Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROSES PEMBENTUKAN GENDER, MASKULINITAS, DAN


FEMININITAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Gender pada
Program Studi Pendidikan agama Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Yustina Yuliasari, M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Hilya Maulidiyyatussholihah 22210010
Muhammad Ridwan Kautsar 22210027
Muhammad Wildan Fadilah 22210025
Risma Nopia 22210015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MUSADDADIYAH GARUT

2024/2025
A. Fenomena
1. Sejarah Gender, Maskulinitas, dan Femininitas

Gender adalah suatu konsep atau teori untuk membedakan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya yang dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman. Adapun istilah gender dengan seks (jenis kelamin) memiliki
perbedaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Aan Oskley, yakni seks merupakan
perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis dari seorang laki-laki dan perempuan yang
merupakat sebuah kodrat.1

Sedangkan gender digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan pria dan


wanita dasri aspek sosial dan budaya. Istilah gender dipakai untuk mengidentifikasi
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki berdasarkan social construction yang
tergambar dan berasal dari keluarga. Perbedaan biologis membentuk opini bahwa
seorang perempuan selalu bersifat lemah lembut dan bukan pengambil keputusan,
sebaliknya laki-laki bersifat kuat dan pengambil keputusan. Anggapan dan watak
tersebut sudah terdoktrin begitu kuat sehingga menciptakan sugesti bahwa posisi
perempuan lebih lemah (subordinat), sedangkan laki-laki lebih kuat (superior).2

Ini membuktikan adanya kesalahpahaman yang dibentuk oleh konstruksi


sosial yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Kesalahpahaman pada
pengertian gender dapat menimbulkan adanya perbedaan peran antara perempuan
dan laki-laki, seakan-akan peran tersebut merupakan sesuatu yang di idalam
Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender merupakan suatu konsep
kultural yang berkembang pada masyarakat dan membuat adanya perbedaan dalam
hal peran, perilaku, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan.3
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman seseorang mengenai

1
Ratna Saptari, Bigritte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi
Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 1997), Hlm. 89.
2
Romany Sihitie, Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan, (Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2007),
Hlm. 230.
3
Helen Tierney, Women’s New World Dictionary, (New York: Webster’s New World Clevenland,
1984), Hlm. 561.

1
pengertian gender, berawal dari pemahaman gender yang ditanamkan dalam
keluarga, masyarakat dan agama.

Istilah peran gender pertama kali muncul di media cetak pada tahun 1955.
Sementara itu, istilah identitas gender digunakan pada sebuah pernyataan pers pada
21 November 1966 yang mengumumkan sebuah klinik baru bagi transeksual di
Rumah Sakit Johns Hopkins. Sejarawan gender juga tertarik pada bagaimana
perbedaan gender dipersepsikan pada waktu dan tempat yang berbeda, biasanya
dengan asumsi bahwa perbedaan tersebut disatukan secara sosial. Susunan atau
pembuatan sosial gender ini sepanjang waktu direpresentasikan sebagai perubahan
dalam norma-norma perilaku bagi laki-laki atau perempuan. Para sejarawan ini
mempelajari sejarah gender dengan mencatat perubahan norma pada manusia dari
waktu ke waktu, dan menafsirkan aspek perubahan tersebut mengenai iklim,
sosial,kultur, politik yang lebih luas. Sehingga tidak heran bila pengertian gender
saat ini lebih luas dan fleksibel, bahkan masih menjadi topik pembahasan.4

Kemudian, karakteristik maskulinitas biasanya terdapat pada anak laki-laki


maupun pria dewasa. Pada laki-laki sering kali dibuat perbandingan mengenai pria
sangat maskulin, maskulin maupun tidak maskulin. Konsep maskulinitas cukup
bervariasi. Tergantung sejarah dan budayanya. Pada abad ke-19, seseorang yang
suka berdandan baik pria maupun wanita dipandang bersifat masukin namun dalam
standar modern disebut feminim. Ronald F. Levant dalam bukunya Masculinity
Reconstructed menjelaskan bahwa terdapat sifat-sifat khas pada seseorang yang
dianggap maskulin diantaranya menghindari sifat kewanitaan, membatasi emosi,
ambisius, mandiri, kuat dan agresif.5

