Anda di halaman 1dari 8

TOTAL BAKTERI DAN NILAI pH DAGING AYAM BROILER DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN

KECOMBRANG (Etlingera elatior) SEBAGAI PENGAWET ALAMI


PADA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

TOTAL BACTERIA AND pH VALUE OF BROILER MEAT PRESERVED WITH THE EXTRACT OF
KECOMBRANG LEAVES (Etlingera elatior) AS THE NATURAL PRESERVATIVE IN DIFFERENT STORAGE

Dicki Nur Ramadhan*, Kusuma Widayaka, Triana Setyawardani

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


Jl. Dr. Soeparno, Karangwangkal Purwokerto 53123. Telp 0281-638792
Email*: dickinur@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak daun kecombrang (Etlingera
elatior) 20% terhadap total bakteri dan nilai pH daging ayam broiler yang disimpan sampai dengan 12
jam. Materi yang digunakan adalah daging ayam broiler bagian dada (±140 gram) sebanyak 20 potong
dan daun kecombrang sebanyak 150 gram. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan uji lanjut menggunakan orthogonal kontras. Perlakuan yang diterapkan adalah
R0= tanpa perendaman dan penyimpanan, R 1= perendaman 30 menit dan penyimpanan 4 jam, R 2=
perendaman 30 menit dan penyimpanan 8 jam, R 3= perendaman 30 menit dan penyimpanan 12 jam
dengan 5 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dan penyimpanan daging
ayam broiler dengan konsentrasi ekstrak daun kecombrang 20% berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap total bakteri dan Nilai pH daging ayam broiler. Total bakteri daging ayam broiler (R0)= 6,18
x 105 cfu/g, (R1)= 6,64 x 105 cfu/g, (R2)= 7,68 x 105 cfu/g, (R3)= 8,02 x 105 cfu/g dan nilai pH (R0)=
5,75, (R1)= 5,72, (R2)= 5,75, (R3)= 5,83. Penambahan ekstrak daun kecombrang 20% dengan
perendaman 30 menit tidak dapat menurunkan total bakteri dan nilai pH daging ayam broiler yang
disimpan selama 12 jam.

Kata Kunci: Total Bakteri, Nilai pH, Ekstrak Daun Kecombrang, Daging Ayam Broiler

ABSTRACT
The purpose of this research was to identify the effect of adding 20% Kecombrang (Etlingera elatior)
leaf extract on the total bacteria and pH value of broiler meat stored up to 12 hours. The materials used
were 20 pieces broiler breast meat (±140 grams) and 150 grams Kecombrang leaves. The research
design used a Completely Randomized Design (CRD) with an advance test using orthogonal contrasts.
The treatments used were R0= without soaking and storage, R1= 30 minutes soaking and 4 hours
storage, R2= 30 minutes soaking and 8 hours storage, R3= 30 minutes soaking and 12 hours storage,
each of which was with 5 replications. The results showed that soaking and storing broiler meat with
Kecombrang leaf extract concentration of 20% was highly significant (P <0.01) to the total bacteria and
pH value of broiler meat. The total bacteria of the meat was as follows (R0)= 6,18 x 105 cfu/g, (R1)=
6.64 x 105 cfu/g, (R2)= 7.68 x 105 cfu/g, (R3)= 8 02 x 105 cfu/g and the pH value was (R0)= 5.75,
(R1)= 5.72, (R2)= 5.75, (R3)= 5.83. The addition of Kecombrang leaf extract 20% and 30 minutes
soaking cannot decrease the total bacteria and pH value of broiler meat stored for 12 hours.

