Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan


Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat

Preliminary Study of Sentinel-1 Radar Data Application for Paddy Field


Mapping in Indramayu - West Java

Mohammad Naufal Fathoni1*), Galdita Aruba Chulafak2, Dony Kushardono2


1
Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang
2
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
*)
E-mail: barujatuh@gmail.com

ABSTRAK – Kebutuhan administrasi daerah terhadap informasi penutup lahan akan menunjang perencanaan di suatu
wilayah. Penginderaan jauh merupakan media yang dapat memantau dinamika perubahan penggunaan lahan dengan cepat
dan biaya yang relatif murah. Iklim tropis di Indonesia mengakibatkan pasokan penguapan air menjadi tinggi sehingga
muncul gangguan cuaca seperti awan, hal tersebut merupakan hambatan bagi media penginderaan jauh sistem optis.
Dilengkapi Syntetic Aperture Radar (SAR), Sentinel-1 memuat informasi yang lebih fleksibel dalam perolehan data
karena tidak terhalang oleh gangguan awan dan cuaca sehingga dapat digunakan untuk memperoleh informasi kondisi
lahan. Pada penelitian awal ini dikaji pemetaan lahan sawah menggunakan data radar Sentinel-1 dual polarisasi VV dan
VH berbasis klasifikasi maximum likelihood dan neural network dengan informasi tekstur. Variabel tekstur yang
digunakan adalah semua jenis tekstur dan kelompok tekstur contrast (Hommogenity, Dissimilarity, dan Contrast). Hasil
studi diperoleh pada klasifikasi dengan neural network menunjukkan penggunaan semua kelompok tekstur memiliki nilai
overall accuraccy 78%, sedang penggunaan kelompok tekstur contrast memiliki nilai overall accuracy 88%. Sebagai
perbandingan, pada hasil klasifikasi menggunakan training data yang sama dengan metode neural network, metode
maximum likelihood memiliki nilai overall accuracy yang lebih rendah yaitu 84%, tetapi dengan mempergunakan jumlah
training data yang memadai pada metode maximum likelihood dapat menghasilkan akurasi yang sama dengan neural
network.

Kata kunci: Sentinel-1, SAR, lahan sawah, tekstur, maximum likelihood, neural network

ABSTRACT - Landcover information is an essential aspect that supports regional spatial planning. Remote sensing is a
proven instrument that observes landuse change in quick and inexpensive way. Tropical climate in Indonesia increases
evaporation supply that cause cloud disturbance which is a remote sensing optical system barrier. Equipped with Syntetic
Aperture Radar (SAR), Sentinel-1 has more flexible ways capture information because it contains less cloud and wether
obstacle, thus easily gaining information on land conditions. In this preliminary study, we examined the mapping of paddy
field using Sentinel-1 dual polarization radar data VV and VH based on maximum likelihood and neural network with
texture information. Texture variables used were all texture types and contrast texture groups (Hommogenity,
Dissimilarity, and Contrast). The result showed that using all texture information gave 78% overall accuracy, while using
contrast-only texture group gave 88% overall accuracy. Additionally, using limited amount of sample, neural network
were able to outperformed maximum likelihood in terms of overall accuracy. However, with sufficient amout of sample
suitable for maximum likelihood, it was able to match the neural network in terms of overall accuracy.

Keywords: Sentinel-1, SAR, paddy field, textur, maximum likelihood, neural network

1. PENDAHULUAN
Perubahan penggunaan lahan secara global memiliki dampak di segi ekonomi, lingkungan, dan sosial
dikarenakan lahan merupakan tempat dimana terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya. Salah satu
dampak dari perubahan penggunaan lahan adalah bencana rawan pangan dimana kawasan pertanian berubah
menjadi kawasan non-pertanian. Pengurangan luas sawah akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian
menjadi kompleks perumahan, pertokoan, kawasan industri, dan sebagainya akan memperbesar masalah
pangan (Irawan, 2011). Daerah Pantai Utara Jawa khususnya Kabupaten Karawang dan Indramayu Jawa Barat
merupakan daerah yang memiliki karakteristik fisiologi datar dan merupakan salah satu daerah penghasil padi
nasional. Indramayu sebagai lumbung padi nasional menghasilkan panen padi yang tinggi hingga 1.700.000
ton per tahun dan konsumsi padi yang rendah (Safutra, 2017).

