Anda di halaman 1dari 13

PAPER SOSIOLOGI PERTANIAN

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ujang Maman, M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 1 – Kelas 3B

Shafira Azzahran (11180920000012)

Lilis Putri Nuraeni (11180920000071)

Ilham Daiya (11180920000074)

Hudzaifa Athallah Ziqry (11180920000076)

Talitha Mahirah (11180920000131)

Anastassyah Azzahra (11180920000135)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
Bagaimana memperkirakan jumlah produksi beras di Indonesia? Mengapa terjadi
perbedaan antara BPS dan Kementan?

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang vital di dunia. Sektor pertanian
memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pencapaian tujuan program Sustainable
Development Goals (SDG’s) yang kedua yaitu tidak ada kelaparan, mencapai ketahanan
pangan, perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.

Di Indonesia, peranan sektor pertanian juga tidak kalah pentingnya karena sektor ini
merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang
berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sehubungan dengan hal
tersebut, tersedianya data pertanian yang tepat waktu dan akurat merupakan pondasi untuk
dapat mewujudkan kebijakan pertanian yang tepat sasaran.

Sawah merupakan media atau sarana untuk memproduksi padi. Sawah yang subur akan
menghasilkan padi yang baik. Indonesia termasuk Negara agraris yang sebagian wilayahnya
adalah pertanian, yang dapat memproduksi padi lebih banyak. Namun, karena adanya
pembangunan pabrik atau bangunan lainnya di lahan pertanian, menyebabkan produksi
pertanian kian berkurang. Perhitungan luas area tanaman padi dilakukan dengan melakukan
overlay antara peta hasil klasifikasi dengan peta hasil NDVI pada citra Landsat 8. Sedangkan
untuk menghitung produksinya dilakukan dengan menggunakan metode ubinan seperti yang
dilakukan oleh BPS dan Dinas Pertanian.1

Padi merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan dalam hal ini beras adalah kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu untuk menjamin
kestabilan ketahanan pangan Pemerintah mengeluarkan PP No.68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 tentang pangan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi (yang direpresentasikan dari luas areal panen
dan produktivitas) padi adalah rasio harga riil gabah di tingkat petani dengan upah riil buruh
tani, jumlah penggunaan pupuk urea, luas areal intensifikasi dan trend waktu. BPS dan
Deptan (1999) mendefinisikan luas panen merupakan luas lahan sawah yang biasa diambil
hasilnya. Luas tanam merupakan luas lahan sawah yang ditanami. Sedangkan produktivitas
merupakan hasil yang diperoleh tiap satuan luas, dan produksi merupakan suatu besaran berat
1
Husen Ibnu said, Sawitri Subianto, Bambang Darmo Yuwono, ”Analisis Produksi Padi Dengan Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografis Di Kota Pekalongan”, diakses dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/7461/7221, pada tanggal 27 Desember 2019 pukul
10.30.
yang mengukur hasil total padi yang diperoleh, juga merupakan hasil kali antara
produktivitas dan luas panen.2

Sampai saat ini estimasi produksi padi dilaksanakan oleh beberapa instansi antara lain:
Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Bina Produksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian. BULOG memperkirakan produksi
padi menggunakan pendekatan ekonometrik. Parameter yang digunakan untuk menduga
antara lain data luas area panen, produktivitas, curah hujan dan harga. Informasi disajikan per
catur wulan (Mulyana et al., 1998 dalam Wahyunto., 2006). BPS melakukan perkiraan
produksi padi berdasarkan data lapangan yang dihimpun dari mantri tani disetiap kecamatan
berdasarkan hasil ubinan secara acak terpilih. Data produksi diperoleh dari parameter luas
area panen dan produktivitas padi per hektar (Maksum et al., 1998 dalam Wahyunto., 2006).
Departemen pertanian memperkirakan produksi padi dengan mempertimbangkan parameter
luas area tanam/panen, jumlah benih yang disebar petani, perhitungan produktivitas dengan
memanfaatkan struktur kelembagaan dibawahnya yaitu Mantri Tani dan Penyuluh Pertanian
Lapangan dan informasi luas baku sawah dari BPS. Oleh karena cara pendekatan, kriteria
penilaian dan metode yang digunakan berbeda maka informasi yang diperoleh juga berbeda.
Hal ini menyulitkan pengguna informasi dalam pemanfaatannya.3

Indikator pertanian merupakan data pengukur perkembangan di sektor pertanian yang


berasal dari data statistik pertanian yang dipadukan secara sederhana agar mudah dipahami.
Untuk penyusunan Indikator pertanian digunakan beberapa macam sumber data dan beberapa
metode penghitungan angka indeks, distribusi persentase, produktivitas maupun indikator
lain yang mempermudah konsumen data memahami perkembangan di sektor pertanian.