Sifat-sifat ini memperkuat peran gender yang dikelompokkan menurut jenis


kelamin pria maupun wanita karena sebagian besar pria bersifat maskulin.
Sebaliknya, sebagian besar wanita bersifat feminim. Studi tentang maskulinitas

4
Tersedia di : https://plus.kapanlagi.com/arti-gender-pengertian-secara-umum-sejarah-dan-macam-
macamnya-923623.html?page=2 . Diakses Pada 26 Februari 2024 Pukul 11:44.
5
Levant, Ronald F.; Kopecky, Gini (1995). Masculinity reconstructed: changing the rules of
manhood—at work, in relationships, and in family life. New York: Dutton. ISBN 978-0452275416.

2
mendapat perhatian yang meningkat pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Di
Amerika Serikat, mata kuliah maskulinitas meningkat dari 30 menjadi lebih dari
300 mata kuliah. Hal ini telah memicu berbagai penelitian tentang maskulinitas dan
pada akhirnya bidang ini berkembang lebih luas. Lahirnya teori-teori diskriminasi
sosial, konstruksi sosial dan perbedaan gender merupakan perkembangan dari
bidang studi ini.6

Adapun, teori feminis bisa ditandai sebagai buah pemikiran yang lahir dari
friksi sosial yang kemudian turut menyemarakkan modernitas dan menyeruak di
dunia akademis Barat sejak tahun 60-an dalam nuansa borjuis liberal, di mana
masyarakat mau tak mau harus mengubah pemahamannya tentang konsep gender
dan warga negara dalam menjawab tuntutan- tuntutan kaum feminis. Bersamaan
dengan berkembangnya kondisi sosial. Zamannya, feminisme kemudian merubah
tuntutan-tuntutan berdasarkan arah kebutuhan dalam kehidupan kaum perempuan
yang lebih berkeadilan.

Pada abad ke-14 sudah mulai ditemukan gagasan-gagasan dari para penulis
perempuan yang berusaha mempertanyakan tempat (posisi) mereka di dunia sosial
dan menentang ide-ide tentang feminitas yang dianggap wajar dan berlaku ketika
itu. Kajian dan penulisan tentang persoalan sosial yang mengabaikan kehadiran
perempuan tersebut tidak melulu dilakukan oleh perempuan sendiri seperti; Judith
Butler, Wolstoncraft dan Simone de Beauvoir, namun juga oleh banyak feminis
laki-laki sebagaimana John Stuart Mill, Karl Marx, Mao Se Tung, Michel Foucault
dan Sigmund Freud.7

2. Pengertian Gender, Maskulinitas, dan Femininitas

Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris, gender, berarti “jenis kelamin”.8
Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang

6
Flood, Michael (2007). International encyclopedia of men and masculinities. London New York:
Routledge. hlm. viii. ISBN 9780415333436.
7
Marx dan Engels, 1984, The Origins of the family, private Property and the state, London: Penguin.
8
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XII, (Jakarta: Gramedia, 1983),
Hlm. 265

3
tampak anatara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. 9
Didalam Women’s Studies Encyclopedia dijelasakan bahwa Gender adalah suatu
konsep kultural yang serupa membuat perbedaan (Distinction) dalam hal peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempauan
yang berkembang dalam masyarakat.10

Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: An Introduction
mengartikan gender sebagai harapan – harapan budaya terhadap lakilaki dan
perempuan. ( Culture exspectation for women and men). Misalnya sejalan dengan
apa yang dikatakan Mansour Fakih bahwa perempuan dikenal dengan lemah
lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan,
misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan
perkasa. Perubahan ciri dan sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ketempat lain.11

Demikian pula Ahmad Baidowi mengutip pendapat Ann Oskley, yang


berpendapat bahwa gender adalah sifat dari laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial dan kultural, sehingga tidak identik dengan seks.
Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L.
Linsey, yang mengangap semua ketetapan masyarakat prihal penentuan seseorang
sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk dalam bidang kajian gender. H.T.
Wilson dalam sex dan gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan
kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lakilaki dan
perempuan. Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar perbedaan
laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi social-budaya. Ia menekankannya

9
Victoria Neufealdt (ed), Webster’s New World Dictionary, (New York: Webster‟s New World
Clevenland, 1984), Hlm. 561
10
Helen Tierney (ed), Women Studies Encyclopedia, Vol. I, (New York: Green Wood Press, tt),Hlm.
153.
11
Priyo Soemandoyo,Wacana Gender & Layar Televisi: Studi Perempuan Dalam Pemberitaan
Televisi Swasta, (Yogyakrta: LP3Y,1999), h. 58-59, Lihat juga dalam buku Mufida, Ch,
Paradigma Gender (Edisi Revisi), (Malang: Bayu Media Publishing, 2004), Hlm. 4.

