Anda di halaman 1dari 22

TUGAS INDIVIDU

RESUME MATERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN


WILAYAH

Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Perencanaan


Pembangunan Wilayah

Dosen Pengampu:
Dr. H. Ery Supriyadi, Ir., MT

Disusun Oleh:

Jelita Hanum
num GS

C1210101

PROGRAM STUDI MANAJEMEN UNIVERSITAS


KOPERASI INDONESIA
2023-2024
1. Indeks Gini & Indeks Williamson
➢ Indeks Gini
Indeks Gini, Rasio Gini, atau Koefisien Gini merupakan ukuran ketimpangan
agregat yang pertama kali dikembangkan oleh statistikus Italia bernama Corrado Gini dan
dipublikasikan pada tahun 1912 (International NGO Forum on Indonesia Development,
2018). Ketimpangan pendapatan merupakan suatu kondisi dimana distribusi pendapatan
yang diterima masyarakat tidak merata. Indeks Gini dinyatakan dalam angka yang bernilai
0 sampai 1. Jika Indeks Gini bernilai 0 berarti kemerataan sempurna, sedangkan jika
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna (Todaro dan Smith, 2006).
Menurut Badan Pusat Statistik, Indeks Gini didasarkan pada Kurva Lorenz, yakni
sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel
tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili
persentase kumulatif penduduk. Indeks Gini membantu pemerintah dalam menganalisis
tingkat kemampuan ekonomi masyarakat karena menjadi indikator derajat keadilan dalam
suatu negara. Rumus menghitung nilai Rasio Gini atau Indeks Gini menurut BPS (2017)
adalah sebagai berikut.

Keterangan:
GR = Koefisien Gini
𝑓𝑝𝑖 = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
𝐹𝐶𝑖 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i
𝐹𝐶𝑖−1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i – 1)

Selain Indeks Gini, disparitas pendapatan antar daerah bisa diukur dengan menggunakan
Indeks Williamson. Indeks ini dikembangkan oleh Jeffrey G. Williamson pada tahun 1965.
Williamson meneliti hubungan disparitas daerah dengan tingkat pembangunan ekonomi.
Formula Indeks Williamson bisa dituliskan sebagai berikut:
Keterangan:
ri = PDRB per kapita atas dasar harga berlaku di daerah
i ȓ = rata-rata PDRB per kapita atas dasar harga berlaku di daerah
xi = jumlah penduduk di daerah i
n = jumlah penduduk daerah keseluruhan.

Walaupun dalam kenyataannya masih terdapat banyak pertimbangan untuk


menyatakan kemerataan tingkat pendapatan masyarakat, Indeks Gini menjadi salah satu
ukuran yang memenuhi empat kriteria, yaitu prinsip anonimitas (tidak memandang siapa
yang dihitung apakah kaya atau miskin), prinsip independensi skala (tidak bergantung
pada perekonomian suatu negara), prinsip independensi populasi (tidak bergantung jumlah
penduduk), serta prinsip transfer (mengasumsikan semua pendapatan yang lain konstan).
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka Indeks Gini valid untuk digunakan sebagai alat
ukur ketimpangan yang umum digunakan.
Alesina dan Rodrik (1994) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan
menghambat pertumbuhan. Hal ini karena ketimpangan menyebabkan kebijakan
redistribusi pendapatan yang mahal. Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan
pendapatan sudah diteliti sebelumnya. Namun belum jelas apakah faktor yang benarbenar
berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan sebab sampai sekarang ketidakmerataan
pendapatan masih terus terjadi.

Cara menghitung rasio gini

Indeks gini Indonesia umumnya ada di rentang angka 0 atau 0% hingga angka 1
atau 100%. Nilai 0 di sini menunjukkan sebuah persamaan sempurna, nilai 1 mewakili
ketidaksamaan yang sempurna. Apabila nilai di atas satu, secara teoritis akan mewakili
penghasilan ataupun kekayaan yang negatif.
Nilai dari 0 dan 1 ini sangatlah ekstrem, jadi tidak akan mungkin terjadi di dunia
nyata. Data yang beredar dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa umumnya koefisien
gini ada di angka 0,24 hingga 0,63.
Untuk lebih paham, dilihat saja apabila indeks gini angkanya semakin tinggi maka
ini berarti semakin besar ketimpangan yang terjadi. Artinya, penduduk dengan pendapatan
tinggi akan menerima angka presentase yang lebih tinggi dari total pendapatan seluruh
penduduk di suatu negara.
Nilai Koefisien Distribusi Pendapatan
Umumnya indeks
gini dipresentasikan dalam
bentuk kurva Lorenz. Di
< 0,4 Tingkat ketimpangan rendah kurva ini menunjukkan
distribusi pendapatan atau
kekayaan dengan cara

0,4 – 0,5 Tingkat ketimpangan sedang memplot presentase jumlah


keseluruhan populasi
menurut pendapatan di
sumbu X, lalu di sumbu Y
>0,5 Tingkat ketimpangan tinggi
ada presentase pendapatan
kumulatif.
Dari kurva Lorenz
tersebut, maka hasil rasio gini bisa dihitung dengan cara yaitu membagi area A dengan
luas area berbentuk segitiga (A+B di kurva). Maka terciptalah rumus koefisien gini: GINI
= A/(A+B)

berikut patokan koefisien gini.

