Anda di halaman 1dari 10

Identifikasi Lahan Sawah Terserang OPT Menggunakan Spectral Angle Mapper (SAM)

Pada Citra Sentinel-2 di Kabupaten Subang, Jawa Barat


Dariin Firda1
1
Magister Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Kecukupan produksi padi merupakan hal yang penting bagi negara yang menjadikan beras sebagai
makanan pokok seperti Indonesia. Produksi padi dapat menurun akibat kerusakan dan gagal panen karena
adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Monitoring dan deteksi dini OPT dapat
menghambat serta mengendalikan serangan OPT. Teknologi penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif metode deteksi lahan sawah yang terserang OPT karena serangan OPT menyebabkan
perubahan dan stress pada tanaman yang mengubah pola pantulan spektral. Perbedaan pola pantulan
spektral lahan sawah yang terserang OPT dapat digunakan sebagai nilai referensi untuk metode SAM
sehingga lahan sawah yang terserang OPT dapat diidentifikasi dan dipetakan. Oleh karena itu, kajian ini
bertujuan untuk mengekstraksi dan mengetahui pola pantulan spektral padi yang terserang OPT dan
perbedaannya dengan tanaman padi yang sehat untuk selanjutnya akan digunakan untuk memetakan lahan
sawah yang terkena OPT di Kabupaten Subang. Hasil ekstraksi pola pantulan spektral menunjukan lahan
sawah yang terserang OPT memiliki pantulan pada band NIR yang lebih rendah. Hasil identifikasi dengan
SAM menunjukan lahan sawah terserang OPT banyak terdapat di sebelah barat dan utara wilayah kajian
yang merupakan wilayah endemis dan memiliki sejarah serangan OPT sebelumnya.

Kata kunci: pola pantulan spektral, lahan sawah, OPT, SAM

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas tanaman pangan utama, terutama di negara yang mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokok seperti Indonesia. Menurut BPS (2021), luas panen padi Indonesia tahun 2019 mencapai
10,68 juta hektar dengan produksi 54,60 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Jumlah tersebut menurun
dibandingkan tahun 2018 sebanyak 6,15% untuk luas panen dan 7,76% untuk produksi padi. Penurunan
luas panen dan produksi padi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya karena adanya
serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Kehilangan hasil produksi padi akibat serangan OPT
di lahan sawah petani dapat mencapai 100% (BB Padi, 2020). Terdapat tujuh OPT utama padi, yaitu
penggerek batang padi (PBP), wereng batang cokelat (WBC), tikus, blast, kresek/HDB/BLB, tungro, dan
kerdil rumput/hampa.

Antisipasi kehilangan hasil produksi padi akibat OPT dapat dilakukan dengan pemantauan dan
pendeteksian dini serangan OPT untuk dapat menghambat persebaran dan melakukan tindakan
pencegahan serta pengendalian OPT (Mirandilla dan Paringit, 2019). Hingga saat ini, informasi mengenai
kejadian dan intensitas serangan OPT dilakukan melalui pengamatan lapang oleh petugas pengendali
organisme pengganggu tumbuhan (POPT). Pengamatan dilakukan melalui pengamatan tetap dan
pengamatan keliling dengan mengunjungi lahan-lahan sawah yang ada pada wilayah binaan POPT.
Pengamatan tetap dilakukan pada wilayah yang dinilai rentan serangan OPT, sedangkan pengamatan
keliling dilakukan secara acak atau berdasarkan laporan petani (Ditjen Tanaman Pangan, 2015). Observasi
pada pengamatan lapang dilakukan secara manual dengan menilai kondisi padi berdasarkan gejala yang
terlihat secara visual, populasi OPT, dan perkiraan luas serangan OPT. Selain digunakan untuk
pemantauan serangan, hasil pengamatan POPT juga digunakan sebagai data dasar untuk mengklaim
asuransi pertanian. Asuransi pertanian merupakan sebuah program upaya perlindungan dari kehilangan
hasil panen yang dapat diklaim oleh petani jika terjadi kerusakan lahan pertanian akibat OPT mencapai ≥
75% dari total area yang diasuransikan. Pengamatan langsung dinilai masih menjadi metode yang paling
akurat dalam mengindentifikasi serangan OPT. Namun, pengamatan secara langsung juga memerlukan
waktu yang lama, tenaga yang banyak, dan biaya yang cukup besar terutama jika pengamatan harus
dilakukan di area yang besar dengan aksesibilitas yang sulit.