4
sebagai konsep analisis (An analytic concept) yang dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu. Sedangkan Nasaruddin Umar dkk, gender diartikan semata-
mata merujuk pada karakteristik-karakteristik social, seperti perbedaan dalam gaya
rambut, pola pakaian, jenis pakaian dan aktifitas lain yang secara kultural
dipelajari.12

Meskipun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar


Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khusunya di kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “ Gender”. Gender
diartikannya sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin
yakni laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan
pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.

Dari berbagai defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi sosial-budaya yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman dengan demikian gender dalam arti ini mendefinisikan lakilaki dan
perempuan dari sudut non-biologis.

Kemudian, terminologi maskulinitas sama halnya jika berbicara mengenai


feminin. Maskulinitas merupakan suatu konsep yang hadir sebagai konstruksi
sosial. Maskulinitas dan feminitas bukan milik pribadi namun merupakan properti
struktural dan feminin. (Wibowo, 2013 : 159) bila melihat pernyataan Wibowo
maskulinitas merupakan konstruksi sosial yang berakar dari jaman dahulu hingga
kini tanpa masyarakatpun menyadari bahwa maskulintas ataupun feminitas
hanyalah sebuah konsep. Zanden dalam Wibowo mencoba mendefinisikan
mengenai maskulinitas. Menurutnya maskulinitas sebagai nilai yang bersifat laki-
laki yaitu keras, kuat, dan mandiri. Dari kedua pemaparan tersebut Wibowo
menyimpulkan bahwa pada dasarnya maskulinitas adalah suatu nilai yang dekat
dengan stereotipe laki-laki. (Wibowo, 2013 : 158).

12
Nasaruddin Umar, Suparman Syukur dkk., Bias Gender Dalam Pemahaman Islam, (Yogyakrta:
Gema Media, 2002), Hlm. 3.

5
Dari pemaparan Wibowo peneliti beranggapan bahwa maskulinitas erat
kaitannya dengan laki-laki, serta sterotipe yang dimiliki oleh laki-laki. Maskulin
merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Laki-laki tidak
dilahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk
oleh kebudayaan. Hal yang menentukan sifat perempuan dan laki-laki adalah
kebudayaan (Barker, dalam Nasir, 2007:1). Secara umum, maskulinitas tradisional
menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi,
kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara
yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal,
kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak (Barker,
Nasir, 2007: l).13

Sifat kelelakian berbeda-beda dalam setiap kebudayaan. Maskulinitas itu


sendiri dikonstruksi oleh kebudayaan. Konsep maskulinitas dalam budaya Timur
seperti di Indonesia dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Ketika seorang anak laki-
laki lahir ke dunia, maka telah dibebankan beragam norma, kewajiban dan
setumpuk harapan keluarga terhadapnya. Berbagai aturan dan atribut budaya telah
diterima melalui beragam media yaitu ritual adat, teks agama, pola asuh, jenis
permainan, tayangan televisi, buku bacaan, petuah dan filosofi hidup. Hal-hal
sepele yang terjadi sehari-hari selama berpuluh tahun yang bersumber dari norma-
norma budaya telah membentuk suatu pencitraan diri dalam kehidupan seorang
laki-laki. Kondisi ini dapat dilihat dari selera dan cara berpakaian, penampilan,
bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan, ekspresi verbal
maupun non verbal hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai (Vigorito & Curry,
1998: 1).14

Adapun, feminisme (tokohnya disebut feminis) adalah sebuah gerakan


perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.
Feminisme tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya. Feminisme tidak

