Oleh :
Sujalmaro Anggusti
Nim : 1914313453039
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dalam kesempatan yang berbahagia ini
penyusun masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah
Bakteriologi.
Dalam menyelesaikan tugas makalah ini, penyusun menggunakan buku panduan, jurnal, dan
internet, di mana makalah ini berisi materi tentang Reproduksi dan Pertumbuhan Sel Bakteri.
Penyusun makalah bermaksud untuk memperdalam pemahaman sebagai seorang mahasiswa
dan melatih kemandirian agar tidak hanya menerima materi dari dosen, tetapi harus
mengembangkan sendiri dengan cara mencari informasi yang bersangkutan.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Bakteriologi, yang telah memberi arahan dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya dalam
ilmu Bakteriologi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.Latar Belakang..................................................................................................................4
1.1 Rumusan Masalah..........................................................................................................5
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan..........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
2. Reproduksi Sel Bakteri....................................................................................................6
2.1 Reproduksi Aseksual......................................................................................................7
2.1.1 Pembelahan Biner Melintang.................................................................................7
2.1.2 Pertumbuhan Tunas................................................................................................8
2.1.3 Fragmentasi..............................................................................................................8
2.2 Reproduksi Seksual.......................................................................................................9
2.2.1 Konjugasi..................................................................................................................9
2.2.2 Tranduksi...............................................................................................................11
2.2.3 Transformasi..........................................................................................................14
2.3 Waktu Generasi............................................................................................................18
2.4 Pengertian Pertumbuhan Sel Bakteri.........................................................................20
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................21
3. Populasi bakteri Vibrio spp...........................................................................................21
3.1 Patogenitas Bakteri Vibrio spp...................................................................................24
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bakteri merupakan makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan mudah. Hal
ini dapat tercermin dari keberadaannya di semua lingkungan dalam jumlah yang sangat
banyak. Bakteri termasuk organisme mikroskopis yang sering di temui dalam kehidupan
sehari hari. Seperti halnya dalam tubuh kita terdapat ribuan bahkan bisa sampai jutaan
bakteri. Selain itu, terdapat 100 juta bakteri didalam 1 liter susu. Bisa dibayangkan
bagaimana cepatnya pertumbuhan dari bakteri. Pertumbuhan dari bakteri yang cepat erat
kaitanya dengan cara reproduksi (Perkembangbiakan) yang dilakukan oleh bakteri tersebut.
Bakteri mengadakan Perkembangbiakan dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual.
Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan pembelahan sel, Proses pembelahan sel
pada sel prokariotik berbeda dengan pembelahan sel pada eukariotik. Pada prokariotik
pembelahan sel berlangsung secara sederhana yang meliputi proses pertumbuhan sel,
duplikasi materi genetic, pembagian kromosom, dan pembelahan sitoplasma yang didahului
dengan pembentukan dinding sel baru. Contohnya pada sel bakteri, tubuh bakteri berasal dari
pembelahan sel bakteri induknya. Proses pembelahan diri pada bakteri terjadi secara biner
melintang. Pembelahan biner melintang adalah pembelahan yang diawali dengan
terbentuknya dinding melintang yang memisahkan satu sel bakteri menjadi dua sel anak. Dua
sel bakteri ini mempunyai bentuk dan ukuran sama (identik).
Sedangkan pada Perkembangbiakan seksual dilakukan dengan cara transformasi, transduksi,
dan konjugasi. Namun, proses Perkembangbiakan cara seksual berbeda dengan eukariota
lainnya. Sebab, dalam proses pembiakan tersebut tidak ada penyatuan inti sel sebagaimana
biasanya pada eukarion, yang terjadi hanya berupa pertukaran materi genetika ( rekombinasi
genetik ).
Keterangan Gambar :
1)Replikasi DNA dan elongasi.
2)Dinding sel membran plasma membelah.
3)Septum terbentuk dan DNA terpisah.
4)Sel terpisah menjadi 2 (pemisahan sel menjadi dua) dan setiap sel mengulangi proses.
