Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman et, al., (2018) dengan judul
Perbedaan Unjuk Kerja Mesin Menggunakan Engine Control Unit (ECU) Tipe
Racing Dan Standar Pada Sepeda Motor Automatic. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan unjuk kerja mesin menggunakan Elecronic Control Unit tipe
racing dan tipe standar pada sepeda motor automatic. Penelitian dilakukan pada
kendaraan Honda Vario 125 cc tahun pembuatan 2013. Metode penelitian dengan
menggunakan metode experimental serta analisis data statistik deskriptif. Hasil
penelitian menunjukan bahwa diperoleh data torsi maksimal ECU standar sebesar
16.63 Nm pada putaran 3500 rpm, dan daya sebesar 6.36 kW pada putaran 4500
rpm. Sedangkan hasil pengujian mengunakan ECU Iquiteche diperoleh torsi
tertinggi sebesar 22.42 Nm pada putaran 2500 rpm, dan daya tertinggi sebesar 7.70
kW pada putaran 3500 rpm. Selain itu juga diketahui adanya peningkatan torsi
mesin sebesar 36.58% dan peningkatan daya sebesar 33.99%, sehingga penggunaan
ECU Iquiteche lebih efektif untuk meningkatkan unjuk kerja mesin pada kendaraan
jenis automatic.

Penelitian yang dilakukan oleh Setiyo dan Utoro (2017) dengan judul Re-
mapping Engine Control Unit (ECU) Untuk Menaikkan Unjuk Kerja Mesin Sepeda
Motor. Penelitian ini melakukan salah satu teknik pemetaan ulang (re-mapping)
pada Engine Control Unit (ECU) menggunakan ECU Stand Alone yang di
aplikasikan pada sepeda motor 130 cc injeksi untuk keperluan kompetisi. Metode
yang digunakan adalah dengan mengkombinasikan empat mapping bahan bakar
dan dua mapping bahan bakar yang diuji dengan model fuell factorial design. Hasil
dari pengujian menunjukan pola mapping BRT 3 dengan mapping injeksi bahan
bakar cenderung (lean combustion) dan waktu pengapian yang dimajukan
menghasilkan torsi tertinggi 11,57 Nm dan daya tertinggi 19,6 Hp. Pengaturan
ulang pada volume bahan bakar dan pengapian pada sistem injeksi sangat
berpengaruh untuk menghasilkan performa motor yang optimal.

Penelitian yang dilakukan Koirudin et, al., (2019) dengan judul Pengaruh
Penggunaan Speedspark Open Loper Terhadap Daya Dan Konsumsi Bahan Bakar
Pada Sepeda Motor Yamaha NMAX 155. Metode dalam penelitian ini adalah true
eksperimental dengan menggunakan uji analisis data paired sample. Penelitian
dilakukan di AHAS Asia Motor Pakisaji dengan pengambilan data pada putaran
mesin 4000-8500 Rpm dengan kelipatan 500 rpm terhadap daya dan konsumsi
bahan bakar sepeda motor. Hasil dari penelitian penggunaan speedspark open
looper memberikan efek terhadap daya dan konsumsi bahan bakar sepeda motor.
Daya yang dihasilkan dengan menggunakan speedpark open looper rata-rata
presentase peningkatan sebesar 15% daripada kondisi standar. Peningkatan daya
tertinggi terjadi pada putaran mesin 7500 rpm pada penggunaan speedpark open
loper 10,1% lebih boros dibandingkan standar. Konsumsi bahan bakar yang
menggunakan speedpark open looper cenderung meningkat (lebih boros) yang
menandakan komposisi bahan bakar dan udara lebih kaya atau terjadi penurunan
afr dari dengan rata-rata presentase peningkatan secara keseluruhan sebesar 2,8%
daripada standar.

Penelitian yang dilakukan Majid et. al., (2022) dengan judul Analisis
Performa Sepeda Motor Trail 150 Cc Dengan Menggunakan Electronic Control
Unit (ECU) Standar Dan Electronic Control Unit (ECU) Remapping. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui persentase perbandingan daya, torsi dan konsumsi
bahan bakar yang dihasilkan oleh sepeda motor trail 150 cc dengan menggunakan
Electronic Control Unit (ECU) standar dan Engine Control Unit (ECU) remapping.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen,
yaitu metode untuk mencari hubungan sebab akibat antara kedua faktor yang
sengaja ditimbulkan oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukan adanya
peningkatan daya, torsi dan konsumsi bahan bakar saat menggunakan ECU standar
memperoleh daya maksimum 12,7 HP menjadi 14,2 HP saat menggunakan ECU
standar remapping, untuk torsi maksimal saat menggunakan ECU standar
mendapatkan 12,7 Nm menjadi 12,52 Nm saat menggunakan ECU standar
remapping, untuk pengujian konsumsi bahan bakar diperoleh bahwa semakin tinggi
putaran mesin maka semakin tinggi juga konsumsi bahan bakar yang digunakan
untuk persentase perbandingan ECU standar dengan ECU standar remapping
konsumsi bahan bakar pada ECU standar remapping lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan Almanda dan Andrizal (2021) dengan judul


Pengaruh Penggunaan Variasi Busi Dan Bahan Bakar Pada Sepeda Motor Matic
110 Cc Terhadap Torsi Dan Daya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh
penggunaan variasi busi dan variasi bahan bakar terhadap torsi dan daya pada
sepeda motor matic 110 cc. Penelitian ini menggunakan tiga variasi busi yaitu busi
nikel,busi platinum, dan busi iridium dengan menggunakan jenis bahan bakar yaitu
pertalite dan pertamax. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang digunakan
untuk mencari tahu adanya perbedaan antara satu perlakuan berbeda pada satu
objek yang sama. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan bahan
bakar pertalite menggunakan busi nikel, platinum, dan iridium didapat hasil torsi
sebesar 9,62 Nm, 9,77 Nm, 9,62 Nm. Daya sebesar 6,29 kW, 6,41 kW, 6,29 kW.
Penggunaan bahan pertamax menggunakan busi nikel, platinum, dan iridium
didapat hasil torsi sebesar 9,67 Nm, 9,27 Nm, 9,83 Nm. Daya sebesar 6,34 kW,
6,26 kW, 6,44 kW. Hasilnya terdapat pengaruh yang tidak signifikan pada
perlakuan menggunakan busi nikel, platinum, iridium serta bahan bakar pertalite
dan pertamax.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Motor Bakar

Motor adalah gabungan dari alat-alat yang bergerak (dinamis) yang bila
bekerja dapat menimbulkan tenaga/energi. Sedangkan motor bakar adalah motor
yang sumber tenaganya diperoleh dari hasil pembakaran gas di dalam ruang bakar.
Motor bensin sendiri mempunyai pengertian dimana gas pembakarannya berasal
dari hasil campuran antara bensin dan udara dalam suatu perbandingan tertentu,
sehingga gas tersebut terbakar dengan mudah sekali di dalam ruang bakar, apabila
timbul loncatan bunga api listrik tegangan tinggi pada elektroda busi. Alat yang
mencampur bensin dan udara supaya menjadi gas pada motor bensin ini adalah
karburator (Wiratno et. al., 2012).

2.2.2 Motor 4 Langkah

Mesin 4 langkah merupakan mesin pembakaran dalam yang memilki siklus


kerja sebanyak 4 langkah, yaitu langkah hisap, langkah kompresi, langkah usaha,
dan langkah buang. Berikut cara kerja dari mesin 4 langkah yang terdiri dari
beberapa tahapan, diantaranya :

Gambar 2.1 Siklus Cara Kerja Mesin 4 Langkah

Sumber :(Gafar et, al., 2021)

1. Langkah Hisap
Pada langkah ini katup masuk terbuka kemudian piston bergerak ke Titik
Mati Bawah (TMB). Gerakan tersebut mengakibatkan tekanan yang rendah atau
terjadi kevakuman di dalam silinder. Karena campuran udara dan bahan bakar
terhisap masuk melalui katup masuk. Ketika piston hampir mencapai TMB, silinder
sudah berisi sejumlah campuran bahan bakar dan udara.
2. Langkah Kompresi
Setelah piston menyelesaikan langkah hisap, katup masuk menutup, piston
kembali ke TMA. Dengan kedua ktup hisap dan buang tertutup, campuran bahan
bakar dan udara yang berada dalam silinder di kompresikan. Akibat proses
kompresi tersebut, terjadi kenaikan suhu didalam silinder.
3. Langkah Usaha atau Ekspansi
Beberapa derajat sebelum TMA, busi memercikan bunga api. Api dari busi
tersebut membakar campuran bahan bakar dan udara. Sehingga campuran bahan
bakar dan udara terbakar kemudian mendorong piston bergerak menuju TMB.
4. Langkah Buang
Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMB, katup buang mulai
membuka. Piston mulai bergerak ke atas memompa sisa hasil pembakaran Hisap
Kompresi Usaha Buang melalui lubang katup buang. Ketika piston hampir
mencapai TMA, katup hisap mulai membuka dan bersiap dan bersiap untuk
memulai siklus berikutnya. (Gafar et, al., 2021)

2.3 Proses Pembakaran


Pembakaran adalah proses oksidasi yang sangat cepat antara bahan dan
oksidator dengan menimbulkan nyala dan panas. Bahan bakar merupakan subtansi
yang melepaskan panas ketika ketika dioksidasi dan secara umum mengandung
karbon, hidrogen, oksigen dan sulfur. Sementara oksidator adalah segala subtansi
yang mengandung oksigen yang akan bereaksi dengan bahan bakar (Vina Natalia,
2018).

Secara umum pembakaran didefisikan sebagai reaksi kimia atau reaksi


pesenyawaan bahan bakar bahan (02) sebagai oksidan dengan temperaturnya lebih
besar dari titik nyala. Mekanisme pembakarannya sangat dipengaruhi oleh dari
keseluruhan proses pembakaran dimana atom-atom dari komponen yang dapat
bereaksi dengan oksigen yang dapat membentuk produk yang berupa gas. Untuk
memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya komposisi gas
pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran) dibuat seideal
mungkin, sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa maksimal menekan torak
dan mengurangi detonasi. Komposisi bahan bakar dan udara dalam silinder akan
menentukan kualitas pembakaran dan akan berpengaruh terhadap performance
mesin dan emisi gas buang. Ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi pada
pembakaran mesin bensin, yaitu :

1. Pembakaran normal (sempurna), dimana bahan bakar dapat terbakar


seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Mekanisme
pembakaran normal dalam motor bensin dimulai pada saat terjadi loncatan
api busi. Selanjutnya api membakar gas yang berada disekelilingnya dan
menjalar ke seluruh bagian sampai semua partikel gas terbakar habis.
2. Pembakaran tidak sempurna (tidak normal), dimana sebagian bahan bakar
tidak ikut terbakar bersama-sama pada saat dan keadaan yang dikehendaki.
Pada pembakaran tidak sempurna terjadi 2 (dua) peristiwa, yaitu knocking
(ketukan) dan pre-ignition.

2.4 Sistem Bahan Bakar Injeksi (EFI)

Sistem bahan bakar injeksi atau Electronic Fuel Injection. Menurut Jama
dan Wagino (2008:276), sistem bahan bakar tipe injeksi merupakan langkah inovasi
yang sedang dikembangkan untuk diterapkan pada sepeda mesin. Tipe injeksi
sebenarnya sudah mulai diterapkan pada sepeda mesin dalam jumlah terbatas pada
tahun 1980-an, dimulai dari sistem injeksi mekanis kemudian berkembang menjadi
sistem injeksi elektronis. Sistem injeksi mekanis disebut juga sistem injeksi
kontinyu (K-Jetronic) karena injektor menyemprotkan secara terus menerus ke
setiap saluran masuk (intake manifold). Sedangkan sistem injeksi elektronis atau
yang lebih dikenal dengan Electronic Fuel Injection (EFI), volume dan
penyemprotannya dilakukan secara elektronik. Sistem EFI kadang disebut juga
dengan EGI (Electronic Gasoline Injection), EPI (Electronic Petrol Injection),
PGM-FI (Programmed Fuel Injection) dan Engine Management.

Penggunaan sistem bahan bakar injeksi pada sepeda motor komersil di


Indonesia sudah mulai dikembangkan. Salah satu contohnya adalah Yamaha
Vixion. Istilah sistem EFI pada Yamaha adalah YMJET-FI (Yamaha Mixture Jet
Fuel Injection) atau sistem bahan bakar yang telah terprogram. Secara umum,
penggantian sistem konvesional ke sistem EFI dimaksudkan agar dapat
meningkatkan unjuk kerja mesin dan tenaga mesin (power) yang lebih baik,
akselerasi yag lebih stabil pada setiap putaran mesin, pemakaian bahan bakar yang
ekonomis (irit), dan menghasilkan kandungan racun (emisi) gas buang yang ramah
lingkungan. (Bakeri dan Syarief, 2012)

2.4.1 Prinsip Kerja Sistem EFI


Prinsip utamanya ialah menentukan jumlah bahan bakar yang optimal/tepat
disesuaikan dengan jumlah dan temperatur udara yang masuk, kecepatan mesin,
temperatur air pendingin, posisi katup throttle, pengembunan oxygen di dalam
exhaust pipe, dan kondisi penting lainnya. Jumlah aliran/massa udara yang masuk
kedalam silinder melalui intake manifold diukur oleh sensor aliran udara (air flow
sensor), kemudian diinformasikan ke ECU (Engine Control Unit). Selanjutnya
ECU menentukan jumlah bahan bakar yang harus masuk kedalam silinder mesin.
Idealnya untuk setiap 14,7 gram udara masuk diinjeksikan 1 gram bensin dan
disesuaikan dengan kondisi panas mesin dan udara sekitar serta beban (Wahyu
Hidayat, 2012)

Istilah sistem injeksi bahan bakar (EFI) dapat digambarkan sebagai suatu
sistem yang menyalurkan bahan bakarnya dengan menggunakan pompa pada
tekanan tertentu untuk mencampurnya dengan udara yang masuk ke ruang bakar.
Pada sistem EFI dengan mesin berbahan bakar bensin, pada umumnya proses
penginjekan bahan bakar terjadi di bagian ujung intake manifold/manifold masuk
sebelum inlet valve (katup/klep masuk). Pada saat inlet valve terbuka, yaitu pada
langkah hisap, udara yang masuk ke ruang bakar sudah bercampur dengan bahan
bakar. Secara ideal, sistem EFI harus dapat mensuplai jumlah bahan bakar yang
disemprotkan agar dapat bercampur dengan udara dalam perbandingan campuran
yang tepat sesuai kondisi putaran dan beban mesin, kondisi suhu kerja mesin dan
suhu atmosfir saat itu. Sistem harus dapat mensuplai jumlah bahan bakar yang
bervariasi, agar kondisi operasi kerja mesin tersebut dapat dicapai dengan unjuk
kerja mesin yang tetap optimal.

Sistem EFI atau Electronic Fuel Injection dirancang agar bisa melakukan
penyemprotan bahan bakar yang jumlah dan waktunya ditentukan berdasarkan
infiormasi dari sensor-sensor. pengaturan koreksi perbandingan bahan bakar dan
udara sangat penting dilakukan agar mesin tetap beroperasi/bekerja dengan
sempurna pada berbagai kondisi kerjanya. Oleh karena itu, keberadaan sensor-
sensor yang memberikan informasi yang akurat tentang kondisi mesin saat itu
sangat menentukan unjuk kerja (perfomance) suatu mesin. Semakin lengkap sensor,
maka pendeteksian kondisi mesin dari berbagai karakter (suhu, tekanan, putaran,
kandungan gas, getaran mesin dan sebagainya) menjadi lebih baik. Informasi-
informasi tersebut sangat bermanfaat bagi ECU untuk diolah guna memberikan
perintah yang tepat kepada injektor, sistem pengapian, pompa bahan bakar dan
sebagainya (Jalius Jama Wagino, 2008).

2.4.2 Kontruksi Sistem EFI


Teknologi EFI, terdapat komponen utama berupa ECU dan komponen
pendukung seperti sensor yang berfungsi mendeteksi kondisi mesin dan kondisi
pengendaraan. Selain itu sensor berfungsi memberikan sinyal kepada ECU dan
akuator sebagai perangkat yang menerima sinyal untuk melakukan kinerja sistem
injeksi. Setiap jenis sepeda motor memilki komponen yang bebeda-beda. Menurut
Jama dan Wagino (2008:277), semakin banyak sebuah komponen berupa sensor
pada sistem injeksi maka akan semakin baik koreksi yang dibutuhkan dalam
pengaturan sistem pengapian maupun penginjekan bahan bakar agar dihasilkan
kinerja yang optimal.(Jalius Jama Wagino, 2008)

Gambar 2.2 Skema Sistem EFI Yamaha Vixion

Sumber : (Yamaha Motor, 2007)


Keterangan:

1. Pompa bahan bakar


2. FID (Fast idle soleneid)
3. Injektor
4. Filter udara
5. Koil
6. Throttle body
7. Colant temperature sensor
8. Unit throttle body sensor
9. ECU (Engine Control Unit)
10. Intake air temperature sensor
11. Lean angel sensor
12. Throttle position sensor
13. Cranshaft position sensor
14. Intake air temperature
2.4.3 Sensor-sensor Sistem EFI
Sistem Electronic Fuel Injection menggunakan berbagai sensor dalam
mendeteksi mesin sesuai dengan kondisi pengendaraan (Hidayat, 2012). Sensor
pada sistem EFI berfungsi untuk mendeteksi kondisi mesin melalui sinyal-sinyal
yang dikontrol ECU untuk mengatur sistem bahan bakar dan pengapian.

Adapun beberapa sensor-sensor pendukung pada sistem EFI, antara lain :

1. IAT (Intake Air Temperature)

Sensor IAT berfungsi mendeteksi suhu udara dan memberi masukan ke


ECU mengenai kondisi temperatur udara yang masuk melewati throttle body
(Hidayat, 2012:118). Dari suhu udara yang masuk, ECU akan mengontrol jumlah
bahan bakar yang dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan temperatur udara.

2. TPS (Throttle Position Sensor)

Sensor posisi throttle terpasang dibagian throttle body dengan prinsip kerja
merubah sudut pembukaan throttle menjadi tegangan ke ECU untuk menghentikan
aliran bahan bakar dan menambah suplai bahan bakar (Hidayat, 2012:140). Selain
itu juga dapat mendeteksi besarnya putaran throttle untuk mengatur waktu
pengapian.

3. MAP sensor (Manifold Absolute Pressure)

Sensor MAP bekerja berdasarkan tekanan pada intake manifold dengan


memberi masukan ke ECU, jika tekanan udara (02) yang masuk lebih padat maka
membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak. (Hidayat, 2012:118).

4. CKP (Cranshaft Position Sensor)

CKP terletak dibagian blok mesin samping poros engkol digunakan untuk
mendeteksi letak posisi poros engkol. Sensor CKP memberi masukan ke ECU
terhadap posisi dan kecepatan putaran mesin, semakin tinggi putaran mesin akan
membutuhkan pembukaan injektor yang lebih cepat (Hidayat, 2012:118). Sensor
ini berfungsi untuk menandakan saat penginjekan dan menentukan saat pengapian
terjadi.

5. Colant Temperature Sensor

Berfungsi untuk mendeteksi suhu oli mesin dan memberi masukan ke ECU
kondisi suhu mesin (Hidayat, 2012:118). Suhu dari mesin digunakan untuk ECU
mengkoreksi banyaknya bsemprotan bahan bakar sesuai kondisi mesin. Apabila
temperatur mesin dalam kondisi rendah maka penguapan bahan bakar juga rendah
sehingga diperlukan penambahan suplai bahan bakar. (Wahyu Hidayat, 2012)

2.5 ECU (Engine Control Unit)

Engine Control Unit atau istilah lainnya Engine Control Module merupakan
komponen sistem injeksi yang bertugas mengatur kerja dari akuator berdasarkan
masukan dari sensor-sensor. Menurut Renuraman dan Karthick (2015:40), kontrol
mesin jenis unit kontrol elektronik berfungsi mengontrol berbagai akuator pada
sistem injeksi untuk memastikan kinerja mesin menjadi optimal dengan membaca
nilai dari banyak sensor pada mesin, menafsirkan data, dan meggunakan peta
kinerja, dan menyesuaikan akuator sesuai dari output sensor. Pada selanjutnya ECU
mengolah sinyal tersebut untuk menghitung dan menetukan waktu dan lamanya
injektor menyemprotkan bahan (Jalius Jama Wagino, 2008). Perkembangan sistem
injeksi selain mengatur sistem bahan bakar tetapi juga dapat mengatur sistem
pengapian dengan menentukan waktu pengapian sesuai dengan kondisi kerja mesin.
(Wahyu Hidayat, 2012)

Engine Control Unit (ECU) terdiri dari mikrokontroller yang bekerja dalam
mengolah data input dari masing-masing sensor kemudian mengolahnya untuk
disesuaikan dengan kebutuhan pada mesin. Tugas ECU dalam mengolah data
sistem injeksi melalui sinyal-sinyal yang dideteksi oleh sensor-sensor, kemudian
sinyal tersebut akan diproses oleh ECU dan diteruskan ke akuator untuk melakukan
kerja. ECU akan merima informasi sinyal-sinyal tersebut untuk menentukan jumlah
bahan bakar yang disemprotkan oleh injektor setiap kondisi mesin sehingga
campuran bahan bakar yang diterima dapat mendekati campuran yang paling ideal.

Sensor Akuator
Engine Control Unit
(ECU)
Gambar 2.3 Diagram Prinsip Kerja ECU

Sumber : (Wahyu Hidayat, 2012)

2.5.1 ECU Standar


ECU standar memilki fungsi untuk mengatur kinerja akuator melalui sinyal-
sinyal yang diberikan oleh sensor pada sistem injeksi sesuai standarnya. Sistem ini
dapat menghasilkan perbandingan bahan bakar dan udara lebih optimal demgan
didukung oleh microprocesor berfungsi mengatur volume injeksi bahan bakar
sesuai kondisi pengendaraan yang dideteksi oleh bermacam sensor-sensor sehingga
dapat menurunkan konsumsi bahan bakar dan mengurangi emisi gas buang.
(Yamaha Motor, 2007)

Gambar 2.4 ECU Standar Yamaha Vixion

Sumber : (Yamaha Motor, 2007)

2.5.2 ECU Juken


ECU Juken merupakan produk dari BRT (Bintang Racing Team) yang
dilengkapi dengan dua buah mikro komputer yang dirancang untuk menyetting
sistem injeksi. ECU ini memiliki 2 mode mapping yaitu mode akselerasi untuk
power dan ekonomis digunakan untuk menghemat bahan bakar. ECU Juken
dirancang menggunakan remot yang berfungsi untuk mempermudah dalam
menyetting pada sistem injeksi, ECU Juken memiliki kemampuan dapat mengatur
waktu pengapian, waktu penginjeksian, durasi penginjekan, memiliki limiter untuk
mengatur batasan putaran mesin, dan lain-lain. (BRT, 2013)
Gambar 2.5 ECU Juken

Sumber : (BRT, 2013)

Menurut (BRT, 2013) terdapat beberapa fitur keunggulan ECU Juken antara
lain :

a. Dilengkapi remote programer yang dapat mengatur parameter koreksi


mapping injeksi, kurva pengapian, batasan putaran mesin, waktu
penyemprotan, dan kalibrasi TPS (Throttle Position Sensor).
b. Tedapat E-MAP (Easy Map) yaitu fitur mapping injeksi dengan teknik
offset global dapat memudahkan untuk pengguna awam (pemula) dalam
menyetting injeksi dengan cepat.

Kelemahan ECU Juken antara lain: kurangnya tenaga ahli dalam


menyetting, harga komponen yang cukup mahal, dan sensitif terhadap perangkat
kelistrikan.

2.6 Waktu Pengapian (Ignition Timming)

Penentuan ignition timming yang tepat merupakan faktor yang sangat


penting untuk mendapatkan kinerja motor yang optimal. Pada mesin pembakaran
dalam proses pembakaran campuran bahan bakar dan udara terjadi didalam silinder
sehingga bisa menghasilkan tenaga. Untuk menghasilkan proses pembakaran yang
sempurna, maka proses penyalaan harus terjadi pada saat yang tepat, sehingga pada
sistem penyalaan ini terdapat proses yang dinamakan waktu pengapian (ignition
timming). Penentuan ignition timming yang tepat merupakan faktor yang sangat
penting untuk mendapatkan kinerja motor yang optimal (Sukarno dan Adhitya
Randa Asier, 2017). Spesifikasi waktu pengapian untuk motor standar pada putaran
rendah (1000-3000 rpm) percikan bunga api terjadi pada 8°-15° sebelum TMA,
pada putaran menengah sampai tinggi (4000 ke atas) percikan api terjadi pada 25°-
30° sebelum TMA (Wahyu Hidayat, 2012). Untuk dapat mengontrol saat pengapian
pada sepeda motor dengan sistem EFI yang tepat sesuai dengan putaran mesin
diperlukan suatu alat untuk mengubah dan mengatur maju mundurnya waktu
pengapian. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka dibutuhkan ECU yang dapat
diprogram untuk menyesuaikan waktu pengapian. (Hartono et, al., 2018)

Sepeda motor dengan sistem EFI mengganti komponen ECU standar


dengan ECU aftermarket memiliki mode pengapian yang tepat serta dapat
membantu pengaturan ulang waktu pengapian agar sesuai dengan putaran mesin
rendah, sedang, maupun tinggi sampai daya yang dicapai dapat mengalami
peningkatan dibandingkan standarnya. Waktu pengapian didapat berdasarkan
masukan dari sensor putaran mesin, sensor CKP (Cranshaft position sensor), dan
posisi throttle gas untuk mengatur saat pengapian dari berbagai kondisi mesin.
(Sugiarto et, al., 2018)

2.7 Durasi Penginjekan

Durasi penginjekan adalah rentan waktu saat injektor menginjekan bahan


bakar sesuai dengan pengaturan pada ECU dengan membandingkan kebutuhan
mesin. Menurut Jama dan Wagino (2008:289), seiring dengan naiknya putaran
mesin, maka lamanya penyemprotan akan bertambah karena bahan bakar yang
dibutuhkan semakin banyak. Lamanya durasi penginjekan sangat menentukan
jumlah bahan bakar dan proses pembakaran di ruang bakar sehingga dapat
mempengaruhi performa yang dihasilkan oleh mesin. (Arif et, al., 2017)

Dengan menggunakan ECU aftermarket, durasi injeksi dapat disetting dan


disesuaikan pada kondisi mesin saat bekerja. Durasi injeksi dikontrol ECU
berdasarkan sinyal-sinyal yang diperoleh dari sensor (TPS) throttle position sensor,
(IAT) intake air temperature sensor, lean angle sensor dan coolant temperature
sensor. (Yamaha Motor, 2007)
2.8 Parameter Performa Mesin

1. Daya Mesin

Daya motor merupakan salah satu parameter dalam menentukan performa


motor. Perbandingan perhitungan daya terhadap berbagai macam motor tergantung
pada putaran mesin dan momen putar itu sendiri, semakin cepat putaran mesin, rpm
yang dihasilkan akan semakin besar sehingga daya yang dihasilkan juga semakin
besar, begitu juga momen putar motornya, semakin banyak jumlah gigi pada roda
giginya semakin besar torsi yang terjadi. Dengan demikian jumlah putaran (RPM)
dan besarnya momen putar atau torsi mempengaruhi daya motor yang dihasilkan
oleh sebuah motor. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros,
dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Dengan demikian besar daya poros
itu adalah :

2𝜋 . 𝑛 . 𝑇
P= (kW)...........................(Sumber :(Mulyono et, al., 2014)
6000

Dimana:
P = Daya (Kw)
T = Torsi (Nm)
N = Putaran mesin (rpm)
2. Torsi Mesin

Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja, jadi torsi
adalah satu suatu energi, torsi dapat diperoleh dari hasil kali antara gaya dengan
jarak. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

T = F x s...........................(Sumber :(Mulyono et, al.,., 2014)


Dimana :
T = Torsi
F = gaya sentrifugal (N)
s = jarak (s)
3. Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar mf dapat diartikan sebagai jumlah bahan bakar yang
dipergunakan. Konsumsi bahan bakar sepesific atau spesific fuel consumption
(SFC) adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai
ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah
bahan bakar yang dibutuhkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. SFC
ditentukan dengan rumus :

𝑚𝑓
SFC = ...........................Sumber :(Mulyono et, al., 2014)
𝑃

Dimana :
SFC = Konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kWh)
Mf = Konsumsi bahan bakar (kg/jam)
P = daya (kW)
Besarnya laju aliran bahan bakar massa bahan bakar (mf) dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :

𝑝 x V𝑓x10³
Mf = ...........................(Sumber :(Mulyono et, al., 2014)
𝑡𝑓

Dimana :
Mf = Konsumsi bahan bakar (kg/jam)
Sgf = Bensin adalah 0.715 gr/ml
Vf = Volume bahan bakar diuji (ml)
Tf = Waktu untuk menghabiskan yang diuji (detik)

Anda mungkin juga menyukai