179
Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat (Fathoni
dkk.)

Pemantauan dan data-data tentang penutup lahan merupakan hal yang urgent dalam pengembangan wilayah
terutama lahan baku sawah yang dapat difungsikan sebagai strategi perencanaan yang tepat di Kabupaten
Indramayu Jawa Barat. Survey dan pemetaan penutup lahan konvensional selain memerlukan tenaga dan biaya
yang besar juga akan memakan waktu yang lama dalam pengambilan dan pengolahan datanya. Penginderaan
jauh merupakan pengantar pemetaan efektif dengan memanfaatkan teknologi seperti foto udara, citra satelit
tanpa ada kontak langsung dengan obyek yang diamati. Sampurno dkk. (2016) menyatakan bahwa
penginderaan jauh merupakan sarana yang efektif untuk memetakan tutupan lahan secara spasial dengan cepat,
luas, serta mudah.
Klasifikasi penutup lahan menggunakan citra satelit sudah banyak digunakan di Indonesia akan tetapi
ketersediaan data citra satelit optis sering terganggu oleh tutupan awan mengingat Indeonesia beriklim tropis.
Cheen (2007) dalam Emiyati dkk. (2016) menyatakan bahwa pemetaan penutup lahan menggunakan data
satelit optis sangat bergantung dengan kondisi cuaca dan atmosfer. Data satelit sistem radar merupakan data
yang dapat mengambil informasi spasial di bumi dan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca karena Syntetic
Aperture Radar (SAR) merupakan penginderaan jauh sistem aktif yang menggunakan gelombang mikro.
Lillesand dan Kiefer (1979) menyatakan bahwa gelombang mikro lebih panjang dari gelombang cahaya yang
digunakan satelit sistem optis pada umumnya. Semakin panjang gelombang maka kemampuan untuk
menembus awan semakin besar (Susanto dkk., 2014).
Pemanfaatan data SAR untuk ekstraksi lahan baku sawah yang ada di Kabupaten Indramayu Jawa Barat
merupakan salah satu cara dalam melakukan arsip data dan informasi penutup lahan. Informasi lahan baku
sawah penting dikaji untuk memonitoring perubahan penggunaan lahan sawah yang ada sebagai upaya
perencanaan terkait ketahanan pangan secara global. Ekstraksi informasi lahan baku sawah perlu dikaji secara
detil bagaimana perolehan dan pengolahan datanya agar informasi yang dihasilkan merupakan informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan.

2. METODE

Gambar 1. Diagram alur penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Pantai Utara Kabupaten Indramayu Jawa Barat tepatnya pada -6.186° LS
sampai -6.508° LS dan 107.904° BT sampai 108.319° BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data SAR Sentinel-1 temporal dengan polarisasi VH dan VV yang diakuisisi pada tanggal 17 Agustus 2016,

180
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

10 September 2016, dan 04 Oktober 2016. Pengolahan terdiri dari proses pengumpulan data, pre-processing,
ekstraksi informasi tekstur, klasifikasi, dan uji akurasi. Secara ringkas alur penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Produk Sentinel 1 yang digunakan adalah Sentinel-1A dengan format IW (Interferometric Wide Swath)
dengan level data level 1 GRD. Ground Range Detected merupakan data yang telah terdeteksi dan termasuk
data multi looking. Data ini telah diproyeksikan dengan jarak lapang dengan menggunakan model elipsoid
bumi. Informasi fase pada produk ini hilang dan spekle yang dikurangi karena mengurangi resolusi
geometrisnya (ESA, 2013). Sedangkan format IW merupakan akuisisi utama di atas tanah. Mode ini memiliki
cakupan 250 km dengan resolusi spasial 5m x 20m (single look). Mode IW mengakuisisi 3 sub-petak dengan
menggunakan TOPSAR (Terrain Observation with Progressive Scan SAR). Mode TOPSAR dimaksudkan
untuk menggantikan mode ScanSAR konvensional dengan cakupan dan resolusi yang sama akan tetapi rasio
noise menjadi kecil. Teknologi ini memiliki kelebihan yang dapat menghasilkan kualitas gambar yang
homogen dengan noise yang dapat diminimalisir (Signal–to-Noise Ratio) hampir seragam (Emiyati, dkk.,
2016). Secara detil format data IW dipaparkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik format IW pada Sentinel 1

Characteristic Value
Swath width 250 km
Incidence angle range 29.1° – 46.0°
Elevation beems 3
Azimuth steering angle ± 0.6°
Azimuth and range looks Single
Polarization options Dual HH+HV, VV+VH
Single HH, VV
Maximum Noise Equivalent Sigma -22 dB
Zero (NESZ)
Radiometric stability 0.5 dB (3𝜎)
Radiomatric accuracy 1 dB (3𝜎)
Phase error 5°

Pre-Processing data terdiri dari koreksi geometrik yang berupa reprojection menggunakan software Next
ESA SAR Toolbox (NEST) dan kalibrasi nilai digital number (DN) menjadi nilai backscatter (hamburan balik)
dalam bentuk sigma𝜃 yang digunakan untuk identifikasi kuantitatif menggunakan aplikasi Sentinel Aplication
Platform (SNAP). Proses dilanjutkan dengan melakukan ekstraksi data tekstur. Tekstur adalah pola variasi
intensitas gambar dan bisa menjadi alat yang berharga dalam meningkatkan akurasi klasifikasi tutupan lahan
(SNAP, 2014). Tekstur diolah menggunakan algoritma Grey Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dengan
Window Size 7x7 dengan arah analisis dari semua arah. Kuantisasi yang digunakan adalah Probabilistic
Quantizer dengan level kuantisasi 32. Adapun jenis tekstur menurut Haralick, dkk. (1973) yang digunakan
adalah sebagai berikut:

- Contrast =∑ 𝑛 ∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) ………………………………….….. (1)


| |
- Dissimilarity = ∑ ∑ 𝐶 log 𝐶 ………………………………….…………..….. (2)
- Homogenity =∑ ∑ ( )
. ℎ (𝑖, 𝑗)…………..…….……………...…...(3)
- Angular Second Momen = ∑ ∑ (𝑖 − 𝜇) 𝑝(𝑖, 𝑗)....…………… ………………..…………………(4)
- Energy =∑, 𝑃(𝑖, 𝑗) ……………………………………..………………….…(5)
- Maximum Probability = max 𝐶 𝑓𝑜𝑟 𝑎𝑙𝑙 (𝑖, 𝑗)………….……………….………….……..……(6)
- Entropy = − ∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) log 𝑝(𝑖, 𝑗) .......................................................................(7)

- GLCM Mean = ∑ 𝑖𝑃(𝑖)……………………..………………………………….……(8)


181
Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat (Fathoni
dkk.)

- GLCM Variance = ∑ ∑ (𝑖 − 𝜇) 𝑝(𝑖, 𝑗)…………………….…………..…………………(9)


∑ ∑(, ) (, )
- GLCM Correlation = ………………………….……….…………………(10)

Ekstraksi informasi tekstur menggunakan klasifikasi supervised Neural Network dengan membandingkan
penggunaan ekstraksi kelompok tekstur. Kelompok tekstur dibandingkan terlebih dahulu untuk mengetahui
penggunaan tektur yang paling baik. Kelompok tekstur yang dibandingkan adalah semua jenis fitur tekstur dan
Contrast Group Texture (Contrast, Dissimilarity, dan Homogenity). Hasil klasifikasi Contrast Group Texture
kemudian dibandingkan dengan metode klasifikasi yang berbeda yaitu menggunakan algoritma klasifikasi
Maximum Likelihood dan Neural Network. Uji akurasi hasil klasifikasi dihitung menggunakan Confusion
Matrix menggunakan tes data yang diinterpretasikan dengan bantuan citra satelit sistem optis resolusi sangat
tinggi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

laut laut laut

Sawah Sawah Sawah

Tanggal 17 Agustus 2016 Tanggal 09 September 2016 Tanggal 04 Oktober 2016

laut laut

Sawah Sawah

Composit RGB (R=17 Agsutus, G=09 September, Composit RGB True Colour menggunakan satelit optik
B=04 Oktober 2017)

Gambar 2. Perbandingan interpretasi visual data SAR multitemporal dan single time

Tampilan data SAR adalah kekasaran, tekstur, dan rona yang dihasilkan dari backscatter sehingga
interpretasi secara visual akan sulit membedakan penutup lahan sawah dan bukan sawah. Teknik interpretasi
yang dilakukan untuk mempermdah identifikasi adalah dengan komposit RGB data SAR secara temporal.
Teknik ini dilakukan karena sawah memiliki fase pertumbuhan dimana tiap fasenya memiliki nilai backscatter
yang berbeda. Li, dkk. (2004) menyatakan bahwa data SAR multitemporal paling cocok digunakan untuk
182
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

memantau perubahan sistem perkembangan (sawah). Penggunaan data temporal akan mempermudah
identifikasi secara visual terutama dalam pembuatan training data. Ilustrasi disampaikan pada Gambar 2.
Warna biru pada data SAR komposit RGB multitemporal menandakan penutup lahan dengan jenis sawah.
Pada lokasi yang sama data SAR tanggal 17 Agustus 2016 menunjukkan warna sawah gelap yang artinya nilai
backscatter rendah karena sinyal yang dipantulkan tidak kembali pada sensor dikarenakan permukaan yang
halus, rata, atau air. Fase tersebut merupakan fase dimana sawah masih diairi yang menandakan belum ada
vegetasi yang besar. Pada tanggal 09 September 2016 pada lokasi yang sama mulai tampak bercak-bercak
putih yang menandakan adanya nilai backscatter yang diterima sensor. Fase tersebut merupakan fase dimana
sawah sudah mulai ditumbuhi oleh tanaman dan menimbulkan multiple bounce pada sinyal radar, akan tetapi
warna hitam masih terlihat. Fase tumbuh terlihat pada tanggal 04 Oktober 2016 dimana rona pada citra terlihat
cerah. Perbedaan nilai backscatter jika dikompositkan secara temporal menjadikan tampilan data SAR secara
visual memberi corak warna yang berbeda menunjukan dinamika pertumbuhan tanaman.

Tabel 2. Nilai backscatter pada penutup lahan data multitemporal

Nilai Backscatter
Penutup Lahan
17 Agustus 2016 09 September 2016 04 Oktober 2016
Sawah 0.004229 0.008858 0.050254
Badan Air, 0.002130 0.000494 0.001976
Laut/Tambak
Lahan Terbangun 0.182700 0.178336 0.168376

Penutup lahan dengan jenis badan air/tambak pada 3 data multitemporal yang ada memiliki rona yang sama-
sama gelap. Hal ini dikarenakan sinyal yang dipancarkan oleh satelit mengalami single bounce dan memantul
ke arah yang berbeda sehingga sinyal tidak kembali ke sensor. Rona yang gelap menandakan bahwa nilai dari
backscatter yang rendah. Berbeda dengan penutup lahan jenis lahan terbangun dimana memiliki rona yang
cerah pada 3 data multitemporal. Rona cerah menandakan sinyal yang dipancarkan satelit mengalami double
bounce sehingga sinyal fokus kembali ke satelit dan menjadikan nilai dari backscatter penutup lahan ini
menjadi tinggi (Denisov, 2015). Pada komposit multitemporal data radar kedua obyek ini tidak jauh berbeda,
tidak seperti penutup lahan jenis sawah yang berwarna biru pada komposit warna. Nilai Backscatter pada
ketiga obyek di atas pada 3 tanggal berbeda secara detil di paparkan pada Tabel 2.

ASM Contrast Correlation Dissimilarity Energy

Entropy Homogenity MAX Mean Variance


Gambar 3. Hasil ekstraksi tekstur GLCM

Proses klasifikasi penutup lahan dibantu dengan ekstraksi tekstur menggunakan fitur Grey Level Co-
occurrence Matrix (GLCM). SNAP (2014) menjelaskan bahwa ekstraksi tekstur akan meningkatkan akurasi
klasifikasi tutupan lahan. Window size yang digunakan adalah 7x7 dimana merupakan ukuran yang analisis
GLCM yang optimal untuk klasifikasi penutup lahan (Kushardono, 2012). Ekstraksi tekstur dilakukan
menggunakan 10 parameter sehingga terlihat seperti Gambar 3.
Klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi Neural Network untuk mengetahui kelompok tekstur yang
paling baik sebagai bahan masukan ekstraksi informasi penutup lahan. Kushardono (1997) mengemukakan
bahwa sistem klasifikasi back propagation neural network memiliki keakuratan hasil klasifikasi yang paling
183
Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat (Fathoni
dkk.)