Tujuan penyajian publikasi indikator pertanian antara lain untuk menyediakan informasi
data penunjang yang dapat digunakan sebagai bahan untuk merencanakan, memonitor dan
mengevaluasi perkembangan di sektor pertanian. Data perkembangan sektor per tanian yang
sering menjadi dasar per timbangan adalah data perkembangan luas lahan pertanian,
produksi, nilai tukar petani, maupun kontribusi sektor per tanian terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB).

2
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian (Deptan), Luas lahan menurut penggunaan di
Indonesia, (Jakarta: Survei Pertanian, BPS dan Deptan, 2009), hlm. 35.
3
Setiono. 2015. Analisis Produksi Padi di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 menggunakan Citra Landsat 8.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Selama ini, pengumpulan data luas panen baik padi maupun palawija masih
menggunakan metode konvensional dengan menggunakan daftar isian Statistik Pertanian
(SP). Berdasarkan metode tersebut, pengumpulan data luas panen masih didasarkan pada
hasil pendangan mata petugas pengumpul data (eye estimate). Meskipun secara praktikal,
metode tersebut mudah untuk diterapkan, tetapi penggunaan metode tersebut masih memiliki
kekurangan. Rendahnya akurasi dan waktu pengumpulan data yang cukup lama menjadi
beberapa kekurangan dari penggunaan metode tersebut.4

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan


perencanaan yang baik. Untuk menyusun perencanaan yang baik diperlukan data dan
informasi yang akurat dan tepat waktu sebagai dasar penetapan target dan tujuan yang ingin
dicapai. Kesalahan data dan informasi baik yang menyangkut keakuratan dan ketepatan
waktu yang digunakan sebagai input mengakibatkan perencanaan yang dibuat tidak akan
berguna atau bahkan merugikan apabila perencanaan tersebut diimplementasikan.

Memperkirakan produksi beras ada beberapa tahapan-tahapan diantaranya :

1. Pertama, perhitungan luas lahan baku sawah nasional dilakukan oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang dibantu oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN). Dalam tahapan untuk Menetapkan Luas Lahan Baku Sawah
Nasional, perhitungannya telah disempurnakan melalui verifikasi dua tahap, yakni
verifikasi melalui citra satelit sangat tinggi. Citra satelit resolusi sangat tinggi yang
diperoleh dari LAPAN yang kemudian diolah oleh BIG menggunakan metode
Cylindrical Equal Area (CEA) untuk dilakukan pemilahan dan deliniasi antara lahan
baku sawah dan bukan sawah. Selanjutnya verifikasi tahap kedua dilakukan melalui
validasi ulang di lapangan oleh Kementerian ATR atau BPN. Sampai saat ini,
verifikasi dua tahap ini telah dilakukan di 16 Provinsi sentra produksi padi, yang
merupakan 87 persen dari seluruh luas lahan baku sawah di Indonesia.
2. Kedua, perhitungan luas panen dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja
sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Perhitungan luas
panen yang sebelumnya dilakukan melalui metode Eye Estimate disempurnakan
melalui perhitungan berdasarkan pengamatan yang objektif menggunakan
metodologi Kerangka Sampel Area (KSA). Metode ini dikembangkan BPS bersama
4
Badan Pusat Statistika (BPS). 2018. Upaya Perbaikan Data Padi dengan Metode Kerangka Sampel Area
(KSA) 2018. ISBN: 978-602-438-207-0.
BPPT dan telah mendapat pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Metode ini melibatkan pengamatan visual dengan menggunakan handphone
berbasis android, sehingga dapat diamati kondisi lahan apakah berada dalam kondisi
fase persiapan lahan, fase vegetatif, fase generatif, fase panen, lahan puso, lahan
sawah bukan padi, atau lahan bukan sawah.
3. Ketiga, perhitungan produktivitas per hektar dilakukan oleh BPS. Dalam tahapan ini,
untuk perhitungan tingkat produktivitas per hektar, BPS juga melakukan
penyempurnaan metodologi dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi
metode ubinan berbasis KSA. Metode ini juga telah mengakomodir penanam padi
jajar legowo serta telah menggunakan aplikasi berbasis android dengan metode
pengolahan berbasis web dan software untuk meminimalkan tingkat kesalahan data,
sehingga dapat dihasilkan data yang akurat sesuai kondisi lapangan.
4. Keempat, perhitungan konversi gabah kering menjadi beras oleh BPS. Tahapan
penetapan angka konversi dari Gabah Kering Panen (GKP) ke Gabah Kering Giling
(GKG) dan angka konversi dari GKG ke beras, penyempurnaan dengan melakukan
survei di dua periode yang berbeda dengan basis provinsi. Dengan cara ini akan
didapatkan angka konversi untuk masing-masing provinsi. Sebelumnya konversi
dilakukan hanya berdasarkan satu musim tanam dan secara nasional.5

