Anda di halaman 1dari 19

TUGAS METODE PENELITIAN

REVIEW JURNAL

Disusun Oleh :

Nama: Nursamita Rahmi

Nim: B1A119284

Kelas: G/19

DOSEN PENGAMPU: Apt.A.Juaella Yustisi,M.Si

PROGRAM STUDI SI FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2022
Review Jurnal Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha, Weight.) sebagai
Pengawet Alami pada Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun
salam sebagai pengawet alami pada ikan bandeng di tambak Sidoarjo. Parameter
pada penelitian ini adalah organ oleptik, pH dan total koloni bakteri pada ikan
bandeng. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan 5 perlakuan dengan jumlah ulangan sebanyak 5 kali.
Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari
oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Salah satu ikan yang
digemari di masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan ikan yang
bernilai gizi tinggi, rasanya gurih dan harganya murah.
Kandungan protein yang tinggi dan kandungan asam amino bebas pada
ikan bandeng menyebabkan ikan bandeng rentan terhadap kontaminasi bakteri.
Hal ini mengakibatkan dayasimpan ikan singkat dan ikan sangat mudah busuk.
Proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme
dan oksidasi dalam tubuh ikan
Pengawetan merupakan salah satu proses untuk mempertahankan
kesegaran dan memperpanjang umur simpan suatu bahan. Pengawetan memiliki
fungsi untuk menghambat atau menghentikan aktivitas bakteri pembusuk dalam
tubuh ikan bandeng. Proses pengawetan dikelompokan menjadi dua yaitu
pengawetan secara alami dan pengawetan secara sintetis. Pengawetan sintetis
merupakan pengawetan secara kimia yang dapat menimbulkan efek samping dari
bahan tersebut sehingga memicu pertumbuhan sel pada manusia akibat zat
karsinogenik dalam pengawetan Untuk itu diperlukan suatu pengawetan yang baik
dan aman agar memperpanjang daya simpan bahan pangan yaitu dengan
menggunakan pengawet alami. Pengawet alami merupakan salah satu jenis
pengawet yang berasal dari mikroba, hewan dan tumbuhan. Pengawet alami relatif
aman jika dibandingkan dengan pengawet sintetis, pengawet alami yang sering
digunakan untuk pengawetan ikan yaitu pengeringan, penggaraman, penyaringan
dan pendinginan.
Daun salam mudah didapat dan memiliki harga jual yang dapat dijangkau
oleh masyarakat. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk memanfaatkan ektrak
daun salam sebagai pengawet alami pada ikan bandeng dengan teknik aplikasi
yang mudah sehingga dapat diterapkan pada masyarakat luas.Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh ekstrak daun salam sebagai alternatif pengawet alami
pada ikan bandeng.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan bandeng
dengan berat 250 gram yang diambil dari tambak Sidoarjo, aquades steril, larutan
pH 4,0 dan pH 7,0, Media NA (Nutrient Agar), minyak cengkeh dan daun salam
yang diperoleh dari Pasar Tradisional.Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu cawan petri, pH meter“KEDID”akurasi 0,02 pH timbangan
analitik “HENHERR” akurasi 0,01 gram, gunting, pinset, tabung reaksi, inkubator,
autoklaf, api bunsen, pipet steril, glove, masker, aluminium foil, stamper dan
mortir.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan
sampel ikan bandeng. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dengan 5 kali ulangan. P0: tanpa perlakuan, P1:
ekstrak daun salam 5%, P2: ekstrak daun salam 10%, P3: ekstrak daun salam 15%
dan P4: ekstrak daun salam 20%. Sampel penelitian yang digunakan berupa ikan
bandeng yang berasal dari tambak di Sidoarjo yang diambil pada pukul 10.00 pagi
sebanyak 25 ekor dalam keadaan hidup.
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Ekstrak
Daun salam dicuci, ditimbang dan dikeringkan dalam lemari
pengering kemudian dihancurkan menjadi serbuk dengan alat penyerbuk,
serbuk daun salam diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 70%. Larutan yang didapat kemudian difiltrasi
menggunakan corong Buchner, filtrat dievaporasi menggunakan vacum
rotary evoporator pada suhu 70oC sehingga didapatkan larutan yang lebih
kental (ekstrak kental). Ekstrak kental tersebut diuapkan dengan waterbath
pada suhu 50oC sehingga didapatkan ekstrak etanol daun salam sebagai
larutan stok. Ekstrak etanol daun salam diencerkan menjadi 5%, 10%,
15% dan 20%.
2. Pemberian Perlakuan
Ikan bandeng sebagai kontrol negatif tidak dicelupkan apapun,
sedangkan ikan bandeng yang diberi perlakukan dicelupkan pada ekstrak
daun salam dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20%. Pencelupan
dilakukan selama 30 menit. Setelah 30 menit ikan diambil, ditiriskan dan
dimasukkan ke dalam wadah plastik, diikat menggunakan karet dan
ditutup dengan aluminum foil. Setelah 24 jam ikan diambil dan dilakukan
pemeriksaan.
Hasil Dan Pembahasan
1. Uji pH
Hasil analisis nilai pH pada ikan bandeng jam ke 24 setelah
dilakukan perendaman dengan ekstrak daun salam dengan perlakuan P0,
P1, P2, P3 dan P4. Rata-rata nilai pH ditunjukan pada tabel 1 dangambar
1.Rata-rata nilai pH tertinggi pada ikan bandeng terdapat pada kelompok
perlakuan P0 yaitu 6,72 dan rata-rata nilai pH terendah terdapat pada ikan
bandeng dengan kelompok perlakuan P1. Nilai signifikan pada table
adalah 0,000 (P<0,05) sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antar
perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Nilai pH pada Ikan Bandeng Rata-rata ± SD
dengan Perlakuan Perendaman
Ekstrak Daun Salam
P0 (tanpa perlakuan) 6,72 ± 0,06708a
P1 (ekstrak daun salam 5%) 6,52 ± 0,04472b
P2 (ekstrak daun salam 10%) 6,44 ± 0,05477b
P3 (ekstrak daun salam 15%) 6,41 ± 0,05477bc
P4 (ekstrak daun salam 20%) 6,25 ± 0,07906c
2. Uji Total Koloni Bakteri (TPC)
Hasil analisis nilai TPC pada ikan bandeng jam ke 24 setelah
dilakukan perendaman dengan ekstrak daun salam dan diinkubasi selama
24 dengan kelompok perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4. Rata-rata nilai TPC
ditunjukan pada tabel 2 dan gambar 2.Rata-rata nilai TPC tertinggi
terdapat pada kelompok perlakuan P0 yaitu 7,5 x 104 dan rata-rata nilai
TPC terendah terdapat pada kelompok perlakuan P4 yaitu 1,8x104. Nilai
signifikan pada table adalah 0,000 (P<0,05) sehingga terdapat perbedaan
yang signifikan antar perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
Perlakuan Rata-rata ± SD
P0 (tanpa perlakuan) 7,5 x 104 ± 1,4 x 104a
P1 (ekstrak daun salam 5%) 5,4 x 104 ± 0,5 x 104b
P2 (ekstrak daun salam 10%) 4,1 x 104 ± 0,2 x 104c
P3 (ekstrak daun salam 15%) 3,4 x 104 ± 0,2 x 104c
P4 (ekstrak daun salam 20%) 1,8 x 104 ± 0,6 x 104d
Pembahasan
1. Uji pH
Berdasarkan hasil uji dejarat keasaman (pH) diperoleh hasil pada
gambar1, yaitu kelompok perlakuan P0 (tanpa perlakuan) yang tidak
diberikan ekstrak daun salam memiliki nilai pH tertinggi dibandingkan
dengan kelompok perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yang diberi perendaman
ekstrak daun salam. Menurut Hakim (2016) peningkatan pH merupakan
titik awal bakteri dapat beradaptasi dengan lingkungan. Terjadinya
peningkatan pH pada daging disebabkan karena mikroba-mikroba yang
mendeaminasi asam-asam amino dalam daging sehingga menghasilkan
senyawa-senyawa bersifat basa seperti amoniak atau NH4 .
Pada kelompok perlakuan P1, P2, P3 dan P4 menggunakan
perendaman ekstrak daun salam memiliki nilai pH rata-rata 6,25 – 6,52
yang berarti terdapat pengaruh dari ekstrak daun salam. Pernyataan ini
didukung oleh hasil penelitian Agustina bahwa perendaman pada infusa
daun salam membantu mempercepat penurunan pH daging babi hingga
mencapai pH absolut. Penurunan pH daging disebabkan akibat adanya
perlakuan perendaman infusa daun salam karena mengandung pH asam
yaitu 5,4 sehingga terdapat penurunan nilai pH.
Nurqaderianie menjelaskan bahwa nilai pH untuk ikan hidup
sekitar 7,0 dan setelah ikan mati pH tersebut menurun mencapai 5,8 - 6,2
dan akan naik pada fase pembusukan. Pada penelitian Rustamadji (2009)
menyatakan bahwa nilai pH pada kulit ikan bandeng fase post rigor
bernilai 6,61 dan 6,78. Pada fase busuk, nilai pH kulit ikan bandeng
meningkat menjadi 6,79 dan 7,02. Sehingga kelompok perlakuan P0
(tanpa perlakuan) menunjukan awalpembusukan. Pada penelitian ini
penggunaan ekstrak daun salam sangat berpengaruh terhadap penurunan
pH ikan bandeng, sehingga konsentrasi terbaik untuk penuruan pH ikan
bandeng ada pada kelompok perlakuan P4 karena terjadi penurunan nilai
pH yang sangat signifikan pada sampel.
2. Uji Total Koloni Bakteri (TPC)
Hasil pemeriksaan total koloni bakteri menggunakan coloni
counter. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai TPC
pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun salam, jumlah bakteri
pada kelompok perlakuan P0 yaitu 7,5 x 104 ± 1,4 x 104 (gambar 2)
menunjukan perbedaan yang nyata dengan kelompok perlakuan P1, P2, P3
dan P4 yang diberikan ekstrak daun salam. Standar Nasional Indonesia
(SNI, 2009) menyatakan bahwa batas maksimum pencemaran mikroba
pada ikan segar adalah 5 x 105 cfu/g makan TPC pada P0, P1, P2, P3 dan
P4 masih dibawah batas maksimal.
Hasil TPC pada kelompok perlakuan P4 yaitu 1,8 x 104 ± 0,6 x
104 (gambar 2) menunjukan jumlah bakteri yang paling sedikit
dikarenakan P4 menggunakan konsentrasi ekstrak daun salam tertinggi
yaitu 20%. Jumlah bakteri yang mengalami penurunan dikarenakan
ekstrak daun salam mengandung senyawa flavonoid yang mana flavonoid
bekerja dengan cara denaturasi protein pada sel bakteri. Proses ini juga
menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah
komposisi komponen protein dan fungsi membran terganggu. Hal ini
sesuai dengan pendapat Atmojo mengatakan bahwa flavonoid bekerja
sebagai antimikroba dengan cara berikatan dengan protein melalui ikatan
hydrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak,
ketidakstabilan dinding sel dan membran sitoplasma menjadi terganggu.
Selain flavonoid, senyawa polifenol pada ekstrak daun salam memiliki
karakteristik aktivitas antimikroba sehingga senyawa ini memiliki
kemampuan untuk menghambat aktivitas mikroba dan menghindari
adanya pembusukan.
Daun salam juga mengandung polifenol. Menurut Habiburrohman
dan Sukohar (2018) aktivitas antioksidan pada polifenol terhadap stress
oksidatif berperan sebagai scavenger ion bebas, kelasi logam dalam
menyeimbangkan reaksi oksidasi sel dan bekerja pada enzim yang
berperan dalam stress oksidatif serta meningkatkan produksi antioksidan
endogen. Aktivitas antimikroba pada polifenol bekerja dengan merusak
membran sel bakteri, menghambat sintesis asam lemak dan aktivitas enzim
sehingga pertumbuhan dan perkembangan bakteri dapat
dihambat.Senyawa polifenol pada ekstrak daun salam sebesar 4,11%.
Daun salam merupakan rempah-rempah yang mengandung
antibakteri. Pada penelitian Ramadhania melaporkan bahwa ekstak
methanol dan fraksi heksana daun salam memiliki antibakteri yang sangat
baik terhadap bakteri gram positif dan negatif. Penelitian lain juga
melaporkan bahwa efek senyawa antibakteri ekstrak etanol daun salam
memiliki zona hambat yang tinggi terhadap bakteri bawaan makanan yang
bersifat patogen yaitu Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumoniae, Salmonella thypimurium, Listeria
monocytogenesis, Vibrio cholera, Vibrio parahaemolyticus, Proteus
mirabilis dan Staphylococcus aureus.
Senyawa antibakteri akan merusak sintesa peptidoglikan dengan
cara menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid
akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini
mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran
sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Keadaan
ini akan menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik
maupun fisik sehingga sel bakteri menjadi mati. Dalam penelitian Olaitan
menunjukkan bahwa jumlah bakteri pada daging sapi sebelum diberi
perlakuan ekstrak daun salam yaitu 7,28 log cfu/g sampel, setelah diberi
perlakuan esktrak daun salam terdapat penurunan jumlah bakteri menjadi
3,20 log cfu/gram sampel. Penelitian Naja (2019) juga menyatakan bahwa
penambahan ekstrak daun salam dapat menghambat jumlah koloni bakteri
pada ikan nila.
Kesimpulan
Ekstrak daun salam (Eugenia polyantha, W.) memiliki aktifitas
sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos). Penggunaan
esktrak daun salam 20% paling efektif sebagai pengawet alami ikan
bandeng dan pada konsentrasi ekstrak daun salam 20% dapat menghambat
bakteri pada ikan bandeng dan mempertahankan kesegaran ikan.
Review Jurnal Sediaan Tablet Kombinasi Ekstrak Daun Salam (Eugenia
Polyantha) Dan Herba Seledri (Apium Graveolens) Dengan Variasi Jenis
Pengikat

Daun salam (Eugenia polyantha) dan herba seledri (Apium graveolens)


memiliki kandungan senyawa flavonoid yang diduga mempunyai efek
menurunkan kadar gula di dalam darah.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula tablet ekstrak daun
salam dan herba seledri dengan pengikat tertentu yang memiliki mutu terbaik.
Ditentukan juga kadar flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun salam,
ekstrak herba seledri, dan sediaan tablet. Uji stabilita dilakukan terhadap tablet
yang disimpan pada suhu kamar 25-300C.
Senyawa-senyawa aktif yang terdapat pada daun salam diantaranya alaha
yaitu eugenol, tanin dan flavonoid. Senyawa aktif ini digunakan untuk
menurunkan kadar gula darah atau sebagai antidiabetes. Daun salam mengandung
beberapa vitamin seperti vitamin C, vitamin A, thiamin, riboflavin, niacin,
vitamin B6, vitamin B12 dan folat.
Dosis 1,36 mg/kg BB pada ekstrak air daun salam mempunyai efek
menurunkan kadar gula darah pada tikus. Kandungan senyawa aktif herba seledri
yaitu minyak atsiri, flavonoid, saponin, tanin, apigenin, kolin, lipase, dan
asparagin. Dosis 50 mg/kg BB pada ekstrak herba seledri efektif dalam
menurunkan kadar gula darah pada tikus putih jantan.
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam daun salam
dan herba seledri yang berperan dalam efek farmakologis. Mekanisme kerja
senyawa flavonoid dengan cara menstimulasi sekresi insulin dan menghambat
absorbsi glukosa sehingga laju glukosa darah tidak terlalu tinggi.
Sediaan tablet dipilih selain kemudahan pada saat penggunaannya agar
tujuan pemberiannya tercapai dengan baik. Tablet memiliki beberapa keuntungan
yaitu praktis atau mudah dibawa dan digunakan serta stabil di dalam
penyimpanannya.
Gelatin sebagai bahan pengikat yaitu dapat digunakan pada senyawa yang
sulit diikat, akan tetapi cenderung menghasilkan tablet yang keras sehingga waktu
disintregannya membutuhkan waktu yang lama selain itu rentan terhadap
mikroba.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas,
alat pencetak tablet (Korsch®), ayakan, botol plastik, desikator, Disintegration
Tester (Vanguard Pharmaceutical Machi- neryInc USA®), Flowbility tester,
Hardness Tester (Schleuniger-2E®), jangka sorong, kain batis, krus, Moisture
Balance (AND MX 50®), oven, stopwatch Friability Tester (Vanguard
Pharmaceutical Machi-neryInc ®), tanur (Ney®), Tap Densitymeter(USP 315-2E
Bulk Density Tester®), timbangan digital (AND G-120®), dan Vacuum
Dryer(Ogawa®).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun salam dan
herba seledri, Ac-Di-Sol, Avicel PH 102, Na-CMC, Gelatin,Mg Stearat, PVP K-
30, dan Talk, akuades, Asam Sulfat 2 N, Etanol 95%, HCl P, larutan Gelatin 10%,
NaCl 10% (1:1), larutan 3% Besi (III) Klorida, pereaksi Dragendroff, pereaksi
Mayer, dan serbuk Mg.
Hasil Dan Pembahasan
Formula Tablet Kombinasi Formula (%)
Ekstrak Daun Salam dan
Herba Seledri Bahan
F1 F2 F3
Ekstrak 0,11 0,11 0,11
Kering Daun
Salam
Ekstrak 4,83 4,83 4,83
Kering
HerbaSeledri
PVP K-30 4 - -
Na-CMC - 4 -
Gelatin - - 4
Ac-Di-Sol 3 3 3
Mg Stearat 1 1 1
Talk 2 2 2
Avicel PH 100 100 100
102 ad
Serbuk simplisia daun salam yang dihasilkan memiliki warna hijau tua,
berbau khas aromatik lemah, dan memiliki rasa yang kelat.
Kadar air dari ekstrak kering daun salam yang dihasilkan yaitu 1,72% ,
jika dibandingkan dengan penelitian Rahmahuda kadar air yang diperoleh ekstrak
kering daun salam yaitu 4,46 memenuhi syarat. Kadar abu pada ekstrak kering
daun salam yaitu 2,48%. Hasil ini menunjukan bahwa ekstrak kering daun salam
telah memenuhi syarat. Hasil uji fitokimia yang didapatkan bahwa pada ekstrak
kering daun salam menghasilkan senyawa yang mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil ini sesuai dengan skrining fitokimia yang
dilakukan oleh Rahmahuda
Serbuk herba seledri memiliki warna hijau muda, berbau khas aromatik
tajam, dan memiliki rasa yang pahit. Hasil karakterisik serbuk simplisia ini sesuai
dengan DepKes RI. Ekstrak kering herba seledri memiliki warna hijau kehitaman,
berbau khas, dan memiliki rasa yang khas.
Kadar air ekstrak kering herba seledri yang diperoleh yaitu 2,62%, jika
dibandingkan dengan syarat umumnya kadar air ekstrak kering seledri yaitu 10%
(KeMenKes RI, 2010) dan kadar abu ekstrak kering herba seledri yang diperoleh
yaitu 4,61% dan syarat kadar abu ekstrak tidak lebih dari 16,1% (KeMenKes RI,
2010). Hasil ini menunjukan bahwa serbuk simplisia herba seledri telah
memenuhi syarat. Hasil uji fitokimia ekstrak kering herba seledri menghasilkan
tiga senyawa yaitu senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin.
Formula tablet dibuat dengan perbedaan bahan pengikat yaitu PVP K-30,
Na-CMC, dan Gelatin masing-masing formula dengan metode granulasi basah
dan tablet dibuat sebanyak 1000 tablet dengan berat per tablet 300 mg.Evaluasi
granul dilakukan dengan melakukan uji aliran granul, uji kadar air granul serta uji
kompresibilitas (Tabel 2). Perbedaan pengikat yang digunakan tidak memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap hasil evaluasi granul pada setiap formulanya.
Organoleptik pada masing-masing formula dilakukan pegujianyang berupa
bentuknya, bau, warna, sampai dengan rasanya. Tablet yang dihasilkan dengan
permukaan atas dan bawah rata, berbau khas aromatik ekstrak, berwarna krem dan
memiliki rasa yang pahit pada lidah serta tenggorokan.
Hasil pengujian keseragaman ukuran dari ketiga formula memenuhi syarat
yaitu diameter tablet yang diperoleh tidak lebih dari 3 kali tebal tablet dan tidak
kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet.
Uji kekerasan dilakukan pada masing-masing formula untuk mengetahui
kekerasan tablet yang dihasilkan. Tablet harus memiliki kekerasan tertentu
sehingga kuat tapi mampu melarut di dalam tubuh. Hasil pengujian kekerasan dari
ketiga formula memenuhi syarat yaitu range kekerasan tablet berkisar antara 4-8
kp.
Penetapan kadar flavonoid dalamtablet dilakukan dengan melarutkantablet
ke dalam pelarut metanol Larutan diaduk dengan magneticstirrer untuk
mempercepat proses pelepasan ekstrak dari sediaan tablet dan meningkatkan
kelarutannya.
Hasil uji stabilita selama 8 minggu terhadap mutu tablet formula 1, 2 dan 3
meliputi uji organoleptik, keseragaman berat, keseragaman ukuran, kekerasan,
friabilita dan waktu hancur. Berdasarkan hasil uji kekerasan, perbedaan bahan
pengikat dalam setiap formula menunjukkan terjadi penurunan nilai kekerasan
mulai minggu ke 4 sehingga tidak memenuhi syarat.
Kesimpulan
Perbedaan jenis pengikat PVP K-30, Na-CMC dan Gelatin dengan
konsentrasi 4% memberikan hasil tablet dengan mutu yang sama dan memenuhi
persyaratan.
Formula dengan pengikat PVP K-30 yang disimpan selama 8 minggu pada
suhu kamar (25-30C) memberikan mutu tablet terbaik.
Kadar flavonoid ekstrak kering daun salam 2,619 %, ekstrak kering herba
seledri 2,675 % dan kadar flavonoid tablet 3,432 % (F1), 3,948 % (F2), dan 4,006
% (F3).
Review Jurnal Formulasi Sediaan Lotion Ekstrak Etanol Daun Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) dan Penentuan Nilai SPF Secara in
Vitro
Sinar Ultraviolet (UV) merupakan sebagian kecil dari spektrum sinar matahari yang
sampai ke permukaan bumi dan paling berbahaya bagi kulit sehingga dibutuhkan
tabir surya untuk mencegah gangguan akibat sinar UV tersebut. Daun salam
mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin yang berpotensi sebagai tabir
surya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan formula, karakteristik fisik,
dan nilai SPF dari lotion ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.). Pada penelitian ini, daun salam diekstraksi dengan metode sonikasi
menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak tersebut diformulasikan dalam bentuk
sediaan lotion kemudian dilakukan evaluasi sifat fisik.
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai tabir surya yaitu daun salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp). Potensi daun salam sebagai tabir surya didukung oleh
hasil penelitian Verawati yang melaporkan ekstrak etanol 70% daun salam memiliki
aktivitas antioksidan kategori sangat kuat dengan nilai IC50
35,057μg/mL.8Pemberian antioksidan pada kulit dapat mencegah proses kerusakan
kolagen oleh ROS (Reactive Oxygen Species) yang terbentuk selama paparan sinar
UV.9 Secara tradisional, daun salam digunakan untuk mengobati kolesterol tinggi,
kencing manis, hipertensi, gastritis, dan diare.10 Kandungan senyawa metabolit
sekunder dalam ekstrak daun salam yaitu fenolik, flavonoid, steroid, saponin,
triterpenoid, alkaloid dan tanin.11 Fenolik dan flavonoid merupakan senyawa utama
yang memiliki potensi sebagai tabir surya, karena senyawa tersebut mempunyai
gugus kromofor yang dapat menyerap sinar UV.12

Sediaan tabir surya yang paling sering digunakan yaitu dalam bentuk lotion. Lotion
lebih mudah digunakan pada kulit karena konsistensinya yang tidak terlalu padat
sehingga dapat menyebar lebih merata pada permukaan kulit yang luas, sertacepat
kering setelah pemakaian.13Tingkat perlindungan sediaan tabir surya terhadap sinar
matahari dinyatakan dengan nilai SPF (Sun Protection Factor). Nilai SPF dapat
menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih suatu tabir surya, karena semakin
tinggi nilai SPF maka semakin tinggi tingkat perlindungan terhadap sinar UV.14

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu daun salam yang berasal dari daerah
Praya Lombok Tengah, etanol 96% teknis(Merck), aquades, ferri klorida 1%
(Merck), ferri klorida 5% (Merck), asam klorida pekat (Merck), serbuk Mg (Merck),
etanol p.a. (Merck), aqua rosae.Bahan-bahan seperti trietanolamin teknis, asam
stearat, setil alkohol, propilen glikol teknis, parafin cair teknis, metil paraben, propil
paraben, dan metilen blue diperoleh dari CV. Bina Mitra.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (Ohaus),
alat-alat gelas (Iwaki), mortar dan stamper, hot plate (Labnet), pH meter (Hanna
Instruments), kaca objek, beban 80 g dan 100 g, stopwatch, rotary evaporator (Hahn
Shin), Sonikator (Elmasonic) dan Spektrofotometer UV-Visible Specord 200.

Formula F1 (%) F2 (%)


Lotion Ekstrak
Daun Salam
Ekstrak etanol 0,1 0,5
daun salam
TEA 1 1
Asam stearat 3 3
Setil alkohol 2 2
Propilen glikol 15 15
Parafin cair 2,5 2,5
Metil paraben 0,2 0,2
Propil paraben 0,04 0,04
Aqua rosae 3 tetes 3 tetes
Aquadest ad 100 ad 100
Hasil Simplisia
Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) yang digunakan sebagai sampel
yaitu daun salam tua yang berwarna hijau tua. Hal ini dikarenakan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bahriul dkk (2014), aktivitas antioksidan ekstrak
etanol daun salam tua memiliki nilai antioksidan yang paling tinggi dibandingkan
dengan daun salam muda dan setengah tua.16
Daun salam dibuat dalam bentuk simplisia terlebih dahulu untuk mempermudah
proses ekstraksi.Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat dan
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan.17 Tujuan pembuatan simplisia yaitu untuk memperoleh
bahan yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama.18Simplisia daun salam yang diperoleh pada penelitian ini yaitu sebanyak 665
gram.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsentrasi ekstrak 0,001% memiliki proteksi


sedang terhadap sinar UV-B dengan nilai SPF ± SD sebesar 5,34 ± 0,02, sedangkan
ekstrak 0,005% memiliki proteksi ekstra terhadap sinar UV-B dengan nilai SPF ± SD
sebesar 7,48 ± 0,02. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi pula
nilai SPF yang diperoleh.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa formula


sediaan lotion ekstrak daun salam yang digunakan yaitu 1% trietanolamin, 3% asam
stearat, 2% setil alkohol, 15% propilen glikol, 2,5% parafin cair, 0,2% metil paraben,
0,04% propil paraben, 3 tetes aqua rosae, aquades, serta ekstrak daun salam dengan
konsentrasi ekstrak 0,1% (F1) dan 0,5% (F2). Karakteristik fisik sediaan lotion
ekstrak daun salam telah memenuhi syarat pada uji homogenitas, daya sebar, dan pH
serta tidak memenuhi syarat pada uji daya lekat. Nilai SPF sediaan lotion ekstrak
etanol daun salam yang diperoleh yaitu 4,97 (F1) dan 6,72 (F2) dengan tipe proteksi
sedang dan ekstra.

Review Jurnal Uji Efektivitas Daun Salam (Sizygium polyantha) sebagai


Antihipertensi pada Tikus Galur Wistar
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis yang
ditandai dengan meningkatnya konstriksi pembuluh darah arteri sehingga terjadi
resistensi aliran darah yang meningkatkan tekanan darah terhadap dinding
pembuluh darah.
Hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan
kematian apabila tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat.4 Sekitar
69% pasien serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive
heart failure (CHF) menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg3.
Daun salam (Sizygium polyantha) telah diteliti mengandung flavonoid
yang dapat menunjukkan antioksidan serta mampu mengontrol HDL kolesterol
pada tikus Wistar.5,6. Selain itu kandungan minyak atsiri (sitral, eugenol) yang
mempunyai fungsi dalam menurunkan kadar tekanan darah.7 Kandungan minyak
atsiri yang terdapat pada daun salam sebesar 0,05% yang bersifat antibakteri dan
beraroma gurih.8 Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui efektivitas salam
(Syzigium polyanta) dalam menangani hipertensi.
Hipertensi didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. Peningkatan tekanan darah sistolik pada umumnya >140 mmHg atau
tekanan darah diastolik >90 mmHg kecuali bila tekanan darah sistolik ≥210
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥120 mmHg9.
Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan
merupakan salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia. Secara ilmiah, daun
salam bernama Eugenia polyantha wigh dan memiliki nama ilmiah lain, yaitu
Syzygium polyantha wight.
Kandungan minyak atsiri yang terdapat pada daun salam adalah sitral dan
eugenol yang berfungsi sebagai anestetik dan antiseptik. Flavonoid dalam daun
salam memiliki efek antimikroba, antiinflamasi, merangsang pembentukkan
kolagen, melindungi pembuluh darah, antioksidan dan antikarsinogenik. Minyak
atsiri utamanya terdiri dari senyawa terpenoid dengan kerangka karbon atom dari
lima. Karakteristik minyak esensial sangat menguap pada suhu kamar tanpa
dekomposisi, pahit, bau manis sesuai dengan tanaman yang memproduksi dan
larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Atsiri yang memiliki
aroma harum dan dapat digunakan sebagai penyedap masakan. Minyak atsiri
adalah campuran berbagai persenyawaan organik yang mudah menguap, mudah
larut dalam pelarut organik serta mempunyai aroma khas sesuai dengan jenis
tanamannya.
Pada penelitian yang telah dilakukan, bahwa simplisia disaring dengan
menggunakan etanol 96 %. Etanol merupakan pelarut yang aman untuk
menyaring berbagai zat. Penelitian dilanjutkan secara in vivo pada tikus wistar
jantan, kemudian dilakukan langsung dengan mengukur tekanan darah langsung
pada ekor. Dengan demikian dapat diketahui efek antihipertensi secara langsung
terhadap ekstrak etanol daun salam. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan
kandungan fenolik total dan flavonoid total dalam ekstrak etanol tersebut.
Kandungan fenolik dan flavonoid ditentukan untuk mengetahui hubungan
kandungan fenolik dan flavonoid terhadap efek antihipertensinya. Kandungan
senyawa dalam ekstrak daun salam ditetapkan dengan kromatografi lapis tipis
(KLT). Dengan bukti ilmiah yang cukup, diharapkan ekstrak daun salam layak
dikembangkan sebagai obat alternatif atau obat pilihan sebagai terapi hipertensi
dan obat yang ada.
Keamanan daun salam telah diujikan ketoksikan akutnya dengan ekstrak
kering daun mimba (Azadirachta indica) dan daun salam (Sizygium polyantha)
pada mencit betina jalur Balb/c, bahwa secara histopatologis tidak menunjukkan
efek toksisitas pada jantung, paru, usus, limpa, dan ginjal.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daun salam (Sizygium
polyantha) memang telah dipercayai memiliki khasiat sebagai terapi hipertensi.
Hal ini telah dibuktikan oleh peneliti bahwa terdapat nilai efektivitas yang tinggi
pada daun salam.

Review Jurnal Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Salam (Syzygium


Polyanthum) Dengan Menggunanakan 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
Daun salam sebagai tanaman obat asli Indonesia banyak digunakan oleh
masyarakat untuk menurunkan kolesterol, kencing manis, hipertensi, gastritis, dan
diare. Daun salam diketahui mengandung flavonoid, selenium, vitamin A, dan
vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan. Daun salam apabila diremas-remas
dapat menghasilkan minyak atsiri yang memiliki aroma harum. Kulit batang, akar
dan daun dapat digunakan sebagai obat gatal-gatal, kayunya untuk bahan
bangunan sedangkan buah salam dapat digunakan sebagai antioksidan karena
mengandung antosianin.
Antioksidan merupakan suatu substansi yang pada konsentrasi kecil secara
signifikan mampu menghambat atau mencegah oksidasi pada substrat yang
disebabkan oleh radikal bebas
Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif karena memiliki
elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi
dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut.
Aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dapat digolongkan berdasarkan
nilai IC50 yang diperoleh. Jika nilai IC50 suatu ekstrak berada dibawah 50 ppm
maka aktivitas antioksidannya kategori sangat kuat, nilai IC50 berada diantara 50-
100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori kuat, nilai IC50 berada di antara
100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori sedang, nilai IC50 berada
di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya kategori lemah, sedangkan
apabila nilai IC50 berada diatas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya
dikategorikan sangat lemah.
Alat Dan Bahan
Peralatan yang digunakan yaitu neraca analitik, blender, seperangkat alat
rotary vacuum evaporator, spektrofotometer UV-Vis PG instruments Ltd, labu,
penangas air, dan peralatan gelas yang umum di laboratorium. Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan yaitu daun salam, etanol absolut, reagen mayer, logam Mg,
HCl 2 N, larutan FeCl3 1%, HCl pekat, aquadest, DPPH dan Vitamin C.
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode
maserasi dengan menggunakan pelarut etanol absolut. Ekstraksi efektif jaringan
tumbuhan yaitu menggunakan pelarut yang sesuai 10 kali volume atau bobot
sampel, sehingga pada penelitian ini digunakan pelarut etanol absolut sebanyak
300 ml untuk 30 gram sampel daun salam. Pemilihan metode maserasi pada
penelitian ini karena metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat
khusus. Pemilihan pelarut etanol absolut pada penelitian ini disesuaikan dengan
metode yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode pengujian
menggunakan DPPH, dimana metode ini hanya digunakan untuk menguji
senyawa-senyawa antioksidan yang larut dalam pelarut organik khususnya
alcohol.
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa bioaktif daun salam
yang meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin dan uji tanin. Identifikasi
senyawa bioaktif ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa-senyawa
metabolit sekunder yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan.
Pada penelitian ini, uji aktivitas antioksidan Pada ekstrak daun salam
dengan metode pengujian menggunakan DPPH. Metode uji antioksidan
menggunakan DPPH adalah salah satu metode uji kuantitatif untuk mengetahui
seberapa besar aktivitas daun salam sebagai antioksidan. Metode pengujian
menggunakan DPPH merupakan metode yang konvensional dan telah lama
digunakan untuk penetapan aktivitas senyawa antioksidan. Selain itu,
pengerjaannya juga mudah, cepat dan sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan
dari ekstrak tanaman menggunakan DPPH secara spektrofotometer.
Kesimpulan
Ekstrak daun salam yang meliputi daun muda, daun setengah tua dan daun tua
memiliki daya antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 yang diperoleh
masing-masing 37,441 ppm, 14,889 ppm dan 11,001 ppm.

Anda mungkin juga menyukai