Key Word: Total Bacteria, pH value, Kecombrang Leaf Extract, Broiler Meat
PENDAHULUAN

Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan
merupakan komoditas unggulan karena pertumbuhannya cepat dengan siklus hidup lebih singkat
dibanding ternak penghasil daging lainnya. Industri ayam broiler berkembang sangat pesat, karena
saat ini ayam broiler menjadi salah satu komoditi unggulan peternakan yang dibutuhkan untuk
memenuhi protein hewani asal ternak. Daging yang akan dikonsumsi haruslah memenuhi persyaratan
mutu daging, yaitu aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Daging merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroba, sehingga mudah mengalami kerusakan (perishable).
Penurunan kualitas daging dapat diindikasikan antara lain melalui perubahan warna, rasa,
aroma dan adanya pembusukan. Kerusakan tersebut secara umum disebabkan oleh kontaminasi
bakteri pada daging saat diolah. Hadiwiyoto (1992), menyatakan karkas ayam sesaat setelah dipotong
mula-mula mengandung jumlah bakteri antara 6x10 2-8,1x103 koloni/cm2 pada permukaan kulitnya.
Setelah mengalami berbagai proses jumlahnya dapat meningkat menjadi 1,1x10 4–9,3x104 koloni/cm2.
Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging umumnya disimpan dengan cara pendinginan,
pembekuan, pemanasan, pengeringan, atau dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan
pengawet seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia. Para
pedagang terkadang menggunakan pengawet kimia yang dilarang.
Pengawetan daging dapat dilakukan salah satunya dengan penambahan bahan pengawet.
Penambahan bahan pengawet kadang menjadi kurang aman jika yang digunakan bukan merupakan
bahan pengawet yang dianjurkan untuk makanan. Oleh karena itu, diperlukan adanya alternatif bahan
pengawet alami yang lebih aman untuk mengawetkan daging dan salah satu bahan yang dapat
dijadikan pengawet alami tersebut adalah kecombrang. Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang
dan daun kecombrang memiliki senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid,
steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai antimikroba dan antioksidan (Naufalin dkk, 2006).
Daun kecombrang dipilih karena pada bagian tersebut memiliki kandungan minyak atsiri terbanyak
dibandingkan dengan bagian lain yaitu sebesar 0,0735% Jaafar dkk., (2007).
Kemampuan senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri diantaranya
dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH), suhu, aktivitas air, oksigen, dan kandungan gizi daging
(Soeparno, 2005). Tanaman kecombrang memiliki pH asam. Naufalin dan Rukmini (2012) menyatakan
bahwa ekstrak heksana, atil asetat, dan etanol kecombrang masing-masing memiliki pH 5,45, 3,65 dan
4,35. Nilai keasaman (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam menekan laju pertumbuhan mikroba
sehingga masa simpan dapat lebih panjang. Sebagian besar senyawa antimikroba pangan merupakan
asam-asam lemah yang efektif dalam bentuk tidak teroksidasi karena dalam bentuk ini senyawa
antimikroba tersebut dapat masuk dalam membran sitoplasma mikroorganisme. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, Maulidya (2015), menyatakan dengan perendaman 20% ekstrak daun
kecombrang dapat menurunkan total bakteri dan nilai pH daging ayam broiler. Diharapkan dengan
penggunaan daun kecombrang yang memiliki senyawa antimikroba dan antioksidan dapat berpotensi
mempertahankan lama penyimpanan daging ayam broiler.
MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 November – 13 Desember 2015 di Laboratorium


Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam broiler yang dipotong pada umur 35 hari (diambil
bagian dada sebanyak 20 potong), daun kecombrang 2,250 kg, Nutrient Agar (NA) 70 g, NaCl 0,85%
540 ml, buffer secukupnya, aquades 8000 ml, dan peralatan yang digunakan meliputi cawan petri 120
buah, Colony counter 1 buah, bunsen 1 buah, inkubator 1 buah, gelas ukur 3 buah, autoclave 1 buah,
rak tabung 5 buah, tabung reaksi 100 buah, erlenmeyer 6 buah, mangkuk 5 buah, kapas 1 pack,
alumunium foil 1 buah, timbangan analitik 1 buah, pH meter 1 buah, pisau 1 buah, blender 1 buah,
tissue 1 roll, koran 10 lembar, tali secukupnya, dan kertas label 1 lembar.
Rancangan yang digunakan untuk mengukur total bakteri dan pH adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan ditabulasikan dalam Tabel,
kemudian dianalisis menggunakan analisis variansi, dilanjutkan Uji Kontras Orthogonal (Steel dan
Torrie, 1993). Hipotesis diuji dengan membandingkan nilai F hitung pada tabel Analisis Variansi
dengan tabel F.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Bakteri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total bakteri daging ayam broiler yang direndam ekstrak
daun kecombrang dengan konsentrasi 20% direndam selama 30 menit dengan penyimpanan berbeda
terdapat pada Tabel 1. Rataan total bakteri perendaman ekstrak daun kecombrang 20% dan
penyimpanan daging ayam broiler yang diperoleh adalah tanpa perendaman tanpa penyimpanan (R0)
= 6,18 x 105 cfu/g, perendaman 30 menit penyimpanan 4 jam (R1) = 6,64 x 10 5 cfu/g, perendaman 30
menit penyimpanan 8 jam (R2) = 7,68 x 10 5 cfu/g, perendaman 30 menit penyimpanan 12 jam (R3) =
8,02 x 105 cfu/g.

Tabel 1. Rataan Total Bakteri Perendaman Ekstrak Daun Kecombrang 20% dan Penyimpanan Daging
Ayam Broiler

No Perlakuan Total Bakteri daging


105 cfu/g
1 Tanpa perendaman + tanpa penyimpanan (R0) 6,18 ± 0,260
2 Perendaman 30 menit + penyimpanan 4 jam (R1) 6,64 ± 0,723
3 Perendaman 30 menit + penyimpanan 8 jam (R2) 7,68 ± 0,125
4 Perendaman 30 menit + penyimpanan 12 jam (R3) 8,02 ± 0,431
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan lama penyimpanan dengan
perendaman ekstrak daun kecombrang 20% terhadap total bakteri daging ayam broiler berpengaruh
sangat nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut orthogonal kontras menunjukkan perbandingan yang berbeda
nyata antara, tanpa perendaman tanpa penyimpanan (R0), terhadap perendaman 30 menit
penyimpanan 4 jam (R1), perendaman 30 menit penyimpanan 8 jam (R2), dan perendaman 30 menit
penyimpanan 12 jam (R3), begitu juga terhadap perendaman 30 menit penyimpanan 4 jam (R1),
terhadap perendaman 30 menit penyimpanan 8 jam (R2) dan perendaman 30 menit penyimpanan 12
jam (R3). Sedangkan perendaman 30 menit penyimpanan 8 jam (R2) terhadap perendaman 30 menit
penyimpanan 12 jam (R3) menunjukkan berbeda tidak nyata. Lama perendaman dengan ekstrak daun
kecombrang 20% dan penyimpanan 8 jam dengan 12 jam berbeda tidak nyata terhadap pertumbuhan
total bakteri.
Berdasarkan hasil dari tabel 1, menunjukkan bahwa total bakteri semakin lama disimpan
semakin meningkat jumlahnya. Hal ini diduga bahwa penggunaan aquades sebagai pelarut ekstraksi
daun kecombrang diduga belum optimal dalam mengesktraksi senyawa aktif seperti alkaloid,
saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berfungsi sebagai
antibakteri. Hasil penelitian Suliantri dkk., (2008) menyatakan bahwa esktraksi senyawa aktif pada
tumbuhan dengan menggunakan air mempunyai kemampuan bakteri uji paling rendah dibandingkan
etanol dan etil asetat. Hal ini sesuai dengan penelitian Chou dan Yu (1985), dimana pelarut etanol
memberikan aktivitas antimikotik ekstrak sirih yang baik dan pelarut air mempunyai aktivitas paling
rendah terhadap beberapa jenis bakteri.
Selain itu, juga disebabkan tingginya konsentrasi ekstrak daun kecombrang maka larutan
semakin pekat dan larutan ekstrak daun kecombrang sulit berpenetrasi pada otot daging.
Perkembangbiakan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh faktor kelembaban, temperatur, dan
ketersediaan oksigen (Lawrie, 2003). Tidak ada interaksi antara konsentrasi dan lama simpan
terhadap total bakteri daging ayam broiler. Efektivitas dari bahan pengencer salah satunya ditentukan
oleh konsentrasi. Umumnya semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet yang diberikan semakin
besar pula efektivitasnya, jika bahan pengawet tidak membahayakan bagi kesehatan (Supardi dan
Sukamto, 1999). Lama perendaman dengan ekstrak daun kecombrang 20% selama 30 menit
berpengaruh terhadap lama penyimpanan daging ayam broiler sampai dengan 12 jam. Penelitian ini
tidak sejalan dengan pendapat Ningtyas (2010), yang menyatakan pengujian antibakteri ekstrak air
daun kecombrang pada konsentrasi berbeda diperoleh zona hambatan yang berbeda pula. Semakin
lama perendaman semakin besar pula zona hambatannya.
Perendaman ekstrak daun kecombrang 20% berpengaruh terhadap turunnya total bakteri
daging ayam broiler yang disimpan sampai 12 jam. Maulidya (2015) menyatakan, perendaman ekstrak
daun kecombrang sampai dengan 20% dapat menurunkan total bakteri 6,22 - 5,31 x 10 5 cfu/g dan nilai
pH 6,25 - 5,73, daging ayam broiler. Hal tersebut tidak berpengaruh terhadap lama penyimpanan
daging ayam broiler yang disimpan sampai 12 jam.

Kecombrang merupakan tanaman yang pada semua bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai
senyawa antimikroba yang pada semua bagiannya dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antimikroba
karena mengandung senyawa-senyawa antimikroba seperti alkaloid, saponin, tannin, fenolik,
flavonoid, triterpenoid, steroid dan glikosida yang berperan aktif sebagai antimikroba dan antioksidan
(Naufalin dkk, 2006). Hasil pengamatan pada penelitian Renaninggalih, dkk (2014) melaporkan pada
daun kecombrang terkandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, kuinon, monoterpen dan
seskuiterpen, steroid dan triterpenoid dan hasil analasis menggunakan GC – MS, terdeteksi adanya 42
kandungan senyawa dalam minyak atsiri pada daun kecombrang. Penelitian Jaafar, et al (2007) pada
daun, bunga dan rimpang tanaman kecombrang menunjukkan adanya jenis minyak atsiri tertinggi
adalah pada daun yaiu sebesar 0,0735%, diikuti dengan bunga sebesar 0,00334%, batang sebesar
0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%. Komponen utama minyak atsiri pada daun adalah b-pinene
(19,7%), caryophyllene (15,36%) dan b-farnesene (27,9%). Minyak atsiri merupakan senyawa yang
dapat digunakan sebagai antibakteri. Minyak atsiri sangat aktif terhadap bakteri, jamur dan virus.
Minyak atsiri pada daun kecombrang berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses
terbentuknya membran atau dinding sel bakteri sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tetapi tidak
sempurna. Penelitian Pardosi (2012) mengungkapkan bahwa dari uji aktivitas bakteri menunjukkan
bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak kecombrang memberikan hambatan yang efektif
terhadap bakteri.

Nilai pH

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH daging ayam broiler yang direndam ekstrak daun
kecombrang dengan konsentrasi 20% direndam selama 30 menit dengan penyimpanan berbeda
terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Nilai pH Perendaman Ekstrak Daun Kecombrang 20% dan Penyimpanan Daging Ayam
Broiler

No Perlakuan pH daging
1 Tanpa perendaman + tanpa penyimpanan (R0) 5,75 ± 0,061
2 Perendaman 30 menit + penyimpanan 4 jam (R1) 5,72 ± 0,038
3 Perendaman 30 menit + penyimpanan 8 jam (R2) 5,75 ± 0,056
4 Perendaman 30 menit + penyimpanan 12 jam (R3) 5,83 ± 0,038