➢ Indeks Williamson
Indeks Williamson merupakan satu instrumen dalam pengukuran
pembangunan wilayah di suatu daerah dengan membandingkannya dengan
wilayah yang lebih tinggi. Dengan kata lain, Indeks Williamson secara garis besar
mengukur seberapa kesenjangan yang ada pada suatu pembangunan pada suatu
wilayah.
Ketimpangan wilayah adalah ukuran ketidakmerataan pembangunan yang
terjadi dalam sebuah wilayah, diukur dengan menggunakan perhitungan indeks
Williamson. Indeks ketimpangan regional untuk menggambarkan ketimpangan
kabupaten/kota di suatu Provinsi dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Indeks williamson besarnya antara nol dan satu. Semakin kecil angka yang
dihasilkan menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau dapat
dikatakan makin merata. Tetapi jika angka yang didapat mendekati satu maka
ketimpangan semakin lebar.

2. Skalogram
Pembahasan hirarki wilayah pusat-pusat pelayanan pada umumnya mengacu pada
teori pusat pelayanan (Central place theory) yang dikembangkan oleh Cristaller-
Losch dalam (Muta’ali, 2015: 168). Metode penentuan hirarki wilayah dan pusat-
pusat pelayanan disusun dengan berdasarkan indikator yang menentukan
pemusatan pergerakan penduduk yang meliputi jumlah penduduk dan fasilitas
pelayanan. Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode skalogram dan
analisis indeks sentralisasi. Hasil analisis skalogram yang telah disentralisasi untuk
ketersediaan fasilitias sosial dan ekonomi suatu wilayah kecamatan dapat
menunjukkan bahwa suatu wilayah kecamatan mampu berperan sebagai pusat
pertumbuhan yang di dasarkan pada banyaknya jumlah fasilitas sosial dan ekonomi
yang tersedia pada tiap wilayahnya (Hasibuan, 2007: 43).
a. Metode Analisis Skalogram
Tujuan digunakannya Metode Analisis skalogram adalah untuk
mengidentifikasi kecamatan yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat
pertumbuhan, berdasarkan pada fasilitas perkotaan yang tersedia. Blakely &
Leigh (1998: 94-99) menyataan alat analisis dalam metode ini membahas
mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu daerah sebagai indikator
difungsikannya wilayah tersebut sebagai pusat pertumbuhan. Teknik analisis
yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebaran fungsi fasilitas sosial yaitu
(rumah sakit, puskesmas, fasilitas pendidikan) dan fasilitas ekonomi yaitu
(pasar, bank, BPR, pegadaian) serta hirarki pusat pelayanan dan
pengembangan sarana. Fasilitas-fasilitas tersebut menunjukkan adanya
differentiation dan centrality wilayah, sehingga makin banyak dan beragam
jenis fasilitas yag dimiliki wilayah, makin tinggi kecenderungan pemusatan
sehingga berpotensi menjadi pusat pertumbuhan. Bentuk skalogram yaitu
kelompok wilayah yang diurutkan berdasarkan banyaknya jumlah fasilitas
yang dimiliki, semakin banyak jumlah fasilitas yang dimiliki dianggap wilayah
tersebut memiliki kemampuan paling tinggi dan menurun sampai pada wilayah
paling rendah. Setelah pengelompokan terbentuk dapat dihitung persentase
kelengkapan fasilitas yaitu dengan menghitung jumlah fasilitas yang dimiliki
pada tiap wilayah dibanding dengan jenis keseluruhan fasilitas, Semakin tinggi
persentase kelengkapan fasilitas suatu wilayah, maka makin tinggi kemampuan
pelayanan wilayah tersebut kemudian disusun hirarki peringkat ketersediaan
fasilitas-fasilitas pelayanan yang dimiliki setiap wilayah tersebut
(Budiharsono, 2005: 151)
Kelemahan metode skalogram yaitu distribusi nilai akhir tidak
mempertimbangkan bobot dan pengaruh banyaknya jumlah fasilitas, karena
pada metode hanya ada dua klasifikasi nilai yaitu nilai (1= ada, 0= tidak ada),
sehingga perbedaan rentan terlalu kecil dan sulit melakukan klasifikasi tata
urutan hirarki wilayah. Kelemahan pada metode ini dapat di sempurnakan
menggunakan analisis indeks sentralisasi yang memberikan bobot pada tiap
fasilitas.

