatan
1. monitor karakteristik luka (bau,warna,
luka, memakai sarung tangan steril, dan alat-alat yang
ukuran)
digunakan dalam kondisi steril
2. monitor tanda-tanda infeksi
4. Membersihkan dengan menggunakan cairan Nacl sesuai
3. pertahankan tekhnik steril
kebutuhan
4. bersihkan menggunakan cairan Nacl
Hasil:
5. kolaborasi pemberian antibiotik
Luka dibersihkan menggunakan cairan Nacl dan cairan

71
Metronidazole drips
5. Anjurkan mengurangi komsumsi makanan yang banyak
mengandung gula, tetapi makan makanan yang tinggi
protein dan kalori
Hasil:
Klien mengikuti instruki dari perawat dank lien mulai
mengatur pola makannya
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
Hasil :
Telah diberikan injeksi (IV) Injeksi ambacin 2x1 gr dan
metronidazole drips 500 gr 2x1
3 D/P Observasi Tgl 24-10-2022
24-10-2022 Jam: 13.00
1. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
10.00 S:
Hasil:
- Klien mengatakan sulit menggerakan
Klien masih sulit menggerakan ekstremitas bawah
ekstremitas bawah
2. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
- Klien mengatakan ADL dibantu
Hasil:
keluarga
Kondisi klien lemah
O:
Terapeutik
- Klien nampak kesulitan mengangkat

72
1. Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu ekstermitas bawah
Hasil: - Klien nampak lemas
Klien tidak mampu melakukan Rom - Kekuatan otot
2. Melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam
meningkatkan pergerakan
Hasil:
Keluarga ikut berpartisipasi dalam membantu
meningkatkan pergerakan klien A: Masalah belum teratasi
Edukasi P: Intervensi di lanjutkan
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi - Identifikasi toleransi fisik melakukan
Hasil: - Monitor kondisi umum selama
Klien dan keluarga mengerti dan mengetahui tujuan melakukan ambulasi
latihan yang dilakukan - fasilitasi melakukan pergerakan jika
perlu
- libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam meningkatkan pergerakan
- jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

D/S
Tgl 25-10-2022
25-10-2022 Observasi
Jam: 17.00

73
15.00 1. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan S:
Hasil: - Klien mengatakan sulit menggerakan
Klien masih sulit menggerakan ekstremitas bawah ekstremitas bawah
2. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi - Klien mengatakan ADL dibantu
Hasil: keluarga
Kondisi klien masih tampak lemah O:
Terapeutik - Klien nampak kesulitan mengangkat
1. Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu ekstermitas bawah
Hasil: - Kekuatan otot
Klien melakukan ROM dibantu oleh perawat dan
keluarga
2. Melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam
meningkatkan pergerakan
Hasil: A: Masalah belum teratasi
Keluarga ikut berpartisipasi dalam membantu P: Intervensi di lanjutkan
meningkatkan pergerakan klien - Identifikasi toleransi fisik melakukan
Edukasi - Monitor kondisi umum selama
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi melakukan ambulasi
Hasil: - fasilitasi melakukan pergerakan jika

74
Klien dan keluarga mengerti dan mengetahui tujuan perlu
latihan yang dilakukan
Observasi
D/P Tanggal 26-10-2022
1. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
26-10-2022
09:30 Hasil: S:

Klien sudah dapat menggerakan ekstremitas bawah - Klien mengatakan ADL dibantu
keluarga
dengan mengangkat kedua kaki O:
2. Memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi - Kekuatan otot
Hasil:
Kondisi tampak membaik
Terapeutik
1. Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
Hasil: A: Masalah sebagian teratasi
Klien melakukan ROM dibantu oleh perawat dan P: Intervensi di pertahankan
keluarga - Identifikasi toleransi fisik melakukan
- Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
- fasilitasi melakukan pergerakan jika
perlu

75
4 D/P Observasi Tgl 24-10-2022
24-10-2022
3. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur Jam 11:00
09.30
Hasil : S:
Nyeri pada kaki kanan - Klien mengatakan sulit tidur karena
4. Observasi TTV nyeri pada kaki
Hasil: - Klien mengatakan tidur malam sekitar 5
TD: 140/70 mmHg jam dan tidur siang kurang lebih 1-2 jam
N: 110x/menit - Klien mengatakan sering terbangun pada
S: 36,4 malam hari
R: 21x/menit O:
SPO2: 98% - Klien Nampak lemas
Terapeutik - Klien tampak gelisah
1. Memodifikasi lingkungan (pencahayaan,kebisingan) - Keadaan umum lemah
Hasil: - TTV
Telah di atur pebcahayaan sebelum tidur dengan TD: 140/70
mematikan lampu sebelum tidur N: 110x/menit
2. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan S: 36,4
(pengaturan posisi) R: 21 x/menit
Hasil: SPO2: 98%

