Anda di halaman 1dari 16

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DI KECAMATAN PLOSO MENGGUNAKAN ANALISIS CITRA SATELIT Dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Analisis

Lansekap, Sistem Informasi Sumber Daya Lahan dan Tanah-Tanah Utama di Indonesia

Oleh: Kelompok Ploso A2

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2013

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan Proyek PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN SAWAH TERHADAP PRODUKSI PADI sesuai yang diharapkan. Proyek ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Praktikum Analisis Lansekap, Sistem Informasi Sumber Daya Lahan dan Tanah-Tanah Utama. Tak lupa rasa terima kasih kami sampaikan kepada asisten praktikum atas penjelasan dan pengarahan dalam pembuatan proposal ini. Tak lupa terima ksih pula kepada teman-teman, yang telah bekerja keras dalam pembuatan proposal ini. Proposal yang kami buat mungkin masih kurang sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran untuk pembuatan proposal selanjutnya. Semoga proposal ini dapat bermanfaat untuk proses pembelajaran.

Malang, Mei 2013

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ ii BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3 1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 3 1.3 Manfaat ....................................................................................................................... 3 1.4 Kerangka Pemikiran .................................................................................................... 3 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 5 BAB III : BAHAN DAN METODE ........................................................................................... 9 3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................................................... 9 3.2 Alat dan Bahan............................................................................................................ 9 Alat:.................................................................................... Error! Bookmark not defined. Bahan: ............................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.3 Metode Penelitian......................................................... Error! Bookmark not defined. 3.4 Pengamatan ................................................................. Error! Bookmark not defined. 3.4.1 Deskripsi tanah ...................................................... Error! Bookmark not defined. 3.4.2 Klasifikasi Tanah .................................................... Error! Bookmark not defined. 3.4.3 Kondisi Lahan ........................................................ Error! Bookmark not defined. 3.5 Tabulasi Data ............................................................... Error! Bookmark not defined. 3.6 Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Lahan ................. Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Alur pemikiran ...................................................... Error! Bookmark not defined. Gambar 2: Peta Kecamatan Ploso ...................................................................................... 10 Gambar 3: Peta Admin Kecamatan Ploso .............................. Error! Bookmark not defined. Gambar 4: Grafik Produksi Padi Kecamatan Ploso ................ Error! Bookmark not defined. Gambar 5: Produktivitas Padi Kecamatan Ploso .................... Error! Bookmark not defined. Gambar 6: Luas Sawah dan Luas Panen Padi ...................... Error! Bookmark not defined.

Daftar isi sama daftar gambar biarin aja..

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa, sp) termasuk kelompok tanaman pangan yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, lebih dari 50% produksi padi nasional berasal dari areal sawah di Pulau Jawa. Sehingga apabila terjadi penurunan tingkat produksi dan produktivitas padi di Jawa secara drastis, maka dapat mempengaruhi ketersediaan beras nasional dan akan berdampak negatif terhadap sektor-sektor lainnya. Sampai saat ini estimasi produksi padi dilaksanakan oleh beberapa instansi antara lain: Badan Urusan Logistik (BULOG), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian. BULOG memperkirakan produksi padi menggunakan pendekatan ekonometrik. Parameter yang digunakan untuk menduga antara lain data luas area panen,produktivitas, curah hujan dan harga. Informasi disajikan per catur wulan (Mulyana et al., 1998). BPS melakukan perkiraan produksi padi berdasarkan data lapangan yang dihimpun dari mantri tani disetiap kecamatan berdasarkan hasil ubinan secara acak terpilih. Data produksi diperoleh dari parameter luas area panen dan produktivitas padi per hektar (Maksum et al., 1998). Departemen pertanian memperkirakan produksi padi dengan mempertimbangkan parameter luas area tanam/panen, jumlah benih yang disebar petani, perhitungan produktivitas dengan memanfaatkan struktur kelembagaan dibawahnya yaitu Mantri Tani dan Penyuluh Pertanian Lapangan dan informasi luas baku sawah dari BPS (Napitupulu et al., 1998). Oleh karena cara pendekatan, kriteria penilaian dan metode yang digunakan berbeda maka informasi yang diperoleh juga berbeda. Hal ini menyulitkan pengguna informasi dalam pemanfaatannya. Dalam era globalisasi informasi untuk mendukung program ketahanan pangan, dituntut kecepatan dan ketepatan informasi sumberdaya pertanian yang lebih kuantitatif. Untuk itu diperlukan sarana pengumpul data dan informasi sistem produksi pertanian yang lebih akurat dalam waktu yang secepat mungkin. Beberapa satelit penginderaan jauh milik negara maju (seperti USA, Uni-Eropa dan Jepang), mengitari bumi dan merekam datanya secara periodik dalam selang waktu tertentu (Bronsveld et al., dan Lillesand and Keifer, 1994). Parameter tingkat kehijauan tanaman (vegetation index) yang diturunkan melalui analisis citra satelit dapat digunakan untuk estimasi umur tanaman padi dan produktivitasnya. Selanjutnya dengan menghitung luas areal tanaman yang dimonitor pada citra satelit, dapat diestimasi produksi padi yang akan dipanen di suatu wilayah. 1.2 Tujuan Makalah ini bertujuan untuk mengembangkan metode pendugaan produktivitas padi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. 1.3 Manfaat Manfaat dari makalah ini adalah dapat mengestimasi produktivitas padi dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. 1.4 Kerangka Pemikiran Siklus pemanfaatan lahan sawah untuk bercocok tanam padi mempunyai karakteristik yang khas sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk membedakan dari jenis tanaman lainnya. Pada masa pengolahan tanah, lahan memerlukan kondisi basah digenangi (flooding). Pada awal pertumbuhan tanaman padi (transplanting), areal sawah selalu digenangi air dan kenampakan yang dominan adalah kenampakan air (fase air). Sejalan dengan pertumbuhannya kondisi lahan sawah akan berubah didominasi oleh daun-daun padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif terjadi tingkat kehijauan yang tinggi disebabkan oleh tingginya 3