Analisis skalogram pertama kali dibuat dan diperkenalkan oleh


Guttman pada tahun 1950. Analisis skalogram ini merupakan suatu alat analisis
yang digunakan untuk menggambarkan suatu tingkatan dari sebuah fasilitas
yang ada di suatu wilayah, metode analisis skalogram juga dapat untuk
mengidentifikasi kecamatan yang dapat dikelompokkan menjadi pusat-pusat
pertumbuhan, berdasarkan pada fasilitas perkotaan yang tersedia. Alat analisis
dalam metode ini membahas mengenai fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu
daerah sebagai indikator difungsikannya wilayah tersebut sebagai pusat
pertumbuhan. Teknik analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
penyebaran fungsi fasilitas sosial yaitu (rumah sakit, puskesmas, fasilitas
pendidikan), fasilitas ekonomi yaitu (pasar, bank, BPR, pegadaian) serta hirarki
pusat pelayanan dan lingkungan . Analisis skalogram juga dapat digunakan
untuk menentukan hierarki suatu pemukiman atau wilayah ataupun fasilitas
pelayanan berdasarkan pengurutan jumlah fasilitas yang dimilikinya. Asumsi
yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki fasilitas terbanyak adalah
lokasi yang dijadikan pusat pelayanan bagi daerah disekitarnya.
Penyusunan skalogram dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1. Membuat sebuah tabel berdasarkan jumlah pusat pelayanan
(kabupaten/kota/kecamatan) pada kolom baris dan jumlah fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan yang terdapat di wilayah atau pusat pengembangan yang diteliti.
2. Setiap sel di isi dengan tanda (+) atau 1 atau (X) atau 0 bila sel tersebut mewakili fungsi
fasilitas pelayanan yang ada di wilayah tersebut atau tanda (-) untuk sel yang mewakili
fungsi fasilitas yang tidak ada di wilayah tersebut.
3. Atur kembali letak setiap fungsi pelayanan dan wilayah atau pusat pengembangan
berdasarkan fungsi pelayanan yang paling banyak terdapat di pusat-pusat
pengembangan dan letakkan pada kolom paling kiri.
Variabel yang mencerminkan suatu pusat pengembangan :
• Jumlah penduduk
• Keterpusatan
• Daya hubung (aksesibilitas)
• Kelengkapan fasilitas ekonomi
• Kelengkapan fasilitas sosial
Sebagai gambaran untuk menyusun skalogram perlu menyiapkan data-data yang
berhubungan dengan kemampuan fasilitas pelayanan di wilayah pengamatan. Hal ini
berhubungan dengan jumlah fungsi pelayanan yang bervariasi antarwilayah serta tergantung
justifikasi fungsi pelayanan apa yang paling penting mendukung penelitian yang ingin di capai
oleh peneliti. Selanjutnya hasil skalogram harus memenuhi standar koefisien reprodusibilitas
(Kr) dan koefisien skalabilitas (Ks). Skalogram dapat dipakai sebagai bahan analisis bila (Kr)
> 0,90 dan (Ks) > 0,65 dengan demikian skalogram dapat tersebut dapat diterima (Dir)
Teknik analisis yang digunakan dalam analisis skalogram ini dengan cara membuat
sesuatu tabel yang mengurutkan ketersediaan fasilitas suatu wilayah yang diidentifikasi sebagai
pusat pelayanan. Caranya adalah dengan menguji kelayakan skalogram digunakan
menggunakan Coeffisien of Reproducibility (COR). Perhitungan COR ini apabila nilai yang
didapat diantara 0,9-1 maka COR tersebut dinyatakan layak Berikut adalah rumus Coeffisien
of Reproducibility (COR):
COR = (T-S)/T
Keterangan:
COR = Coeffisien of Reproducibility
T = Jumlah total fasilitas yang diamati tiap wilayah
S = Jumlah kesalahan

1. Analisis Skalogram Guttman


1. Data yang diperlukan untuk Analisis Skalogram Guttman adalah jumlah fasilitas
dari tiap kecamatan yang memiliki ciri perkotaan.
2. Urutkan kecamatan yang awalnya sesuai dengan jumlah penduduk terbesar ke
paling kecil menjadi urut sesuai dengan jumlah variasi fasilitas dan kelengkapan
dari tiap kecamatan.
3. Langkah selanjutnya adalah hitung nilai kelayakan dari skalogram atau disebut
COR (Coefficient of reproducibility) dengan rumus:

Keterangan:
Σε = jumlah total kesalahan
N = Jumlah subyek
K = Jumlah fasilitas
Skalogram dianggap layak jika koefisien bernilai antara 0,9-1.