13
Craig, Stave. 1994. Men, Masculinity And The Media. Canadian Journal of Communication. Vol
19. No. 2.
14
Kaufman, Michael. 2006. Psychology of Men and Masculinities. Masculinity is not in our genes,
it’s in our imaginations. Psychology, 431, Spring. 2006

6
berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal.
Itu sebabnya, tidak ada abstraksi pengertian secara spesifik atas pengaplikasian
feminisme bagi seluruh perempuan disepanjang masa. Pengertian feminisme itu
sendiri menurut Najmah dan Khatimah Sai’dah dalam bukunya yag berjudul Revisi
Politik Perempuan (2003:34) menyebutan bahwa feminisme adalah suatu kesadaran
akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi bik dalam
keluarga, di tempat kerja, maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar akan
laki-laki maupun perempua untuk mengubah keadaan tersebut secara leksikal.
Feminisme adalah gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum
perempuan dan laki-laki.

Pengertian feminisme dapat berubah dikarenakan oleh pemahaman atau


pandangan para feminis yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya,
serta tingkat kesadaran persepsi dan perilaku. Bahkan diantara perempuan denga,n
jenis-jenis yang hampir mirip terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan,
mengenai pemikiran feminis, sebagian didasarkan atas alasan (misalnya akar
kebudayaan) patriarkhi dan dominasi laki-laki, dan sampai resolusi final atas
perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan kelas, latar
belakang, ras, dan gender.15

3. Peran Gender, Maskulinitas, dan Femininitas

Peran Gender adalah peran-peran dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh


perempuan dan laki-laki karena jenis kelamin mereka berbeda. Peran seorang ibu
dan ayah, misalnya, melekatkan hak dan kewajiban untuk mengasuh anak-anak dan
mencarikan nafkah bagi keluarga. Kedua perangkat peran tersebut dihubungkan
dengan perilaku-perilaku dan konsekuensinya adalah nilai-nilai sosial. Apabila
individu-indiviidu tidak melaksanakan peran gendernya sesuai dengan harapan-
harapan masyarakat, mereka akan mendapatkan sangsi yang cukup serius. Namun,
alokasi tugas-tugas dan nilai-nilai tersebut sangat bervariasi di berbagai budaya,

15
Tersedia di : https://repository.usm.ac.id/files/skripsi/G31A/2014/G.331.14.0069/G.331.14.0069-
05-BAB-II-20180708040009-FEMINISME-LIBERAL-DALAM-FILM-KARTINI.pdf.
Diakses Pada 26 Februari 2024. Pukul 12:54.

7
komunitas dan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa peran gender itu dikonstruksikan oleh budaya yang dipengaruhi oleh struktur
ekonomi dan politiknya.

Peran gender merujuk pada peran yang dikonstruksikan masyarakat dan


perilaku-perilaku yang dipelajari serta harapan-harapan yang dikaitkan pada
perempuan dan pada laki-laki. Perempuan dan laki-laki secara biologis berbeda.
Kebudayaan kemudian menafsir dan mengurai perbedaan yang dibawa dari lahir ini
ke dalam sejumlah pengharapan masyarakat tentang perilaku dan tindak kegiatan
yang dianggap pantas bagi perempuan dan laki- laki serta hak, sumber daya, dan
kekuasaan yang layak mereka miliki. Seperti perempuan yang ditempatkan dalam
wilayah domestik tersebut telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan
yang tersosialisasi di masyarakat bahwa kaum perempuan harus bertanggung jawab
atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sedangkan laki-laki tidak harus
bertanggung jawab, dan bahkan banyak tradisi secara adat dilarang terlibat dalam
urusan pekerjaan domestik. Oleh karenanya, tipologi beban kerja perempuan tidak
berkurang walaupun si perempuan juga bekerja di sektor publik. Hal ini disebabkan
selain bekerja di luar (publik), perempuan juga masih harus bertanggung jawab atas
keseluruhan pekerjaan domestik.16

Peran gender yang tidak seimbang disebabkan oleh persepsi terhadap peran
gender dari masing-masing individu yang akar permasalahannya berasal dari
kesenjangan sosiologis kultural di tingkat keluarga dan masyarakat lokal. Persepsi
pembagian peran gender dalam keluarga terdiri persepsi terhadap peran gender
dalam sektor domestik, dan persepsi terhadap peran gender dalam sektor publik-
sosial.

Persepsi peran gender dalam sektor domestik, ,diantaranya sebagai berikut :17

16
Kasiyan, Manipulasi dan dehumanisasi perempuan dalalam iklan (Yogyakarta: Ombak, 2008)
17
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, & UNFPA, Bunga Rampai: Panduan dan n
Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional,
rta:2005).

8
1) Contoh laki-laki dan perempuan mempersepsikan peran memperbaiki alat,
memelihara peralatan rumah, dan menggunakan sarana sebagai peran yang
lebih baik dilakukan oleh laki-laki.
2) Contoh laki-laki dan perempuan mempersepsikan peran berbelanja bahan
makanan dan memasak serta menyiapkan makanan dan keperluannya sebagai
peran yang lebih baik dilakukan oleh perempuan.
3) Contoh laki-laki dan perempuan mempersepsikan peran pengasuhan anak,
membersihkan lingkungan rumah, perencanaan dan pengaturan keuangan,
pengambilan keputusan dalam keluarga, domestik subsisten, merawat
kesehatan, dan menyediakan air sebagai peran yang lebih baik dilakukan baik
laki-laki maupun perempuan (netral).
Adapun , persepsi peran gender dalam sektor publik-sosial, diantaranya sebagai
berikut :18
1) Contoh laki-laki mempersepsikan peran mencari nafkah utama sebagai peran
yang lebih baik dilakukan oleh laki-laki, sedangkan contoh perempuan
mempersepsikan peran tersebut sebagai peran yang lebih baik dilakukan
perempuan.
2) Contoh laki-laki maupun perempuan mempersepsikan peran mencari nafkah
tambahan sebagai peran yang netral, yaitu dilakukan oleh laki-laki ataupun
perempuan.
3) Contoh perempuan mempersepsikan aktivitas sosial kemasyarakatan sebagai
peran yang lebih baik dilakukan baik laki-laki maupun perempuan (netral),
tetapi contoh perempuan mempersepsikan peran tersebut sebagai peran yang
lebih baik dilakukan oleh laki-laki.

Kemudian, Peran maskulinitas dalam masyarakat juga merupakan topik yang


kompleks dan beragam, sangat dipengaruhi oleh budaya, sejarah, dan nilai-nilai
yang dianut oleh suatu masyarakat. Maskulinitas umumnya merujuk pada sifat-
sifat, karakteristik, dan peran yang sering kali diidentifikasi atau dihubungkan
dengan laki-laki.

18
Ibid,. Kementerian Pemberdayaan Perempuan

9
Beberapa peran maskulinitas yang sering diidentifikasi, diantaranya sebagai
berikut :

1) Peran Penyedia

Tradisionalnya, laki-laki diharapkan untuk menjadi penyedia utama dalam


keluarga, bertanggung jawab atas keuangan dan keamanan keluarga.

2) Kekuatan Fisik dan Kemandirian


Laki-laki sering dianggap memiliki kekuatan fisik yang lebih besar dan
diharapkan untuk menunjukkan kemandirian dan ketangguhan dalam
menghadapi tantangan.
3) Kerja Keras dan Ambisi
Laki-laki sering didorong untuk mengejar kesuksesan dalam karier dan
mencapai tujuan-tujuan yang ambisius. Ini sering kali mencerminkan
keinginan untuk membangun identitas melalui prestasi dan pencapaian.
4) Ekspresi Emosi
Meskipun ada tekanan untuk menahan emosi, ada juga harapan bahwa laki-laki
dapat mengekspresikan emosi tertentu, terutama yang terkait dengan
keberanian, kekuatan, dan dominasi.
5) Peran Protektif
Laki-laki sering diharapkan untuk melindungi dan membela anggota keluarga
dan komunitas mereka. Hal ini dapat mencakup perlindungan fisik maupun
perlindungan dari ancaman eksternal.
6) Kerja Tim dan Kepemimpinan*: Laki-laki sering diharapkan untuk dapat
bekerja secara efektif dalam tim dan mengambil peran kepemimpinan yang
tangguh dan otoritatif.

Sama seperti femininitas, pandangan tentang maskulinitas juga telah berubah


seiring waktu, dengan semakin banyak masyarakat mengakui keberagaman dan
kompleksitas dalam ekspresi dan pemahaman tentang apa itu menjadi laki-laki.
Maskulinitas tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang terbatas pada stereotip

10
tertentu, tetapi sebagai spektrum yang luas yang mencakup berbagai karakteristik
dan sifat yang dapat dimiliki oleh individu, terlepas dari jenis kelamin mereka.19

Adapun, peran femininitas dalam masyarakat adalah topik yang kompleks dan
bervariasi tergantung pada konteks budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat. Namun, secara umum, femininitas merujuk pada sifat-sifat,
karakteristik, dan peran yang sering kali diidentifikasi atau dihubungkan dengan
perempuan.

Beberapa peran femininitas yang sering diidentifikasi termasuk, diantaranya


sebagai berikut :

1) Peran Sosial

Tradisionalnya, peran femininitas dalam banyak masyarakat mencakup peran


sebagai ibu, istri, atau figur perawat dan pengasuh di keluarga. Ini sering
dikaitkan dengan kelembutan, perhatian, dan empati.

2) Ekspresi Emosional
Wanita sering dianggap lebih terbuka secara emosional dan terhubung dengan
perasaan mereka sendiri dan orang lain. Ini menyebabkan mereka sering
menjadi figur dukungan emosional di komunitas dan hubungan interpersonal.
3) Kecantikan dan Estetika
Ada tekanan sosial yang kuat pada wanita untuk memperhatikan penampilan
fisik dan estetika mereka. Hal ini sering tercermin dalam norma-norma
kecantikan dan budaya visual yang dihadapi oleh perempuan.
4) Komunikasi dan Kerja Kolaboratif
Perempuan sering dianggap lebih cenderung menggunakan komunikasi yang
kooperatif dan persuasif daripada komunikasi yang dominan atau kompetitif.
Mereka cenderung memprioritaskan harmoni dan kesepahaman dalam
hubungan sosial.
5) Peran Pendidikan dan Sosialisasi

19
Connell, R. W. (2005). *Masculinities*. University of California Press

11
Perempuan sering dipandang sebagai figur yang berperan penting dalam
mendidik dan menyosialisasikan generasi mendatang. Mereka dapat
memberikan nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan kepada anak-anak dan
anggota masyarakat lainnya.

Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan tentang femininitas telah


berkembang dan berubah sepanjang waktu. Masyarakat modern semakin mengakui
kompleksitas dan variasi individu dalam mengekspresikan dan memahami
femininitas. Femininitas tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang baku atau kaku,
tetapi sebagai spektrum yang luas yang mencakup berbagai sifat dan karakteristik
yang dapat dimiliki oleh siapa pun, tidak tergantung pada jenis kelamin mereka.20

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimana Sejarah Gender, Maskulinitas, dan Femininitas ?


2. Bagaimana Pengertian Gender, Maskulinitas, dan Femininitas ?
3. Bagaimana Peran Gender, Maskulinitas, dan Femininitas ?
C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penyusunan dalam pembahasan makalah ini


adalah :

1. Untuk mengetahui Sejarah Gender, Maskulinitas, dan Femininitas


2. Untuk mengetahui Pengertian Gender, Maskulinitas, dan Femininitas
3. Untuk mengetahui Peran Gender, Maskulinitas, dan Femininitas
D. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah gender


pertama kali muncul di media cetak pada tahun 1955. Sementara itu, istilah identitas
gender digunakan pada sebuah pernyataan pers pada 21 November 1966 yang
mengumumkan sebuah klinik baru bagi transeksual di Rumah Sakit Johns Hopkins.

20
Kasiyan, Manipulasi dan dehumanisasi perempuan dalalam iklan (Yogyakarta: Ombak, 2008).

12
Studi tentang maskulinitas mendapat perhatian yang meningkat pada akhir 1980-an
dan awal 1990-an. Adapun, , teori feminis bisa ditandai sebagai buah pemikiran
yang lahir dari friksi sosial yang kemudian turut menyemarakkan modernitas dan
menyeruak di dunia akademis Barat sejak tahun 60-an dalam nuansa borjuis liberal.