Teknologi penginderaan jauh dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif metode tidak langsung untuk
mengidentifikasi serangan OPT pada lahan sawah. Penggunaan penginderaan jauh didasarkan pada
asumsi tanaman padi yang terserang OPT akan mengalami stress dan menyebabkan perubahan struktur
fisik dan proses fotosintesis yang mempengaruhi penyerapan energi cahaya (Mirandilla dan Paringit,
2019). Perubahan kemampuan penyerapan tersebut dapat terdeteksi dengan adanya perubahan pola
pantulan spektral pada citra penginderaan jauh, sehingga dapat dilihat perbedaannya dengan lahan sawah
yang sehat atau tidak terserang OPT. Studi mengenai deteksi OPT menggunakan penginderaan jauh telah
banyak dilakukan, baik menggunakan sensor hyperspectral maupun multispektral (Mirandilla dan
Paringit, 2019; Ariza, 2019).

Berdasarkan hasil observasi menggunakan spektroradiometer, deteksi OPT pada lahan sawah
menggunakan penginderaan jauh melibatkan pantulan spektral pada spektrum gelombang tampak (390 –
770 nm), red edge (704-780 nm), inframerah dekat (NIR, 770 – 1300 nm), atau inframerah tengah (1300
– 2500 nm) (Caasi dkk., 2020; Yudarwati dkk., 2020). Hasil penelitian Shi dkk (2018), juga menunjukan
adanya perbedaan pantulan pada band NIR citra Planetscope antara padi yang sehat dan terserang OPT,
yang berasosiasi dengan variasi tutupan kanopi. Pengembangan metode deteksi OPT juga dilakukan
dengan menganalisis beberapa indeks vegetasi sereti NDVI, RGVI, DWSI, GREI yang berhubungan dan
dapat digunakan untuk deteksi kejadian serangan OPT (Ghobadifar dkk,.2016; Caasi dkk., 2020;
Yudarwati dkk., 2020; Sedangkan pada citra Sentinel-2, ditemukan adanya hubungan pada setiap band
(kecuali band 10) dengan tingkat keparahan serangan BLB (Caasi dkk., 2020; Yudarwati dkk., 2020).

Citra Sentinel-2, merupakan citra multispektral yang dapat diakses secara gratis. Sentinel-2 memiliki band
visible, empat band red edge, band NIR, dan SWIR yang dapat digunakan untuk membedakan jenis
tanaman, serta menurunkan data seperti leaf area index, kandungan klorofil pada daun, kandungan air
pada daun yang dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman (ESA, 2019). Dengan
spesifikasi band tersebut, Citra sentinel-2 memiliki potensi untuk dapat membedakan pola pantulan
spektral antara lahan sawah yang sehat dan terserang OPT. Perbedaan nilai pola pantulan spektral tersebut
dapat digunakan sebagai spektral referensi untuk mengkelaskan lahan sawah yang sehat dan terserang
OPT dengan metode Spectral Angle Mapper (SAM). Spectral Angle Mapper (SAM) merupakan metode
klasifikasi yang mengidentifikasi kesamaan pola pantulan spektral berdasarkan ambang batas (threshold)
tertentu. Klasifikasi ini menekan pengaruh efek bayangan untuk menonjolkan karakteristik pantulan objek
dan tidak terpengaruh oleh faktor iluminasi matahari (Shwetank et al., 2012). Oleh karena itu, kajian ini
bertujuan untuk mengekstraksi dan mengetahui pola pantulan spektral padi yang terserang OPT dan
perbedaannya dengan tanaman padi yang sehat. Pola pantulan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk
memetakan lahan sawah yang terkena OPT berdasarkan respon spektralnya menggunakan metode SAM.
Kajian ini dilakukan di sebagian wilayah Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah
satu lumbung padi nasional (BPS, 2021).