76
Menopang kaki yang nyeri dengan menggunakan bantal A: Masalah sebagian teratasi
Edukasi P: Intervensi dilanjutkan
1. Menjelaskan pentingnya tidur selama sakit - Observasi TTV
Hasil: - Modifikasi lingkungan
Klien dan keluarga paham tentang pentingnya tidur untuk (pencahayan/kebisingan)
kesehatan. - Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan
- Identifikasi pengganggu tidur,,
D/S Observasi Tgl 25--10 Jam 20.00
a. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
16.30
Hasil : S:
Nyeri pada kaki kanan - Klien mengatakan tidur mulai membaik
b. Observasi TTV 7-8 jam
Hasil: - Klien mengatakan sudah tidak terbangun
TD: 140/60 mmHg pada malam hari
N: 100x/menit O:
S: 36,4 - Ekspresi tampak ceria
R: 21 x/menit - Keadaan umum membaik
SPO2: 98% - TTV

77
Terapeutik TD: 130/90 mmHg
1. Memodifikasi lingkungan (pencahayaan,kebisingan) N: 90x/menit
Hasil: S: 36,5
Telah di atur pebcahayaan sebelum tidur dengan R: 21x/menit
mematikan lampu sebelum tidur SPO2: 98%
2. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan A: Masalah teratasi
(pengaturan posisi) P: Intervensi dilanjutkan
Hasil: - Observasi TTV
Menopang kaki yang nyeri dengan menggunakan bantal
Edukasi
1. Menjelaskan pentingnya tidur selama sakit
Hasil:
Klien dan keluarga paham tentang pentingnya tidur
untuk kesehatan.

78
BAB IV
PEMBAHASAN

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Nugroho, 2017)
Selama kelompok melakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. N dengan
Diabetes Melitus diruang Bogenvile Rumah Sakit Provinsi Undata Palu pada
tanggal 25 Oktober – 27 Oktober 2022. Beberapa hal yang perlu dibahas dan
diperhatikan dalam penerapan kasus keperawatan tersebut, kelompok telah
berusaha mencoba menerapkan dan mengaplikasikan proses Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Diabetes Melitus sesuai dengan teori-teori yang ada. Untuk
melihat lebih jelas asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana
keberhasilan yang dicapai akan diuraikan sesuai dengan prosedur keperawatan
dimulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian kasus yang dilakukan pada klien Ny. N didapatkan data dari klien
yaitu klien masuk IGD Rumah Sakit Provinsi Undata Palu pada tanggal 05
Oktober 2022 rujukan dari RSU Anutapura dengan keluhan nyeri pada kaki kiri
yang memberat disertai luka pada telapak kaki kiri, luka disertai bengkak, klien
mengatakan nyeri pada kaki kiri terasa seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 6
(sedang) vvdann kalien mengatakan nyeri hilang timbul durasi 3-5 menit.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik pada Ny. N Kelompok tidak mengalami
hambatan, tidak semua pemeriksaan fisik pada klien yang dapat dilakukan, namun
dalam pemeriksaan teoritis dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena
pemeriksaan sangat penting dilakukan untuk menggali sejauh mana
perkembangan penyakit dan kondisi klien. Menurut teoritis pemeriksaan head to
toe harus dilakukan pada setiap pasien yaitu berupa pemeriksaan secara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada kasus Ny. N didapatkan kelainan pada
beberapa pemeriksaan yaitu : pada Eksterimtas bawah kiri dan kanan terdapat luka
Pada tinjauan kasus kelompok menemukan 3 diagnosa keperawatan, diagnosa
yang muncul pada tinjauan kasus adalah : Nyeri akut berhubungan dengan Agen

79
cidera Fisik. Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien
berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan, tidak semua rencana tindakan
pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan kasus karena rencana tindakan pada
tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian
dilakukan.
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah- masalah yang telah diidentifikasikan dalam
diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana
perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efisien
(Nikmatur rohmah & Saiful walid, 2018). Intervensi atau perencanaan yang akan
dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada,
sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART spesifik,
measurable, acceptance, rasional dan timing (Nikmatur rohmah & Siful walid,
2018).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien telah
menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran
keperawatan indonesia (SLKI). Adapun tindakan pada standar intervensi
keperawatan Indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi
(PPNI, 2018).
Untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik rencana
tindakan yang dilakukan adalah identifikasi lokasi, karakteristik dan durasi,
identifikasi skala nyeri. Identifikasi respon neri non verbal, berikan tehnik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri (relaksasi nafas dalam), jelaskan penyebab
dan pemicu nyeri, kolaborasi pemberian analgetik.
Untuk diagnosa gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
neuropati perifer rencana tindakan monitor karakteristik luka (warna,bau,dan
ukuran), monitor tanda-tanda infeksi, bersihkan jaringan nekrotik, pertahankan
tehnik steril saat melakukan perawatn luka, ersihkan dengan menggunakan cairan
NaCl sesuai kebutuhan, rnjurkan mengrangi konsumsi makanan yang bayak
mengandung gula, tetapi makan makanan yang tinggi protein dan kalori,
kolaborasi pemberian antibiotik.

