Agenda Seminar:
1. Registrasi Peserta
2. Pembukaan (sambutan dan laporan panitia)
3. Penyajian laporan hasil pelaksanaan pemantauan
4. Diskusi
5. Ulasan Narasumber
(Jawaban penyaji: bercak hitam jeruk seperti embun jelaga yang brasosiasi
dengan semut hanya mengganggu penampilan saja)
Ulasan Narasumber:
a. Dedi Darmadi, SP dari Balai Besar Peramalan OPT Jatisari
Perkembangan serangan S. frugiperda di Indonesia, pertama kali
dijumpai di Sumatera Barat (BPP telah melakukan monitoring ke daerah
sentra tanaman jagung bersama dirjen tanaman pangan)
Pada saat ini belum ada laporan dari Bengkulu sehingga belum
monitoring ke Bengkulu.
Faktor penyebab peledakan:
o Kemampuan reproduksi tinggi,
o daya jelajah tinggi,
o kondisi iklim sesuai
Pre-emtif bersifat pencegahan karena kerusakan di bawah ambang
pengendalian. Untuk S. frugiperda sudah ada di atas ambang ekonomi
karena kecepatan tumbuh dan berkembangannya sangat tinggi sehingga
direkomendasikan beberapa jenis pestisida. Telah diakukan sosialisasi
pemahaman perbedaan spesies spodoptera ke petani dan popt, sudah
dilakukan pengendalian kimia di daerah Sumatera yaitu Palembang dan
Jambi.
Strategi pengelolaan ulat:
o identifikasi cepat yang bekerjasama dengan UPT karantia
terdekat;
o pengendalian tepat dan cepat;
o pelaksanaan bimtek karena terkait pembagian benih dari
pemerintah ke petani.
Antisipasi:
o monitoring dari umur 1 minggu;
o leaflet ke petugas lapang; bimtek untuk petugas daerah / BPTPH
trkait pengendalian sebelum dan setelah ledakan;
o bimtek untuk pembuatan agen pengendali hayati.
Evaluasi pengendalian: masih menggunakan insektisida kimia;
pengendalian mekanis dengan pengumpulan dan mematikan kelompok
telur
Upaya penangan ulat jangka pendek:
Kriteria yg disepakati:
o pengamatan dilakukan pada 3 daun termuda;
o gejala serangan diitung berdasar scoring davis(1-9);
o pengamatan dilakukn 1 mnggu sekali;
o jumlah sampel dan krteria ringan, sedang, berat
Pilihan teknologi pengendalain:
o mekanis (pengumpulan kelompok telur dan penggunaan light trap);
o hayati (konservasi musush alami);
o kultur teknis (penanaman secara tumpangsari sebagai barier);
penggunaan pestisida dengan prinsip aplikasi 6 tepat (apabila
serangan di atas ambang ekonomi);
o pemanfaatan feromon sex (belum ada, tetapi perusahaan pestisida
sedang membuatnya)
Penyebaran S. frugiperda tidak melalui benih tetapi lebih pada iklim
seperti angin. Ketika sudah tidak ada tanaman jagung, potensi pupa di
tanah itu akan mati karena ada proses pengolahan tanah
c. Erna Maryana, SP., M.Si dari Pusat Karantina Tumbuhan dan Hayati Nabati
Terkait Spodoptera frugiperda: awal pelaporan di pasaman bulan
februari, bulan april IPB melakukan audiensi ke Badan karantina untuk
meaporkan adanya introduksi hama baru karena tidak masuk list OPTK
dalam permentan. Badan Karantina melakukan pemantauan di berbagai
daerah di seluruh indonesia.
Output pemantauan OPTK adalah sebagai bahan revisi permentan Jenis
OPTK dan juga sebagai bahan penyusunan AROPT (khusus Importasi).
Spodoptera frugiperda kemampuan terbang nya tinggi 100 km per
malam, potensi masuknya bisa terbawa angin maupun alat angkut,
inangnya luas.
Terkait Spodoptera frugiperda sudah dilakukan forum group discussion di
tingkat pusat yang menghasilkan kesepakatan (sementara) bahwa
spesies ini diberi nama atau digolongkan sebagai invasiv spesies (tidak
termasuk OPTK).
Masukan untuk penulisan di laporan pemanauan terkait Spodoptera
frugiperda (bukan OPTK).
Hasil pemantauan: hasil temuan masih sama seperti tahun 2018.
Aleurodicus dugesii dan Uromycladium tepperianum sudah masuk ke
permentan 31 tahun 2018 sebagai daerah sebar di Bengkulu.
Perlu ditayangkan di seminar nasional terkait inventarisasi 5 tahun
terakhir sebagai bahan pertimbangan perubahan permentan.
Tanggapan tentang benih online: sudah ada petunjuk teknis tindakan
karantina di kantor pos. Saat ini pusat KT KHN sedang menyusun revisi
pedoman untuk penanganan barang online. Sudah dilakukan uji dan
mou dengan bea cukai, asperindo, kantor pos, sehingga nantinya UPT
lebih dapat imlementatif di lapangan.
Catatan tambahan untuk penanggungjawab pemantauan: seminar
nasional akan dilaksanakan 22-25 Oktober 2019 di Bandung. Untuk
rekapitulsi data seharusnya selesai di bulan Agustus terkecuali data-data
yang masih menunggu hasil konfirmasi BBUSKP yang belum selesai.
Draft laporan pemantauan masih ditunggu sampai 1 minggu sebelum
pelaksanan seminar nasional dan diharapkan dapat dikirim dalam bentuk
file.