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri,


diperkirakan permintaan produksi pertanian sebagai bahan pangan pokok dan bahan
baku industri akan terus meningkat. Di Indonesia tanaman pangan yang digunakan oleh
masyarakat masih terbatas pada beberapa jenis, salah satunya adalah padi. Sampai saat
ini ketergantungan pangan padi masih sangat besar.

Namun permasalahan beras nasional tidak hanya terletak di masalah data produksi, tetapi
juga di tata niaga. Polemik perberasan nasional kerap kali dipicu oleh satu masalah,
perbedaan data produksi beras besutan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian
Pertanian (Kementan).

Berikut adalah data produksi padi di BPS dan Kementan:

A. Data Produksi padi tahun 2014-2018 (Kementan)


5
https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1138946/4-tahapan-perhitungan-produksi-beras-dengan-
metode-baru
Tahun
Pertumbuhan
No. Provinsi
2018 thdp
2017
(%)

2014 2015 2016 2017 20182)

1 Aceh 1,820,062 2,331,046 2,205,056 2,494,613 2,516,221 0.87


2 Sumatera Utara 3,631,039 4,044,829 4,609,791 5,136,186 5,423,154 5.59
3 Sumatera Barat 2,519,020 2,550,609 2,503,452 2,824,509 2,754,079 -2.49
4 Riau 385,475 393,917 373,536 365,744 391,132 6.94
5 Jambi 664,720 541,486 752,811 782,049 855,944 9.45
6 Sumatera Selatan 3,670,435 4,247,922 5,074,613 4,943,071 5,076,831 2.71
7 Bengkulu 593,194 578,654 641,881 731,169 699,531 -4.33
8 Lampung 3,320,064 3,641,895 4,020,420 4,248,977 4,556,378 7.23
9 Kepulauan Bangka Belitung 23,481 27,068 35,388 37,123 28,310 -23.74
10 Kepulauan Riau 1,403 959 627 639 651 1.88
11 DKI Jakarta 7,541 6,361 5,342 4,238 4,183 -1.30
12 Jawa Barat 11,644,899 11,373,144 12,540,550 12,299,701 12,494,919 1.59
13 Jawa Tengah 9,648,104 11,301,422 11,473,161 11,396,263 11,401,821 0.05
14 DI Yogyakarta 919,573 945,136 882,702 881,106 878,136 -0.34
15 Jawa Timur 12,397,049 13,154,967 13,633,701 13,060,464 13,000,475 -0.46
16 Banten 2,045,883 2,188,996 2,358,202 2,413,477 2,470,538 2.36
17 Bali 857,944 853,710 845,559 836,097 848,698 1.51
18 Nusa Tenggara Barat 2,116,637 2,417,392 2,095,117 2,323,701 2,423,285 4.29
19 Nusa Tenggara Timur 825,728 948,088 924,403 1,090,821 1,213,760 11.27
20 Kalimantan Barat 1,372,695 1,275,707 1,364,524 1,397,953 1,625,355 16.27
21 Kalimantan Tengah 838,207 893,202 774,466 771,893 783,497 1.50
22 Kalimantan Selatan 2,094,590 2,140,276 2,313,574 2,452,366 2,528,593 3.11
23 Kalimantan Timur 426,567 408,782 305,337 400,102 385,544 -3.64
24 Kalimantan Utara 115,620 112,102 81,854 75,831 68,793 -9.28
25 Sulawesi Utara 637,927 674,169 678,151 775,847 887,758 14.42
26 Sulawesi Tengah 1,022,054 1,015,368 1,101,994 1,144,399 1,154,907 0.92
27 Sulawesi Selatan 5,426,097 5,471,806 5,727,081 6,055,404 6,196,737 2.33
28 Sulawesi Tenggara 657,617 660,720 695,329 711,401 716,156 0.67
29 Gorontalo 314,704 331,220 344,869 350,193 350,256 0.02
30 Sulawesi Barat 449,621 461,844 548,536 667,100 751,531 12.66
31 Maluku 102,761 117,791 99,088 104,716 132,852 26.87
32 Maluku Utara 72,074 75,265 82,213 84,037 101,054 20.25
33 Papua Barat 27,665 30,219 27,840 29,516 27,736 -6.03
34 Papua 196,015 181,769 233,599 257,888 288,335 11.81

