Anda di halaman 1dari 21

Ketimpangan Pendapatan

Pengertian Ketimpangan Pendapatan Menurut Para Ahli

Menurut Parvez Hasan, ketimpangan pendapatan dapat menyebabkan

kesempatan untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan pokok semakin kecil

(Bintoro, 1986 : 88).

Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada standar hidup yang

relatif pada seluruh masyarakat, karena kesenjangan antar wilayah yaitu adanya

perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Ketimpangan distribusi

pendapatan ini dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu (Kuncoro,

2000: 108-124):

a. Ketimpangan Kota dan Desa

Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi

pendapatan masyarakat yang berada di kota dan di desa.

b. Ketimpangan Regional

Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan

antara wilayah atau regional.

c. Ketimpangan Interpersonal

Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi

pendapatan masing-masing individu.

d. Ketimpangan antar Kelompok Sosial Ekonomi


Ketimpangan antar kelompok sosial ekonomi yaitu ketimpangan

distribusi pendapatan dilihat dari tingkat pendidikannya.Semakin

tinggi tingkat pendidikannya maka semakin besar pendapatan yang

diperoleh.

Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah

dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di

berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 2010)

Indikator untuk mengetahui ketimpangan dan kesenjangan pendapatan

dapat dilakukan dengan :

1. Kurva Lorenz

Cara umum yang lain melihat penghasilan pribadi adalah dengan

membuat apa yang dinamakan dengan Kurva Lorenz. Jumlah

penerimaan penghasilan ditempatkan diatas sumbu horizontal

sedangkan sumbu vertikal menggambarkan bagian jumlah penghasilan

yang diterima oleh masing-masing persentase populasi. Kedua sumbu

tersebut dikombinasikan sampai dengan 100 persen. Dengan demikian

kedua sumbu tersebut sama panjang dan semua angka ditempatkan

dalam bujur sangkar. Pada garis diagonal, yang merupakan garis

persamaan digambarkan dari sudut bawah sebelah kiri bujur sangkar

menuju kearah sebelah kanan pada sudut atas Kurva Lorenz tersebut.
.

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif yang aktual antara

persentase-persentase penerimaan penghasilan yang mereka terima sebenarnya.

Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal berarti semakin besar pula

ketimpangan pendapatan yang terjadi, dan sebaliknya semakin dekat Kurva

Lorenz dengan garis diagonal maka akan semakin kecil tingkat ketimpangan

pendapatan yang terjadi.

Menurut BPS indikator yang sering digunakan untuk mengetahui ketimpangan

distribusi pendapatan adalah Indeks Gini dan kriteria Bank Dunia. Kriteria Bank

Dunia berdasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima

oleh 40% penduduk berpendapatan terendah. Ketimpangan distribusi pendapatan

dikategorikan: (a) tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima

kurang dari 12% bagian pendapatan; (b) sedang, bila 405 penduduk

berpenghasilan terendah menerima 12 hingga 17% bagian pendapatan; (c) rendah,

bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17% bagiam

pendapatan. Indeks Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya

berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).


Pada prakteknya, keofisien gini untuk negara-negara yang derajat ktimpangannya

tinggi bekisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang

distribusi pendapatannya relative merata, angkanya berkisar antara 0,20 hingga

0,35 (Todaro, 2006).

2. Koefisien Gini

Pada Gambar berikut ini adalah rasio area A yang diberi arsiran

dibandingkan dengan jumlah area segitiga ABC. Rasio ini dikenal dengan nama

Rasio Koefisien Gini atau Koefisien Gini. Nama Koefisien Gini diambil dari

nama seorang ahli statistik Italia yaitu C. Gini, orang pertama yang

memformulasikan hal tersebut pada tahun 1912.

Pengukuran tingkat ketimpangan dengan menggunakan Koefisien Gini

diformulasikan sebagai berikut :

𝑃𝑖(𝑄𝑖 + 𝑄𝑖−1
𝐺 = 1−𝑖∑
10.000

Keterangan :

G = Koefisien Gini

Pi = Persentase penduduk

Qi = Persentase pendapatan

Qi-1 = Persentase pendapatan sebelumnya


Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-

beda dari nol yang mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality)

sampai satu yang berarti suatu ketimpangan total (perfect inequality) dalam

distribusi pendapatan dan pengeluaran.

Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini

adalah :

1. Lebih dari 0,5 adalah berat.

2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.

3 Kurang dari 0,35 adalah ringan

Kriteria ketidak merataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan

nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk

berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tertinggi

(penduduk terkaya). Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan

parah apabila 40% penduduk termiskin menikmati kurang dari 12% pendapatan
nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk

termiskin menikmati 12 hingga 17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40%

penduduk termiskin menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka

ketimpangan atau kesenjangan dikatakan ringan (Dumairy, 1999).

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi

penduduk dalam kelompok-kelompok sebagai berikut :

1. Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari

jumlah penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.

2. Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40%

dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan

nasional/regional/PDRB.

3. Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40%

dari jumlah penduduk yang menerima pendapatan

nasional/regional/PDRB.

Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut

besarnya bagian pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok

penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk

yang dikenal dengan kelompok rendah 40%. Apabila kelompok rendah 40%

menerima pendapatan nasional atau regional sebesar 17% atau lebih maka tingkat
kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa dibilang rendah. Apabila

terletak antara 12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam tingkat

kepincangan pembagian pendapatan yang tinggi

Analisis Tingkat Ketimpangan Antar Daerah

Indeks Williamson dan Indeks Entropy Theil dipakai untuk besar tingkat

disparitas pendapatan antar wilayah Untuk mengukur ketimpangan pendapatan

regional bruto propinsi. Indeks ketimpangan regional Theil tersebut dapat dibagi

menjadi dua sub indikasi yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan

ketimpangan regional antar wilayah atau regional (Kuncoro, 2004).

Indeks Williamson :

√∑(𝑌𝑖 − 𝑌)2
𝐼𝑊 =
Y

Dimana :

IW : Indeks Williamson

Yi : PDRB per kapita di kabupaten i.


Y : PDRB per kapita Propinsi Jawa Timur

fI : Jumlah penduduk di kabupaten i

n : Jumlah penduduk propinsi

Untuk mengukur ketimpangan Ekonomi (pendapatan) antar wilayah

Indeks Williamson, IW berkisar antara 0 – 1 :

a. Bila IW,< 0,3 artinya : ketimpangan ekonomi wilayah rendah

b. Bila IW, 0,3 - 0,5 artinya ketimpangan ekonomi wilayah sedang

c. Bila IW.> 0,5 artinya ketimpangan ekonomi wilayah tinggi

Indeks Entropi Theil :

𝑌𝑗
𝑌𝑗
𝐼 = ∑ 𝑎 ( ) 𝑙𝑜𝑔 [ 𝑌⁄𝑋𝑗]
𝑌
𝑋

Dimana :

I : Indeks Entrophy Theil

Yj : PDRB per kapita kota/kabupaten j


Y : PDRB per kapita propinsi

Xj : Jumlah Penduduk kota/kabupaten j

X : Jumlah Penduduk propinsi

Entropi Theil dalam wilayah :

𝑌𝑗
𝑌𝑗
𝐼 (𝑌) = ∑ ( ) log [ 𝑌⁄𝑋𝑗]
𝑌
𝑋

Dimana :

I(y) : Indeks Entrophy Theil dalam Wilayah

Yi : PDRB per kapita propinsi i

Yj : Jumlah PDRB per kapita kota/kabupaten j

Xi : Jumlah penduduk propinsi i

Xj : Jumlah penduduk kota/kabupaten j

Entropi Theil antar wilayah :


𝑌𝑗
𝐼(𝑤) = ∑(𝑌𝑗) 𝐿𝑜𝑔 [ 𝑌⁄𝑋𝑗]
𝑋

Dimana :

I(w) : Indeks Entrophy Theil antar wilayah

Yj : Rata-rata PDRB per kapita kota/kabupaten

Xj : Jumlah penduduk kota/kabupaten j

Total Theil perkembangan wilayah adalah sebagai berikut :

𝐼 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐼𝑖𝑛𝑡𝑟𝑎 + 𝐼𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟

Tingkat pendapatan digunakan sebagai indikator tingkat keberhasilan

pembangunan ekonomi suatu komunitas. Ukuran ketimpangan distribusi

pendapatan antar rumah tangga digunakan angka Indeks Gini (Szal danRobinson,

1977).Hubungan antara t i n g k a t pendapatan dan ketidakmerataan distribusi

pendapatan dihipotesakan berupa bentuk hubungan dengan pola U-terbalik

(inverted U shaped pattern) atau lebih kenal dengan hipotesis Kuznetz.

Ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat pendapatan tergantung

pada tipe dan tingkat pembangunan ekonomi.Distribusi pendapatan sangat penting

untuk pembangunan, karena berdampak terhadap kohesi masyarakat, berpengaruh

terhadap tingkat kemiskinan untuk setiap rata-rata pendapatan per kapita rakyat
miskin, dan bahkan mempengaruhi kesehatan masyarakat.Hipotesis Kuznet

menyatakan bahwa distribusi pendapatan memburuk sebagai akibat dari efek

kenaikan pendapatan yang sama sekali tidak kuat, sehingga tingkat pertumbuhan

pendapatan tidak secara sistematis linier dengan perubahan dalam distribusi

pendapatan.

Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan

distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang

dimiliki oleh setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai

produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu/kelompok

lain.Masyarakat yang berbeda mempunyai persepsi yang berbeda pula tentang apa

itu adil (merata) dan normanorma sosial budaya, sehingga kebijakan yang

dilakukan untuk meningkatkan pemerataan tetap saja menimbulkan perdebatan

bahwa terjadi ketidakmerataan yang cukup besar dalam hal distribusi pendapatan,

kesehatan, dan kesempatan kerja.

Di Negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema kompleks

antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting,

tapi sangat sulit diwujudkan secara bersamaan.Keyakinan mengenai adanya efek

menetes kebawah (trickle down effects) dalam pengambilan kebijakan

pembangunan, yang meyakini bahwa strategi pembangunan yang dilakukan dapat

lebih fokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang

tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat, tidak terbukti secara signifikan.
Indeks Oshima :

Di dalam buku ini Professor Oshima menolak ukuran ketimpangan yang

biasa dipakai. Gini Concetration ratio (perbandingan konsentrasi Gini) menurut

dia ukuran itu “melebih-lebihkan makna pendapata rendah maupun di sekitar rata-

rata. Ukuran ini serupa standard deviation (penyimpangan standard) dalam

statistik Professor Oshima menggunakan jumlah penyimpangan absolute Dari

rata-rata dan bukan jumlah penyimpangan pangkat dua. Kemudian, ukuran ini

dibaginya dengan faktor pelipat yang dipilih agar memperoleh nilai maksimum

1.0 untuk index of inequality (indeks ketimpangan) yang dihasilkan.

Persamaan Indeks Oshima adalah :

𝑛
∑𝑎𝑎 𝑓/𝑑
𝑖=1 1
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = ×
∑𝑖 𝑓𝑖 𝑋𝑖 𝑓𝑛
2 (2 − )
∑ 𝑓𝑖

Keterangan :

fi = jumlah rumah dalam kelas pendapatan ke-i

fn = Bagian dari jumlah, total rumah tangga dalam golongan

pendapatan ke-n atau tertinggi

𝑓
2 (2 − ∑ 𝑓𝑛 ) = Penyebut yang diperlukan untuk memperoleh nilai
𝑖

indeks maksimum sama dengan 10


Xi = Pendapatan rata-rata rumah tangga dlaam golongan pendapatan

ke-i

d = Penyimpangan (deviation) pendapatan rata-rata rumah tangga

dalam golongan ke I dari rata-rata nasional/

I = 1,2,3, …, n

Professor Oshima indeks itu atas hubungan dari pendapatan total yang

diterima golongan pendapatan I dibagi jumlah total rumah tangga golongan

pendapatan ke I. Oshima juga membatasi indeksnya pada kasus rumah tangga

yang dikelompokkan dalam sepuluh kelompok rumah tangga dengan jumlah

anggota keluarga sama (deciles = dasa). Dalam prakteknya, indeks ketimpangan

dasa memberikan hasil yang kelihatannya tidak jauh berbeda dari perbandingan

konsentrasi Gini. Tetapi, indeks ini jauh lebih mudah menghitungnya dan juga

bisa dipotong-potong menjadi bagian-bagian yang bisa dikaitkan pada faktor-

faktor tertentu yang ikut menyebabkan ketimpangan pendapatan.

Faktor-faktor yang ikut menyebabkan yang perhatian Oshima adalah :

penyimpangan pendapatan rata-rata rumah tangga dalam sector tertentu dari

(1) pendapatan rata-rata nasional (faktor pendapatan rata-rata); (2) bobot sector,

diukur atas dasar jumlah rumah tangga(faktor besar atau “frekuensi”); dan

(3) ragam tebaran lengkung pembagian pendapatan (faktor sebaran). Sumbangan

tiap-tiap faktor ini dungkapkan Oshima dalam persentase dari indeks

ketimpangan dasa total. Ini berarti artinya sumbangan relative suatu faktor pada

ketimpangan dalam suatu negara dan sumbangan absolutnya ada kekacauan.


Karena perhatian Oshima terarah pada perubahan-perubahan pada ketimpangan

pendapatan dari waktu ke waktu. Nampaknya lebih gaik kalau ukuran absolut

yang digunakan seluruhnya.

Unsur-unsur yang digunakan untuk memotong indeks ketimpangan

pendapatan dasa adalah sebagai berikut :

 Jumlah penyimpangan absolut pendapata sector di sekitar

pendapatan rata-rata nasional

 Jumlah penyimpangan absolut pendapatan sector di sekitar

pendapatan rata-rata sector

 Perbandingan jumlah total rumah tangga suatu negara dibagi

jumlah sektor kali jumlah rumah tangga sector

 Perbandingan pendapatan rata-rata nasional dan pendapatan rarta-

rata sektor.

Dalam analisanya, Oshima juga menggunakan income dispersion per

family (tebaran pendapatan per keluarga) untuk sektor tertentu, dia tidak secara

eksplisit menggunakan perbandingan pendapatan rata-rata, tetapi ia menyinggung

perbedaannya dalam pendapatan ratta-rata sektor dalam penjelasannya, terutama

dalam hubungan dengan pendapatan rata-rata per kapitata sektor tertentu dan

tebaran dalam sektor itu. Pendapatan per kapita naik, tebaran nyata dan nominal

akan naik pula.


Dasar hitungan Oshima adalah rata-rata akan menampung selisih antara

pendapatan rata-rata nasional dan sektor dan perbandingan rumah tangga (C) akan

menjadikan tebaran sektor seragam, guna menghilangkan pengaruh besar sektor

(jumlah anggota keluarga). Tetapi selisih-selisih dalam pendapatan rata-rata

sektor, seperti telah disinggung tadi, juga mempengaruhi selisih-selisih dalam

tebaran pendapatan. Jadi, mungkin terjadi satu sektor memiliki tebaran relatif

yang persis sama dengan sektor yang lain tetapi menunjukkan faktor tebaran yang

jauh lebih tinggi semata-mata karena kelas pendapatan per rumah tangganya lebih

tinggi.

Pemerataan versus Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Untuk mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan menggunakan

Koefisien Gini. Menurut IMF, telah terjadi peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan di kebanyakan negara di dunia terutama di negara transisi; yang rata-

rata koefisien gininya 0,25 sampai akhir 1980-an, dan pada pertengahan tahun

1990-an telah meningkat lebih dari 0,30. Di beberapa negara terjadinya

pergeseran dari labor income menjadi capital income. Di negara transisi,

pergeseran ini akan menyebabkan privatisasi dari kepemilikan asset.

Pada tahun 1955, Kuznets memperkenalkan pemikiran perihal hubungan

antara ketidakmerataan pendapatan dengan tingkat keberhasilan pembangunan.

Hubungan antara tingkat pendapatan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan

dihipotesakan berupa bentuk hubungan dengan pola U-terbalik (inverted U shaped


pattern), Artinya, distribusi pendapatan cenderung semakin timpang pada tahap

awal pembangunan dan kemudian cenderung lebih merata pada tahap selanjutnya

sejalan dengan perbaikan tingkat pendapatan. Arthur Lewis (1954) dan Simon

Kuznets (1955). Model Lewis pertumbuhan "dengan tenaga kerja tidak terbatas”

berbeda secara fundamental dengan Kaldor (atau Solow), yang dalam hal ini

didorong oleh pergerakan faktor produksi (tenaga kerja) dari sektor yang

produktivitasnya rendah ke tinggi produktivitas seseorang.

Distribusi pendapatan rumah tangga yang tidak merata (berdasarkan

gender, usia) sangat berpengaruh terhadap ketidaksetaraan antara individu-

individu. Efek pajak progrresif terhadap distribusi pendapatan, dari sejumlah

penelitian, berbeda kesimpulan, sebagian karena perbedaan metodologi.Transfer

pemerintah, termasuk pensiun dan tunjangan lainnya, seperti pengangguran atau

tunjangan cacat, secara prinsip sangat besar pengaruhnya.

Hubungan antara tingkat pendapatan yang diproksikan sebagai pendapatan

Per kapita dengan ketidakmerataan distribusi pendapatan antar rumah tangga

memiliki bentuk yang bervariasi sesuai dengan tahapan pembangunan yang

dilaksanakan.Hubungan antara tingkat pendapatan dan ketidakmerataan distribusi

pendapatan dapat dikatakan sebagai hubungan positif--‐negatif (positive-negative

relationship).

Kebijakan Mengatasi Ketimpangan Pendapatan


a. Kebijakan pembangunan yang pro kemiskinan (pro-poor) tanpa

mengabaikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan

menitikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan ekonomi

pedesaan.

b. Promosi dan pengembangan sektor informal.

c. Pengembangan usaha kecil menengah (UKM) melalui sentra-sentra

industri komoditi lokal.

d. Pengembangan agribisnis dan agroindustri untuk menciptakan keterkaitan

sektoral untuk mengangkat sektor pertanian.

e. Pemerintah daerah juga perlu melakukan kebijakan peningkatan upah

buruh dan pekerja dengan disesuaikan kembali dengan kebutuhan hidup

layak minimum terkini akibat inflasi melalui kebijakan kenaikan upah

minimum kabupaten (UMK) untuk mengurangi kesenjangan pendapatan

yang besar antara buruh dengan pengusaha yang terjadi terutama di sektor

modern dan perkotaan.

Penyebab ketidakmerataan distribusi pendapatan pada negara berkembang

(Adelman Morris (1973) dan Arsyad (2004).

a. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya

pendapatan per kapita.

b. Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara

proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.


c. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal

(capital intensive), sehingga persen-tase pendapatan modal dari tambahan

harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang

berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

e. Rendahnya mobilitas sosial

f. Pelaksanaan kebijak-sanaan industri substitusi impor yang meng-

akibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi

usaha-usaha golongan kapitalis.

g. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang

berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai

akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor

negara-negara sedang berkembang.

h. Hancurnya industri-industri, UMKM, kerajinan rakyat seperti

pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Pertumbuhan yang tinggi pada tahun 1987 sampai 1996 diikuti dengan

peningkatan dalam ketimpangan pendapatan terutama di wilayah perkotaan

(Booth, 2000). Banyak negara di dunia yang menghadapi permasalahan seputar

pertumbuhan versus pemerataan distribusi pendapatan. Keduanya merupakan hal

yang sangat penting tapi hampir selalu sulit untuk diwujudkan secara bersamaan

karena bila mengutamakan yang satu akan menuntut dikorbankannya yang lain.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Ketimpangan Pendapatan

Faktor-faktor yang menyebabkan Ketimpangan Pendapatan di Indonesia adalah :

a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar daerah bisa terjadi apabila terdapat

konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu. Daerah yang

konsentrasi ekonominya tinggi maka pertumbuhan ekonominya cenderung

pesat, sedangkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonominya rendah maka

tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonominya juga cenderung redah.

Salah satu faktor yang menyebabkan suatu daerah mempunyai tingkat

konsentrasi tinggi adalah adanya industri manufaktur. Sektor industri

manufaktur yang berkembang baik di suatu wilayah secara alamiah akan

memberikan efek positif terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi di sektor-sektor

lain di wilayah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Alokasi Investasi

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa disebabkan oleh adanya

perbedaan distribusi investasi langsung antara daerah, baik Penanaman Modal

Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harnold Domar yang

menerangkan bahwa ada korelasi positif antara tingkat investasi dan laju
pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan apabila suatu daerah kekurangan

investasi maka pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat di

daerah tersebut akan rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang

produktif seperti industri manufaktur.

c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga dapat terjadi karena kurang

ancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal antar

daerah. Apabila perpindahan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal

antar daerah. Apabila perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada

hambatan maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan

tercapai dan semua daerah akan lebih baik.

d. Perbedaan Sumber Daya Alam

Ketimpangan antar daerah juga bisa disebabkan oleh perbedaan sumber daya

alam. Dasar pemikiran “klasik” mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di

daerah yang kaya sumber daya alamnya akan lebih maju dan masyarakatnya

lebih makmur dibandingkan daerah yang miskin sumber daya alam.

e. Perbedaan Kondisi Demografis antar Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa disebabkan adanya

perbedaan kondisi demografis antar daerah, yaitu dalam hal: jumlah dan

pertumbuhaan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,

kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja.

f. Kurang Lancarnya Perdagangan antar Daerah


Ketimpangan pembangunan antar daerah juga bisa terjadi karena kurang

lancarnya perdagangan antar daerah. Ketidaklancaran tersebut biasanya

disebabkan oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi, sedangkan barang

yang diperdagangkan antar daerah meliputi barang jadi, barang modal, input

perantara, bahan baku sentra material-material lainnya untuk produksi barang

dan jasa. Dengan ketidak lancaran arus barang dan jasa antar daerah tersebut

akan mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Anda mungkin juga menyukai