besar dari pada sistem klasifikasi fuzzy neural network dan maximum likelihood. Hasil klasifikasi didapatkan
bahwa penggunaan keseluruhan fitur tekstur menjadikan hasil klasifikasi memiliki nilai overall accuracy 78%
yang lebih rendah dari pada menggunakan menggunakan kelompok tekstur contrast (Hommogenity,
Dissimilarity, dan Contrast). Penggunaan kelompok tekstur contrast memiliki nilai akurasi 88%. secara spasial
akan disajikan pada Gambar 4.

(a) (b)
Gambar 4. Perbandingan Hasil Klasifikasi. (a) Hasil Klasifikasi Neural Net Kelompok Tekstur Kontras, dan (b)
Hasil Klasifikasi Neural Net Seluruh Kelompok Tekstur

Hasil klasifikasi menggunakan neural network pada data SAR kelompok tekstur kontras menggambarkan
nilai sawah (kuning) mendominasi penggunaan lahan sedangkan pada seluruh kelompok tekstur didominasi
oleh penutup lahan berupa vegetasi kerapatan tinggi (merah muda). Klasifikasi menggunakan neural network
ini menggunakan batas RMSE 0.1 dimana dalam pengolahan kelompok tekstur kontras dan seluruh kelompok
tekstur memiliki jumlah iterasi pembelajaran yang berbeda. Kelompok tekstur kontras hanya membutuhkan
iterasi sebanyak 367 kali pembelajaran sedangkan penggunaan seluruh kelompok tekstur membutuhkan iterasi
sebanyak 27.572 kali pembelajaran. Hal ini menandakan selain input masukan klasifikasi, kelompok tekstur
kontras lebih mudah dipelajari neural network pada training data yang telah dibuat.
Hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood menggunakan kelompok tekstur kontras
memiliki nilai overall accuracy lebih rendah dari pada menggunakan neural network. Nilai yang didapatkan
sebesar 84%. Training data yang digunakan untuk mengklasifikasi merupakan training data yang digunakan
pada neural network dimana tidak membutuhkan terlalu banyak training sehingga jika digunakan dalam
klasifikasi maximum likelihood kurang maksimal. Berkaitan dengan waktu pengolahan, ekstraksi data penutup
lahan menggunakan algoritma maximum likelihood lebih cepat dari pada neural network karena adanya iterasi
pembelajaran yang membutuhkan waktu.
Klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood dapat lebih dimaksimalkan menggunakan training
data yang berbeda dan lebih luas dari pada training data neural network. Nilai akurasi yang didapatkan sebesar
89% dan lebih besar 2% dari hasil klasifikasi neural network. Hal ini dikarenakan pada klasifikasi neural
network ikut terbacanya potongan citra efek pengambilan data sistem TOPSAR seperti garis lurus dan
diterjemahkan sebagai badan air sehingga klasifikasi menjadi lebih rendah seperti pada Gambar 5. Adapun
hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood akan disajikan pada Gambar 6.

Efek
TOPSAR

Gambar 5. Efek TOPSAR yang diterjemahkan sebagai badan air

184
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

(a) (b)
Hasil klasifikasi maximum likelihood menggunakan Hasil Klasifikasi maximum likelihood menggunakan
training data sama seperti training data neural network training data berbeda dengan neural network

Gambar 6. Perbandingan hasil klasifikasi menggunakan algoritma maximum likelihood

4. KESIMPULAN
Pemanfaatan data SAR untuk ekstraksi penutup lahan sangat potensial digunakan di Indonesia yang
memiliki iklim tropis karena perolehan data SAR dapat di segala kondisi cuaca. Informasi kekasaran yang
ditampilkan pada data SAR akan menghambat interpretasi.
Penggunaan data SAR temporal akan mempermudah interpretasi lahan sawah karena backscatter tiap
tanggal berbeda sehubungan perubahan pertumbuhan tanamannya. Ekstraksi data tekstur digunakan untuk
meningkatkan akurasi karena pengelompokan nilai back scatters.
Penggunaan kelompok informasi tekstur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan hasil klasifikasi yang
maksimal. Hasil klasifikasi yang baik didapatkan menggunakan metode neural network dari kelompok tekstur
kontras. Sedang pada klasifikasi menggunakan Maximum likelihood akan mendapatkan hasil yang maksimal
jika training data yang digunakan mencukupi untuk proses pembelajarannya.

5. UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini adalah merupakan hasil Praktik Kerja Lapangan Universitas Negeri Malang (UM) pada Pusat
Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, untuk itu diucapkan terima kasih kepada Syamsul Bachri, S.Si., M.
Sc., Ph.D. dari UM dan Pimpinan LAPAN yang telah memberikan kesempatan dan dukungannya.

6. DAFTAR PUSTAKA
Denisov, P. (2015). Radar Earth Remote Sensing Satellite Data: Generation, Processing Methods and Practical
Applications In Social And Economic Spheres. Makalah disajikan dalam Workshop Practical Applications of The
Earth Remote Sensing Technologies to Solve Social and Economic Challenges, 25-26 Maret, Russian Space Systems.
Emiyati, Manoppo, A. K.S., dan Hartuti, M. (2016). Pemanfaatan Data Radar Sentinel 1 untuk Pemetaan Lahan Tambak
di Kabupaten Gresik Jawa Timur. Prosiding Sinas Inderaja 2016, Jakarta, Indonesia.
ESA. (2013). Sentinel-1 User Handbook, diunduh 3 Agustus 2017 dari
https://sentinel.esa.int/documents/247904/685163/Sentinel-1_User_Handbook.
Haralick, R. M., Shanmugam, K., dan Dinstein, I. (1973). Textural Feature For Image Classification. IEEE Transactions
on Systems, Man and Cybernetics, 3(6), 610-621.
Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum
Penelitian Agro Ekonomi, 23(1), 1-18.
Kushardono, D. (1997). Metode Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Penutup Lahan dari Data Penginderaan Jauh
serta Perbandingannya dengan Back Propagation Neural Network dan Maximum Likelihood. Majalah LAPAN, (80),
31–45.

185
Kajian Awal Pemanfaatan Data Radar Sentinel-1 untuk Pemetaan Lahan Baku Sawah di Kabupaten Indramayu Jawa Barat (Fathoni
dkk.)

Kushardono, D. (2012). Klasifikasi Spasial Penutup Lahan dengan Data SAR Dual-Polarisasi Menggunakan Normalized
Difference Polarization Index dan Fitur Keruangan dari Matrik Kookurensi. Jurnal Penginderaan Jauh dan
Pengolahan Citra Digital, 9(1), 12-24.
Li, X., dan Yeh, A.G. (2004). Multitemporal SAR Images for Monitoring Cultivation Systems Using Case-Based
Reasoning. Remote Sensing of Environment, 90(4), 524-534.
Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W. (1979). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Sutanto, Ed). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Safutra, I. (2017). Jadi Lumbung Padi Nasional, Petani Indramayu Masih Miskin, diunduh 1 Agustus 2017 dari
http://www.jawapos.com/read/2017/03/13/115737/jadi-lumbung-padi-nasional-petani-indramayu-masih-miskin.
Sampurno, Mulya, R dan Thoriq, A. (2016). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 Operational Land
Imager (OLI) di Kabupaten Sumedang. Jurnal Teknotan, 10(2), 61-70.
SNAP (2014). SNAP User Guide, diunduh Juli 2017 dari http://step.esa.int/main/toolboxes/snap/.
Susanto, A., Trisakti, B., dan Arimurthy A. M. (2014). Perbandingan Klasifikasi Berbasis Obyek dan Klasifikasi Berbasis
Piksel Pada Data Citra Satelit Synthetic Aperture Radar Untuk Pemetaan Lahan. Jurnal Penginderaan Jauh dan
Pengolahan Citra Digital, 11(1), 63-75.

186

Anda mungkin juga menyukai