Indonesia 70,846,465 75,397,841 79,354,767 81,148,594 83,037,150 2.33

Sumber : Badan Pusat Statistik

Keterangan : 1) Kualitas produksi gabah kering giling


2)
Angka Ramalan I (Hasil Rakor di Solo tanggal 25-27 Juli 2018) 6

6
Kementrian Pertanian. 2018. Data Produksi Padi Lima Tahun Terakhir. Jakarta
https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATAP-2017(pdf)/20-ProdPadi.pdf
Permasalahan sektor pangan terutama beras selalu ramai dibicarakan. Hal ini
dikarenakan data produksi padi disinyalir berbagai pihak tidak akurat. Data yang tidak akurat
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya data luas bahan baku sawah yang
berbeda-beda dari berbagai lembaga, metode perhitungan luas yang kurang ilmiah, akurasi
data yang belum terukur, dan kurangnya objektif dalam menghitung luas lahan. Sementara
tersedianya informasi dan data produksi padi yang lebih cepat dan akurat sangat penting
untuk mengambil keputusan kebijakan di sektor pangan nasional.

Adanya perbedaan antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Kementrian
Pertanian (Kementan), karena menurut kepala BPS, Suhariyanto mengatakan bahwa berbeda
dengan data pengembangan produksi padi yang dirilis Kementerian Pertanian. Menurutnya,
perbedaan data tersebut murni disebabkan perubahan metodologi perhitungan yang
digunakan, di mana proses pendataan luas lahan baku sawah dan luas panen sebelum tahun
2015 tidak menggunakan citra satelit dan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA). Jadi,
perbedaan data dapat disebabkan karena perbedaan metodologi, perubahan luas lahan sawah
dan lain-lain.

Sebelum 2016 data yang digunakan oleh Kementan belum mengalami penyeragaman
data luas baku sawah, khususnya untuk tanaman padi. Hal ini menyebabkan ketidaksamaan
data antara data BPS dan data Kementan. Namun pada tahun 2018 masih terjadi perbedaan
data, Kementerian Pertanian mengeluarkan data produksi gabah kering giling mencapai 83,3
juta ton. Sedangkan, Badan Pusat Statisik (BPS) mengeluarkan data produksi sebesar 56,5
juta ton.

Sistem pelaporan data padi sebelumnya adalah menggunakan perhitungan luas panen,
produktivitas, produksi padi. Perhitungan luas panen dengan pendekatan area ke kecamatan
yang dikumpulkan oleh Mantri Tani/KCD/PPL dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.
Frekuensi pengumpulan data luas panen ini adalah bulanan dengan metode estimasi system
blok pengairan, penggunaan benih, dan eye estimate.

Untuk menghitung produktivitas, dikumpulkan melalui Survey Produktivitas Tanaman


Padi (UBINAN) dengan pendekatan ke rumah tangga yang mengusahakan tanaman pangan.
Pengukuran ini dilakukan oleh petugas BPS Kabupaten/Kota dan petugas dari Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota (Mantri Tani/KCD/PPL). Frekuensi pengumpulan data
produktivitas adalah per caturwulan/subround. Pengukuran produktivitas tanaman pangan
menggunakan alat ubinan pada lahan berukuran 2,5 m x 2,5 m. Hasil dari pengukuran ini
digunakan untuk estimasi produksi per hektar.7

Selanjutnya untuk mengukur produksi pada padi digunakan perhitungan yang dilakukan
setiap subround. Tingkat penyajian data ini hingga tingkat kabupaten/kota dengan angka
provinsi menggunakan kompilasi angka kabupaten/kota. Sedangkan untuk angka nasional
menggunakan kompilasi angka provinsi.

Namun, metode ini memiliki beberapa masalah seperti metode ubinan 2,5 m x 2,5 m
belum mengakomodir untuk pola tanam jajar legowo. Hasil perhitungan ubinan pun
berbentuk GKP dikonversi menjadi GKG dengan angka konversi hasil survey tahun 2005 –
2007.

Sekarang ini sudah dilakukan perubahan metodologi yaitu pemerintah sudah melakukan
pemuktahiran data produksi beras nasional melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA)
yang dikembangkan bersama Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT).
Pengumpulan Data Statistik Pertanian Tanaman Pangan Terintegrasi dengan Metode
Kerangka Sampel Area (KSA) merupakan upaya kerjasama antara Badan Pusat Statistik
(BPS) dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam rangka
memperbaiki metodologi pengumpulan data statistik pertanian yang konvensional menjadi
lebih objektif dan modern. Pengumpulan data dengan metode KSA ini melibatkan peranan
teknologi berbasis android sehingga diharapkan data pertanian yang dikumpulkan menjadi
lebih akurat dan tepat waktu. Caranya, dengan pemindaian satelit dari Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk kemudian diolah Badan Informasi Geospasial (BIG).
Sedangkan Kementan tidak mengeluarkan data produksi sendiri, melainkan selalu mengacu
pada data BPS.

Metodologi Kerangka Sampel Area (KSA) didefinisikan sebagai teknik pendekatan


penyampelan yang menggunakan area lahan sebagai unit enumerasi. Sistem ini berbasis
teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG), pengideraan jauh, teknologi informasi, dan
statistika yang saat ini sedang diimplementasikan di Indonesia untuk perolehan data dan
informasi pertanian tanaman pangan. Pendekatan KSA diharapkan mampu menjawab
penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan
Program Ketahanan Pangan Nasional.

Pelaksanaan kegiatan KSA ini dapat terwujud sebagai hasil kerjasama antara Badan
Pusat Statistik, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Unit statistik (statistical
7
Badan Pusat Statistika (BPS). 2018. Upaya Perbaikan Data Padi dengan Metode Kerangka Sampel Area
(KSA) 2018. ISBN: 978-602-438-207-0.
unit) yang menjadi sasaran kegiatan sampai ke level Kecamatan, sedangkan obyek komoditas
pertanian tanaman pangannya adalah padi. Namun demikian masih memungkinkan untuk
pengembangan ke depan diperluas untuk komoditas tanaman pangan yang lainnya. 8

Tujuan Pendataan Statistik Pertanian Tanaman Pangan Terintegrasi di Indonesia dengan


metode Kerangka Sampel Area adalah untuk memperbaiki metode pengumpulan data yang
dahulu konvensional menjadi lebih objektif dan modern dengan melibatkan peranan
teknologi di dalamnya, sehingga data pertanian yang dikumpulkan menjadi lebih akurat dan
tepat waktu. Pelaksanaan pengumpulan data statistik pertanian dengan menggunakan sistem
KSA ini juga merupakan tindak lanjut pengembangan dan perbaikan dari kegiatan uji coba
sebelumnya yakni Uji Coba KSA di Pulau Jawa pada tahun 2017. Cakupan wilayah KSA
2018 meliputi seluruh provinsi di Indonesia dan data yang dikumpulkan hanya mencakup
komoditas padi.

Pendataan statistik pertanian tanaman pangan terintegrasi dengan metode KSA telah
dimulai sejak tahun 2015 dengan pelaksanaan uji coba di Kabupaten Indramayu dan Garut.
Pada tahun 2016, uji coba yang rencananya akan dilaksanakan di provinsi Jawa Barat tidak
dapat terlaksana dan baru dapat terlaksana kembali di tahun 2017 dengan sampel seluruh
provinsi di Pulau Jawa, kecuali DKI Jakarta. Pada tahun 2018, KSA dilakukan di seluruh
provinsi di Indonesia dengan jumlah sampel segmen sebanyak 22.088.

Metode KSA ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu didasarkan pada pendekatan ilmiah
dengan kaidah-kaidah statistik dan hasilnya yang tidak bias karena subyektivitas, didasarkan
pada teknologi sederhana yang dapat diimplementasikan dengan biaya investasi rendah,
tingkat kesalahannya secara statistik dapat diukur, pengiriman dan pengolahan data
memanfaatkan jaringan internet sehingga data dan informasi bersifat real time, biaya
operasionalnya sangat rendah, dan pendekatan KSA juga dapat digunakan untuk tanaman
pertanian yang lain.

Pada metode KSA ini, desain sampel yang digunakan didasarkan pada kerangka areal
dengan segmen berbentuk bujur sangkar. Segmen tersebut ditentukan dengan menumpang-
susunkan grid bujur sangkar di atas areal yang akan diteliti yang disebut dengan studi area.
Studi area dibagi ke dalam blok-blok besar berbentuk bujur sangkar yang berukuran 6 km x 6
km, kemudian dipilih secara random blok tersebut untuk menentukan segmen yang berukuran
300 m x 300 m. Dari segmen lokasi ditentukan kembali sub-segmen yang terdiri dari 9 titik
berukuran 100 m x 100 m sebagai lokasi pengukuran dan pengamatan lahan sawah.
8
Badan Pusat Statistik https://ksa.bps.go.id/a_pengantar.php
Setelah menentukan lokasi pengamatan, kemudian dilakukan survey lokasi untuk
mengamati fase tumbuh padi pada segmen yang terpilih dengan menggunakan hand phone
berrbasis android. Hasil pengamatana berupa foto kondisi lahan dan keterangan hasil amatan
lainnya dimasukkan ke dalam aplikasi pada hand phone tersebut yang kemudian nanti akan
direkapitulasi oleh system yang telah dirancang oleh BPS. Setelah seluruh data ditabulasi dan
direkapitulasi, dilakukan perhitungan peramalan luas panen produksi padi. Kemudian hasil
luas panen yang telah ditentukan dikalikan dengan produktivitas yang akan menghasilkan
jumlah produksi padi. Jumlah produksi yang dihasilkan masih berupa bentuk Gerabah Kering
Panen (GKP). Untuk mendapatkan angka jumlah produksi beras, BPS menggunakan angka
konversi dari poses GKP ke beras.

Perbedaan antara metode SP-Padi dan KSA adalah pada SP-Padi pengukuran lebih
bersifat subjective measurement atau pengukuran yang dilakukan lebih subjektif. Data yang
dihasilkan pada metode ini merupakan data registrasi dengan pencatatan yang menggunakan
kertas (paper based). Hasil dari laporan lengkap yang didapat dari kecamatan, datanya juga
kurang atau tidak up to date karena penyajian data yang relatif lambat, serta akurasi data
tidak bisa diukur.

Sedangkan pada metode KSA, pengukuran ini lebih bersifat objective measurement atau
pengukuran yang dilakukan lebih ke arah objektif. Data yang dihasilkan merupakan data hasil
pengamatan langsung ke lapangan yang mana dilakukan survey dengan sampel dan
pencatatan menggunakan hand phone berbasis android (paperless). Dengan metode KSA ini,
data tersebut lebih up to date karena penyajian data yang relatif cepat dan juga akurasi data
dapat terukur.9

9
Badan Pusat Statistika (BPS). 2018. Upaya Perbaikan Data Padi dengan Metode Kerangka Sampel Area
(KSA) 2018. ISBN: 978-602-438-207-0.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika (BPS). 2018. Upaya Perbaikan Data Padi dengan Metode Kerangka
Sampel Area (KSA) 2018. ISBN: 978-602-438-207-0.

https://www.bps.go.id/publication/2018/12/21/5aaf63e44aa5e46e815a1e8f/upaya-perbaikan-
data-padi-dengan-metode-kerangka-sampel-area--ksa--2018.html

Badan Pusat Statistika (BPS). 2018. Luas Panen dan Produksi Beras di Indonesia 2018.
ISBN: 978-602-438-246-9.

https://www.bps.go.id/publication/2018/12/21/543c607a9ce62960d929060f/luas-panen-dan-
produksi-beras-di-indonesia-2018--hasil-kegiatan-pendataan-statistik-pertanian-tanaman-
pangan-terintegrasi-dengan-metode-kerangka-sampel-area-.html

Hessie, Retina. 2009. Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta
Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia. Institut Pertanian Bogor.

https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/14198

Setiono. 2015. Analisis Produksi Padi di Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 menggunakan
Citra Landsat 8. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

eprints.ums.ac.id>JURNALPDF

Husen, Sawitri, dan Bambang. 2015. Jurnal Geodesi UNDIP. Analisis Produksi Padi dengan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kota Pekalongan. 4(1). ISSN: 2337-
845X.

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/geodesi/article/view/7461/7221

Kementrian Pertanian. 2018. Data Produksi Padi Lima Tahun Terakhir. Jakarta
https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATAP-2017(pdf)/20-ProdPadi.pdf

https://www.cnbcindonesia.com/news/20181025105653-4-38964/data-beras-bps-dan-
kementan-berbeda-ini-penjelasannya

https://www.google.com/amp/s/bisnis.tempo.co/amp/1138946/4-tahapan-perhitungan-
produksi-beras-dengan-metode-baru
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai