Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No.

ISSN 1858-4330

PENGARUH PENCUCIAN DENGAN LARUTAN ASAM ASETAT


TERHADAP NILAI pH, KADAR PROTEIN, JUMLAH KOLONI
BAKTERI DAN DAYA SIMPAN DAGING AYAM KAMPUNG
PADA PENYIMPANAN SUHU RUANG
THE EFFECT ACETIC ACID SOLUTION AS CLEANSING OF LOCAL
CHICKEN MEAT ON THE pH VALUE, PROTEIN CONTENT,
BACTERIA COLONY COUNT AND ITS SHELL LIFE
UNDER ROOM TEMPERATURE
Salam N. Aritonang 1) dan Mihrani 2)
1) Dosen pada Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang
2) Dosen pada Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa
ABSTRAK
Penelitian mengenai pengaruh pencucian dengan larutan asam asetat terhadap nilai pH,
kadar protein, jumlah koloni bakteri dan daya simpan daging ayam kampung pada
penyimpanan suhu ruang, telah dilakukan pada 20 ekor ayam kampung yang sudah
dilepaskan bulunya dan dibuang leher, kaki, dan organ visceral. Penelitian ini berupa
eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan,
yaitu pencucian daging ayam kampung dalam larutan asam asetat sebanyak 0% (R1), 3%
(R2), 6% (R3), 9% (R4) dan 12% (R5) dengan merendamnya selama 15 menit yang diulang
4 kali, lalu digantung pada temperature ruang. Parameter yang diamati dalam penelitian ini
adalah pH, kadar protein, jumlah koloni bakteri dan daya simpan daging ayam kampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian daging ayam kampung dalam larutan asam
asetat sangat nyata (P <0.01) menurunkan kadar pH dan jumlah koloni bakteri serta
meningkatkan daya simpan daging ayam kampung, namun tidak mempengaruhi (P>0.05)
kadar proteinnya. Pencucian dalam larutan asetat 9% adalah yang optimum dalam
mempertahankan daya simpan daging ayam kampung pada penyimpanan suhu ruang.
Kata kunci : asam asetat, daging ayam kampung, daya simpan
ABSTRACT
The research of the effect of cleansing of the local chicken meat using acetic acid for the
pH value, protein content, bacteria colony count and its shell life under room temperature
has been done using 20 local chicken meat that have dressed and picked out of neck, foot
and visceral. The experiment was arranged in completely randomized design with 5
treatment and 4 replication. The treatment was the cleansing of the local chicken meat in
acetic acid of 0 % (R1), 3% (R2), 6% (R3), 9% (R4) and 12% (R5) by immersioning for 15
minutes. The result of experiment indicated that the cleansing of the local chicken meat in
acetic acid decreased ph and bacteria count significantly (P<0.01) and increased the shell
life of chicken meat, on the other hand protein content were not significantly (P>0.05).
The cleansing of the local chicken meat in acetic acid up to 9% gave the optimal effect on
keeping local chicken meat shell life under room temperature storage.
Key word : acetic acid, local chicken meat, shell life

19

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

PENDAHULUAN
Daging ayam dikategorikan ke dalam
daging putih (white meat) yang dipercaya
lebih sehat dari pada daging merah (red
meat) karena kandungan lemaknya lebih
rendah, dan jumlah asam lemak tidak
jenuh relatif lebih tinggi meskipun
kolesterolnya sama. Adapun komposisi
rata-rata daging ayam segar adalah
mengandung protein 23.4%, lemak 1.9%,
air 73.7% dan abu 1%. Oleh karena
kandungan gizinya yang tinggi disertai
derajat keasaman yang mendekati netral,
membuat daging ayam menjadi suatu
media yang disukai untuk pertumbuhan
bakteri. Kontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat mempercepat kerusakan pada daging bisa terjadi mulai
hewan tersebut akan disembelih, dikuliti,
dipotong-potong hingga penanganan yang
lebih lanjut (Aberle et al. 2001).
Pengontrolan pada ternak perlu diperhatikan sebelum dilakukan pemotongan, supaya daging yang dihasilkan
mempunyai pH rendah. Pada pH rendah
menurut Buckle et al. (1978) berfungsi
untuk : (1) membuka struktur otot agar
dapat menetrasi garam ke dalam jaringan,
(2) membantu pengontrolan terhadap
perkembangan mikroba pada permukaan
daging, (3) membantu dalam mempertahankan warna merah pada daging agar
tetap terang.
Pemberian bahan pengawet kimia sering
dilakukan untuk menghambat, memperlambat pembusukan, pengasaman atau
dekomposisi zat-zat makanan lainnya.
Umumnya jenis-jenis bahan pengawet
yang sering ditambahkan ke dalam bahan
pangan adalah asam asetat, asam benzoat,
asam sorbat, asam sulfit atau garamgaramnya dan peroksida (Winarno, 2002)
Menurut Furia (1983), asam asetat yang
sering digunakan sebagai bahan pengawet berasal dari bahasa Perancis
(Vinegar) yang berarti anggur yang telah
asam, merupakan hasil fermentasi alkohol
20