80
Untuk dignosa gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri rencana
tindakan identifikasi faktor pengganggu tidur, observasi TTV, modifikasi
lingkungan (pencaahayaan,kebisingan). Lakukan prosedur unuk meningkatkan
kenyamanan, jelaskan pentingna tidur yang cukup selama sakit.
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons
yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2020)
Setelah rencana tindakan ditetapkan maka dilanjutkan dengan melakukan
rencana tersebut dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan pada klien terlebih
dahulu melakukan pendekatan pada klien dan keluarga klien agar tindakan yang
akan diberikan dapat disetujui klien dan keluarga klien, sehingga seluruh rencana
tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya (Setiadi, 2020). Dari 3 diagnosa keperawatan yang kelompok tegakkan
sesuai dengan apa yang kelompok temukan dalam melakukan studi kasus dan
melakukan asuhan keperawatan belum mencapai perkembangan yang diharapkan,
dikarenakan waktu yang singkat oleh karena itu diharapkan kepada perawat dan
tenaga medis lainnya untuk melanjutkan intervensi yang telah kelompok
rencanakan. Dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
maksimal memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien, perawat,
dokter, dan tim kesehatan lainnya.

81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Ny. N di
Rumah Sakit Umum Provinsi Undata, kelompok dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian pasien dengan Diabetes Militus ditemukan data berupa
nyeri akut dan gangguan integritas kulit pada pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus Diabetes Militus kelompok menemukan 2 diagnosa yang
dapat muncul pada penderita Diabetes Militus, nyeri akut, gangguan
integritas kulit/jaringan dan gangguan pola tidur.
3. Perencanaan
Kelompok menyusun rencana asuhan keperawatan yang telah disusun
berdasarkan specific, measurable, achievable, reasonable, dan time.
Dengan menggunakan standar luaran dan kriteria hasil, serta standar
intervensi keperawatan sesuai teori.
4. Pelaksanaan
Kelompok melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien yang
telah dilakukan penyusunan rencana asuhan keperawatan. Kelompok
melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Peneliti melakukan evaluasi pada pasien sesuai dengan kriteria hasil yang
telah dibuat oleh peneliti untuk target yang akan dicapai pada pasien.
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Militus yang diberikan dapat tepat, kelompok selanjutnya harus
benar-benar menguasai konsep tentang Diabetes Militus itu sendiri,
terutama pada faktor etiologi, anatomi fisiologi dan patofisiologi tentang
Diabetes Militus , selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian

82
dengan tepat agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan
masalah yang ditemukan pada pasien.
Kelompok juga harus teliti dalam mengangkat dan merumuskan
diagnosa keperawatan yang ada pada pasien agar masalah keperawatan
yang muncul pada pasien dapat teratasi dan mendapatkan penanganan
secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak hanya berfokus kepada
masalah biologis pasien, namun juga terhadap masalah psiko, sosio,
spiritual pasien. Sehingga asuhan keperawatan yang dilakukan dapat
terlaksana secara optimal, dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi
pasien dan juga peneliti itu sendiri.
2. Bagi Rumah Sakit Undata
Bagi pihak rumah sakit hendaknya penanganan pasien Diabetes Militus
lebih ditingkatkan lagi kerja sama antar petugas pelayanan kesehatan
dalam hal menjaga keaadaan pasien serta memperhatikan aspek
bio,psiko,sosio,social dan spiritual pasien. Serta diharapkan dapat
menjaga kebersihan pasien agar infeksi yang terjadi pada pasien tidak
bertambah buruk.
3. Bagi Perawat Ruangan
Disamping mendapatkan perawatan dan pengobatan pada saat di rumah
sakit, Alangkah baiknya jika tenaga kesehatan yang ada memberikan
pengetahuan tentang penyakit Diabetes Militus yang dialami oleh pasien,
sehingga itu dapat memotivasi pasien dalam mempertahankan
kesehatannya baik saat berada di rumah sakit maupun di rumah.

83
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2019). Pentingnya Sikap Pasien yang Positif


dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Indriastuti, Na. (2018). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2020). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet
terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di
Kelurahan Bulusulur. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi
2018-2020 (10th ed). Jakarta: ECG

Perkeni, (2019) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2


tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2020). Hubungan Pendidikan dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di
Wilayah Puskesmas Plosorejo Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar.
Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)

84

Anda mungkin juga menyukai