Rataan nilai pH perendaman ekstrak daun kecombrang 20% dan penyimpanan daging ayam
broiler yang diperoleh adalah tanpa perendaman tanpa penyimpanan (R0) = 5,75, perendaman 30
menit penyimpanan 4 jam (R1) = 5,72, perendaman 30 menit penyimpanan 8 jam (R2) = 5,75,
perendaman 30 menit penyimpanan 12 jam (R3) = 5,83. Berdasarkan hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa perbedaan lama penyimpanan dengan perendaman ekstrak daun kecombrang
20% terhadap pH daging ayam broiler berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut orthogonal
kontras menunjukkan perbandingan yang sangat nyata antara tanpa perendaman tanpa penyimpanan
(R0), terhadap perendaman 30 menit penyimpanan 4 jam (R1), perendaman 30 menit penyimpanan 8
jam (R2), dan perendaman 30 menit penyimpanan 12 jam (R3). Antara perendaman 30 menit
penyimpanan 4 jam (R1), terhadap perendaman 30 menit penyimpanan 8 jam (R2), dan perendaman
30 menit penyimpanan 12 jam (R3) menunjukkan berbeda nyata. Sedangkan perendaman 30 menit
penyimpanan 8 jam (R2) terhadap perendaman 30 menit penyimpanan 12 jam (R3) menunjukkan
berbeda tidak nyata. Lama perendaman dengan ekstrak daun kecombrang 20% dan penyimpanan 8
dengan 12 jam berbeda tidak nyata terhadap nilai pH. Semakin lama disimpan nilai pH semakin
meningkat, yang menyebabkan meningkatnya total bakteri dari daging ayam broiler yang disimpan
sampai 12 jam.
Berdasarkan hasil dari tabel 2, menunjukkan bahwa nilai pH semakin lama disimpan semakin
meningkat keasamannya mendekati normal. Perendaman dengan waktu 30 menit dan lama
penyimpanan belum mencukupi untuk menurunkan pH daging. Selain itu, juga disebabkan karena
struktur otot dari daging yang terlalu rapat, menyulitkan penetrasi hingga ke dalam jaringan (Buckle
et al., 1987), sehingga walau terbentuk asam di dalam daging selama perendaman ataupun
penyimpanan tetapi karena waktunya belum tercukupi maka asam yang terbentuk tidak dapat
menembus sampai ke dalam jaringan. Akibatnya pH daging yang direndam larutan daun
kecombrang selama 30 menit dan lama penyimpanan sampai dengan 12 jam tidak mempengaruhi pH
daging ayam broiler.

Nilai pH pada tabel 2, menunjukkan daging ayam broiler pada perlakuan tanpa perendaman
dan tanpa penyimpanan (R0) memiliki nilai pH normal daging ayam broiler yaitu 5,75, sesuai dengan
pernyataan (Soeparno, 2005). Nilai pH normal daging ayam broiler berkisar antara 5,96 sampai 6,07
(Van Laack et al., 2000). Nilai keasamaan (pH) yang bersifat asam berpotensi dalam menekan laju
pertumbuhan mikroba sehingga masa simpan dapat lebih panjang. Studi stabilitas aktivitas antibakteri
ekstrak bunga kecombrang menunjukkan bawha ekstrak yang dihasilkan efektif sebagai antibakteri
pada pH 4 (Naufalin dan Rukmini, 2012). Kandungan senyawa yang diperoleh dari tanaman
kecombrang adalah senyawa alkaloid, saponin, tannin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid dan
glikosaida yang berperan aktif sebagai antimikroba dan antioksidan. Struktur gugus hidroksil senyawa
fenolik memegang peranan penting dalam aktifitas antibakteri dimana pada pH rendah terjadi reaksi
alkilasi dan hidroksilasi sehingga akan meningkatkan distribusi gugus fenol pada fase air fase lipid
pada membrane sel bakteri (Puupponen dan Pimia. 2001). Lama penyimpanan selama 12 jam dengan
wadah tertutup dengan suhu ± 30-32 0C berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH daging ayam
broiler. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Surajadi (2004), yang menunjukkan
bahwa penyimpanan pada temperatur ruang selama 12 jam setelah pemotongan ayam broiler,
terjadi penurunan keasaman (pH) daging ayam. Semakin lama penyimpanan yang dilakukan maka pH
akan semakin menurun. Penurunan pH akan mempengaruhi sifat fisik daging, laju penurunan pH otot
yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air, karena meningkatnya kontraksi
aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging dan
menyebabkan penurunan nilai pH pada daging.