ISSN 1858-4330

yang dilanjutkan dengan fermen-tasi asam


asetat yang berasal dari suatu bahan
menjadi pati dan gula, di mana produk
akhirnya mengandung asam asetat
minimal 4 g/100 ml. Asam asetat
merupakan larutan yang mengandung
sekitar 32.5% - 33.5% C2H4O2, tidak
berwarna, jernih, berbau menusuk, asam
dan tajam. Asam asetat berfungsi sebagai
pengsimpan sehubungan dengan sifat anti
mikroba yang sangat kuat yang disebut
asam lifofilat, di mana asam lifofilat yang
berada di luar sel akan masuk menembus
membran sitoplasma dan berdisosiasi
menjadi CH3COO- dan H+. Menurut
Nurwantoro dan Djarijah (1997), H+ akan
dikeluarkan dari sel dengan menggunakan energi berupa ATP, di mana
semakin rendah ATP maka mikroba tidak
dapat tumbuh.
Penggunan asam asetat yang semakin
tinggi mengakibatkan prosentase asam
asetat yang tidak terurai meningkat
sehingga jumlah bakteri pada bahan
makanan akan menurun (Brauen dkk.
1990). Semakin tingginya asam asetat
yang tidak terurai maka semakin banyak
molekul asam yang tidak terdisosiasi,
sehingga menjadi lipolitik dan masuk ke
sel mikroorganisme dan terdisosiasi
menghasilkan H+ dalam sitoplasma.
Akibatnya akan menurunkan pH dan
merusak gradien proton antar di dalam
dan di luar sel mikroorganisme, dan
menghancurkan kekuatan proton sebaik
kemampuan sel mikroorganisme untuk
menghasilkan energi ( Ray, 2001).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini berupa experimental, yang
menggunakan 20 ekor ayam kampung
yang sudah dilepaskan bulunya dan
dibuang leher, kaki dan organ visceral
Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap yang terdiri
dari 5 perlakuan yaitu pencucian daging
ayam kampung dalam 2000 ml larutan

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

ISSN 1858-4330

yang mengandung asam asetat sebanyak :


0% (R1: tanpa direndam/ kontrol ); 3% (R2
: 60 ml asam asetat + 1940 air); 6% (R3:
120 ml asam asetat + 1880 ml air); 9%
(R4: 180 ml asam asetat + 1820 ml air)
dan 12% (R5: 240 ml asam asetat + 1760
ml air) dengan cara direndam selama 15
menit. Setelah itu digantung dengan tinggi
+ 40 cm dari permukaan meja sambil
ditiriskan selama 30 menit, lalu dilakukan
pengamatan pada parameter yang akan
diukur, yaitu pH kadar protein dan jumlah
koloni bakteri. Setelah itu ayam dalam
keadaan tergantung dibiarkan pada
temperatur ruang (26-32 oC) dengan RH
85% sampai menunjukkan awal kebusukan yang menunjukkan daya simpan
daging ayam kampung tersebut. Awal
kebusukan diketahui dengan melakukan
uji Eber. Semua langkah prosedur
penelitian ini diulang sebanyak 4 kali.
Pengukuran masing-masing
adalah sebagai berikut :

parameter

pH diukur dengan pH meter : 1 gram


sampel dilarutkan dengan 10 ml
aquades dalam beaker glass, lalu
diaduk hingga homogen dan di ukur
pH nya dengan menggunakan pH
meter digital (Soedarmadji dkk.,
2001).
Kadar protein diukur dengan metoda
Kjeldahl (Soeparno, 1998) : 1 gram
sampel (X) + 1 gram katalisator
selenium dimasukkan ke dalam labu
destruksi lalu ditambahkan 25 ml
H2SO4 pekat. Campuran didestruksi di
Colony Forming Unit (CFU/g) =

