Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Efek Penajaman Citra Terhadap Indeks Vegetasi

Image Pan-Sharpening on Vegetation Index

Ferman Setia Nugroho


Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare, LAPAN
E-mail: ferman.setia@lapan.go.id

ABSTRAK – Penajaman citra sangat dibutuhkan untuk meningkatkan resolusi spasial. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui efek dari berbagai metode penajaman citra terhadap indeks vegetasi. Data yang digunakan adalah Citra
Worldview-2 dengan metode penajaman citra Gram-Schmidt Spectral, PC Spectral Sharpening, dan NNDiffuse Pan
Sharpening. Hasil dari penajaman citra kemudian dilakukan proses indeks vegetasi dengan metode NDVI. Indeks vegetasi
hasil penajaman citra tersebut kemudian dilihat korelasinya terhadap indeks vegetasi citra asli. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa penajaman citra baik metode Gram-Schmidt Spectral, PC Spectral Sharpening, dan NNDiffuse Pan
Sharpening menunjukkan nilai korelasi yang tidak tinggi terhadap citra asli, sehingga untuk kajian indeks vegetasi tidak
disarankan untuk melakukan proses penajaman citra.

Kata kunci: penajaman citra, korelasi, indeks vegetasi

ABSTRACT- Pan-sharpening of an image is needed to improve its spatial resolution. The purpose of this research is to
evaluate the effect of various methods of image pan-sharpening on vegetation index. The data used in this study was
Worldview-2 image. The pan-sharpening performed using several methods, namely Gram-Schmidt Spectral, PC Spectral
Sharpening, and NNDiffuse Pan Sharpening. The result of these Image Pan-sharpening were then processed to generate
vegetation index using NDVI method. These vegetation index were then analyzed to determined its correlation to the
original image. The results showed that the sharpening of the image of using Gram-Schmidt, NNDiffuse Pan Sharpening,
and PC Spectral Sharpening gave adequate correlation to its original image. Thus, using pan-sharpened image to
generate vegetation index is not recommended.

Keywords: image pan-sharpening, correlation, vegetation index

1. PENDAHULUAN
Data penginderaan jauh telah dimanfaatkan di hampir semua aspek kehidupan di bumi, antara lain prediksi
cuaca dan iklim, mitigasi bencana alam, kesehatan, pertanian, kehutanan, kelautan, perkotaan, pertahanan dan
keamanan dan masih banyak bidang lainnya. Hal ini disebabkan data penginderaan jauh memberikan informasi
tentang objek dan fenomena yang terjadi melalui analisis data satelit mencakup wilayah yang luas, kontinu,
dan akurat tanpa diperlukan kontak langsung dengan objek atau fenomena tersebut (Lillesand dkk., 2007).
Penajaman citra sangat dibutuhkan untuk meningkatkan resolusi spasial dari resolusi spasial band-band
multispektral maupun hyperspektral menjadi resolusi spasial pada band pankromatik. Penajaman citra pada
umumnya hanya digunakan untuk tujuan meningkatkan kualitas visual citra dikarenakan keterbatasan lebar
band pankromatik, sehingga band-band diluar panjang gelombang tampak secara teori nilai spektralnya akan
tidak sesuai lagi dengan nilai aslinya.
Satelit Worldview-2 adalah satelit dari DigitalGlobe yang diluncurkan pada tanggal 8 Oktober 2009 dengan
roket peluncur Delta 7920 dan diluncurkan di Vandenberg Air Force Base, California. Tinggi orbit 770
kilometer dengan mode orbit sun synchronous, periode orbit 100 menit, dan lebar sapuan 16,4 km. Citra Satelit
yang dihasilkan selain memiliki resolusi spasial yang tinggi juga memiliki resolusi spektral yang lebih lengkap
dibandingkan produk citra sebelumnya. CitraWorldview-2 memiliki 8 saluran multispektral dengan resolusi
spasial 2 m dan satu buah saluran pankromatik dengan resolusi spasial 0,5 m dengan dynamic range 11
bit/pixel, sehingga sangat memadai bagi keperluan analisis spasial sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Spesifikasi panjang gelombang dari Citra Worldview 2 dijabarkan pada Tabel 1.

151
Efek Penajaman Citra Terhadap Indeks Vegetasi (Nugroho)

Tabel 1. Spesifikasi Citra Worldview-2

No Band Panjang Gelombang (nm)


1 Coastal 400-450
2 Biru/Blue 450-510
3 Hijau/Green 510-580
4 Kuning/Yellow 585-625
5 Merah/Red 630-690
6 Merah Tepi/Red Edge 705-745
7 Inframerah Dekat 1/Near Infrared 1 760-895
8 Inframerah Dekat 2/Near Infrared 2 860-1040
9 Pankromatik/Panchromatic 450-800
Sumber: DigitalGlobe, 2017

Pada awal pengembangan metode pemantauan vegetasi, diperkenalkan indeks vegetasi yang dihitung dari
perbedaan nilai reflektansi pada band merah dan infra merah dekat. Dalam perkembangannya, indeks tersebut
dimodifikasi menjadi indeks vegetasi yang dinormalkan (Normalized Difference Vegetation Index atau NDVI)
yang merupakan selisih antara reflektansi band infra merah dekat dengan band merah dan dinormalkan dengan
penjumlahan kedua nilai reflektansi. Penggunaan NDVI sebagai parameter untuk mendeteksi kehijauan dan
kekeringan vegetasi semakin meluas, baik untuk tujuan pemantauan maupun perkiraan terjadinya kekeringan
vegetasi. Penggunaan NDVI bahkan meluas untuk sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lingkungan.
Nilai NDVI yang akurat sangatlah dibutuhkan untuk kajian berikutnya, sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek dari metode penajaman citra Gram-Schmidt Spectral, PC Spectral Sharpening, dan
NNDiffuse Pan Sharpening terhadap NDVI. Data yang digunakan adalah citraWorldview-2.

2. METODE
2.1. Data dan Deskripsi Wilayah
Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra Worldview-2 dengan dimensi 16.027x15.920 piksel
dengan level pemrosesan Ortho Standard 2A (LV2A) daerah Pulau Mantehage yang merupakan salah satu
pulau dari wilayah Kabupaten Minahasa Utara yang berada di Kawasan Taman Nasional Bunaken (TNB),
perekaman tanggal 19 Oktober 2014. Pulau ini memiliki empat kampung yang dikelilingi oleh tumbuhan
mangrove atau pohon bakau serta daerah terumbu karang yang cukup luas. Secara administrasi, pulau
Mantehage merupakan pulau yang berada di wilayah Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi
Sulawesi Utara yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Di pulau ini terdapat 4 kampung; Tangkasi, Buhias,
Tinongko dan Bango. Secara geografis Pulau Manterhage terletak di sebelah utara dari ujung Pulau Sulawesi
pada posisi 124°45’20’’BT dan 1°42’56’’LU. Pulau Mantehage terdiri dari pulau utama yang dikelilingi oleh
bakau yang luas, dimana luas bakau tersebut hampir sama dengan luas daratan pulau. Di pulau ini terdapat
Titik Dasar No TD.049 A dan Titik Referensi No TR.049 A.

Gambar 1. Lokasi Daerah Kajian


152
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu potensi laut yang ada di pulau ini. Pulau Mantehage
memiliki hamparan terumbu karang yang luas dan cukup menjanjikan apabila dikelola secara optimal.
Keanekaragaman jenis terumbu karang memiliki daya tarik pulau ini untuk dikembangkan. Mangrove (bakau)
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur, berlempung atau berpasir. Hutan
mangrove ditemukan di daerah pantai yang terlindung dan di muara sungai dengan ekosistem yang khas,
sedangkan di pantai-pantai curam yang berdinding batu tidak ditumbuhi mangrove. Hutan mangrove di pulau
ini cukup luas, hampir sama dengan luas daratan pulau Mantehage sendiri, sehingga adanya mangrove ini
memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama apabila dikembangkan dengan metode
pemanfatan yang lestari.
Aktivitas pengelolaan sumber daya sebagian besar (80%) penduduk bermata pencaharian nelayan dan
petani. Lahan di pulau ini cocok untuk tanaman pertanian seperti kelapa, jagung, ketela, dan tanaman palawija
lain. Jika tidak melaut, penduduk umumnya bekerja menggarap lahan yang mereka miliki dengan berbagai
tanaman, tetapi sejak adanya kawasan Taman Nasional Bunaken menjadi lebih bervariasi. Disamping usaha
pertanian dan perkebunan banyak penduduk beralih mata pencaharian seperti membuat cenderamata, tukang,
berusaha sebagai pengemudi taksi laut serta budidaya rumput laut. Lingkungan Mantehage merupakan salah
satu pulau dari gugusan pulau-pulau kecil yang berdekatan dengan kota Manado. Pulau ini memiliki bentuk
topografi yang datar sampai landai dengan tingkat kemiringan lereng yang tidak terlalu bervariasi, yaitu antara
0 – 5 %. Tipe pantai di perairan ini merupakan pantai dengan sebaran terumbu karang yang meluas, yang
ditumbuhi mangrove di sekelilingnya (KKP, 2017).

2.2 Pre-processing
Proses koreksi citra ini tidak dilakukan koreksi geometrik karena data yang diperoleh dari DigitalGlobe
berupa data dengan level 2A. Pada level ini citra sudah terkoreksi geometrik secara global dengan akurasi
ketelitian lokasi (CE 90) 6,5 m dengan perkiraan antara 4,6 s/d 10,7 m apabila di luar pengaruh terrain dan
off-nadir dan dapat meningkat menjadi 2,0 m jika menggunakan registrasi titik kontrol tanah. Apabila citra
ditampalkan dengan peta dasar Indonesia yaitu Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000, citra sudah
menampal dan tidak terjadi pergeseran secara signifikan pada kenampakan citra dan peta. Oleh karena itu,
tanpa dilakukan koreksi geometrik Citra Worldview-2 tetap dapat digunakan dalam penelitian dengan akurasi
geometri yang tinggi.
Pre-proccessing citra dilakukan pada aspek radiometrik untuk mendapatkan nilai pantulan sebenarnya dari
objek yang dikaji. Citra Worldview-2 yang diperoleh dari DigitalGlobe merupakan citra yang belum diolah
secara radiometrik dan nilai pikselnya berupa Digital Number (DN). Nilai piksel tersebut merupakan
perentangan nilai objek pada nilai digital 11 bit yang dimiliki satelit Worldview-2. Nilai piksel tersebut masih
berupa nilai digital hasil konversi banyaknya spektral cahaya yang memasuki satelit dan belum mengalami
pengolahan sehingga masih memiliki banyak gangguan. Koreksi radiometrik Top of Atmosfer (ToA) dilakukan
melalui dua tahap, tahap pertama adalah konversi nilai digital menjadi nilai spektral radian, dan tahap kedua
adalah konversi nilai spektral radian menjadi nilai spektral reflektan.
Tahap pertama yaitu mengkonversi nilai digital ke nilai spektral radian, pada proses ini diperlukan
informasi Gain dan Bias dari sensor di setiap band. Transformasi dilakukan berdasarkan kurva kalibrasi nilai
digital ke radian yang telah dihitung secara sistematik. Kalibrasi dilakukan sebelum sensor diluncurkan dan
tingkat akurasi menurun seiring dengan sensitivitas sensor yang berubah sepanjang waktu, sehingga diperlukan
kalibrasi ulang sensor. Metode untuk mengkalibrasi nilai digital menjadi nilai spektral radian (Lλ) ditunjukkan
oleh persamaan (1).

L =Gain*Pixel value + Offset …………………………………………………………………………………….... (1)

dimana Gain dan offset dalam unit W/(m2 * sr * µm), sehingga nilai radian juga dalam unit W/(m2 * sr *
µm).
Tahap kedua adalah mengkonversi nilai spektral radian ke nilai spektral reflektan. Langkah selanjutnya
adalah menormalisasi nilai irradiant dengan mengkonversi nilai spektral radian dengan mempertimbangkan
nilai cosinus akibat dari perbedaan sudut matahari dan nilai exoatmospherik irradiant dari perbedaan nilai
spektral di setiap band. Dengan demikian nilai reflektan exoatmospherik adalah kombinasi faktor
kelengkungan permukaan dan reflektan atmosfer yang dihitung menggunakan persamaan (2).

………………………………………………………………………….. (2)
153
Efek Penajaman Citra Terhadap Indeks Vegetasi (Nugroho)

dimana L adalah Radiance dengan satuan unit W/(m2 * sr * µm), d adalah Jarak Bumi-Matahari dalam satuan
astronomik, ESUN adalah solar irradiance dalam satuan W/(m2 * µm), dan  adalah sun elevation dalam
derajat.
Setelah citra diubah menjadi nilai reflektan maka tahapan selanjutnya adalah melakukan proses pemilihan
sampel lokasi pemrosesan dengan cara pemotongan citra menjadi ukuran 1.600x1.600 piksel untuk band
pankromatik dan 400x400 piksel untuk band multispektralnya, sehingga proses selanjutnya menjadi lebih
ringan dan cepat.