2.1.3 Fragmentasi
Selama dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, bakteri umumnya
akan melakukan reproduksi melalui metode fragmentasi. Protoplasma bakteri mengalami
kompartementalisasi membentuk gonidia. Setelah kondisi lingkungan mulai menguntungkan,
gonidia ini kemudian menjadi bakteri baru dengan replikasi genom pada setiap fragmennya.
Bakteri berfilamen (seperti Actinomycetes) melakukan reproduksi dengan menghasilkan
konidiospora (spora reproduktif) yang tumbuh menjadi individu baru. Actinomycetes
memproduksi spora pada bagian ujung filamen sel.
Gambar 3. Fragmentasi
https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
2.2 Reproduksi Seksual
2.2.1 Konjugasi
Konjugasi adalah pemindahan materi gen dan suatu sel bakteri ke sel bakteri lain
secara langsung melalui jembatan konjugasi. Mula-mula, kedua sel bakteri berdekatan,
kemudian membentuk tonjolan atau struktur jembatan yang menghubungkan kedua sel
tersebut.Transfer kromosom maupun transfer plasmid akan terjadi melalui jembatan
konjugasi. Sel yang mengandung materi gen rekombinan kemudian memisah dan
terbentuklah dua sel bakteri dengan sifat baru (sifat rekombinan). Contoh bakteri yang
mampu berkonjugasi antara lain Salmonella typhidan Pseudomonas sp. Transfer kromosom
dapat pula terjadi melalui pilus seks, seperti yang terjadi pada Escherichia coli. Konjugasi
bakteri sering dianggap sebagai setara dengan reproduksi bakteri generatif atau kawin karena
melibatkan pertukaran materi genetik. Selama konjugasi sel donor menyediakan unsur
genetik konjugatif atau mobilizable yang paling sering berupa plasmid atau transposon.
Kebanyakan plasmid konjugatif memiliki sistem yang memastikan bahwa sel penerima sudah
tidak mengandung unsur yang sama. Informasi genetik yang ditransfer sering bermanfaat
untuk penerima. Manfaat mungkin termasuk resistensi antibiotik, toleransi xenobiotik atau
kemampuan untuk menggunakan metabolit baru. Plasmid menguntungkan tersebut dapat
dianggap endosymbionts bakteri.
Gambar 4.
Konjugasi https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
Diketahui bahwa bakteri mampu berlekatan satu sama lain untuk pertukaran gen
dengan bantuan Fili. Sel yang memiliki fili disebut bakteri jantan dan sel yang menerima
perlekatan fili disebut bakteri betina. Fili tersebut disintesis oleh suatu genyang terdapat pada
plasmid bakteri, yaituplasmid F (Fertilisasi). Mekanisme kerjanya yaitu: fililel jantan bertemu
dengan reseptornya di membran luar sang betina.
2.2.2 Tranduksi
Proses transfer gen bakteri melalui perantara virus dinamakan transduksi. Virus yang
menyerang bakteri disebut bakteriofage (fage). Fenomena ini pertama ditemukan oleh
Lederberg dan Zinder pada tahun 1952. Fage terdiri dari dua jenis yang memiliki siklus hidup
berbeda, yaitu fage virulen dan fage temperate. Kedua fase ini berkaitan dengan cara virus
mentransduksi bakteri. Fage virulen adalah fage yang dengan segera lisis dan mematikan
inangnya. Sedangkan fage temperate hidup di dalam inangnya dalam waktu tertentu tanpa
mematikannya. Profage adalah fage yang DNAnya terintegrasi (bergabung) dengan
kromosom inang. Fage yang dapat melakukan transduksi sehingga menyebabkan rekombinasi
adalah fage temperate. Hal tersebut dikarenakan fage temperate dapat membuat bakteri tetap
hidup sebagai bakteri lisogenik atau sebagai profage. Fage virulen tidak dapat menjadi
profage karena selalu lisis.
Pada waktu DNA fage dikemas di dalam pembungkusnya untuk membentuk bakteri-
bakteri fage baru, DNA fage tersebut dapat membawa sebagian dari DNA bakteri yang telah
menjadi inangnya. Selanjutnya, bila fage menginfeksi bakteri lainnya, maka fage akan
memasukkan DNA-nya yang mengandung sebagian dari DNA bakteri inang sebelumnya.