kandungan klorofil. Setelah masa tersebut, tingkat kehijauan akan menurun, timbul bungabunga padi sampai menguning. Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan kosong selama jangka waktu tertentu (bera) tergantung pola tanamnya. Sehubungan dengan itu, fase pertumbuhan tanaman padi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan vegetatif, fase pertumbuhan generatif dan fase bera. Dengan diawali mempelajari karakteristik spektral (spectral reflectance) fase-fase pertumbuhan tanaman padi sejak awal tanam sampai siap panen, yang kemudian digunakan sebagai kunci interpretasi dalam mengenali tanaman padi, fase-fase tersebut dapat dipantau dengan menggunakan citra satelit. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pemantauan tanaman padi dapat dilakukan dengan menggunakan data citra satelit yang diarahkan untuk memprediksi luas areal tanam, umur tanaman padi, luas areal panen dan estimasi produktivitasnya. Mengingat wilayah Indonesia yang cukup luas, terdiri dari banyak pulau dan banyak diantaranya yang terpencil, dengan menggunakan citra satelit dari beberapa tanggal perekaman secara berurutan (seri multi temporal data), monitoring luas areal tanaman padi dan produktivitasnya dapat dilakukan lebih akurat dan lebih tepat waktu.

Kalo bisa bikinin flowchartnya ya,


Input

Proses

Output

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum Padi Sawah Padi (Oryza sativa) adalah tanaman pangan yang dihasilkan terbanyak di dunia dan menempati daerah tersebar di daerah tropika (Sanchez,1993 dalam Sumiati, 2003). Menurut beberapa pihak tanaman padi berasal dari Cina karena dari daerah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori Vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis liar tanaman tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati 2003). Tanaman padi pada umumnya merupakan tanaman semusim dengan empat fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan pemasakan. Secara garis besar tanaman padi ini terbagi kedalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Pertumbuhan vegetatif dimulai dari perkecambahan sampai inisiasi primordial malai, sedangkan fase generatif dari 2 fase lanjutan yaitu pra bunga mulai inisiasi primordia malai sampai berbunga dan pasca berbunga mulai dari berbungasampai masak panen ( Manurung dan Ismunadji, 1988). Dalam pertumbuhannya tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Hara adalah unsur pelengkap dari komposisi asam nukleik, hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintat atau respirasi menjadi senyawa yanag lebih sederhana. Air diperoleh tanaman dari tanah, dan energi di dapat dari hasil fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan kering tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum >1.600 mm/tahun. Padi gogo memerlukan bulan basah yang berurutan minimal 4 bulan. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada turun hujan sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24- 29oC. 2.2.1. Tanah Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus. 2.2.2. Iklim Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar 1500-2000 mm per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa berbunga. 5

Menurut Sumartono et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C. 2.3 Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang selanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau maupun sekarang (FAO. 1975, dalam Arsyad, 1989). Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai campur tangan manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989, Talkurputra, et.al. 1996). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, lalang, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000). Lahan merupakan daerah dari permukaan bumi yang dicirikan oleh adanya suatu susunan sifat-sifat khusus dan proses-proses yang saling terkait dalam ruang dan waktu dalam tanah, atmosfer dan air, bentuk lahan, vegetasi dan populasi fauna, sebagai hasil dari aktifitas manusia atau tidak (Townshend, 1981). Hadjowigeno et al., (1999), menjelaskan bahwa lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat kegiatan-kegiatan manusia, seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan dan akibatakibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Vink (1975), mengemukakan bahwa lahan adalah suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat dari berbagai ekosistem tetapi juga merupakan bagian dari ekosistemekosistem tersebut. Lahan juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat berbeda tergantung dari lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau daya dukung lahan untuk suatu penggunaan tertentu juga akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Mather (1986), menambahkan bahwa sumberdaya lahn mungkin dinilai dalam aspek atau atribut yang berbeda dalam pemanfaatannya. Perbedaan dalam cara penilaian lahan ini akan menyebabkan perbedaan dalam penggunaannya. 2.4 Citra Satelit Citra adalah gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada spectrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media rekam/cetak. Citra Satelit adalah Pengindraan jauh adalah ilmu atau seni cara merekam suatu objek tanpa kontak fisik dengan menggunakan alat pada pesawat terbang, balon udara, satelit, dan lain-lain. Dalam hal ini yang direkam adalah permukaan bumi untuk berbagai kepentingan manusia. 2.5 Sistem Informasi Geografi a) Definisi SIG

Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah, dan sedikit bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar di berbagai sumber pustaka. Berikut adalaha beberapa definisi SIG yang telah beredar : a) Marbel et al (1983), SIG merupakan sistem penanganan data keruangan. b) Burrough (1986), SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. c) Berry (1988), SIG merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan. d) Aronoff (1989), SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. e) Gistut (1994), SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristikkarakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi. f) Chrisman (1997), SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi,kondisi, tren, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya. b) Subsistem SIG SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut : a) Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oeh perangkat SIG yang bersangkutan. b) Data Output Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya. c) Data Management Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait kedalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, diupdate, dan diedit. d) Data Manipulation & Analysis Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsifungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. 7

Sub-sistem SIG di atas dapat diilustrasikan sebagai berikut :

SIG berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu SIG secara manual yang beroperasi memanfaatkan peta cetak dan bersifat data analog, dan SIG secara terkomputer sehingga datanya merupakan data digital (Barus dan Wiradisastra, 1997). SIG menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1) Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2) Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3) Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4) Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas desa, dan sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya).

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Praktikum dilaksanakan pada tanggal 26 Jombang. 3.2 Alat dan Bahan Alat:

April 2013 di Kecamatan Ploso, Kabupaten

Aku belum berhasil jalanin PCI nya,, kata bella, punya dia kemaren pake PCI aja bisa untuk mencari nilai NDVI,, masalanya PCI ku bermasalah,, besok senin baru mau ketemu sama Tommy.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Sumberdaya Lahan dan Potensi Wilayah Pengamatan Ploso adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Indonesia. Terletak di bagian utara Kabupaten Jombang, kecamatan ini di sebelah selatan dibatasi oleh Sungai Brantas. Ploso merupakan persimpangan jalan provinsi Jombang-Tuban dengan jalur Lengkong-Mojokerto. (Anonymous A, 2013) Wilayah Kecamatan Ploso memiliki luas 25,96 km2, terletak pada ketinggian 90mdpl. Jumlah penduduk sekitar 42.695 jiwa (data Desember 2009). Kecamatan Ploso terdiri dari 13 desa terdiri dari Ds. Tanggungkramat, Ds. Rejoagung, Ds. Ploso, Ds. Jatigedong, Ds. Daditunggal, Ds. Gedongombo, Ds. Jatibanjar, Ds. Pandanblole, Ds. Pagertanjung, Ds. Losari, Ds. Bawangan, Ds. Kebonagung, Ds. Kedungdowo. Batas-batas Kecamatan Ploso adalah: Utara : Kecamatan Kabuh Barat : Kecamatan Plandaan Selatan : Kecamatan Tembelang, sungai Brantas Timur :Kecamatan Kudu Jarak Kantor Kecamatan dengan: a. Desa/kelurahan yang terjauh : 8 km b. Ibukota Kabupaten/Kota : 25 km c. Ibukota Provinsi : 80 km Suhu maksimum-minimum : 30C-23C. Curah hujan 2239 mm/th dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak : 93 hari. Bentuk wilayah Kecamatan Ploso adalah datar sampai berombak seluas 44 % dan berombak sampai berbukit seluas 56 % dari total luas wilayah Kecamatan Ploso. (Anonymous B. 2013)

Gambar 1: Peta Kecamatan Ploso

10

Gambar 2: peta admin Secara geologi, Kecamatan Ploso berada di bagian utara Kabupaten Jombang yang termasuk dalam zona Kendeng Ridge yang juga sering disebut Pegunungan Kendeng atau Kendeng Deep. Pegunungan Kendeng merupakan antiklinorium yang berarah barat-timur. Zone ini merupakan pelipatan yang makin ke arah timur makin membenam di bawah delta sungai Brantas. Pada bagian utara berbatasan dengan Depresi Randublatung, sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke Mojokerjo dan menujam di bawah alluvial Sungai Brantas. Kelanjutan pegunungan ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura. Kecamatan Ploso termasuk bagian utara Kabupaten Jombang yang memiliki kemiringan lereng 0-2% seluas 3.200ha, 2-15% seluas 6.125ha, dan 15-40% seluas 225 ha. Bentukan alam di permukaan bumi terjadi karena proses pembentukan tertentu melalui serangkaian evolusi pula. Hasil pengerjaan dan proses utama pada lapisan utama kerak bumi akan meninggalkan kenampakan bentuk lahan tertentu disetiap roman muka bumi ini. Kedua proses ini adalah proses endogen (berasal dari dalam) dan proses eksogen (berasal dari luar). Perbedaan intensitas, kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau kedua proses tersebut yang bekerja pada suatu daerah menyebabkan kenamapakan bentuk lahan disuatu daerah dengan daerah lain umumnya berbeda. Bentuk lahan Kecamatan Ploso adalah alluvium di bagian selatan yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai Brantas. Sedangkan pada bagian utara dipengaruhi oleh pegunungan kapur yang mempunyai fisiologi mendatar sampai berbukit-bukit. Kecamatan Ploso termasuk pada bagian Utara Kabupaten Jombang yang merupakan daerah perbukitan kapur yang landai dengan ketinggian maksimum 500mdpl. (Muzakki, 2011)

11

4.2 Pembahasan A. Pendugaan Umur Tanaman Padi Tingkat kehijauan tanaman padi yang dapat diukur melalui analisis citra satelit disebut dengan Nilai NDVI. Nilai NDVI antara 1 hingga +1, dimana nilai (-) menunjukkan obyek air atau lahan bera dan basah dan nilai (+) menunjukan obyek vegetasi. Parameter ini diperoleh dengan mengekstrak nilai spektral band infra merah dengan band merah pada hasil rekaman citra satelit. Nilai-nilai NDVI adalah parameter dasar yang diturunkan dari data penginderaan jauh optic seperti citra satelit Landsat Thematic Mapper (TM ), yang digunakan untuk mendeteksi nilai kehijauan vegetasi termasuk tanaman padi (Lillesand and Keifer, 1994 dan Thiruvengadachari et al., 1997). Untuk tanaman padi sawah, NDVI baru dapat diukur setelah tanaman padi mencapai umur 3-4 MST, karena sebelum umur tersebut kenampakan tanaman padi di lahan sawah masih didominasi kenampakan genangan air (Malingreau, 1981). Nilai NDVI yang rendah berarti tingkat kehijauan tanamannya (aktivitas klorofil) juga rendah, sedangkan nilai yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut semakin lebat/hijau. Kelas 1 2 3 4 5 Tahun 2009 Nilai NDVI < -0,03 -0,03 s/d 0,15 0,15 s/d 0,25 0,26 s/d 0,35 0,35 s/d 0,61 Bulan Mei Juni Oktober Februari Maret Tingkat kehijauan/kondisi lahan Tidak bervegetasi/terbuka/ air Kehijauan sangat rendah Kehijauan rendah Kehijauan sedang Kehijauan tinggi Hasil panen Umur tanaman <3 3 - <4 46 68 8 13 Produksi 357373 413609 415506 473767 380819

NDVI

2013

Dari data yang didapat, diketahui bahwa pada citra tahun 2009 bulan Mei, diperoleh nilai NDVI, pada bulan juni nilai NDVI sebesar___, dan bulan Oktober sebesar ___, hal tersebut menunjukkan bahwa nilai NDVI akan berubah pada tiap pertambahan umur tanam padi.

12

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustakanya biarin aja,,

13

METODOLOGI Menurut Murthy et al., 1995, Theruvengadachari et al., 1997 dan Lapan, 2000, terdapat hubungan antara tingkat kehijauan tanaman (greenness) dengan produktivitas tanaman padi sawah (didapat dari ubinan/crop cutting experiment). Fase pertumbuhan tanaman yang diduga mempunyai hubungan erat dengan produktivitas tanaman padi adalah tanaman pada fase awal generatif ( pinnacle initiation) yaitu pada saat tanaman padi sedang produksi. Tingkat kehijauan tanaman diperkirakan melalui analisis data digital citra satelit menggunakan formula NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), dihitung secara otomatis menggunakan paket program ERDAS Imagine Version 8.2.

Dimana pada Landsat TM Band infra merah adalah band 4 dan Band merah adalah band 3. Band 4 adalah besarnya nilai reflektan sinar infra merah yang bersifat menyerap spektrum gelombang datang dari tanaman (proses fotosintesis) dan band 3 adalah besarnya nilai reflektansi sinar merah bersifat memantulkan (merefleksikan) gelombang/sinar yang datang dari tanaman. Ini berarti semakin aktif proses fotosintesis (tanaman sehat) nilai NDVI akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin kurang sehatnya atau semakin rendah tingkat kehijauan tanaman (hijau daun tidak menutupi seluruh permukaan tanah dan tidak/kurang subur) akan memberikan nilai NDVI yang semakin rendah. Kenampakan sawah pada masa awal pengolahan tanah, tanaman padi ditanam (replanting) sampai berumur 4 MST masih didominasi kenampakan air, sehingga mempunyai nilai NDVI yang rendah (bahkan negatif). Seiring dengan umur tanaman, nilai NDVI bertambah tinggi (positif) dan mencapai puncaknya pada fase awal generatif (umur 10 11 minggu setelah tanam - MST) kemudian akan menurun lagi pada fase pengisian bulir, dan seterusnya sampai fase panen. Pertumbuhan tanaman padi mulai dari fase tanam sampai fase panen mempunyai nilai NDVI yang menunjukkan kurva parabolik. Ini berarti pada saat-saat tertentu suatu nilai NDVI (selain pada nilai optimum) akan mempunyai makna ganda yaitu berumur sebelum atau setelah fase awal generatif. Dengan demikian untuk mengetahui umur tanaman padi yang lebih akurat sangat diperlukan ketersediaan seri data satelit selama musim tanam dan data informasi waktu/tanggal tanam. Pengukuran NDVI dilakukan pada setiap area pewakil (minimal pada area seluas 3 x 3 pixel atau seluas 1 hektar) yang ditetapkan mewakili desa-desa di daerah penelitian, yaitu pada lahan sawah irigasi milik petani, ditanami padi varietas genjah jenis IR 64 dan IR 66. NDVI diukur pada tanaman padi yang berumur 10-11 MST. Model estimasi produksi dibangun berdasarkan keeratan korelasi antara nilai NDVI dengan produktivitas. NDVI diukur dari citra satelit, sedangkan untuk produktivitas digunakan data lapangan berupa hasil ubinan setelah tanaman padi dipanen pada tempat-tempat yang telah diukur nilai NDVI-nya. Pada wilayah yang telah diukur nilai NDVI-nya pada waktu panen dilakukan ubinan dengan ukuran 2,5 x 2,5 m untuk mengetahui produktivitas padi (kg/ubinan) kemudian ditransformasikan

14

kedalam satuan ton/ha. Untuk melengkapi jumlah contoh produktivitas hasil ubinan digunakan juga catatan hasil ubinan yang dilakukan para mantri tani, mantri statistik dan penyuluh pertanian lapangan yang disesuaikan dengan waktu perekaman citra satelit. Faktor yang mempengaruhi kondisi lahan seperti tanah, ketersediaan air dan manajemen dianggap telah dicerminkan dalam tingkat kehijauan tanaman yang diukur dengan nilai NDVI. Dengan demikian kisaran nilai NDVI yang sama pada wilayah berbeda diharapkan akan mempunyai kisaran hasil/ produksi yang sama pula. Model regresi linear digunakan dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS), dengan formula:

dimana : a = konstanta b = konstanta Dari persamaan tersebut diperoleh koefisien determinasi (R2) yang menerangkan keeratan korelasi antara produktivitas padi dengan nilai NDVI. Melalui beberapa uji lapang, model estimasi ini dapat digunakan sebagai dasar/ acuan dalam estimasi produksi padi yang mempunyai kondisi (ekosistem) yang serupa dengan daerah kajian. Sebagai langkah validasi, model tersebut diaplikasikan di beberapa daerah tingkat kecamatan. Angka estimasi produksi menggunakan model estimasi produktivitas dibandingkan dengan hasil lapangan, sehingga dapat diperkirakan besarnya penyimpangan angka produksi hasil estimasi dan kondisi sebenarnya di lapangan.

15

Anda mungkin juga menyukai