= 0,906
Nilai koefisien ada di antara 0,9-1 maka hasil skalogram di atas dinyatakan layak.
Hitung jumlah orde dari hasil Analisis Skalogram Guttman. Langkah ini digunakan
untuk mengetahui hasil dari analisis dibagi menjadi berapa orde. Perhitungan yang
dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
Jumlah Ordem :
=1+3,3 logn
= 1+3,3 log(19)
= 1+33 (1.27)
= 1+4,191
= 5.191
Jumlah Orde = 5
4. Hitung interval antar ordenya. Perhitungan pada tahap ini adalah sebagai berikut
ini.

Interval = 10%
Tabel Pembagian Orde Analisis Skalogram Guttman
3.Pembangunan Wilayah
A. Pengertian Pembangunan Wilayah
Pembangunan adalah upaya secara sadar dari manusia untuk memanfaatkan lingkungan
dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya pembangunan, kehidupan dan
kesejahteraan manusia dapat meningkat.
Tujuan pembangunan dapat tercapai dengan memperhatikan berbagai permasalahan, di
antaranya:
• Pengendalian pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia.
• Pemeliharaan daya dukung lingkungan.
• Pengendalian ekosisitem dan jenis spesies sebagai sumber daya bagi pembangunan.
• Pengembangan industri.
• Mengantisipasi krisis energi sebagai penopang utama industrialisasi
Pembangunan wilayah merupakan upaya untuk mendorong perkembangan sosial, ekonomi
agar tumbuh secara baik serta menjaga keberlangsungan kehidupan melalui pelestarian dan
keseimbangan lingkungan baik terhadap kawasan tersebut maupun antar kawasan. Menurut
Hairudin:2008 pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, ini
mengartikan bahwa suatu pertumbuhan wilayah dapat menyebabkan pertumbuhan baik fisik
maupun non fisik. Dengan kata lain pertumbuhan dapat berupa pengembangan/persebaran
atau peningkatan dari aktivitas yang dilakukan oleh individu maupun oleh komunitas
masyarakat.
B. Tujuan Pembangunan Wilayah
Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sisi
sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan. wilayah adalah merupakan upaya
memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya
menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik
dan sebagainya (Triutomo, 2001). Tujuan pembangunan wilayah dapat dirangkum sebagai
berikut.
• Memanfaatkan sumberdaya secara optimal sehingga dapat mewujudkan potensi
pembangunan wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu dengan dampak minimum
dalam mencapai kesetaraan ekonomi.
• Menjamin perencanaan dan distribusi penduduk dan sumberdaya ekonomi yang setara
dari sebuah daerah.
• Mengatur lahan yang tersedia dalam pola ruang yang paling menguntungkan dan
produksif bagi wilayah dan negeri dalam skala luas.
• Aloksi sumberdayatertentu untuk menghasilkan kegiatan ekonomi di wilayah
terbelakang untuk menstabilkan ekonominya melalui perencanaan sejumlah kota
menengah yang memadai dan untuk menyediakan layanan, pekerjaan, dan fasilitas
sosial dan budaya.
• Menghindarkan ekspansi perkotaan yang tidak sehat.
C. Wilayah Pusat Pembangunan Di Indonesia
Pembagian wilayah ditujukan untuk pemantapan dalam perumusan dan pengarahan kegiatan
pembangunan. Hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan pembangunan bisa berjalan merata,
baik di dalam wilayah pembangunan maupun antarwilayah pembangunan di seluruh
Indonesia.Ada empat wilayah utama dalam pembagian wilayah pembangunan di Indonesia,
adalah sebagai berikut :
Peta pusat pertumbuhan wilayah Indonesia

Wilayah pembangunan di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi wilayah pembangunan


yang lebih kecil lagi yaitu tingkat daerah pada provinsi. Contohnya Jawa Barat dibagi menjadi 6
wilayah pembangunan daerah, sebagai berikut:

• Wilayah Pembangunan JABOTABEK (termasuk sebagian kecil wilayah kabupaten


sukabumi). Pada wilayah ini dikembangkan berbagai aktivitas industri yang tidak
tertampung di Jakarta.
• Wilayah Pembangunan Bandung Raya. Wilayah ini dikembangkan pusat aktivitas
pemerintahan daerah, pendidikan tinggi, perdagangan daerah, industri tekstil. Untuk
konservasi tanah dan rehabilitasi lahan kritis di pusatkan di wilayah-wilayah kabupaten
Garut, Cianjur, Bandung, dan Sumedang.
• Wilayah yg Pembangunan Priangan Timur. Wilayah ini meliputi daerah kabupaten
Tasikmalaya dan Ciamis.
• Wilayah Pembangunan Karawang. Wilayah ini dikembangkan sebagai produksi pangan
(beras/padi) dan palawija. Meliputi pula daerah-daerah dataran rendah pantai utara
(Pantura) seperti Purwakarta, Subang, danKarawang. Pusatnya Kota Karawang.
• Wilayah Pembangunan Cirebon dan sekitarnya. Wilayah ini dikembangkan sebagai pusat
industri pengolahan bahan agraris, industri, petrokimia, pupuk, dan semen. Untuk
keperluan tersebut, pelabuhan Cirebon ditingkatkan fungsinya untuk menampung
kelebihan arus keluar masuk barang dari pelabuhan Tanjung Priok.
• Wilayah Pembangunan Banten. Wilayah ini berpusat di Kota Serang dan Cilegon, terdiri
atas 4 zone yaitu Bagian Utara diutamakan untuk perluasan dan intensifiksi areal
pesawahan teknis, selatan untuk wilayah perkebunan dan tanaman buah-buahan, wilayah
Teluk Lada diperuntukkan bagi intensifikasi usaha pertanian, dan daerah sekitar Cilegon
dikembangkan sebagai pusat industri berat (besi baja).
D.Teori Perkembangan Wilayah
➢ Amartya Sen: Memandang pembangunan sebagai penciptaan peluang bagi
masyarakat untuk hidup lebih baik, dengan fokus pada aspek-aspek kesejahteraan
sosial, pendidikan, dan kesehatan.

➢ Mahbub ul Haq: Dikenal karena mengembangkan Indeks Pembangunan Manusia


(IPM), Haq menekankan perlunya mengukur pembangunan bukan hanya dari segi
ekonomi tetapi juga melibatkan faktor-faktor sosial.
4. TEORI LOKASI

A. Pengertian Teori Lokasi

Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk melhat dan meperhitungkan pola
lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara konsisten dan logis, dan untuk melihat
dari memperhitungkan begaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi ini saling berhubungan.

Pengertian Lokasi itu sendiri menurut Heizer & Render (2015) lokasi adalah pendorong biaya dan
pendapatan, maka lokasi seringkali memiliki kekuasanaan untuk membuat strategi bisnis
perusahaan. Lokasi yang strategis bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dari lokasi bari
perusahaan.

Menurut Kotler (2008) Salah satu kunci menuju sukses adalah lokasi, lokasi dimulai dengan
memilih komunitas. Keputusan ini sangat bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomis dan
stabilitas, persaingan, iklim politik, dan sebagainya.

B. Penentuan Lokasi

Menurut Munawaroh (2013) salah satu strategi yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah
pemilihan lokasi, baik lokasi pabrik untuk perusahaan manufaktur ataupun lokasi usaha untuk
perusahaan jasa/retail maupun lokasi perkantorannya.

Pemilihan lokasi, diperlukan pada saat perusahaan mendirikan usaha baru, melakukan ekspansi
usaha yang telah ada maupun memindahkan lokasi perusahaan ke lokasi lainnya. Pemilihan lokasi
sangat penting karena berkaitan dengan besar kecilnya biaya operasi, harga maupun kemampuan
bersaing.

Tujuan dari strategi lokasi adalah untuk memaksimalkan benefit perusahaan:

a. Bagi industri, untuk meminimumkan biaya. Lokasi yang tepat mendekatkan lokasi
gudang penyimpanan bahan dengan lokasi produksi bisa menghemat biaya
transportasi.

b. Bagi retail dan profesional service untuk maksimisasi revenue. Pemilihan lokasi retail
dan profesional service yang mudah dijangkau konsumen memungkinkan terjadi
penjualan dalam jumlah banyak, sehingga meningkatkan pendapatan perusahaan.
c. Bagi lokasi gudang untuk memaksimumkan speed delivery dan biaya minimum. Jarak
gudang dengan lokasi pabrik yang tepat akan mempercepat penyerahan barang
sekaligus meminimalkan biaya.

Pemilihan lokasi usaha merupakan salah satu keputusan bisnis yang harus dibuat secara hati-hati.
Penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa lokasi usaha berhubungan dengan penjualan
bisnis tersebut (Indarti, 2004). Namun, penelitian-penelitian tersebut masih didominasi oleh
pemilihan lokasi di sektor manufaktur, industri teknologi tinggi, dan perbisnisan besar, dimana
pemilihan lokasi usaha tersebut didorong oleh pertimbangan besarnya biaya transportasi bahan
produksi.

Penentuan lokasi perlu dilakukan dengan matang yang terdiri dari lokasi untuk kantor pusat,
cabang, dan pabrik. Dalam kaitannya dengan studi kelayakan bisnis, hal yang paling komplek dan
rumit yaitu penentuan lokasi pabrik. Pertimbangannya yaitu apakah dekat dengan bahan baku atau
pasar atau konsumen, biaya dan luas produksi (Kasmir, 2014).

C. Faktor Penentu Pemilihan Lokasi usaha

Menurut Swastha dan Irawan (2008) faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan daerah
bisnis adalah :

a. Luas daerah perdagangan

b. Dapat dicapai dengan mudah

c. Potensi pertumbuhannya

d. Lokasi saingan

Menurut Schmenner dalam jurnal Zuliarni dan Hidayat (2013), mengembangkan suatu pendekatan
untuk mempelajari pemilihan lokasi usaha. Pendekatan tersebut terdiri atas dua tahap, pertama
memilih area yang akan dijadikan tempat bisnis secara umum, dan kedua memilih lokasi usaha
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut dibedakan menjadi dua yakni “musts” dan
“wants”, dimana pemilik bisnis menentukan lokasi usaha yang telah memenuhi kriteria “musts”,
kemudian mempertimbangkan kriteria “wants” dari lokasi usaha.

Menurut Yazid (2001) kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi adalah:
a. Karakteristik dan ukuran populasi

b. Ketersediaan tenaga kerja

c. Kedekatan dengan sumber produksi

d. Promosi 15

e. Basis ekonomi

f. Kesesuaian dengan sarana

g. Situasi persaingan

h. Kemudahan lokasi toko

D. Faktor-Faktor yang Perlu dipertimbangkan dalam Penentuan Lokasi

Menurut Munawaroh (2013) pemilihan lokasi akan mempertimbangkan beberapa faktor,


disesuaikan dengan jenis dan kondisi perusahaan.

1. Faktor Dominan/Utama pada lokasi usaha manufaktur

a. Tenaga kerja

b. Pasar

c. Kualitas kehidupan

d. Kedekatan dengan suplier dan sumber

e. Pajak, listrik dan air

2. Faktor dominan/utama pada lokasi perusahaan jasa

a. Kedekatan dengan konsumen

b. Biaya transformasi

c. Kualitas kehidupan

d. Lokasi pesaing
3.Faktor spesifik :

a. Lalu lintas

b. Kelayakan

c. Areal parkir

E.Ketergantungan Lokasi
Teori lokasi biaya rendah yang dikembangkan oleh Weber berasumsikan bahwa
permintaan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh perusahaan yang
berdekatan.Dengan demikian, secara implisit teori ini juga mengasumsikan persaingan
bebas tanpaada kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli yang ditawarkan oleh
lokasiperusahaan lain. Namun demikian lokasi biaya minimum perlu menjamin
keuntunganmaksimum. Keuntungan dapat saja meningkat bila lokasi perusahaan
yangbersangkutan pindah ke daerah konsentrasi permintaan sekalipun biaya
bertambah.Gejala ini disebabkan oleh penjualan yang meningkat per satuan produk lebih
rendah.Perusahaan yang berdiri sendiri di suatu daerah, dalam batas tertentu, tidakperlu
memperhatikan kebijaksanaan perusahaan lain. Ia bebas menentukan kebijakaannya dalam
bidang harga, kualitas, maupun atribut lain dalam produknya. Tak demikian halnya bila ia
berlokasi tak berjauhan dengan perusahaan lain dan mempunyai daerah pasar diperebutkan
dengan perusahaan itu. Dalam hal ini kebijaksanaan yang diambil dipengaruhi oleh
perusahaan lain atau sebaliknya. Beberapa unsur ketergantungan lokasi telah dikemukakan
dalam teori Palander dan Hoover. Teori ketergantungan lokasi berpangkal tolak dari
kesamaan biaya bagisemua perusahaan dan menjual produknya di pasar yang tesebar
secara sepasial. Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and
Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun 1956 dalam
bukunya Plant Location in Theory and in Practice dan Microeconomics and The Space
Economy. Greenhut berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori
ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Biaya lokasi yang meliputi biaya angkutan, tenaga dan pengelolaan
b. Faktor lokasi yang berhubungan dengan permintaan, yaitu ketergantungan lokasi dan
usaha untuk menguasai pasar.
c .Faktor yang menurunkan biaya.
d.Faktor yang meningkatkan pendapatan.
e Faktor pribadi yang berpengaruh terhadap penurunan biaya dan peningkatan pendapatan.
f. Pertimbangan pribadi.

F. Pengaruh Teori Lokasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi


Dewasa ini, perkembangan sektor industri di Indonesia menyebabkan terjadinya
percepatan munculnya bangunan industri, penambahan devisa negara, serta mengurangi
jumlah pengangguran. Namun hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kebijakan-
kebijakan yang kuat, analisa lokasi khususnya lokasi industri yang tepat,maka keberadaan
kawasan industri disamping memberikan dampak positif juga akan mempengaruhi potensi,
kondisi, dan mutu sumber daya alam dan lingkungan sekitar (Anonim, 1993). Keberadaan
sektor industri tersebut tidak terlepas dari pemilihan lokasi yang didasarkan pada teori
lokasi yang telah berkembang mulai dari teori klasik, neo-klasik, sampai dengan teori
lokasi modern.
Berikut pemaparan dari beberapa ahli tentang Teori Pusat Pertumbuhan:
a) Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli
ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua
kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang
mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar
(baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.

b) Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi
dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam
ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan
kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat
oleh pendapat August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman.
Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan
berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada
hirarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul
simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan
partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam
aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang
dihasilkannya. Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk
geometrikberdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan
antarasuatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk
jaringanyang disebut sarang lebah.
Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-
batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut.
Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh
tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral
itu disebut batas ambang (threshold level ).
Berdasarkan penjelasan mengenai teori lokasi industri dan teori pusat
pertumbuhandapat kita simpulkan bahwa keduanya memiliki peranan terhadap pertumbu
hanekonomi. Dimana penempatan lokasi industri yang tepat dapat memberikan
banyak jalan, diantaranya industri yang didirikan dilokasi yang tepat, mampu menyerap
tenaga kerja yang ada disekitar lokasi industri khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya.Selain itu daerah yang menjadi lokasi industri secara otomatis akan mengalami
kenaikan pendapatan daerah. Sehingga memungkinkan perekonomian di daerah lokasi
industri mengalami peningkatan.
G. Teori Lokasi Wlater Christaller
Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah
kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat pusat
pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi
enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyaidua
syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat
pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan.
Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi
primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur jarak
(distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement ). Tujuan dari analisis keruangan
adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai dengan
struktur keruangan dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu hubungan antara
ekonomi dan interaksi keruangan, aksebilitas antara pusat dan perhentian suatuwilayah
dan hambatan interaksi. Hal ini didasarkan olah adanya tempat-tempat (kota)yang menjadi
pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta adanya hirarki diantaratempat-tempat
tersebut.Pada kenyataanya dalam suatu wilayah mempunyai keterkaitan fungsional
antara satupusat dengan wilayah sekelilingnya dan adanya dukungan penduduk untuk
keberadaansuatu fungsi tertentu dimana barang mempunyai sifat goods order dan tidak
setiapbarang atau jasa ada di tempat. Perkembangan tempat tempat sentral tergantung
konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan dan
penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan transportasi seperti yang telah
dikemukakan oleh Christaller dalam “Central Place Theory” Suatu wilayah memiliki
ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah memiliki kelebihan dibanding yang
lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani
kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga
penduduk akan mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Perbedaan tingkat kepemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah
dalam mendukung kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya
pertukaran barang, tenaga kerja dan jasa antar wilayah (Morlok,1988). Agar dapat tetap
melangsungkan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang tempat tinggal
yangdisebut pemukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities,
circulation,housing, recreation, and other living facilities (Hari Sabari Yunus, 1987).
Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam
pemukiman.Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal.
Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat
penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah.
Christaller menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang
menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain.
Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penysunan teori tersebut, seperti :
1. Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.
2. Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya danwaktu.
3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.
4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.
5. Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk tersebar
secara merata.

5. Perencanaan Wilayah
a. Pengertian
- Perencanaan adalah penetapan langkah- langkah yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Melalui perencanaan ini diharapkan dalam mencapai
tujuan tersebut tidak mengalami masalah dan apabila terjadi masalah, sudah
diantisipasi pemecahannya. Oleh karena itu, perencanaan merupakan bagian
dari pengambilan suatu keputusan.
- Perencanaan wilayah adalah penetapan langkah- langkah yang digunakan untuk
wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah
tersebut tersebut antara lain mengetahui menetapkan tujuan, meramalkan suatu
yang akan terjadi di masa yang akan datang, memperkirakan berbagai masalah
yang muncul, dan menetapkan lokasi atau wilayah yang dijadikan tempat untuk
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan.
- Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan
perencanaan aktivitas pada ruang wilayah
- Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata ruang
wilayah, sedangkan perencanaan aktivitas biasanya dituangkan dalam rencana
pembangunan wilayah.
Menurut Arsyad (1999) terdapat empat hal yang terdapat dalam perencanaan, yaitu
sebagai berikut.

• Merencanakan berarti memilih,


• Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya,
• Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan
• Perencanaan berorientasi ke masa depan.

b. Faktor-faktor Perencanaan Wilayah


- Potensi di setiap wilayah berbeda, baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Ada wilayah yang memiliki potensi sumber daya melimpah, adapula
yang minim. Perbedaan potensi ini memerlukan perencanaan yang berbeda.
Potensi wilayah berupa pemberian alam maupun hasil karya manusia di masa
lalu merupakan aset yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat.
- Perkembangan teknologi yang sangat cepat sehingga mempengaruhi perubahan
dalam kehidupan manusia.
- Adanya kesalahan perencanaan di masa lalu sehingga tidak dapat diubah atau
diperbaiki kembali. Misalnya, masyarakat yang sudah terlanjur membangun
rumah di jalur hijau, atau daerah yang terkena banjir tahunan. Oleh karena itu,
memerlukan perencanaan berikutnya agar lebih terarah.
- Kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat. Hal ini karena seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang cepat.

c. Tujuan Perencanaan Wilayah


Tujuan dari adanya perencanaan wilayah adalah menciptakan suatu kehidupan
yang aman, nyaman, efisien, dan lestari. Dengan adanya perencanaan wilayah
diharapkan kesejahteraan manusia dapat lebih terwujud.
d. Perencanaan Wilayah menyangkut berbagai bidang, yaitu sebagai berikut:
- Perencanaan wilayah untuk kajian sosial ekonomi wilayah, seperti perencanaan
sosial ekonomi perkotaan dan sosial ekonomi pedesaan.
- Perencanaan wilayah untuk tata ruang atau tata guna lahan. Perencanaan ini
dapat diperinci atas tata ruang tingkat nasional, tata ruang tingkat provinsi, tata
ruang tingkat kabupaten atau kota, dan tata ruang tingkat kecamatan.
- Perencanaan wilayah untuk kajian-kajian khusus, seperti perencanaan
lingkungan, perencanaan permukiman atau perumahan, dan perencanaan
transportasi.
- Perencanaan wilayah untuk proyek (site planning), seperti perencanaan lokasi
proyek pasar, perencanaan lokasi proyek pendidikan, perencanaan lokasi
proyek real estate, dan perencanaan lokasi proyek pertanian.
e. Permasalahan Perencanaan Wilayah
- Masalah mikro adalah permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan
proyek itu sendiri, baik dari pengelola maupun dari pemberi ijin proyek.
Permasalahan mikro antara lain permasalahan teknik, seperti kondisi lahan,
pengelolaan, keuangan, dampak lingkungan, sikap sosial masyarakat, dan
permasalahan keamanan.
- Permasalahan makro adalah permasalahan pemerintah untuk melihat kaitan
proyek dengan program pemerintah secara keseluruhan (makro). Permasalahan
makro sebagian besar menjadi tanggung jawab pemerintah (perencana
wilayah), seperti kesesuaian lokasi wilayah dan strategi pengembangan
ekonomi wilayah.
f. Pendekatan dalam Perencanaan Wilayah
• Pendekatan Sektoral
o Pendekatan sektoral adalah pendekatan perencanaan wilayah
berdasarkan sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, seperti
sektor pertanian dan sektor industri.
o Setiap sektor dianalisis potensinya satu persatu, menetapkan apa yang
dapat ditingkatkan dan dimana lokasi kegiatan peningkatan tersebut.
Misalnya, untuk menganalisis sektor pertanian, sektor tersebut dapat
dibagi menjadi subsektor, seperti tanaman pangan, perkebunan rakyat,
dan perusahaan besar.
o Dalam pendekatan sektoral, pengelompokan sektor-sektor dapat
dilakukan berdasarkan administrasi pemerintahan. Misalnya, sektor
perindustrian berada di bawah departemen perindustrian, sektor
pertanian berada di bawah departemen pertanian.
o Untuk masing-masing sub sektor dapat diperinci lagi atas dasar
komoditi. Misalnya, untuk subsektor bahan makanan dapat diperinci
atas komoditi beras,kacang-kacangan, sayuran.
o Dalam pendekatan sektoral, setiap sektor/komoditi harus dibuat
analisis:
Sektor/komoditi apa yang memiliki keuntungan besar di wilayah
tersebut dan dapat bersaing di pasar global.
Sektor apa yang penting dan kurang penting. Misalnya, beras
merupakan sektor yang sangat penting di Indonesia.
Sektor apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi.
Sektor apa yang banyak menyerap tenaga kerja.
Berdasarkan kriteria tersebut, dapat ditetapkan skala prioritas
tentang sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan
di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai.
Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan
pembangunan wilayah.
• Pendekatan Kewilayahan
Pendekatan kewilayahan melihat pemanfaatan ruang serta
interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah.
Berdasarkan pendekatan kewilayahan (regional), pengelompokkan
suatu daerah dapat dilakukan berdasarkan batas administrasi
pemerintahan, seperti kabupaten/kota, kecamatan, dan
kelurahan/desa.
Pendekatan regional merupakan pendekatan yang memandang
wilayah yang terdiri atas bagian-bagian wilayah yang lebih kecil
dengan potensi dan daya tariknya masing- masing.
Analisis pendekatan kompleks wilayah dapat dicontohkan misalnya
bagaimana memecahkan masalah urbanisasi.

Anda mungkin juga menyukai