Pengertian gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk


mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya
yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dengan demikian gender
dalam arti ini mendefinisikan lakilaki dan perempuan dari sudut non-biologis.
Sedangkan, Maskulinitas merupakan suatu konsep yang hadir sebagai konstruksi
sosial. Maskulinitas dan feminitas bukan milik pribadi namun merupakan properti
struktural dan feminin. Adapun, feminisme (tokohnya disebut feminis) adalah
sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan
hak dengan pria.

Peran Gender adalah peran-peran dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh


perempuan dan laki-laki karena jenis kelamin mereka berbeda. Peran seorang ibu
dan ayah, misalnya, melekatkan hak dan kewajiban untuk mengasuh anak-anak dan
mencarikan nafkah bagi keluarga. Sedangkan, peran maskulinitas dalam
masyarakat juga merupakan topik yang kompleks dan beragam, sangat dipengaruhi
oleh budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat.
Maskulinitas umumnya merujuk pada sifat-sifat, karakteristik, dan peran yang
sering kali diidentifikasi atau dihubungkan dengan laki-laki. Adapun, peran
femininitas dalam masyarakat adalah topik yang kompleks dan bervariasi
tergantung pada konteks budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat. Namun, secara umum, femininitas merujuk pada sifat-sifat,
karakteristik, dan peran yang sering kali diidentifikasi atau dihubungkan dengan
perempuan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ratna Saptari, Bigritte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah
Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 1997), Hlm. 89.
Romany Sihitie, Perempuan, Kesetaraan dan Keadilan, (Rajagrafindo Persada:
Jakarta, 2007), Hlm. 230.
Helen Tierney, Women’s New World Dictionary, (New York: Webster’s New World
Clevenland, 1984), Hlm. 561.
Tersedia di : https://plus.kapanlagi.com/arti-gender-pengertian-secara-umum-
sejarah-dan-macam-macamnya-923623.html?page=2 . Diakses Pada 26
Februari 2024 Pukul 11:44.
Levant, Ronald F.; Kopecky, Gini (1995). Masculinity reconstructed: changing the
rules of manhood—at work, in relationships, and in family life. New York:
Dutton. ISBN 978-0452275416.
Flood, Michael (2007). International encyclopedia of men and masculinities.
London New York: Routledge. hlm. viii. ISBN 9780415333436.
Marx dan Engels, 1984, The Origins of the family, private Property and the state,
London: Penguin.
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XII, (Jakarta:
Gramedia, 1983), Hlm. 265
Victoria Neufealdt (ed), Webster’s New World Dictionary, (New York: Webster‟s
New World Clevenland, 1984), Hlm. 561
Helen Tierney (ed), Women Studies Encyclopedia, Vol. I, (New York: Green Wood
Press, tt),Hlm. 153.
Priyo Soemandoyo,Wacana Gender & Layar Televisi: Studi Perempuan Dalam
Pemberitaan Televisi Swasta, (Yogyakrta: LP3Y,1999), h. 58-59, Lihat juga
dalam buku Mufida, Ch, Paradigma Gender (Edisi Revisi), (Malang: Bayu
Media Publishing, 2004), Hlm. 4.
Nasaruddin Umar, Suparman Syukur dkk., Bias Gender Dalam Pemahaman Islam,
(Yogyakrta: Gema Media, 2002), Hlm. 3.
Craig, Stave. 1994. Men, Masculinity And The Media. Canadian Journal of
Communication. Vol 19. No. 2.

14
Kaufman, Michael. 2006. Psychology of Men and Masculinities. Masculinity is not
in our genes, it’s in our imaginations. Psychology, 431, Spring. 2006
Kasiyan, Manipulasi dan dehumanisasi perempuan dalalam iklan (Yogyakarta:
Ombak, 2008)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, & UNFPA, Bunga Rampai:
Panduan dan n Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional, rta:2005).
Ibid,. Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
Connell, R. W. (2005). *Masculinities*. University of California Press.
Kasiyan, Manipulasi dan dehumanisasi perempuan dalalam iklan (Yogyakarta:
Ombak, 2008).

15

Anda mungkin juga menyukai