REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 69/PUU-XIV/2016
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013
TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PERUSAKAN HUTAN TERHADAP UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR
(III)
JAKARTA
PERIHAL
PEMOHON
1. Imam B. Prasodjo
2. Andy F. Noya
3. Ully Sigar Rusady
ACARA
SUSUNAN PERSIDANGAN
i
Pihak yang Hadir:
A. Pemohon:
1. Imam B. Prasodjo.
1. Maheswara Prabandono
2. Munafrizal Manan
3. Muhamad Salman Darwis
C. Pemerintah:
1. Yunan Hilmy
2. Untung Minardi
3. Rita Andriani
4. Rahadhi Aji
5. Rasio Ridho Sani
6. Erwin Fauzi
7. Supardi
8. Fastarradi
9. Afrodian Lutoifi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.59 WIB
KETUK PALU 3X
Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir, ada surat tertanggal 7
Oktober yang ditandatangani Kepala Badan Keahlian DPR, Jhonson
Rajagukguk, yang mengatakan tidak dapat menghadiri persidangan
karena bertepatan dengan rapat-rapat di DPR. Dari Pemerintah yang
mewakili Presiden, silakan.
Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir saya sendiri
dengan di sebelah kanan saya dari Kementerian Hukum dan HAM
(Direktur Litigasi). Kemudian, sebelah kiri saya dari Dirjen Penegakan
Hukum, Bapak Drs. Rasio Ridho Sani. Kemudian, di sebelah kanannya
lagi dari jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Terima
kasih.
Baik, terima kasih. Agenda kita pada sidang siang hari ini adalah
Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden. Karena DPR tidak hadir,
1
maka keterangan Presiden satu-satunya agenda. Saya persilakan, siapa
yang akan menyampaikan keterangannya?
2
dimusnahkan, melainkan dapat dipergunakan untuk pembangunan
sarana sosial dan pendidikan.
3. Bahwa ketentuan a quo UU P3H telah membatasi, melepaskan,
dan menghapus hak Para Pemohon untuk mengoptimalkan
pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan
keberadaan hutan yang dimiliki ... yang memiliki fungsi sosial dan
pendidikan. Ketentuan a quo UU P3H menyebabkan Para Pemohon
tidak mendapatkan izin pemanfaatan barang bukti kayu temuan
dan sitaan untuk keperluan pembangunan fasilitas sosial dan
pendidikan.
4. Bahwa faktanya banyak biaya negara yang dikeluarkan untuk
menangani barang bukti kayu ketemuan dan sitaan tersebut, baik
berupa penyimpanan, pengamanan, dan pemusnahan. Dimana
biaya tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
yang lebih besar dan mendesak berupa pembagunan fasilitas sosial
dan pendidikan.
II. Kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon.
Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon,
Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.
1. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon,
menurut Pemerintah perlu dipertanyakan kepentingan Para
Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap
hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas berlakunya
ketentuan a quo UU P3H? Menurut Pemerintah, Para Pemohon
hanya menjelaskan keaktifannya dalam bidang sosial dan
lingkungan. Namun, tidak jelas dalam menguraikan kerugiannya
dan kaitan kerugian konstitusionalnya dengan ketentuan a quo
Undang-Undang ... UU P3H yang diuji. Dengan demikian, kerugian
konstitusional yang didalilkan Para Pemohon dalam perkara a quo
tidaklah bersifat spesifik (khusus), dan tidak dapat dipastikan
akan terjadi, dan tidak terdapat hubungan sebab akibat (causal
verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang
dimohonkan untuk diuji.
2. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Para
Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi
sebagai pihak memiliki kedudukan hukum (legal standing)
sebagaimana dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan
Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Oleh karena itu, menurut
Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan
Para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
3
3. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang
dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah menyampaikan
keterangan terkait materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Para
Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan hal-hal
sebagai berikut.