dalam lemari asam sampai berwarna


hijau
jernih.
Didinginkan
dan
dimasukkan ke dalam labu destilasi
untuk diencerkan dengan 500 ml
aquades serta ditambahkan batu didih
lalu dibasakan dengan 50 ml NaOH
30%. Hasil destilasi ditangkap dalam
labu Erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4
lalu tambah 5 tetes indikator metil
merah. Bila 2/3 dari cairan sudah
tersuling, labu penyuling diambil dan
dititer lagi dengan NaOH sampai
berubah warna (Y). Lalu dibuat titer
blanko dengan mentitrasi NaOH
dengan titer tertentu ke dalam
campuran 25 ml H2SO4 + 5 tetes metal
merah (Z). Kadar protein :

(Z - Y) x titer x 0,014 x 6,25


x 100 %
X

Jumlah koloni bakteri diukur dengan


metoda Standar Plate Count (Ray,
2001):
1 gram sample dilarutkan dalam 9 ml
larutan salin (10-1) dan diencerkan
secara kuantitatif sampai pengenceran
10-4. Lalu dari tabung tersebut diambil
1 ml dan di masukkan ke dalam cawan
Petri berisi larutan nutrient agar untuk
kemudian ditutup dan diinkubasi pada
suhu 37oC selama 72 jam. Lalu
dihitung koloni bakterinya. Jumlah
koloni
bakteri
yang
diperoleh
dikalikan dengan faktor pengenceran
dan berat sampel :

1
1
x
Faktor pengenceran Berat sampel

Uji kebusukan/Eber (Soedarmadji


dkk., 2001) : 1 potong sampel (sebesar
kacang tanah) ditusukkan pada ujung
kawat lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi (jangan menyentuh
dinding tabung) berisi larutan eber.

Jika terbentuk uap/asap berarti uji eber


positip yang menunjukkan bahan
makanan sudah busuk dan daya
simpan bahan makanan tersebut
berarti sampai beberapa jam sebelum

21

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

terjadi kebusukan. Uji Eber dilakukan


setiap 6 jam.
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan
antar perlakuan untuk setiap parameter

ISSN 1858-4330

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan


uji jarak berganda Duncan (Steel dan
Torrie, 1995)

Tabel 1. Pengaruh pencucian dengan larutan asam asetat terhadap nilai pH, kadar protein,
jumlah koloni bakteri dan daya simpan daging ayam kampung

20,18 + 0,62 a

Jumlah Koloni
Bakteri
(104 CFU/g)
24,47 + 0,82 a

12,00 + 0,40 a

6,78 + 1,62 a

20,05 + 0,41 a

22,32 + 0,34 a

29,00 + 0,86 b

R3

5,76 + 1,65 b

18,76 + 0,18 a

14,82 + 0,49 b

37,00 + 0,54 c

R4

5,05 + 1,26 c

19,23 + 0,34 a

12,83 + 0,81 b

48,60 + 0,26 d

R5

5,01 + 1,34 c

19,52 + 0,42 a

8,56 + 0,26 c

48,00 + 0,21 d

pH

Kadar Protein
(%)

R1

6,86 + 1,84 a

R2

Perlakuan

Daya Simpan
(jam)

Ket : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama ke arah baris menunjukkan berbeda
tidak nyata (P > 0,05)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tingkat Kemasaman (pH)
Tingkat Kemasaman (pH) daging ayam
kampung sangat nyata menurun (P <0.01)
seiring dengan meningkatnya konsentrasi
larutan asam asetat yang digunakan dalam
pencucian daging ayam. Hal ini tampak
seperti pada Tabel 1. di mana daging
ayam kampung yang dicuci dalam larutan
asam asetat 12% (R5), mempunyai pH
paling rendah (5,01) dibanding perlakuan
lainnya, walau berbeda tidak nyata dengan
pH daging ayam kampung yang dicuci
dalam larutan asam asetat 9% (R4) yaitu
5.05. Sedangkan pH daging ayam yang
dicuci oleh larutan asam asetat 3% (R2)
berbeda tidak nyata dengan pH ayam yang
tidak diberi perlakuan (R1). Menurunnya
pH daging ayam kampung dengan
meningkatnya larutan asam asetat yang
digunakan disebabkan di dalam asam
asetat mengandung asam lifoliat, yang
akan menembus membran sitoplasma
daging
dan
berdisosiasi
menjadi
22