2.3 Pengolahan Citra


Setelah tahap pre-processing selesai maka tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan citra, seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2. Pada tahapan pengolahan citra ini dimulai dari melakukan proses perbesaran
dengan resize data multi spektral menjadi 16 kali ukuran sebelumnya dengan menggunakan Metode Nearest
Neighbor dengan harapan metode tersebut hanyalah mengalikan 16 kali ukuran sebelumnya tanpa melakukan
perubahan apapun. Tujuan dari resize ini sendiri adalah untuk membandingkan hasil dari berbagai metode
penajaman citra terhadap citra asli yang diwakili oleh citra multi hasil resize Metode Nearest Neighbor sebesar
16 kali.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Metode penajaman Gram-Schmidt didasarkan pada algoritma umum untuk vektor Gram-Schmidt
orthogonalization. Algoritma ini mengambil vector yang tidak ortogonal, lalu memutarnya menjadi ortogonal
yang lain. Sebagai contoh masing-masing band (pankromatik, merah, hijau, biru, dan inframerah) disesuaikan
dengan satu vektor berdimensi tinggi. Dalam metode penajaman Gram-Schmidt, langkah pertama adalah
membuat band resolusi rendah dengan menghitung rata-rata tertimbang band multispektral. Selanjutnya, band-
band ini saling berhubungan dengan menggunakan algoritma ortogonalisasi Gram-Schmidt, yang
memperlakukan setiap band sebagai vektor multidimensi. Simulasi band resolusi rendah digunakan sebagai
vektor pertama yang tidak ditransformasikan. Band pankromatik beresolusi rendah kemudian diganti dengan
band pankromatik beresolusi tinggi sehingga semua band kembali dalam resolusi tinggi (Han, 2008; Khan,
2009; Laben dkk., 1998).
NNDiffuse Pan Sharpening adalah metode untuk mempertajam data multispektral menggunakan algoritma
Nearest Neighbor Diffusion (NNDiffuse Pan Sharpening). NNDiffuse Pan Sharpening bekerja paling baik bila
fungsi respon spektral masing-masing band multispektral saling tumpang tindih satu sama lain, dan kombinasi
semua band multispektral mencakup rentang spektral band pankromatik. Berikut adalah persyaratan raster,
masukan untuk menjalankan algoritma NNDiffuse Pan Sharpening:
a. Ukuran piksel raster resolusi rendah harus merupakan kelipatan integral dari ukuran piksel raster resolusi
tinggi.
b. Bila raster memiliki informasi proyeksi, proyeksi harus berada dalam proyeksi yang sama.
c. Raster harus diselaraskan.

154
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

d. Pastikan pembatas garis batas, terutama di sudut kiri atas. Bila bergeser sampai dengan 0,5 piksel di antara
keduanya, akurasi penajaman akan terpengaruh. (Maurer, 2013; Palubinskas, 2013; Sun, 2014; Zhang,
2008)
Principal Component (PC) Spectral Sharpening digunakan untuk mempertajam resolusi multispektral band
dengan resolusi spasial rendah terhadap band beresolusi tinggi/pankromatik band. Algoritma ini
mengasumsikan bahwa band spektral resolusi spasial rendah dikorespondensikan sesuai dengan resolusi tinggi
band pankromatik. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan transformasi PC pada data multispektral.
b. Memasang kembali band PC 1 dengan band resolusi tinggi dan menskalakan band resolusi tinggi agar
sesuai dengan band PC 1, sehingga tidak terjadi distorsi pada informasi spektral. Metode penajaman
spektral PC mengasumsikan bahwa band PC pertama adalah perkiraan yang baik dari data pankromatik.
c. Melakukan transformasi terbalik.
d. Resampling data multispektral ke ukuran piksel resolusi tinggi dengan menggunakan teknik konvolusi
tetangga terdekat, bilinear, atau kubik (Alparone, 2008; Amro, 2011; Welch dan Ahlers, 1987).
Setelah tahapan resize dan penajaman citra maka tahapan selanjutnya adalah proses indeks vegetasi, dimana
dalam penelitian ini dipilih proses Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Setelah mendapatkan
semua nilai indeks vegetasinya maka tahapan terakhir adalah memasukkan semua data baik hasil resize, hasil
penajaman, dan hasil NDVI ke dalam satu layer untuk dilakukan analisis korelasi antar band terhadap citra
asli. Untuk lebih mudahnya dalam memahami alur penelitian ini maka akan disajikan diagram alir penelitian
sebagai berikut:

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penajaman citra diharapkan mampu meningkatkan resolusi spasial band multispektral (2 meter)
menjadi resolusi pada band pankromatik (0,5 meter). Selain resolusi yang meningkat perlu dilihat juga apakah
kualitas visual hasil penajaman citra tersebut benar-benar meningkat, ataukah hanya resolusi saja yang
meningkat tanpa meningkatnya kualitas visual citra. Dalam penelitian ini hasil penajaman metode NNDiffuse
menunjukkan kualitas visual yang terbaik dibandingkan metode yang lain baik pada band 1, 2, 3, 4, dan NDVI.
Untuk tampilan komposit RGB dan NirRG, metode NNDiffuse juga menunjukkan kenampakan visual terbaik.
Metode penajaman Gram-Schmidt hasilnya band 1, 2, dan 3 menunjukkan hasil visual yang bagus, namun
band 4 dan NDVI masih terlihat pecah-pecah. Metode PC Spectral Sharpening band 1, 2, dan 3 terlihat pecah-
pecah, band 4 dan NDVI berubah total secara visual. Untuk lebih mudah melihat hasil dari penajaman masing-
masing band dapat dilihat pada Tabel 2 untuk Band B1, Band 2, dan B3 serta Tabel 3 untuk Band 4, NDVI,
RGB, NirRG.

Tabel 2. Perbandingan Secara Visual Hasil Penajaman Citra untuk Band B1, Band 2, dan B3
Original GS NN PC

B1

B2

B3

155
Efek Penajaman Citra Terhadap Indeks Vegetasi (Nugroho)

Tabel 3. Perbandingan Secara Visual Hasil Penajaman Citra untuk Band 4, NDVI, RGB, NirRG
Original GS NN PC

B4

NDVI

RGB

NIrRG

Nilai indeks vegetasi pada umumnya dimanfaatkan untuk melakukan analisis terkait tingkat kerapatan
vegetasi, sehingga dalam penelitian ini dilihat lokasi-lokasi yang dominan tertutup vegetasi untuk
dibandingkan indeks vegetasi hasil penajaman terhadap indeks vegetasi citra asli yang diwakili oleh citra hasil
resize. Selain nilai indeks vegetasi juga dilihat perbandingan nilai reflektansi masing-masing band untuk
informasi tambahan. Adapun lokasi-lokasi yang dominan tertutup vegetasi dapat dilihat pada gambar dalam
Tabel 4.

Tabel 4. Lokasi-lokasi yang dominan tertutup vegetasi


No Lokasi Resize GS NN PC

Setelah dipilih empat lokasi yang dominan tertutup vegetasi tersebut tahapan selanjutnya adalah melihat
nilai korelasi dari citra hasil penajaman dibandingkan dengan citra asli. Nilai-nilai korelasi tersebut kemudian
dimasukkan dalam Tabel 5 untuk bisa dilakukan pengamatan.
156
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Tabel 5. Nilai Perbandingan Korelasi Citra Hasil Penajaman Terhadap Citra Asli

Lokasi Korelasi B1 B2 B3 B4 NDVI


1 GS 0,03 0,51 0,18 0,7 0,62
NN 0,25 0,5 0,61 0,7 0,69
PC 0,64 0,5 0,59 -0,8 -0,01
2 GS -0,1 0,31 -0,09 0,58 0,54
NN 0,37 0,54 0,65 0,56 0,61
PC 0,67 0,62 0,67 -0,63 -0,01
3 GS -0,01 0,21 0,1 0,41 0,43
NN 0,11 0,31 0,51 0,37 0,59
PC 0,65 0,55 0,63 -0,5 0
4 GS -0,1 0 0,11 0,38 0,55
NN 0,17 0,2 0,53 0,34 0,66
PC 0,69 0,44 0,64 -0,52 -0,01
Semua GS 0,53 0,58 0,59 0,94 0,95
NN 0,64 0,75 0,84 0,94 0,98
PC 0,86 0,81 0,85 -0,77 0

Tabel 5 menunjukkan untuk band 1,2,3, dan 4 mayoritas nilai korelasi tertinggi dihasilkan oleh metode
penajaman PC Spectral Sharpening, sehingga bisa disimpulkan bahwa secara spektral nilainya tidak banyak
berubah dibandingkan metode lain. Namun perlu diperhatikan korelasi NDVI hasil penajaman PC Spectral
Sharpening sangatlah tidak direkomendasikan untuk digunakan karena korelasinya sangat rendah sekali.
Disamping itu apabila dilihat secara visual pada Tabel 2, meskipun secara spektral menunjukkan korelasi yang
tinggi namun secara visual kualitas dari PC Spectral Sharpening masih kalah dibandingkan dengan metode
yang lain di mana citra hasil penajaman PC Spectral Sharpening masih terlihat kotak-kotak sehingga kurang
halus. Dari Tabel 4 dapat juga kita lihat bahwa korelasi NDVI yang tertinggi ditunjukkan oleh metode
penajaman citra NNDiffuse Pan Sharpening dimana dari seluruh lokasi sampel maupun keseluruhan citra
menunjukkan korelasi tertinggi. Dari lokasi sampel ke 1 sampai 4 meskipun metode NNDiffuse Pan
Sharpening menduduki posisi tertinggi namun angkanya tidak ada yang sampai 0,7 sehingga masih dikatakan
korelasinya tidak tinggi/menengah sehingga bisa dikatakan juga efek dari penajaman citra terhadap indeks
vegetasi bisa merubah nilainya sehingga alangkah baiknya untuk kajian indeks vegetasi tidak melakukan
proses penajaman citra dahulu.

4. KESIMPULAN

Dari kegiatan yang telah dilakukan, maka dapat dimbil kesimpulan bahwa penajaman citra baik metode Gram-
Schmidt, NNDiffuse Pan Sharpening, maupun PC Spectral Sharpening menunjukkan nilai korelasi yang tidak
tinggi terhadap citra asli, sehingga untuk kajian indeks vegetasi tidak disarankan untuk melakukan proses
penajaman citra.

5. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh personil Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare
LAPAN yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Tim Redaksi dan Tatik Kartika atas masukan dan koreksinya.

157
Efek Penajaman Citra Terhadap Indeks Vegetasi (Nugroho)

6. DAFTAR PUSTAKA
Alparone L., Aiazzi B., Garzelli A, Nencini F., dan Selva M. (2008). Multispectral and Panchromatic Data Fusion
Assessment Without Refrence. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 74, 93-200.
Amro, I., Meteos, J., Vega, M., Molina, R., dan Katsaggelos, A.K. (2011). A Survey of Classical Methods and New
Trends in Pansharpening of Mutispectral Images. Journal on Advances in Signal Processing, 79, 1-22.
DigitalGlobe, (2017). WorldView2 Data Sheet, diunduh 1 Agustus 2017 dari https://dg-cms-uploads
production.s3.amazonaws.com/uploads/document/file/98/DG_WorldView2_DS_PROD.pdf
Han, S.S., Li, H.T., dan Gu, H.Y. (2008). The Study on Image Fusion for High Spatial Resolution Remote Sensing Images,
Comparison and Analysis. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spasial
Information Sciences, Vol.XXXVII (Part B7), 1159-1163.
Khan, M.M., Alparone, L., dan Chanussot, J. (2009). Pansharpening Quality Assessment Using the Modulation Transfer
Functions of Instruments. IEEE Transsactions on Geoscience and Remote Sensing, 47 (11).
KKP. (2017). Mantehage, diunduh dari (http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-
pulau/index.php/public_c/pulau_info/300)
Laben, C. A., dan Brower, B. V. (2000). Process for Enhancing the Spatial Resolution of Multispectral Imagery Using
Pan Sharpening. US Patent Number 6,011,875, filed April 29, 1998, and issued January 4, 2000.
Lillesand, T., Kiefer, R.W., dan Chipman, J. (2007). Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley & Sons, Inc,
U.S.A., 6th Ed.
Maurer, T., (2013). How to Pan-Sharpen Image Using the Gram-Schmidt Pan-Sharpen Method-A Recipe. International
Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XL-1/W1, 239.244.
Palubinskas G., (2013). Fast, Simple, and Good Pan-Sharpening Method. German Aerospace Center DLR, Remote
Sensing Technology Institute.
Sun, W., Chen, B., dan Messinger, D.W. (2014). Nearest Neighbor Diffusion Based Pan Sharpening Algorithm for
Spectral Images. Optical Engineering, 53 (1).
Welch, R. dan Ehlers, W. (1987). Merging Multiresolution SPOT HRV and Landsat TM Data. Photogrammetric
Engineering & Remote Sensing, 53 (3), 301-303.
Zhang Y., (2008). Methods for Image Fusion Quality Assessment-A review, Comparison and Analysis, The International
Archives of the Photogrammetry, remote Sensig and Spasial Information Sciences, XXXVII (B7), 1101-1109.

158

Anda mungkin juga menyukai