METODE

Wilayah Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah utara Kabupaten Subang yang berada pada koordinat 6°12'19,68" -
6°35'24,47" LS dan 107°31'34,58" - 107°55'30,45" BT (gambar 1). Wilayah penelitian didominasi oleh
penggunaan lahan sawah yang cukup luas dan sebagian kecil permukiman dengan lereng datar.
Kabupaten Subang merupakan salah satu lumbung padi nasional dan merupakan salah satu kabupaten
dengan lahan sawah terluas yang mencapai 90.532 hektar dengan produksi padi mencapai 1.376.429 ton pada
2019 (BPS, 2021). Namun, kabupaten Subang juga memiliki ancaman penurunan produksi padi karena merupakan
wilayah endemis untuk OPT wereng batang cokelat (WBC) dan penggerek batang padi (PBP). Selain itu, Kabupaten
Subang juga merupakan wilayah penyebaran sporadis untuk OPT tungro, blast, dan kresek (HDB/BLB) dengan
intensitas sebaran tinggi hingga sangat tinggi (Balitbangtan, 2021; BB Padi, 2015).

Gambar 1. Wilayah penelitian

Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah Citra Sentinel-2 Level 2A sebanyak 5 scene dengan rentang
tanggal akuisisi 2019 - 2020 (tabel 1). Pemilihan data citra dilakukan berdasarkan tanggal pengambilan
sampel terpilih pada data titik pengamatan OPT padi tahun 2019-2020 dari Balai Besar Organisme
Pengganggu Tumbuhan (BBOPT), Kementerian Pertanian. Data lain yang digunakan adalah peta lahan
baku sawah Kabupaten Subang tahun 2019 dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN) yang akan digunakan untuk membatasi wilayah kajian.

Citra Sentinel-2 pada kajian ini digunakan untuk mengekstraksi pola pantulan spektral dari padi pada
lahan sawah. Terdapat dua pola pantulan spektral utama yang diekstrak dari Citra Sentinel-2, yaitu pola
pantulan fase reproduktif pada lahan sawah yang tanaman padinya sehat dan terserang OPT. fase
reproduktif dipilih untuk meminimalkan adanya pengaruh tanah pada pola pantulan spektral. Selain itu,
pada fase reproduktif perkembangan dan serangan OPT lebih masif sehingga diharapkan lebih mudah
dideteksi (Ariza, 2019; BB Padi, 2020). Citra Sentinel-2 dengan resolusi spasial 10 meter dan resolusi
temporal 5 hari juga diharapkan dapat menangkap pola pantulan spektral dari serangan OPT di lahan
sawah. Selain itu, Sentinel-2 memiliki band multispektral yang cukup lengkap, dari visible hingga SWIR,
termasuk adanya empat band red edge, yang pola pantulannya sensitif terhadap terjadinya stress pada
tanaman, termasuk akibat serangan OPT (Caasi dkk, 2020; Mirandilla dan Paringit, 2019; Yudarwati dkk,
2020).

Table 1. Citra Sentinel-2 Level 2A yang digunakan


Tanggal akuisisi citra Kegunaan
1 – 8 Juli 2019 Training sample, citra identifikasi
4 – 12 September 2019 Training sample
1 – 7 April 2020 Training sample
10 – 17 Mei 2020 Training sample
14 September 2020 Training sample

Metode

Citra Sentinel-2 yang digunakan merupakan citra level 2A yang telah terkoreksi atmosferik dan memiliki
nilai Bottom of Atmosphere (BOA). Citra Sentinel-2 kemudian dilakukan tahap pre-processing berupa
masking tutupan awan dan wilayah kajian di Google Earth Engine (GEE). Citra Sentinel-2 pada setiap
band kemudian di-resample menjadi resolusi tertinggi yang dimungkinkan, yaitu 10 m untuk
menyamakan resolusi spasialnya.

Tahap berikutnya adalah menentukan titik sampel untuk mengekstraksi pola pantulan spektral padi dari
citra. Pemilihan titik sampel dilakukan pada titik sampel berada pada lahan sawah dengan fase reproduktif
(35 - 65 HST). Selain itu, dipastikan pula titik sampel yang dipilih tidak terdapat tutupan awan pada citra,
untuk menghindari adanya perbedaan pola pantulan spektral. Titik sampel dibedakan menjadi dua kelas,
yaitu titik lahan sawah sehat dan lahan sawah yang terserang OPT yang ditandai dengan intensitas
serangan OPT lebih dari 5%. Terdapat sepuluh titik sampel yang digunakan, seperti yang dapat dilihat
pada tabel 2.

Tabel 2. Titik sampel yang digunakan


Intensitas HST
Tahun Bulan Desa OPT Serangan
2020 September Cipunagara - - 65
2019 Juli Balingbing Ganjur 3% 55-75
2019 Juli Bendungan BLB/HDB 2-4% 40-85
2019 Juli Nanggerang PBP 2-4% 35-45
2019 September Compreng PBP 1,30% 40 - 45
2019 September Mekarjaya WBC, PBP 2,10% 40 - 50
2020 April Purwadadi WBC 10% 60 -70
2020 Mei Pusakanagara BLB 13% 50- 65
2020 April Ciasem Wbc 15% 45 - 55
2020 April Pamanukan BLAS 10-15% 60 - 75
Kesepuluh titik sampel akan digunakan untuk mengidentifikasi pola pantulan spektral pada citra. Pola
pantulan spektral fase reproduktif sehat akan digunakan terlebih dahulu sebagai nilai spektral referensi
atau endmember untuk mengindentifikasi lahan sawah yang berada pada fase reproduktif. Hal tersebut
karena deteksi lahan sawah yang terserang OPT pada kajian ini akan difokuskan pada fase reproduktif
karena perkembangan atau pertumbuhan serta serangan OPT pada tanaman padi menjadi lebih tinggi pada
fase ini (Ariza, 2019; BB Padi, 2020). Identifikasi fase reproduktif di lahan sawah pada citra Sentinel-2
akan menggunakan metode Spectral Angle Mapper (SAM). SAM merupakan metode klasifikasi
berdasarkan karakteristik spektral objek. Algoritma SAM melihat kemiripan antara spektral referensi
dengan spektral target pada piksel citra (Wicaksono dkk, 2017). Perbedaan sudut radian antara nilai
spektral tersebut yang dijadikan sebagai acuan ambang batas untuk klasifikasi piksel citra ke dalam kelas
fase reproduktif. Proses identifikasi dengan metode SAM dilakukan pada satu scene citra komposit
tanggal 1 – 8 Juli 2019.

Selanjutnya, hasil SAM pada fase reproduktif tersebut dilakukan masking dengan lahan sawah pada
wilayah kajian, sehingga diperoleh lahan sawah dengan fase reproduktif. Lahan sawah pada fase
reproduktif tersebut yang kemudian akan digunakan sebagai wilayah untuk identifikasi lahan sawah yang
terserang OPT. Sepuluh pola pantulan spektral yang terdiri dari enam pola pantulan spektral lahan sawah
sehat dan empat pola pantulan spektral lahan sawah terserang OPT kemudian digabungkan untuk
memperoleh spectral library yang akan digunakan untuk nilai referensi pada metode SAM. Sehingga
diperoleh hasil identifikasi berupa sebaran lahan sawah yang terserang OPT di Kabupaten Subang.
Adapun diagram alir kajian disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Terdapat enam pola pantulan spektral fase reproduktif dari enam titik sampel yang digunakan. Fase
reproduktif merupakan salah satu fase pertumbuhan atau fenologi padi. Pada fase ini, terjadi proses
pertumbuhan malai, perpanjangan dan penonjolan batang dan daun, serta proses penyerbukan dan
penggunaan. Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa fase reproduktif memiliki pantulan yang tinggi pada
band red-edge 3, NIR, dan red-edge 4. Hal tersebut karena tanaman sehat akan memantulkan energi
inframerah yang merupakan gelombang matahari langsung, penyerapan yang berlebihan pada spektrum
gelombang ini dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman (Jensen, 2014). Pantulan yang tinggi pada
band inframerah dekat juga disebabkan karena adanya proses addictive reflectance akibat berkembangnya
batang dan daun (Makarim dan Suhartatik, 2019).

Gambar 3. Kurva pantulan spektral fase reproduktif

Pola pantulan spektral pada fase reproduktif tersebut digunakan untuk mengidentifikasi fase reproduktif
pada lahan sawah di wilayah kajian. Pada kajian ini, dilakukan proses trial and error untuk menentukan
threshold yang sesuai untuk mengidentifikasi fase reproduktif. Terdapat tiga nilai threshold yang dicoba,
yaitu 0.5, 0.3, dan 0.1. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 4, pada threshold 0.5, hampir seluruh
wilayah kajian terklasifikasikan sebagai fase reproduktif. Pada threshold 0.3, fase reproduktif terdeteksi
pada bagian selatan dan sebagian bagian utara wilayah kajian, sedangkan pada threshold 0.1 fase
reproduktif terdeteksi di bagian selatan wilayah kajian.
Jika dilihat secara visual, tampilan pada fase reproduktif ditandai dengan warna hijau tua pada citra
komposit RGB (432) dan berwarna merah pada komposit color infrared (CIR) dengan kombinasi 843
seperti yang dapat dilihat pada gambar 4. Berdasarkan identifikasi visual tersebut, lahan sawah dengan
fase reproduktif pada 1-8 Juli 2019 berada di bagian selatan Kabupaten Subang. Sedangkan pada bagian
utara didominasi oleh fase bera atau vegetatif. Perbedaan fase pertumbuhan padi dikarenakan adanya
perbedaan waktu tanam padi antara bagian utara dan bagian selatan Kabupaten Subang. Pada bagian
selatan, waktu tanam kedua dimulai pada bulan Maret, sedangkan pada bagian utara waktu tanam padi
dimulai pada bulan Juli (Ramadhani, 2020). Sehingga pada bulan Juli 2019 lahan sawah di bagian selatan
sudah memasuki fase reproduktif (35 - 65 HST), sedangkan pada bagian utara masih berada pada fase
bera atau vegetatif. Berdasarkan hal tersebut, hasil identifikasi fase reproduktif dengan SAM yang
digunakan adalah hasil identifikasi dengan nilai threshold 0.1.
Gambar 4. Hasil identifikasi fase reproduktif dengan SAM (a) tampilan komposit RGB, (b) tampilan
komposit CIR, (c) threshold 0.5, (d) threshold 0.3, dan (e) threshold 0.1

Hasil ekstraksi pola pantulan spektral dari sepuluh titik sampel pada fase reproduktif, didapatkan enam
pola pantulan lahan sawah sehat dan empat pola pantulan lahan sawah yang terserang OPT. Dapat dilihat
pada gambar 5(a), bahwa hasil pola pantulan memiliki rentang yang cukup lebar antara lahan sawah yang
sehat dan lahan sawah yang terkena serangan OPT. Hal tersebut disebabkan karena pola pantulan lahan
sawah tidak hanya disebabkan oleh kondisi kesehatan tanaman, namun juga dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti varietas, tanah, dan lain sebagainya (Ariza, 2019). Perbedaan pola pantulan spektral pada
lahan sawah yang terserang OPT juga dipengaruhi oleh jenis OPT, kerusakan yang ditimbulkan, dan
intensitas serangan OPT (Mirandilla dan Paringit, 2019). Keempat sampel lahan sawah terserang OPT
yang digunakan, memiliki jenis dan intensitas serangan OPT yang berbeda-beda, yaitu OPT WBC dengan
intensitas 10% dan 15% untuk sampel Purwadadi dan Ciasem, OPT BLB/HDB dengan intensitas 13% di
Pusakanagara, serta OPT blast dengan intensitas 10-15% di Pamanukan.
Jika pola pantulan lahan sawah yang sehat dan terserang OPT dirata-ratakan, dapat dilihat pola pantulan
spektral seperti pada gambar 5(b). Secara umum, dapat dilihat bahwa lahan sawah yang terserang OPT
memiliki pola pantulan yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pola pantulan rata-rata pada lahan
sawah yang sehat. Perbedaan yang cukup signifikan dapat dilihat adalah adanya pantulan yang lebih
rendah pada band NIR pada lahan sawah yang terserang OPT dibandingkan dengan lahan sawah yang
sehat. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada sel mesofil yang bertanggung jawab
untuk mengontrol penyerapan gelombang NIR (Jensen, 2014). Kerusakan tersebut dapat terjadi karena
rusaknya dinding sel pada fase akhir pertumbuhan padi (reproduktif-pematangan) sebagai tanda adanya
serangan OPT atau karena penuaan (Mirandilla dan Paringit, 2019).
Gambar 5. Pola pantulan spektral: (a) Titik sampel lahan sawah sehat (gradasi hijau) dan terserang OPT
(gradasi oranye) serta, (b) rata-rata lahan sawah sehat (hijau) dan terserang OPT

Hasil pola pantulan spektral yang telah diekstraksi kemudian digabungkan menjadi spectral library yang
digunakan untuk identifikasi lahan sawah yang terserang OPT dengan metode SAM. Threshold yang
digunakan dalam identifikasi ini adalah 0.1 karena tidak terdapat perbedaan signifikan dengan hasil dari
threshold yang lainnya. Hasil identifikasi menggambarkan sebaran lahan sawah yang terserang OPT dan
lahan sawah yang sehat di Kabupaten Subang seperti yang dapat dilihat pada gambar 6. Sebaran lahan
sawah yang terserang OPT terlihat lebih banyak berada di bagian barat dan utara wilayah kajian.

Gambar 6. Identifikasi lahan sawah terserang OPT berdasarkan hasil SAM

Wilayah barat dan utara Kabupaten Subang tersebut meliputi Kecamatan Pabuaran, Patokbeusi, Ciasem,
Cikaum, Binong, dan utara Kecamatan Cipunagara. Hal tersebut dapat disebabkan karena Kecamatan
Ciasem dan Patokbeusi merupakan kecamatan dengan luas sawah terbesar di Kabupaten Subang,
sehingga dapat merupakan “sumber makanan” bagi OPT. Kecamatan Patokbeusi juga merupakan wilayah
endemis OPT WBC. Sedangkan berdasarkan data historis serangan OPT pernah terjadi pada tahun 2017
dan melanda Kabupaten Subang yang meliputi Kecamatan Cipunagara, Binong, Compreng, Purwadadi,
dan Pabuaran. Pada tahun 2014, serangan OPT terjadi di Kecamatan Patokbeusi dengan populasi
mencapai 107 ekor per rumpun padi dan gejala sopt hopperburn akibat WBC ditemukan di Kecamatan
Pabuaran. Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan SAM, lahan sawah yang terserang OPT di
Kabupaten Subang mencapai 4546 hektar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian, pola pantulan spektral lahan sawah yang terserang OPT dan lahan sawah sehat
memiliki rentang pola yang beragam. Perbedaan pola pantulan spektral lahan sawah yang terserang OPT
paling terlihat berada pada band NIR, dimana lahan sawah yang terkena OPT memiliki pantulan di NIR
yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan sawah yang sehat. Hasil identifikasi lahan sawah yang
terserang OPT di wilayah kajian memiliki luas 4546 hektar.

Pada kajian ini belum dilakukan uji akurasi karena minimnya data yang tersedia. Sehingga diperlukan uji
akurasi untuk analisis di masa depan. Selain itu, diperlukan pula jumlah sampel yang lebih banyak.
Pengambilan sampel, terutama keakuratan lokasi sampel sangat penting karena akan digunakan sebagai
data input untuk ekstraksi nilai pantulan spektral.

Daftar Pustaka
Ariza, AA. 2019. Machine Learning adn Big data Techniques for satellite-based rice phenology
monitoring. Thesis: University of Manchester
Balitbangtan. SI Kalender tanam Terpadu: Data Endemik OPT Padi Sawah diaskses November 2021:
http://katam.litbang.pertanian.go.id/main.aspx?mode=fullscreen&aktif_tab1=
BB Padi. 2020. Bioekologi dan Pengendalian Wereng Cokelat. Bimtek:
https://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/informasi-publik/materi-narasumber/bioekologi-dan-p
engendalian-wereng-coklat
BPS. 2021. Produksi Tanaman Padi (Ton), 2018-2020.
https://jabar.bps.go.id/indicator/53/301/1/produksi-tanaman-padi.html

Caasi, Hongo, Wiyono, Giamerti, Saito, Homma, & Shishido. 2020. The Potential of Using Sentinel-2
Satellite Imagery in Assesing BLB On Rice in West Java, Indonesia
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2018. Petunjuk Teknis Pengamatan dan Pelaporan Organisme
Pengganggu Tumbuhan dan Dampak Perubahan Iklim. Jakarta: Kementerian Pertanian
Ghobadifar F, wayayok A, Mansor S, dan Shafri HZ. 2016. Detection of BPH (brown planthopper) sheath
blight in rice farming using multispectral remote sensing. Geomatics, Natural Hazards and Risk 7(1) p
237–247 http://dx.doi.org/10.1080/19475705.2014.885468
Jensen, J. R. 2014. Remote sensing of the environment: an earth resource perspective second edition. In Pearson
Education Limited,Harlow, England (Vol. 1).

Makarim, A. K., & Suhartatik, E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, 295–330.
https://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/publikasi/artikel-ilmiah/morfologi-dan-fisiologi-tanaman-padi

Mirandilla dan Paringit. 2019. Detection of Selected Rice Diseases Using Hyperspectral Data. The 40th
Asian Conference on Remote Sensing
Ramadhani, F., Pullanagari, R., Kereszturi, G., & Procter, J. 2020a. Automatic mapping of rice growth
stages using the integration of sentinel-2, mod13q1, and sentinel-1. Remote Sensing, 12(21), 1–21.
https://doi.org/10.3390/rs12213613
Russell G. Congalton and Kass Green. 1981. Assessing the Accuracy of Remotely Sensed Data Principles and
Practices, Third Edition. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Shi Y, Huang W, Ye H, Ruan C, Xing N, Geng Y, Dong Y, dan Peng D. 2018. Partial Least Square Discriminant
Analysis Based on Normalized Two-Stage Vegetation Indices for Mapping Damage from Rice Diseases Using
PlanetScope Datasets. Sensors 18 doi:10.3390/s18061901

Wicaksono, P., Salivian Wisnu Kumara, I., Kamal, M., Afif Fauzan, M., Zhafarina, Z., Agus Nurswantoro, D., &
Noviaris Yogyantoro, R. 2017. Multispectral Resampling of Seagrass Species Spectra: WorldView-2, Quickbird,
Sentinel-2A, ASTER VNIR, and Landsat 8 OLI. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,
98(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/98/1/012039

Yudarwati, Hongo, Sigit, Barus, & Utoyo. 2020 Bacterial Leaf Blight Detection in Rice Crops using ground-based
spectroradiometer data and multi-temporal satellites images. Journal of Agricultural Science 12(2)

Anda mungkin juga menyukai