• Bahwa hutan sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah ... yang diamanatkan kepada Bangsa
Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara dan
memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri,
dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga
kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan harus dilaksanakan secara tepat
dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ekologis,
sosial, ekonomis, serta untuk menjaga keberlanjutan bagi
kehidupan sekarang dan kehidupan generasi yang akan
datang.
• Bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan oleh
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Perusakan hutan terutama berupa pembalakan liar,
penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah
menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial,
budaya, dan lingkungan hidup serta meningkatkan pemanasan
global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan
internasional. Perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang
berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara yang
dilakukan dengan modus operandi yang canggih telah
mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat. Sehingga
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kerusakan
hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan
landasan hukum yang kuat yang mampu menajmin efektivitas
penegakkan hukum.
• Cakupan perusakan hutan yang diatur dalam undang-undang
ini, meliputi proses, cara, atau perbuatan merusak hutan
melalui kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan
kawasan tidak sah. Adapun pembalakan liar didefinisikan
sebagai semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara
tidak sah yang terorganisasi. Sedangkan penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah meliputi kegiatan terorganisasi yang
dilakukan dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau
pertambangan tanpa izin menteri.
Sehubungan dengan dalil Para Pemohon terhadap materi yang
dimohonkan, Pemerintah memberikan keterangannya sebagai berikut.
4
1. Terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap barang bukti kayu
hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah dari hutan konservasi seharusnya tidak
dimusnahkan, melainkan dapat dipergunakan untuk pembangunan
sarana sosial dan pendidikan, sehingga dianggap bertentangan
dengan Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 dan menyebabkan Para Pemohon tidak
mendapatkan izin pemanfaatan barang bukti kayu temuan dan sitaan
untuk keperluan pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan.
Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.
a. Bahwa ketentuan Pasal 44 ayat (1) undang-undang a quo
menyatakan, “Barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau
hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang
berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk
kepentingan pembuktian perkara dan penelitian.” Pasal tersebut
dapat diartikan bahwa barang bukti kayu hasil dari pembalakan
liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah yang berasal dari hutan konservasi harus dimusnahkan,
namun dikecualikan apabila untuk kepentingan pembuktian
perkara dan penelitian.
b. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1959 tentang Kehutanan diatur bahwa hutan mempunyai 3 fungsi
pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
c. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan konservasi
merupakan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan karena kalau … yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan, keanekaragaman tumbuhan, dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari hutan suaka alam,
kawasan hutan pelestarian alam, dan taman burung.
d. Dalam rangka pemanfaatan hutan dan kawasan hutan diperlukan
izin pemanfaatan hutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Bab 1
Ketentuan Umum UU P3H dinyatakan bahwa pemanfaatan hutan
adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa
lingkungan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut
hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
Selanjutnya, izin pemanfaatan hasil hutan kayu adalah izin usaha
yang diberikan oleh menteri untuk memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan
ataupun … atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan
pemasaran.
e. Pada dasarnya pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada
semua kawasan hutan, kecuali pada hutan cagar alam serta zona
inti dan zona rimba pada taman nasional. Selanjutnya,
5
pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan
suaka alam serta taman burung diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f. Bahwa ketentuan a quo merupakan ketentuan yang tidak dapat
dipisahkan dengan ketentuan Pasal 21 undang-undang a quo.
Pasal 21 menyatakan, “Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu
hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.” Selanjutnya,
ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 21 a quo tersebut diatur dalam Pasal 101 undang-undang a
quo.
g. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 24 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi, tumbuhan hasil
pembalakan liar yang dilindungi dirampas oleh negara untuk
dikembalikan ke habitatnya atau apabila tidak dapat
dipertahankan kualitasnya agar dimusnahkan. Pasal tersebut
dimaksudkan dalam menjaga keawetan, keanekaragaman hayati,
dan menjaga ekosistem, serta ciri khas tertentu dalam hutan
konservasi tetap terjaga.
h. Bahwa mengenai tindakan pemusnahan ini selain diatur dalam
ketentusan a quo, UUP3H juga diatur dalam Pasal 45 ayat (4)
KUHAP yang menyatakan, (4), “Benda sitaan yang bersifat
terlarang atau dilarang untuk diedarkan tidak termasuk sebagai …
tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dirampas untuk kepergunaan … untuk dipergunakan bagi
kepentingan negara dan/atau untuk dimusnahkan.”
i. Bahwa keinginan Para Pemohon untuk dapat memanfaatkan hasil
hutan untuk kepentingan publik dapat diakomodir oleh Pasal 44
ayat (2) undang-undang a quo sebagaimana dinyatakan, “Barang
bukti kayu temuan hasil pembalakan liar yang berasal dari luar
hutan konservasi dimanfaatkan untuk kepentingan publik tau
kepentingan sosial.”
j. Bahwa ketentuan a quo UU P3H dimaksudkan untuk mengurangi
angka pembalakan liar, dimana dengan dibukanya pintu
pemanfaatan kayu pembalakan liar dari hutan konservasi justru
akan membuka modus operandi baru pembalakan liar dari hulu ke
hilir yang dilakukan oleh oknum secara terorganisir. Hal tersebut
justru berakibat mereka dapat memanfaatkan kayu hasil
pembalakan liar dalam hutan konservasi tersebut secara sah
meskipun diperoleh secara ilegal yang kemudian akan
meningkatkan kembali angka pembalakan liar dalam hutan
konservasi. Berdasarkan uraian di atas, maka kebijakan
pemerintah membuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan a quo adalah dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan dan telah sejalan dengan
6
amanat konstitusi dan tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945.
2. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan banyak biaya negara
yang dikeluarkan untuk menangani barang bukti kayu temuan dan
sita tersebut, baik berupa penyimpanan, pengamanan, dan
pemusnahan di mana di ayat tersebut seharusnya dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar dan mendesak
berupa pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan, Pemerintah
memberikan keterangan sebagai berikut.
a. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan terdapat barang bukti kayu yang berasal dari hutan
konservasi sebesar 1.043, 43 m2 yang tersebar di seluruh
balai/balai besar konservasi sumber daya dan taman nasional di
Indonesia … saya ulangi, yang tersebar di seluruh balai /balai
besar konservasi sumber daya alam dan taman nasional di
Indonesia.
b. Bahwa sampai saat ini keberadaan barang bukti kayu tersebut
huruf a tidak dapat dimusnahkan sesuai ketentuan perundang-
undangan karena tidak terdapat biaya yang cukup untuk kegiatan
tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya identifikasi, biaya
pengangkutan, biaya peralatan, dan pemeliharaan, serta biaya
penyimpanan, biaya pengamanan, dan biaya pemusnahan yang
dinilainya cukup besar. Namun demikian, kondisi faktual ini tidak
meniadakan keberlakuan dari ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-
Undang a quo.
c. Namun demikian, apabila Mahkamah mengabulkan sesuai
keinginan/petitum dalam permohonan Para Pemohon, yaitu
memperluas pengecualian terhadap pemanfaatan barang bukti
kayu dari hutan konservasi tidak hanya mencakup kepentingan
pembuktian dan penelitian tapi juga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan sosial dan pendidikan akan berdampak kepada:
1. Terputusnya mata rantai sehingga mengakibatkan terganggunya
ekosistem hutan konservasi yang berakibat tidak tercapainya
tujuan dan fungsi hutan konservasi.
2. Semakin maraknya pembalakan liar pada hutan konservasi yang
menggunakan modus untuk kepentingan sosial dan pendidikan
sehingga tujuan atau filosofi dibentuknya undang-undang a quo
yaitu untuk menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan
dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak ekosistem
sekitarnya tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan a quo
Undang-Undang P3H tidak melanggar hak Para Pemohon dan
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
IV. Petitum
7
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas,
Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim
Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan
memutus permohonan pengujian (constitutional review) ketentuan a
quo Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan
putusan sebagai berikut.
1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan
hukum (legal standing).
2. Menolak pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya
menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard).
3. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan.
4. Menyatakan ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal
28C ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik
Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 12 Oktober 2016, Kuasa
Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Siti Nurbaya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Yasonna H. Laoly. Terima kasih.
Terima kasih, Pak. Silakan duduk. Apakah ada dari meja Hakim
yang akan … baik, silakan Yang Mulia berturut-turut Pak Suhartoyo,
kemudian Prof. Aswanto, Pak Patrialis. Silakan, Yang Mulia.
8
Persoalannya kan, kalau toh itu dimusnahkan kemudian dikaitkan
dengan adanya kecurigaan tentang adanya organisasi ... perbuatan-
perbuatan yang terorganisir, saya kira di titik mana pun juga kalau kita
akan suudzon juga bisa, akan menimbulkan kerawanan-kerawanan itu.
Jadi, ketita Bapak atau jaksa penuntut umum dalam hal ini terhadap
pada barang bukti yang sudah ada putusan pengadilan yang PHT
kemudian mau dieksekusi kalau mau dimusnahkan kalau memang ada
persoalan-persoalan kecurigaan di situ, dimusnahkan pun juga bisa
menimbulkan persoalan-persoalan baru yang mungkin juga di situ kalau
dalam jumlah banyak, misalnya juga bagaimana teknis
pemusanahannya? Tidak jarang kita enggak curiga, ini hanya ilustrasi
saja. Seperti misalnya, ada barang bukti narkoba misalnya, sabu-sabu
atau ... itu kayaknya karungan yang mau dibakar itu. Tapi secara
substansi kita enggak mengerti, mungkin sudah diganti tepung atau apa.
Kita ini hanya mengilustrasi, Pak ...Pak Dirjen.
Demikian juga barang bukti kayu yang akan dimusnahkan kalau
memang itu kita firm dengan bahwa barang bukti harus dimusnahkan
berdasarkan Pasal 44 ayat (1) itu.
Nah, dalam hal ini siapa yang bisa mengontrol? Apa tidak
sebaiknya kalau memang esensi daripada barang bukti itu akan
dimusnahkan itu sebenarnya perkara sudah putus. Kalau alasannya
adalah supaya tidak menimbulkan adanya tindak pidana yang
terorganisir sebagai kejahatan baru sebenarnya kan, sekali lagi ini sudah
putus, apa salahnya kalau ini memang dibuka kemungkinan untuk secara
ketat difilter, memang ini benar-benar untuk kepentingan sosial
misalnya. Jadi, kenapa memang kemudian tidak dianalogkan dengan
pasal yang memang Pasal 44 ayat (2), ayat (3), cuma ini persoalannya
mesti lebih ketat, daripada dimusnahkan lho ini, Pak Dirjen.
Saya kira kalau difilter kemudian sangat ketat, sangat rigid gitu
saya kira juga lebih bagus daripada membiarkan, dimusnahkan tanpa
dikontrol lebih ketat. Saya minta pandangan Pemerintah itu karena
secara sumir tadi pembedaannya hanya di situ. Bapak tawarkan Pasal 2,
tapi Pasal 2 ini memang enggak ada persoalan Pasal 2 ini, Pasal 1 itu
yang jadi persoalan. Mungkin itu pandangan saya, boleh nanti
secara tertulis Bapak kalau memang hari ini belum bisa dijelaskan.
Mungkin itu, Pak Ketua. Terima kasih.
9
10. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO
10
melakukan pembalakan, tapi pada sisi lain, pada sisi lain barang bukti
yang memang perkaranya sudah inkracht daripada dibakar
mengeluarkan lagi biaya Pemerintah, digunakan saja untuk kepentingan
sosial, gitu.
Nah, ini yang menurut saya perlu diperketat pengawasan
penggunaan untuk kepentingan sosial, jangan-jangan nomenklaturnya
atau bungkusnya untuk kepentingan sosial tapi kemudian ujung-
ujungnya tidak ke sana, gitu. Nah, kalau menurut saya mungkin yang
perlu diperketat itu bahwa betul-betul barang bukti tadi yang sudah
inkracht dan terbukti bahwa itu adalah memang pembalakan liar
digunakan untuk kepentingan sosial, itu yang diatur, itu yang ditata
supaya jangan lagi muncul tindakan-tindakan penyimpangan di situ.
Nah, mungkin ada ... ada konsep-konsep yang bisa ditawarkan
oleh Pemerintah. Terima kasih, Yang Mulia.
Ya, terima kasih, Pak Ketua. Jadi gini, Pak Dirjen. Ini Pemerintah
dengan Pemohon ini, ini tidak sedang berhadap-hadapan, ya, jadi bukan
dalam keadaan berperkara ini. Kenapa? Karena undang-undang ini
adalah dirasakan faedah atau mudaratnya oleh semua kita, termasuk
juga oleh Pemerintah. Jadi sekali lagi saya ingin menyampaikan bahwa
ini tidak sedang berperkara, ya, Pak Dirjen, ya.
Saya mengikuti tadi salah satu alasannya adalah kekhawatiran
meningkatkan angka pembalakan liar. Pertanyaannya adalah kenapa
mesti harus masih ada pembalak liar? Itu kan tandanya tugas yang
diberikan oleh negara dalam undang-undang itu kepada Kementerian
Kehutanan atau ke institusi manapun berarti kan tidak efektif. Terlepas
dari itu, terlepas dari itu, ya. Bahwa ternyata ini barangnya sudah ada,
pembalak liarnya dihukum, enggak dibebaskan, dan hasil pembalakan
liarnya juga tidak diberikan kepada dia, tapi dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat yang sedang membutuhkan. Emang negara kita
ini bisa mengatasi semua masalah, Pak Dirjen? Misalnya ada tsunami,
ada kebakaran, ada bencana alam, ada gempa bumi, ya kan, enggak
bisa pemerintah daerah langsung otomatis memberi bantuan.
Pemerintah pusat ini juga kadang-kadang sering tidur, masyarakat sudah
teriak. Nah, sekarang ada keinginan masyarakat yang concern bisa
memberikan perhatian. Bukan untuk organisasi itu, tapi untuk
kepentingan masyarakat yang membutuhkan itu.
Nah, bagaimana agar misalnya hasil hutan yang sudah final itu ya,
sudah tidak lagi dijadikan sebagai alat bukti, nanti kita atur. Dari
11
Kementerian Kehutanan mengatur seketat mungkin dan harus ada tim
khusus untuk itu, untuk melakukan check and recheck. Jangan-jangan ini
dijual ini, kan gitu takutnya. Jadi, orang keenakan mempergunakan hasil
hutan pembalakan liar. Yang balak siapa, yang menikmati siapa. Bukan
begitu sebetulnya, kan? Kita cek, kapan perlu dari Kementerian
Kehutanan, ada satu organisasi yang dibentuk khusus ... apa namanya
... yang membidangi pemanfaatan hasil pembalakan liar itu untuk
kepentingan sosial.
Nanti kita cek misalnya organisasi mana ini yang datang ini, ya
kan? Cek ke tempat. Kapan perlu dari Kementerian Kehutanan langsung
mengantarkan. Pakai rompi, menyelamatkan masyarakat itu. Jadi, ini
mohon maaf karena tadi alasannya adalah khawatir akan meningkatkan
pembalakan liar. Itu persoalan lain. Ini persoalan pemanfaatan,
pemanfaatan.
Terus terang, Pak Dirjen, pengalaman saya ini ya, waktu saya
menjadi Menteri Hukum dan HAM itu, saya menyaksikan betul
bagaimana hasil rampasan kayu itu yang ada di rumah penyimpanan
barang sitaan negara itu, Masya Allah, enggak bisa dimanfaatkan. Itu
sudah dimakan rayap. Dari Kementeriannya juga sudah enggak ambil.
Yang bertanggung jawab sudah enggak jelas, tempatnya sudah penuh.
Kan begitu? Faktanya memang begitu, saya menyaksikan betul. Wah,
saya juga sempat berpikir waktu itu, wah, ini bagaimana. Masa negara
membiarkan. Ini namanya ingkar nikmat juga kita, Pak Dirjen. Hutan
yang bagus, hasilnya bagus, terus kita bakar. Ya Allah, bagaimana itu
hati nurani kita.
Jadi, sekali lagi, meskipun Pak Dirjen mewakili pemerintah, bukan
berarti pemerintahnya akan marah sama Pak Dirjen. Kalau memang ini
dari segi pemanfaatannya sangat penting buat masyarakat kita. Ya, Pak
Dirjen ya? Ya, terima kasih, Pak.
12
tertulis, mungkin sepengetahuan Pak Dirjen pun tahu ini bahwa sudah
ada lembaga ini saya kira. Terima kasih, Pak.
Baik. Terima kasih, Pak Dirjen. Sebelum saya akhiri agenda siang
hari ini sudah selesai. Saya tanya ke Pemohon, apakah masih
mengajukan Ahli atau tidak? Bagaimana? Silakan.
Silakan, Pak.
13
21. KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO
Oh, baik.
Ya.
Terima kasih.
Ya, baik. Kalau begitu, tidak perlu ada persidangan lebih lanjut.
Silakan kalau anu … ya.
14
tadi Pak Yang Mulia sudah mengatakan ini bukan tempatnya untuk ber …
apa namanya (…)
Berdebat.
Berdebat.
Jadi, bukan konflik, kita mencari kebenaran aturan yang benar itu
bagaimana, ya?
Betul, betul. Nah, oleh karena itu karena kami baru saja putuskan
tidak perlu ada … untuk mempersingkat sidang dan kami melihat
respons Para Hakim, maka kami hanya ingin menambahkan, Pak.
Saya sejak tahun 1999 sangat bergulat intensif dengan korban-
korban. Nah, berkali-kali kami berupaya untuk memanfaatkan
kemubaziran. Nah, oleh karena itu, memberanikan diri. Kita tahu bahwa
barang sitaan ini setelah tadi dikemukakan sudah menjadi barang bukti,
kemudian sudah … apa … penelitian juga tidak dilakukan, kemudian
mangkrak. Alternatifnya itu dua, mangkrak karena dia tidak punya biaya.
Tadi juga diakui oleh Pemerintah. Tapi juga ada kecurigaan
kemungkinan hilang.
Nah, kami yang ingin memanfaatkan secara legal, itu sudah
otomatis terblokir karena kita tidak ingin. Tapi kalau seandainya toh
masih ada yang mencuri, paling tidak kami bisa kompetisi dulu-duluan
mana? Antara untuk kebutuhan yang baik dengan kebutuhan yang
buruk. Tapi dengan adanya undang-undang ini, kami sudah tidak
mungkin berkompetisi dengan pencuri sekalipun kalau seandainya ada.
Nah, oleh karena itu, tidak perlu ada … apa … ahli untuk
menjelaskan ini. Saya mempercayakan sepenuhnya kepada Yang Mulia
untuk … apa … menilai argumentasi ini. Dan saya yakin teman-teman
atau dari Pemerintah pun sebetulnya tahu tentang masalah ini. Karena
mungkin kewajiban untuk menyanggah saja, sehingga mereka harus
menyanggah sesuai dengan argumen yang lain. Tapi saya yakin ada
logika-logika yang pro terhadap rakyat di tengah situasi bencana yang
begini banyak. Saya serahkan kepada Yang Mulia untuk memutuskan.
Mudah-mudahan semua niat baik ini betul-betul menjadi catatan sejarah
15
bahwa lembaga negara ini juga komit untuk ikut membantu situasi yang
sedang tidak normal di Indonesia ini. Terima kasih.
16
Terima kasih. Ada lagi yang akan dikemukakan? Cukup, ya?
Cukup. Dari Pemerintah, cukup? Terima kasih. Sidang selesai dan
ditutup.
KETUK PALU 3X
t.t.d.
Rudy Heryanto
NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17