Dengan demikian, fage tidak hanya memasukkan DNA-nya sendiri ke dalam sel bakteri yang
diinfeksinya, tetapi juga memasukkan DNA dari bakteri lain yang ikut terbawa pada DNA
fage. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari satu sel bakteri ke bakteri lainnya.
Ada dua macam transduksi yaitu transduksi umum dan transduksi khusus. Pada
transduksi umum, fage dapat membawa bagian kromosom manapun dari bakteri, sedangkan
pada transduksi khusus hanya bagian tertentu saja yang dapat dibawa oleh fage :
1) Transduksi umum
Tipe transduksi ini terjadi bila suatu fage tenang memindahkan gen yang manapun
dari kromosom bakteri atau plasmid. Dalam transduksi umum, pada saat fage memulai siklus
litik enzim-enzim virus menghidrolisis kromosom bakteri menjadi banyak potongan kecil
DNA. Transduksi telah dipertunjukan pada spesies bakteri. Proses ini merupakan suatu alat
yang ampuh untuk mengembangkan galur-galur bakteri baru, memetakan kromosom bakeri,
dan untuk banyak percobaan genetic lainnya.
Fage transduksi dimulai dengan adanya sel inang yang diinjeksi fage. Partikel-partikel
fage yang baru terbentuk di dalam sel inang dan kromosom inang hancur. Salah satu partikel
fage yang terbentuk membawa fragmen DNA bakteri secara random dan disimpan di dalam
kepala fage tersebut. Hal tersebut terjadi karena enzim endonuklease yang berperan dalam
pengemasan DNA fage tanpa sengaja mengemas DNA inang.
Ketika sel inang mengalami lisis, partikel transduksi dilepaskan bersama-sama dengan
fage normal. Partikel transduksi tidak dapat mereplikasi diri, tetapi dapat mempengaruhi sel
lain jika menginjeksi sel inang baru. Kromosom sel inang dapat mengalami rekombinasi
dengan DNA yang dibawa partikel transduksi. Rekombinasi terjadi karena adanya allel sifat
yang sama baik dari DNA inang maupun DNA yang dibawa oleh fage. Bakteri yang dapat
mengalami transduksi umum contohnya Salmonella thypimurium.
Gambar 5.Proses transduksi umum pada bakteri
https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
2) Transduksi khusus
Transduksi khusus biasanya terjadi pada daerah spesifik pada kromosom inang yang
terintegrasi langsung dengan genom fage. Hanya gen bakteri yang dekat dengan titik
penempelan saja yang bisa terintegrasi dengan genom fage. Hal ini terjadi pada fage
temperate tertentu.
Fage transduksi khusus ini terbentuk karena adanya kesalahan saat rekombinasi eksisi dari
profage. Karena DNA profage terikat dengan DNA inang, maka proses replikasi dikendalikan
oleh inang. Kebanyakan DNA fage diekspresikan pada saat fage berada dalam fase profage.
Pada induksi profage, genom fage terpisah dari DNA inang. Proses ini disebut eksisi.
Eksisi akan membentuk fage, prosesnya mirip dengan pembentukan plasmid. Pada eksisi
yang biasa terjadi, yang akan lepas dari DNA inang hanyalah DNA fage itu sendiri. Tetapi
pada beberapa fenomena, fage yang terbentuk yang membawa gen-gen inang yang berada di
sebelahnya. Contohnya adalah profage ʎ yang terintegrasi diantara gen gal dan bio pada
kromosom E. coli dapat membawa gen gal dan bio bersama DNA fage saat proses eksisi.
Setelah fage terpisah dari DNA inang, fage bereplikasi hingga sel induk lisis. Fage yang
membawa gen inang merupaka fage defektif yang dapat mengakibatkan rekombinasi pada sel
yang dijadikan inang baru.
2.2.3 Transformasi
Transformasi diperkenalkan oleh Frederick Griffith pada tahun 1982, berdasarkan
penelitian bahwa suatu bakteri dapat melepaskan fragmen DNA-nya ke dalam suatu medium
yang kemudian akan masuk ke dalam sel bakteri yang lain dalam kultur tersebut. yang
menemukan bahwa ada dua tipe bakteri dari jenis Streptococcus pneumoniae, yang tidak
berbahaya dapat ditransformasi menjadi sel-sel penyebab pneumonia dengan cara mengambil
DNA dari medium yang mengandung sel-sel strain patogenik yang mati. Transformasi ini
terjadi ketika sel nonpatogenik hidup mengambil potongan DNA yang kebetulan
mengandung alel untuk patogenisitas (gen untuk suatu lapisan sel yang melindungi bakteri
dari sistem imun inang) alel asing tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kromosom
bakteri menggantikan alel aslinya untuk kondisi tanpa pelapis. Proses ini merupakan
rekombinasi genetik – perputaran segmen DNA dengan cara pindah silang (crossing over).
Sel yang ditransformasi ini sekarang memiliki satu kromosom yang mengandung DNA, yang
berasal dari dua sel yang berbeda. Tipe patogen yang memiliki kapsul polisakarida disebut
smooth dan tipe non-patogen tanpa kapsul yang disebut tipe rought.
Gambar 9. Dua strain S.pneumoniae yang digunakan Griffith saat menemukan fenomena
transformasi DNA pada Bakteri.
https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
Kemudian, Griffith mencoba mencampurkan sel S yang telah mati pada suspensi sel
non-patogen (rough, R) dan menyuntikkan campuran tersebut pada tikus uji. Ternyata tikus
tersebut mati.
Ternyata, perubahan pada sel R bukan hanya sifat virulensi. Griffith mengisolasi
bakteri R dari bangkai tikus, dan ternyata bakteri R yang awalnya memiliki morfologi koloni
yang kasar, menjadi bakteri dengan morfologi koloni halus, salah satu ciri bakteri
S.pneumoniae patogen.
Gambar 10. Prosedur Transformasi DNA yang tidak sengaja dilakukan oleh Griffith
https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
Kemudian, dari percobaannya, Griffith menyimpulkan bahwa ada materi sisa dari
bakteri S mati yang diambil dan diekspresikan dalam bakteri R hingga bakteri R
berubah menjadi virulen (patogen). Fenomena yang ditemukan oleh Griffith inilah yang
disebut sebagai Transformasi DNA.
Proses transformasi berlangsung dalam beberapa tahap yaitu tahap pertama dimana
molekul DNA rantai ganda berikatan pada reseptor yang terdapat dipermukaan sel. Perikatan
ini bersifat reversible. Selanjutnya tahap kedua adalah pengambilan DNA donor yang bersifat
irreversible. Pada saat ini DNA donor menjadi resisten terhadap enzim DNAase di dalam
medium. Kemudian tahap ketiga yakni konversi molekul DNA donor yang berupa rantai
ganda menjadi molekul rantai tunggal melalui degradasi nukleotida terhadap salah satu rantai.
Lanjut ke tahap keempat, integrasi (insersi kovalen) seluruh atau sebagian unting tunggal
DNA donor tersebut kedalam kromosom resipien. Terakhir tahap kelima yaitu segregasi dan
ekspresi fenotipik gen donor yang telah terintegrasi (Tsen, 2002).
Gambar 8. Transformasi Sel Bakteri
https://biobakteri.files.wordpress.com/2009/06/pirellula_budding-http
Waktu generasi tergantung pada: cukup tidaknya nutrisi, pH, intensitas cahaya,
oksigen, air, genetiknya, dan faktor pertumbuhan sel lainnya. Oleh karena itu jika nutrisi, dan
faktor pertumbuhan lain berada dalam kondisi yang optimum bagi suatu sel bakteri untuk
membelah selnya, maka dalam waktu tertentu akan dipeoleh populasi bakteri yang cukup
banyak.
Bakteri heterotrofik
0,58
Bacillus megaterium
0,28
E coli
1,80
Rhizobium meliloti
34,0
Treponema pallidum
Bakteri Fotosintetik
7,0
Chloropseudomonas ethylicum
2,4
Rhodopseudomonas spheroides
5,0
Rhodospirillum rubrum
2.4 Pengertian Pertumbuhan Sel Bakteri
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat
suatu organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah
tinggi, bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih
diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang
semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak,
pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri.
Istilah pertumbuhan bakteri lebih mengacu kepada pertambahan jumlah sel bukan mengacu
kepada perkembangan individu organisme sel. Bakteri memiliki kemampuan untuk
menggandakan diri secara eksponensial dikarenakan sistem reproduksinya adalah
pembelahan biner melintang, dimana tiap sel membelah diri menjadi dua sel.
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil perhitungan bakteri Vibrio spp. yang ditunjukkan dengan teknik pengujian TPC
menunjukkan jumlah bakteri yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung
koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar TCBS dengan menggunakan Colony
Counter, hasil jumlah koloni yang didapat disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate
Count).
Pertumbuhan koloni pada 9 sampel kerang hijau dengan 3 titik lokasi dan 3 kondisi
berbeda yang terdapat pada kawasan pantai wisata Yogyakata yang ditunjukkan pada (tabel.
1) didapatkan jumlah bakteri tertinggi adalah bakteri Vibrio spp. di pantai Depok dengan
kondisi tidak segar (L1K2) dengan jumlah 0,686 x 105 CFU/g, sedangkang koloni bakteri
yang terendah dengan jumlah 0,002 x 105 CFU,g pada lokasi pantai Kwaru dengan kondisi
kerang yang telah direbus (L3K3). Vibrio spp. dengan jumlah bakteri yang melewati ambang
batas standar (BPOM).
Koloni bakteri terbanyak yang terdapat pada kerang di kawasan pantai yogyakarta
yaitu kerang dengan kondisi yang sudah tidak segar, ditunjukkan pada diagram (gambar 2),
dimana pada ke tiga pantai yaitu pantai Depok, pantai , Goa cemara, dan pantai Kwaru
dengan kondisi tidak segar menempati jumlah tertinggi dari kondisi kerang segar maupun
dengan kondisi yang sudah direbus. Sedangkan pada kondisi kerang yang telah direbus atau
dalam kondisi yang telah melewati proses pemasakan memiliki jumlah populasi bakteri
terendah dibanding dengan kondisi yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kerang yang
telah direbus sudah melawati proses pemanasan dimana seharusnya bakteri Vibrio tidak dapat
tumbuh sama sekali (Ananta et al. 2011). Feriandika et al. (2014) menyatakan bahwa suhu
optimum untuk bakteri Vibrio agar dapat tumbuh berkisar 5-44 oC, sedangkan pada suhu 50
oC keatas tu lebih dari itu akan menyebabkan bakteri itu tidak akan dapat tumbuh sehingga
bakteri Vibrio disis termasuk bakteri yang tidak tahan terhadap panas.
Tabel 1. Pertumbuhan koloni bakteri pada 9 sampel kerang hijau dengan 3 titik lokasi dan
3 kondisi berbeda di kawasan pantai wisata Yogyakata
⅀ Koloni bakteri
Kode sampel TPC (Total Plate
Count)
CFU/g
L1K1 0,374 x 105
L1K2 0,686 x 105 **
L1K3 0,015 x 105
L2K1 0,245 x 105
L2K2 0,412x 105
L2K3 0,011 x 105
L3K1 0,136 x 105
L3K2 0,317 x 105
L3K3 0,002 x 105 *
Keterangan: * jumlah populasi bakteri paling sedikit, ** jumlah populasi bakteri paling
banyak (hasil log dalam CFU/g)
Uji Patogenitas dilakukan dengan menggunakan media BAP (Blood Agar Plate) untuk
mendeteksi kemampuan hemolisa bakteri dan teknik yang dilakukan adalah streak plate.
Media agar dengan konsentrasi garam yang tinggi untuk mendeteksi keaktifan hemolitik
Vibrio. Kultur yang bersifat positif hemolisis memperlihatkan hasil β-hemolisis yang
ditunjukkan pada (gambar 2) ditandai dengan adanya koloni dengan area zona bening di
sekelilingnya (Fajriani et al. 2018). Terbentuknya zona bening lisis, menunjukkan bahwa
isolat tersebut dapat melisiskan sel darah merah. Proses lisis darah yang sempurna terlihat
dari zona yang benar-benar jernih. Proses hemolisis yang tidak sempurna memperlihatkan
media berwarna kehijauan, proses lisis yang tidak sempurna atau tidak nyata menyebabkan
tidak akan terjadinya perubahan warna pada media (Suryanto et al. 2007).
Berdasarkan hasil pengujian patogenitas bakteri Vibrio spp. Pada 23 isolat ditemukan
5 isolat positif menunjukkan hemolisis yaitu pada isolat L1K2, L1K3, L2K1, L2K2, L3K2.,
ditunjukkan pada (Tabel 3). Mekanisme β-hemolisis memiliki kemampan berkembang biak
lebih cepat pada saluran pencernaan dibandingkan dengan α-hemolisis yang merupakan
faktor penting dalam menentukan virulen dari bakteri Vibrio spp. Produksi enterotoksin baik
pada β- hemolisis maupun α-hemolisis dapat menentukan daya patogennya. Strain yang
dimiliki β-hemolisis dapat lebih lama hidup dibandingkan dengan α-hemolisis. Hasil
pengujian menunjukkan bakteri Vibrio yang terdapat pada 3 tempat terdapat bakteri yang
patogen dengan ditandai munculnya β-hemolisis (Colwell 2005). Terjadinya penyakit sangat
berkaitan dengan faktor-faktor patogenisitas bakteri, kemampuan menginvasi jaringan,
berkolonisasi dan kecepatan perkembangbiakan patogen, maupun pertahanan inang dalam
melawan patogen (Tortora et al. 2001). Aktivitas haemolisis yang dihasilkan oleh
ekstrasellular menjadikan faktor pertahanan bakteri untuk melawan pertahanan inang dengan
melisis sel darah. Bakteri yang mampu bertahan, akan masuk ke dalam aliran darah sehingga
menyebar ke seluruh sel tubuh inang maupun menuju organ target (Fitriatin dan Manan
2015).
Tabel 2. Karakteristik morfologi isolat bakteri Vibrio spp. yang terdeteksi pada sampel
kerang hijau
2. Waktu generasi adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri
untuk populasi menjadi dua kali lipat. Dimana Semua spesies tidak mempunyai waktu
generasi yang sama.
Sembilan sampel kerang hijau (Perna viridis) dengan tiga kondis berbeda yang
terdapat di kawasan wisata pantai Yogyakarta positif terdeteksi bakteri Vibrio spp. Jumlah
bakteri terbanyak yang terdapat pada kerang pantai depok dengan kondisi tidak segar dengan
jumlah total koloni bakteri Vibrio spp. yaitu 0,686 x 105 CFU/g, sedangkan jumlah terendah
yaitu 0,002x 105 CFU/g dimiliki oleh kerang yang terdapat pada pantai Kwaru dengan
kondisi sudah direbus. Hasil perhitungan koloni yang didapat dari 9 sampel melewati ambang
batas standar (BPOM) Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 untuk
jumlah bakteri Vibrio spp. Hasil uji patogenitas dari 23 isolat yang di uji, 5 isolat positif
menunjukkan hasil β- hemolisis. yaitu L1K2, L1K3, L2K1, L2K2, L3K2.
DAFTAR PUSTAKA
https://smujo.id/psnmbi/article/download/3758/2913/
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika.Pustaka Wirausaha Muda dan USESE
Foundation, Bogor. 123 halaman.
Russel PJ. 1992. Genetics Third Edition. New York(NY): Harper Collins Publisher.
Suharsono et all. 2010. Isolasi dan Pengklonan Fragmen cDNA Gen Penyandi H+-ATPase
Membran Plasma dari Melastoma malabathricum L. Institut Pertanian Bogor. Vol 1 :
67-74. J Agron. Bogor, Indonesia.
Tsen et al. 2002. Natural plasmid transformation in Escherichia coli. Journal of Biomedical
Science. 9:246-252