KESIMPULAN

Penambahan ekstrak daun kecombrang 20% dengan perendaman 30 menit tidak dapat
menurunkan total bakteri dan nilai pH daging ayam broiler yang disimpan selama 12 jam.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle R.A., Edward G.H. Fleet and M.Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. (Penerjemah H. Purnomo
Adiono). UI Press. Jakarta.

Chou, C.C and Yu R.C. 1985. Efect Piper betle L and its extracts on the growth and aflatoxin
productions by Aspergillus paraciticus. Pro Natl.Sci. Coune Repub.China. 8( 1): 30-35.

Hadiwiyoto, S. 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Jaafar, F.M., C.P. Osman., N.H. Ismail., dan K. Awang. 2007. Analysis of essensial oils of leaves, stems,
flowers and rhizomes of Etlingera elatior (JACK) R. M. SMITH. The Malaysian Journal of
Analytical Sciences. 11(1) : 269-273.

Lawrie, 2003. Ilmu Daging. (Penerjemah A. Parakkasi dan Yudha A). Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

Maulidya N.D. 2015. Total Bakteri Dan pH Daging Ayam Broiler Yang Direndam Ekstrak Daun
Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) Dengan Konsentrasi Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Naufalin, R., B.S.L.Jenie., F. Kusnandar., M. Sudarwanto., dan H. Rukmini. 2006. Pengaruh pH,
NaCl, dan Pemanasan terhadap Stabilitas Antibakteri Bunga Kecombrang dan Aplikasinya
pada Daging Sapi Giling. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 17(3) : 197-203.

Naufalin, R. dan H.S. Rukmini. 2012. Pengawet Alami pada Produk Pangan. Universitas jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Ningtyas, R. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior
(Jack) R.M. Smith) Sebagai Pengawet Alami terhadap Escherchia coli dan Staphylococcus
aureus. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Pardosi, F. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dan Ekstrak Etanol dari Bunga Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan) terhadap bakteri Staphylococcus epidermis, Staphylococcus
aureusdan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara.
Medan

Puupponen dan Pimia. 2001. Antimicrobial Propertical of Phenolic Compound rom Berries. Journal
Appl Microbial. 90 : 494-507.

Renaninggalih, R., K.. Mulhiya., dan E.R. Sadiyah. 2014. Karakteristik dan Pengujian Antivitas Penolak
Nyamuk Minyak Atsiri Daun Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith ). Prosiding.
SnaPP Sains Teknologi, dan kesehatan. 4(1) : 483-490.

Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cet. Ke-4. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan oleh B.
Soemantri.Prinsip Dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometri. Ed-2. Gramedia pustaka
utama. Jakarta.
Suliantri, B.S.L. Jenie., M.T. Suhartono, dan A. Apriyantono. 2008. Aktivitas Antibakteri Esktrak Sirih
Hijau (Piper betle L) Terhadap Bakteri Patogen. Jurnal dan Teknologi Industri Pangan. 19
(1): 1-7.

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengelolaan dan Keamanan Pangan. Hal 141
dalam: Sukandar, D., N. Radiastuti., I. Jayanegara., dan R. Ningtiyas (Eds). 2011. Karakteristik
Senyawa Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior). Jurnal Valensi. 2(3) :
414-419.

Surajadi, K. 2004. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan
Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Van Laack, R.L.J.M., C.H. Liu, M.O. Smith, andH.D. Loveday. 2000. Characteristics of pale,soft,
exudative broiler breast meat. Poultry Science. 79:1057-1061.

Anda mungkin juga menyukai