CH3COOH dan H+. Semakin tinggi


konsentrasi asam asetat yang digunakan
berarti semakin tinggi H+ yang terbentuk,
yang sudah tentu akan menurunkan pH
daging ayam karena ion H+ sangat
berpengaruh terhadap keasaman. Sesuai
dengan pendapat Brauen et al. (1990),
bahwa penggunaan asam asetat yang
semakin tinggi mengakibatkan persentase
asam asetat yang tidak terurai meningkat
dan semakin banyak molekul asam yang
tidak terdisosiasi, sehingga banyak menghasilkan H+ yang dapat menurunkan pH
daging ayam itu sendiri. Ini berarti, bahwa
penggunaan asam asetat dalam pencucian
daging ayam sampai kon-sentrasi tertentu
akan menurunkan pH daging ayam.
Berbeda tidak nyatanya antara pH daging
ayam kampung yang dicuci oleh larutan
asetat 3% (R2) dengan pH ayam kampung
yang tidak diberi perlakuan (R1)
menunjukkan, bahwa penggunaan larutan
asam asetat pada konsentrasi yang rendah
(3%) dalam pencucian daging ayam,

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

belum mencukupi untuk menurunkan pH


daging ayam tersebut. Hal ini diduga oleh
karena struktur otot dari daging terlalu
rapat, sehingga asam dengan konsentrasi
rendah masih sukar menetrasi hingga ke
dalam jaringan (Buckle et al. 1978), yang
mengakibatkan pH daging ayam berbeda
tidak nyata dengan pH daging ayam yang
tidak diberi perlakuan..

Protein
Penggunaan larutan asam asetat pada
berbagai konsentrasi dalam pencucian
daging ayam kampung untuk seluruh
perlakuan pada penelitian ini tidak
memberikan pengaruh yang nyata (P
>0.05) terhadap kadar protein daging
ayam kampung, sehingga satu sama lain
hasilnya berbeda tidak nyata yaitu 19,52
20,18 %, seperti tampak pada Tabel 1. Hal
ini menunjukkan, bahwa larutan asam
asetat yang digunakan dalam pencucian
daging ayam tidak merubah zat-zat
makanan yang dikandungnya, melainkan
hanya
berfungsi
sebagai
bahan
pengsimpan (Buckle et al. 1978) yang
bertujuan untuk memperpanjang daya
simpan daging ayam.

Jumlah Koloni Bakteri


Jumlah koloni bakteri daging ayam
kampung sangat nyata menurun (P <0.01)
seiring dengan meningkatnya penggunaan larutan asam asetat dalam pencucian
ayam kampung. Seperti tampak pada
hasil penelitian ini, bahwa pencucian
dengan larutan asam asetat pada
konsentrasi 12% (R5) menghasilkan
jumlah koloni bakteri paling rendah (8,56
x 104), yang diikuti secara berturut-turut
oleh perlakuan pencucian dalam larutan
asam asetat pada konsentrasi 9% (12,83 x
104), 6% (14,82 x 104), 3 % (22,32 x 104)
dan yang paling tinggi jumlah bakterinya
adalah ayam yang tidak diberi perlakuan,
yaitu 24,47 x 104). Jumlah koloni bakteri
daging ayam kampung yang sudah

ISSN 1858-4330

direndam dalam larutan asam asetat pada


penelitian ini masih dalam batas jumlah
yang dapat dikonsumsi, di mana menurut
Soeparno (1998) daging yang sudah tidak
dapat dikonsumsi lagi jika jumlah
bakterinya melebihi 107.
Penurunan jumlah koloni bakteri pada
daging ayam kampung akibat pencucian
dalam larutan asam asetat dengan
konsentrasi tinggi ini menurut Brauen et
al. (1990), disebabkan penggunaan asam
asetat yang semakin tinggi dapat
meningkatkan persentase asam asetat yang
tidak terurai, sehingga semakin banyak
molekul asam yang tidak terdisosiasi.
Akibatnya, asam berubah menjadi lipolitik
dan masuk ke sel mikroorganisme dan
terdisosiasi meng-hasilkan H+ dalam
sitoplasma. Kondisi seperti ini menurut
Ray
(2001)
dapat
mengakibatkan
menurunnya pH dan merusak gradient
proton antar di dalam dan di luar sel
mikroorganisme, sehingga menghambat
pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme
dalam daging.
Jika dihubungkan dengan pH daging
ayam dalam penelitian ini, penggunaan
asam asetat erat kaitannya terhadap pH
dan jumlah koloni bakteri. Pada konsentrasi asam asetat yang tinggi akan
menurunkan pH daging, yang diikuti oleh
menurunnya jumlah koloni bakteri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Winarno (2002),
bahwa di dalam bahan makanan
penambahan asam asetat akan mengakibatkan meningkatnya konsentrasi asam
asetat, sehingga juga dapat menurunkan
pH bahan makanan tersebut. Pada pH
yang lebih rendah menurut Buckle et al.
(1978) maka perkembangan mikroorganisme pada permukaan daging ayam
akan dihambat, sehingga jumlah koloni
bakterinya lebih rendah.

23

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

Daya Simpan Daging


Semakin tinggi konsentrasi asam asetat
yang digunakan dalam pencucian daging
ayam sangat nyata (P <.01) akan
meningkatkan daya simpannya. Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa pencucian dengan menggunakan larutan asam
asetat sampai 9 % (R4) menghasilkan daya
simpan daging ayam kampung paling
lama, yaitu 48,36 jam walau berbeda
tidak nyata dengan daya simpan daging
ayam kampung yang dicuci dengan
larutan asam asetat pada konsentrasi 12 %
(R5) yaitu 48,00 jam. Adapun daya simpan
daging ayam kampung paling rendah (12
jam) adalah yang tidak dicuci dengan
larutan asam asetat.
Lebih lamanya daya simpan daging ayam
kampung yang dicuci larutan asam asetat
dengan konsentrasi tinggi menurut Furia
(1983), karena asam asetat mengandung
antimikroba yang sangat kuat yang
disebut asam lifoliat, di mana asam lifoliat
yang berada di luar sel akan masuk
menembus membran sitoplasma dan
berdisosiasi menjadi CH3COO- dan H+.
Adapun H+ akan dikeluarkan dari sel
dengan menggunakan energi berupa ATP,
di mana semakin rendah jumlah ATP
maka mikroorganismepun tidak dapat
tumbuh sehingga jumlahnya semakin
rendah. Akibatnya, aktivitas mikroorganisme yang yang menyebabkan kebusukan
di dalam daging ayam terhambat,
sehingga daya simpan daging ayam
kampung menjadi lebih lama.
Jika dihubungkan dengan pH dan jumlah
koloni bakteri daging ayam kampung pada
hasil penelitian ini tampak jelas, bahwa
semakin tinggi asam asetat yang digunakan dalam pencucian semakin menurun
pH daging ayam maupun jumlah koloni
bakterinya, sehingga daya simpannya
semakin lama.

24

ISSN 1858-4330

KESIMPULAN
Meningkatnya penggunaan larutan asam
asetat dalam pencucian daging ayam
kampung sangat nyata menurunkan pH
dan jumlah koloni bakteri serta meningkatkan daya simpan daging ayam
kampung, namun tidak mempengaruhi
kadar proteinnya. Pencucian daging ayam
kampung dalam larutan asam asetat
dengan konsentrasi 9% adalah yang
optimal dalam mempertahankan daya
simpannya pada temperatur ruang.

DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E.D.,
J.C. Forrest.,
D.E.
Gerrard,. E.W. Mills.,
H.B.
Hedrick.,
M.D. Judge., R.A
Merkel. 2001. Principle of Meat
Science. 4thEd. Kendall/Hunt
Publishing Co. USA
Brauen, A.L., P.M. Davidson and S.
Salminen. 1990. Food Additive.
Marcel Dekker Inc. New York
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet
and M. Wooton.1978. A Course
Manual in Food Science. Watson
Ferguson & Co. Brisbane.
Furia, T.E. 1983. Handbook of Food
Additives. Second edition. CRC
Press Florida
Nurwantoro dan A.S. Djarijah. 1997.
Mikrobiologi Hewani - Nabati.
Kanisius. Yogyakarta
Ray, B. 2001. Fundamental of Food
Microbiology. Second edition
CRC Press. Florida.
Soedarmadji, Haryono dan Suhardi. 2001.
Analisa Bahan Makan-an dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta
bekerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi
UGM. Yogyakarta.

Jurnal Agrisistem, Juni 2008, Vol. 4 No. 1

ISSN 1858-4330

Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi


Daging. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta

kedua.
Alihbahasa
Bambang
Sumantri. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Steel, R.G.D. dan J. Torrie (1995). Prinsip


dan Prosedur Statistika
Suatu
Pendekatan
Biometrik.
Edisi

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan


Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai