Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jl. M.T. Haryono Kav. 52
Jakarta
Dengan hormat,
Yang bertandatangan dibawah ini :
Tony Budi Yanto SH., Budi Suranto Bangun, BA.SH., Osland. E. Hutahaean SH., Advokat dan
pada KANTOR HUKUM BUDI SURANTO BANGUN, TONY BUDI YANTO & REKAN, beralamat di Jalan
Lanji No. 2, (SMK BANGUN) Papanggo, Jakarta Utara, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
Pemberi Kuasa :
1. Sdr. Yohanes Amar, beralamat Jl. Palem Barat VI No. 122 Rt. 003/Rw. 016, Kel. Pekayon Jaya, Kec.
Bekasi Selatan, Bekasi, Jawa Barat;
2. Sdr. Yohanes Remigius, beralamat Jl. Teluk Pucung Rt. 007/Rw, 002, Kel. Teluk Pucung, Kec. Bekasi
Utara, Bekasi, Jawa Barat;
3. Sdr. Ismail, beralamat Jl. Eretan II Rt. 002/Rw. 001, Kel. Bale Kembang, Kec. Kramat Jati Jakarta Timur,
berdasarkan Surat Kuasa No. 007/SK/BSB,TBY&R/II/2011 Tanggal 02 Pebruari 2011 (Copy Terlampir).
Dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya sebagaimana tersebut diatas selanjutnya
disebut sebagai……………………………………………………………………………....PARA PENGGUGAT
Bahwa dengan ini PENGGUGAT mengajukan Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja melalui Pengadilan
Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap :
Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Cq. Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Cq. Direktur Utama Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM
PPD) beralamat Jl. Mayjen D.I. Panjaitan No. 1, Jakarta Timur.
Adapun alasan yang menjadi dasar gugatan pemutusan hubungan kerja ini adalah sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa Para PENGGUGAT adalah karyawan TERGUGAT pada Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD)
1. Nama Pekerja : YOHANES AMAR
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pengemudi
Unit Kerja : Depo B
: Sejak 1 Mei 1979 sampai dengan 30 September Agustus 2009, dengan masa kerja 30 (tiga puluh) tahun;
per bulan : Rp. 1.017.016. (satu juta tujuh belas ribu enam belas rupiah);
2. Bahwa sebagai perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 10 (Sepuluh) orang pekerja
TERGUGAT/Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) seharusnya
melindungi pekerjanya melalui jaminan kesehatan dan sosial tenaga kerja, tetapi dalam hal ini
perusahaan tersebut tidak melaksanakan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
sehinggga perusahaan telah melanggar hak-hak pekerja mengenai perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Jo. Pasal 29 Undang-Undang No.3 Tahun 1992
Tentang JAMSOSTEK;
3. Bahwa Para PENGGUGAT selama bekerja telah melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung
jawab, memberikan kontribusi dan telah mengabdi pada Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) selama masing – masing YOHANES AMAR selama 30 (tiga puluh) tahun,
YOHANES REMIGIUS selama 28 (dua puluh delapan) tahun, dan ISMAIL selama 27 (dua puluh tujuah)
tahun;
4. Bahwa Para PENGGUGAT sejak dikeluarkannya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 19/SEKR/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006
Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk Program Lay Off dan selama dirumahkan Para
PENGGUGAT tidak menerima gaji sampai dengan dikeluarkannya Petikan Keputusan Direksi
Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009
tanggal 30 September 2009 Tentang Pemberhentian dengan alasan Restrukturisasi Perusahaan
gaji yang seharusnya diterima Para PENGGUGAT sebagai berikut :
5. Bahwa tindakan TERGUGAT yang tidak lagi membayar gaji yang merupakan hak dari PENGGUGAT,
sejak keluarnya Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM
PPD) Nomor 19/SEKR/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk
Program Lay Off sampai dengan keluarnya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang
Pemberhentian dengan alasan Restrukturisasi Perusahaan, jelas-jelas telah melanggar Ketentuan Pasal
155 Ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan :
“(3). Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan
Hubungan Kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh”.
7. Bahwa PENGGUGAT telah berulangkali meminta hak-haknya yaitu Uang Gaji Bulanan yang belum
dibayar selama dirumahkan, Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, Uang Penggantian Hak
dan Tambahan Uang Pesangon (Golden Shake Hand) kepada TERGUGAT, namun tidak diberikan oleh
TERGUGAT dengan alasan PENGGUGAT mempunyai hutang lebih besar dari hak-hak yang seharusnya
diterima PENGGUGAT dari pemakaian/penggunaan olie dan Suku Cadang/Spare Part (alat-alat
kendaraan bus) berdasarkan Laporan Keuangan yang dibuat oleh Sdr. Rusli selaku Kepala Unit
Administrasi Depo B Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) tanpa
sepengetahuan dan tidak ditandatangani oleh Kepala Urusan Keuangan Depo B Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta(PERUM PPD) dan tanpa ditandatangani oleh Para PENGGUGAT;
8. Bahwa Para PENGGUGAT melalui kuasanya telah melayangkan surat somasi No. 03/S/FERT &
Rekan/II/10 tanggal 8 Pebruari 2010 yang ditujukan kepada Direktur Utama Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD)/TERGUGAT, agar Perum PPD segera
menyelesaikan kewajiban-kewajibannya kepada Para PENGGUGAT;
10. Bahwa Para PENGGUGAT melalui kuasanya mengirimkan Surat Somasi II No. 05/FERT &
Rekan/II/10 tertanggal 16 Pebruari 2010 yang ditujukan kepada Direktur Utama Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD), Perihal Keberatan dan minta dibuktikan adanya
hutang PENGGUGAT/pekerja kepada TERGUGAT karena selama ini PENGGUGAT tidak diberi hak-
haknya oleh TERGUGAT dengan alasan PENGGUGAT mempunyai hutang karena
pengambilan/pemakaian olie dan suku cadang/spare part (kendaraan bus) yang tidak dibayar oleh
PENGGUGAT kepada TERGUGAT;
11. Bahwa TERGUGAT melalui Manager Umum Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) Sdri. Ni Wayan Metri mengirimkan surat No. 53/Sekr/III/2010 Tanggal 01 Maret
2010, kepada Kuasa Para PENGGUGAT perihal Undangan untuk hadir pada hari Jumat, Pukul 13.20
WIB bertempat di Perum PPD Jl. D.I. Panjaitan No. 1, Cawang, Jakarta Timur dan undangan tersebut
dihadiri oleh Kuasa Para PENGGUGAT dan bertemu dengan Manager Umum Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) yaitu Sdri. Ni Wayan Metri yang mengatakan akan di
jelaskan oleh Kepala Divisi Hukum dan Humas Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD), dan kemudian datang memasuki ruangan pertemuan Sdr. Ni Wayan Metri yang
memperkenalkan Sdr. Joko Lelono sebagai Kepala Divisi Hukum dan Humas Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) dimana Sdr. Joko Lelono dengan tegas mengatakan
tidak benar segala biaya pemakaian olie dan penggantian suku cadang/spare part kendaraan/armada
bus yang rusak milik Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) di
bebankan kepada pekerja/pengemudi karena seluruh biaya-biaya tersebut merupakan tanggung jawab
dari Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta(PERUM PPD);
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan
atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima;
13. Bahwa PENGGUGAT melalui kuasanya telah mengajukan surat kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta No. 022/S-FERT/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010
perihal: Permohonan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, antara Para PENGGUGAT dengan
TERGUGAT melalui Petugas Perantara ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta;
14 Bahwa TERGUGAT telah dipanggil secara patut oleh Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta yaitu melalui Surat Panggilan Sidang Mediasi Pertama No.
5068/-1.835.3 tanggal 4 Agustus 2010 untuk hadir sidang mediasi pada tanggal 12 Agustus 2010, namun
tidak tercapai kata sepakat, KARENA pada saat mediasi dari Pihak Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta(PERUM PPD)/TERGUGAT mengalihkan alasan dengan mengatakan hak-hak
Para PENGGUGAT tidak diberikan karena Para PENGGUGAT mempunyai hutang kepada
Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) yang berasal dari Kurang
Setor (KS), pinjaman uang kepada perusahaan, hal ini dibantah dengan tegas oleh Para
PENGGUGAT karena YANG TERJADI SELAMA INI justru yang menjadi alasan TERGUGAT
untuk tidak memberikan hak-hak Para PENGGUGATkarena Para PENGGUGAT mempunyai hutang
yang belum dibayar dari pemakaian olie dan suku cadang/spare part kendaraan/armada bus milik
Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) ;
15. Bahwa Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta
telah mengeluarkan anjuran kepada Para PENGGUGAT dan TERGUGAT, melalui Surat No.
126/ANJ/D/IX/2010 tanggal 24 September 2010 yang menganjurkan sebagai berikut :
1. Agar pihak pengusaha Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) bersedia
untuk memberikan kompensasi pengakhiran hubungan kerja kepada pihak pekerja (Sdr. Yohanes Amar,
Remigius dan Ismail) berdasarkan Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) No. 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 dan
memberikan upah selama dirumahkan berdasarkan Keputusan Direksi Perusahaan Umum
Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) No. 19/Sekr/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006;
2. Agar pihak pekerja (Sdr. Yohanes Amar, Remigius dan Ismail) bersedia untuk menerima kompensasi
pengakhiran hubungan kerja sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut diatas;
3. Agar kedua belah pihak memberikan Jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut diatas selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.
a. Apabila pihak-pihak menerima anjuran ini maka Mediator Hubungan Industrial akan membuat Perjanjian
Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial;
b. Apabila salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran ini, maka para pihak atau salah satu pihak dapat
mengajukan Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
16. Bahwa Para PENGGUGAT memberikan Jawaban atas anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta dengan surat No. 03/S-FERT/X/2010 tanggal 19
Oktober 2010 yang intinya menerima anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta, sedangkan pihak TERGUGAT melalui Surat Jawaban No.
218/Sekr/XI/2010 tanggal 1 Nopember 2010 yang intinya menolak anjuran Mediator Hubungan Industrial
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta;
17. Bahwa oleh karena TERGUGAT menolak anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta dan tidak melaksanakan anjuran tersebut maka Para
PENGGUGAT mengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada TERGUGAT melalui
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan ketentuan pasal
14 ayat (1) Undang-Undang No. 2 tahun 2004 yang menyatakan :
Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a ditolak oleh salah
satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian
perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat;
18. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas adalah layak dan patut jika TERGUGAT diperintahkan
untuk membayar kepada Para PENGGUGAT yaitu :
a. Gaji selama masa di rumahkan sesuai Pasal 155 Ayat (3) Jo. Pasal 124 Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003;
b. Uang pesangon, Uang penghargaan dan Uang pergantian hak sesuai Pasal 169 ayat (2) UU No. 13
Tahun 2003 yang berbunyi :
“Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh berhak
mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”
DALAM PROVISI :
1. Bahwa permohonan provisi ini diajukan karena sejak bulan Agustus 2006 dengan keluarnya
Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta(PERUM PPD) Nomor
19/SEKR/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk Program Lay
Off dan sampai keluarnya Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang
Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Perum PPD Dalam rangka Restrukturisasi
Perusahaan, Para PENGGUGAT tidak pernah menerima gaji selama dirumahkan/skorsing dengan
perhitungan sebagai berikut :
2. Bahwa Para PENGGUGAT memohon putusan sela kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar TERGUGAT membayar seluruh gaji yang belum
diterima Para PENGGUGAT, sesuai yang dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) dan (2) UU No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan sebagai berikut :
Ayat (1) :
“Apabila pengusaha terbukti dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus memberikan putusan sela berupa perintah kepada
pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang
bersangkutan”.
Ayat 2 :
“Putusan Sela sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dijatuhkan pada hari persidangan itu juga
atau pada hari persidangan kedua:.
3. Bahwa dengan demikian adalah layak dan patut demi hukum jika TERGUGAT diperintahkan untuk
membayar seluruh upah/gaji yang belum diterima Para PENGGUGAT secara tunai paling lambat 1 (satu)
minggu sejak adanya Putusan Sela ini;
4. Bahwa adalah layak dan patut juga jika TERGUGAT diperintahkan untuk membayar denda atau biaya
sebesar 3 (tiga) persen dari seluruh gaji yang belum diterima Para PENGGUGAT secara tunai terhitung
paling lambat 1 (satu) minggu sejak adanya Putusan Sela ini;
5. Bahwa agar gugatan ini tidak sia-sia maka mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk meletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag)
terhadap tanah dan bangunan yang terletak di Depo B Cililitan Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur;
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas Para PENGGUGAT mohon kepada Ketua Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terhormat agar dapat memutuskan sebagai
berikut:
DALAM PROVISI
1. Uang Pesangon :
9 bulan upah X Rp. 1.017.016 X 2 = Rp 18.306.288.
2. Uang Penghargaan :
10 bulan upah X Rp. 1.017.016 X 1 = Rp. 10.170.160.
3. Uang Penggantian Hak :
- Cuti besar : 3 bulan upah X Rp. 1.017.016 = Rp 3.051.048.
- Perumahan + Obat :
Total Uang Pesangon + Total Uang Penghargaan X 15 % = Rp. 4.271.467.
-----------
---------------- +
Jumlah Rp.
35.798.963.
2. Gaji Yang Belum Dibayar sejak bulan Agustus 2006 dengan keluarnya Keputusan Direksi Perusahaan
Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 19/SEKR/VIII/2006 tanggal 16
Agustus 2006 Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk Program Lay Off sampai dengan keluarnya
Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD)
Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang Pemberhentian dengan alasan
Restrukturisasi Perusahaan yaitu sejumlah Rp. 38.646.608. (tiga puluh delapan juta enam ratus empat
puluh enam ribu enam ratus delapan rupiah);
3. Gaji Yang Belum Dibayar sejak keluarnya Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang
Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) dalam rangka Restrukturisasi Perusahaan sampai dengan Gugatan ini
didaftarkan yaitu sejumlah Rp. 18.306.288. (delapan belas juta tiga ratus enam ribu dua ratus delapan
puluh delapan rupiah);
Jumlah Total yaitu Rp. 35.798.963. + Rp. 38.646.608 + Rp. 18.306.288. = Rp. 92.751.859.
(Sembilan puluh dua juta tujuhratus lima puluh satu ribu delapan ratus lima
puluh Sembilan rupiah);
1. Uang Pesangon :
9 bulan upah X Rp. 1.017.016 X 2 = Rp 18.306.288.
2. Uang Penghargaan :
10 bulan upah X Rp. 1.017.016 X 1 = Rp. 10.170.160.
3. Uang Penggantian Hak :
- Cuti besar : 3 bulan upah X Rp. 1.017.016 = Rp 3.051.048.
- Perumahan + Obat :
Total Uang Pesangon + Total Uang Penghargaan X 15 % = Rp. 4.271.467.
----------
----------------- +
Jumlah Rp.
35.798.963.
2. Gaji Yang Belum Dibayar sejak bulan Agustus 2006 dengan keluarnya Petikan Keputusan Direksi
Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 19/SEKR/VIII/2006
tanggal 16 Agustus 2006 Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk Program Lay Off sampai dengan
keluarnya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM
PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang Pemberhentian dengan alasan
Restrukturisasi Perusahaan yaitu sejumlah Rp. 38.646.608. (tiga puluh delapan juta enam ratus empat
puluh enam ribu enam ratus delapan rupiah);
3. Gaji Yang Belum Dibayar sejak keluarnya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang
Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) dalam rangka Restrukturisasi Perusahaan sampai dengan Gugatan ini
didaftarkan yaitu sejumlah Rp. 18.306.288. (delapan belas juta tiga ratus enam ribu dua ratus delapan
puluh delapan rupiah);
Jumlah Total yaitu Rp. 35.798.963. + Rp. 38.646.608 + Rp. 18.306.288. = Rp. 92.751.859.
(Sembilan puluh dua juta tujuhratus lima puluh satu ribu delapan ratus lima
puluh Sembilan rupiah);
1. Perhitungan yang harus diterima klien kami sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja TANPA kesalahan pekerjasebagai berikut :
1. Uang Pesangon :
9 bulan upah X Rp. 809.800. X 2 = Rp 14.575.400.
2. Uang Penghargaan :
10 bulan upah X Rp. 809.800.X 1 = Rp. 8.098.000.
3. Uang Penggantian Hak :
- Cuti besar : 3 bulan upah X Rp.809.800. = Rp 2.429.400.
- Perumahan + Obat :
Total Uang Pesangon + Total Uang Penghargaan X 15 % = Rp. 3.401.160.
-----------
---------------- +
Jumlah Rp. 2
8.503.960.
2. Gaji Yang Belum Dibayar sejak bulan Agustus 2006 dengan keluarnya Petikan Keputusan Direksi
Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 19/SEKR/VIII/2006
tanggal 16 Agustus 2006 Tentang Merumahkan Pegawai Yang Masuk Program Lay Off sampai dengan
keluarnya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM
PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang Pemberhentian dengan alasan
Restrukturisasi Perusahaan yaitu sejumlah Rp. 30.772.400. (tiga puluh juta tujuh ratus tujuh puluh dua
ribu empat ratus rupiah);
3. Gaji Yang Belum Dibayar sejak keluarnya Petikan Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pengangkutan
Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Nomor 16/DP/RESTR/IX/2009 tanggal 30 September 2009 Tentang
Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang
Djakarta (PERUM PPD) dalam rangka Restrukturisasi Perusahaan sampai dengan Gugatan ini
didaftarkan yaitu sejumlah Rp. 14.576.400. (empat belas juta lima ratus tujuh puluh enam ribu empat
ratus rupiah);
Jumlah Total yaitu Rp. 28.503.960. + Rp. 30.772.400. + Rp. 14.576.400. = Rp.
73.852.760. (Tujuh puluh tiga juta delapan ratus lima puluh dua ribu tujuh
ratus enam puluh rupiah);
4. Menghukum TERGUGAT untuk membayar kepada Para PENGGUGAT total keseluruhan dalam gugatan
sebesar Rp. 92.751.859. + Rp. 92.751.859. + Rp. 73.852.760. = Rp. 259.356.478.
(dua ratus lima puluh Sembilan juta tiga ratus lima puluh enam ribu empat
ratus tujuh puluh delapan rupiah);
5. Menetapkan meletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag) terhadap tanah dan bangunan yang terletak
di Depo B Cililitan Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PERUM PPD) Jalan Mayjen
Sutoyo, Jakarta Timur sah dan berharga;
6. Menghukum TERGUGAT untuk membayar uang paksa/Dwaangsom sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dari pelaksanaan putusan ini;
ATAU :
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono)
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat,
Tony Budi Yanto, SH. Budi Suranto Bangun,BA.SH. Osland E. Hutahaean, SH.
Kepada :
SEMARANG
Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini : MUHAMMAD TAUFIQ, SH, MH, RIDUAN
SIHOMBING., SH., KELIK PRAMUDYA,SH., Advokat dan Konsultan hukum berkantor
di MT&P Law Firm, beralamat di Jl. Songgorunggi No. 17 A, Laweyan Surakarta.
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan hukum klien kami :
Nama : XXXXXXXXXXX
Pekerjaan : ----------------------------
Alamat :---------------------------------------------
Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar gugatan kami adalah sebagai berikut :
Bahwa Penggugat adalah pekerja pada Tergugat dengan masa kerja 4 (empat) tahun
dan 4 (empat) bulan mulai April 2006 sampai dengan September 2010.
Bahwa selama Penggugat bekerja pada Tergugat hak-hak yang diterima oleh
Penggugat berupa upah yang diberikan satu kali dalam sebulan secara terus menerus
yang yang dibayarkan secara langsung oleh Tergugat dengan pembayaran upah
terakhir pada bulan Agustus 2010 yaitu sebesar Rp 2.300.000,- (dua juta tiga ratus ribu
rupiah).
Bahwa dalam melaksanakan pekerjaan Tergugat berada di bawah pengawasan
Tergugat sebagai berikut :
a. Pada bulan April Tahun 2006 sampai dengan September 2006, di bawah
pengawasan Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Batang dengan
jabatan Teller.
b. Pada bulan September 2006 sampai dengan April 2008, di bawah pengawasan
Tergugat pada Kantor cabang Tergugat di Boja dengan jabatan Teller.
c. Pada bulan April 2008 sampai dengan Januari 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Pasar Johar, dengan jabatan
Teller.
d. Pada bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor pusat Tergugat, dengan jabatan Sekretaris Direksi.
e. Pada bulan Mei 2010 sampai dengan September 2010, di bawah pengawasan
Tergugat pada kantor cabang Tergugat di Semarang, dengan jabatan
Marketing.
di mana dalam pergantian tempat kerja Penggugat tersebut, masa kerja Penggugat tidak
pernah terputus, akan tetapi berlanjut secara terus menerus.
Bahwa berdasarkan lamanya masa kerja Penggugat yaitu empat tahun dan empat
bulan yang berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah terputus, maka
seharusnya hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat adalah berdasarkan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu (menetap) sebagaimana diatur pada Pasal 60 –
63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Bahwa oleh karena itu patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Semarang menetapkan Tergugat telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dan menetapkan
Penggugat sebagai pekerja menetap berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
Bahwa pada bulan September 2010 Tergugat secara sepihak telah melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Penggugat dengan alasan yang tidak masuk
akal dan diskriminatif karena status Penggugat sudah menikah.
Bahwa oleh karena upaya penyelesaian secara bipartit gagal membuat persetujuan
bersama, maka Penggugat menempuh upaya mediasi di Dinas Tenaga dan
Transmigrasi Kota Semarang, akan tetapi tidak tercapai kesepakatan antara
Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Mediator pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Semarang mengeluarkan Surat Nomor : 567/1177/2011 perihal
anjuran tanggal 9 Maret 2011 yang menganjurkan :
Jumlah = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)
Bahwa oleh karena berbagai upaya yang ditempuh Penggugat sebagaimana disebutkan
dalam Peraturan Ketenagakerjaan yaitu Upaya penyelesaian melalui perundingan
bipartit dan mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan, untuk mempertahankan hak dan kepentingan Penggugat patut
dan layak menurut hukum untuk mengajukan gugatan ini ke Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Semarang guna memberikan kepastian hukum pada
Penggugat.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas telah jelas bahwa tindakan Tergugat
yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak bukan karena adanya
kesalahan yang dilakukan Tergugat, melainkan karena penolakan Tergugat untuk
mempekerjakan / memberi pekerjaan kepada Penggugat dengan alsan yang tidak
masuk akal dan diskriminatif, di mana hal tersebut telah menimbulkan kerugian yang
sangat besar bagi Penggugat yakni kehilangan pekerjaan yang berarti kehilangan
penghasilan. Oleh karena itu adalah pantas dan layak menurut hukum jika Pengadilan
Hubungan Industrial menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon dua kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa Kerja sesuai dengan ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan Uang Pengganti Hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tnetang Ketenagakerjaan kepada Penggugat dengan
perincian sebagai berikut :
Jumlah = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)
Bahwa oleh karena tindakan Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap Penggugat adalah tidak sah dan bertentangan dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan maka patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan
Industrial memerintahkan Tergugat membayar upah selama proses penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial ini terhitung sejak bulan September 2010 sampai
dengan bulan April 2011 sebesar Rp 2.300.000,- (Dua juta tiga ratus ribu rupiah) per
bulan dengan rincian sebagai berikut :
Bahwa oleh karena khawatir setelah perkara ini diputus Tergugat tetap tidak bersedia
atau lalai melaksanakan putusan tersebut oleh karenanya patut dan layak menurut
hukum apabila Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsong) kepada
Penggugat sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) untuk setiap hari secara tunai
dan sekaligus terhitung sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap sampai
Tergugat melaksanakan Putusan Perkara ini denga baik, seketika dan sempurna.
PRIMAIR :
Menyatakan dan menetapkan hubungan kerja antara dan Penggugat dan Tergugat
adalah pekerja menetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu);
Menghukum dan mewajibkan Tergugat untuk membayar uang pesangon dua kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa Kerja sesuai dengan ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan Uang Pengganti Hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tnetang Ketenagakerjaan kepada Penggugat dengan
perincian sebagai berikut:
Jumlah = Rp 31.740.000,-
(tiga puluh satu juta tujuh ratus empat puluh ribu rupiah)
Mewajibkan dan menghukum Tergugat untuk membayar seluruh upah selama proses
penyelesaian perselisihan hubungan industrial terhitung mulai bulan September 2010
sampai dengan April 2011 sebesar Rp 2.300.000,- (Dua juta tiga ratus ribu rupiah) per
bulan dengan rincian sebagai berikut :
Menghukum Tergugat untuk menanggung biaya yang timbul dalam perkara ini.
SUBSIDAIR :
Hormat kami
KELIK PRAMUDYA, SH
Diposkan oleh Penulis di 19.22
Contoh Surat Ini Disalin Dari Aslinya
Kepada Yth :
Di
Medan.
Dengan hormat,
Bahwa adapun alasan-alasan Penggugat dalam gugatan ini adalah sebagai berikut :
b. Pasal 155 :
(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap
melaksanakan segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang
sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar
upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
c. Pasal 161 :
(1) Dalam hal pekerja / buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja/peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setelah
kepada pekerja / buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan
pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.
4. Bahwa berdasarkan uraian pada angka 3 (tiga) dalam pokok perkara ini, Penggugat
memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan
untuk memberikan putusan agar Tergugat mempekerjakan kembali Penggugat pada
posisi yang sama di PKMI-2 Medan dengan membatalkan surat PHK Penggugat
melalui surat pembatalan PHK;
5. Bahwa dalam suatu Negara Hukum Republik Indonesia (Rechts Staat), hak-hak
privat setiap warga negara (Subjektive Privat Rechts) haruslah mendapat
perlindungan dari segala tindakan melawan hukum yang dilakukan pihak lain
( incasu Tergugat ), oleh karenanya Penggugat selaku pihak yang telah dirugikan hak
serta kepentingannya (Justicia Balance), dengan ini memohon mengajukan gugatan
ini ke Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan untuk
mendapatkan keadilan.
6. Bahwa selanjutnya agar putusan dalam perkara ini nantinya dapat dilaksanakan,
maka Penggugat memohon kepada Pengadilann Hubungan Industrial Pada
Pengadilan Negeri Medan agar Tergugat membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.200.00(dua ratus ribu rupiah))/ hari, setiap kali Tergugat lalai
memenuhi isi putusan dalam perkara ini terhitung sejak putusan diucapkan hingga
dilaksanakan.
7. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat ini didasarkan bada bukti-bukti otentik yang
mempunyai kekuatan hukum serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia sehingga Penggugat memohon agar
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan menyatakan
putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya perlawanan
atau Kasasi.
Berdasarkan alasan-alasan gugatan tersebut diatas, Penggugat memohon kepada Ketua
Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan
mengadili perkara ini agar berkenan memanggil pihak-pihak yang berperkara guna
menghadap di persidangan yang telah ditetapkan untuk itu, selanjutnya memberikan
amar putusan :
Dalam Provisi
1. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan hak-hak Penggugat yang antara lain
membayar upah/gaji Penggugat sejak Januari 2012 sampai Agustus 2012 dengan
perincian sebagai berikut :
– Gaji : Rp.2.032.000,
– Tunjangan Tahunan : Rp. 128.000,
– Uang Makan : Rp. 450.000,
– Total : Rp.2.610.000,-
sehingga dari perincian tersebut maka total keseluruhan upah/gaji yang tidak
dibayarkan Tergugat kepada Penggugat dari Januari 2012 sampai Agustus 2012
sebesar : Rp.2.610.000 x 8 (bulan) = Rp.20.880.000 ( dua puluh juta delapan ratus
delapan puluh ribu rupiah ); dan tetap membayar upah/gaji selanjutnya (@
Rp.2.610.000,-) selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang
mempunyai kekuatan hukum tetap;
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan Tergugat dengan mem-PHK Penggugat batal demi hukum
karena telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pada pasal 151 ayat (3), pasal 155 ayat (1,2 dan 3), pasal 161 ayat (1);
3. Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali Penggugat pada posisi
yang sama di PKMI-2 Medan dengan membatalkan Surat PHK Penggugat melalui
surat pembatalan PHK;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp.200.000(dua ratus ribu rupiah) / hari setiap kali Tergugat lalai
memenuhi isi putusan dalam perkara ini terhitung sejak putusan ini diucapkan
hingga dilaksanakan.
5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya
perlawanan atau Kasasi;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul akibat
adanya perselisihan hubungan industrial ini;
atau
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain dalam peradilan yang baik dan benar, mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)
Demikian gugatan ini Penggugat sampaikan kehadapan Ketua Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan c/q Majelis Hakim Yang Mulia. Atas
perhatiannya, Penggugat menyampaikan ucapan terima kasih.
Hormat Penggugat,
dto
Saut Djosua H. Sitorus,SE
1. Dalam hal perusahaan melakukan penggabungan (merger) dengan perusahaan lain, hal tersebut
tidak secara otomatis membuat hubungan kerja antara perusahaan Anda dengan Anda menjadi
berakhir. Hal ini disebutkan dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), yang berbunyi:
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung
jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak
mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Dari pasal di atas dapat dilihat bahwa hubungan kerja antara Anda dengan perusahaan tidak
berakhirkarena terjadinya penggabungan perusahaan.
Akan tetapi, Anda harus melihat lagi konsekuensi dari ketentuan pemberian waktu 1 (satu) bulan
tersebut. Apakah jika Anda tidak mempertanyakan status, Anda secara otomatis tetap bekerja pada
perusahaan ataukah sebaliknya.
Ini karena dalam Pasal 63 UU Ketenagakerjaan, baik pekerja dan pengusaha dapat memutuskan
hubungan kerja dalam hal terjadi penggabungan (merger) perusahaan. Atas pemutusan hubungan
kerja tersebut pekerja berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak. Bunyi selengkapnya Pasal 63 UU Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal
terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan
perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak
bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang Memeriksa Dan Mengadili Perkara
Perdata No. 22/Pdt.G/2011/PN-BNA. Di Banda Aceh PERIHAL: KESIMPULAN
PENGGUGAT Dengan hormat, Majelis Hakim yang terhormat, setelah dengan
seksama mengikuti proses, bersama ini Penggugat hendak mengajukan
kesimpulan, sebagai berikut : A. Pendahuluan I. Pengertian Pembiayaan
Konsumen Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan
kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang
membiayainya. Pembiayaan konsumen, biaya diberikan oleh perusahaan
pembiayaan (financing company). Sedangkan kredit konsumen (consumer credit)
biayanya diberikan oleh bank. Secara substansial, pengertian pembiayaan
konsumen pada dasarnya tidak berbeda dengan kredit konsumen. “Kredit
konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian
barang konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan
untuk tujuan produktif atau dagang”. Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan
konsumen menurut Pasal 1 angka 6 Keppres No.61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf
(p) Keputusan Menteri Keuangan No.125/KMK.013/1988 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 84/PMK.012/ 2006 Tentang Perusahaan pembiayaan Pasal 1
huruf (g) serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009
tentang Lembaga Pembiayaan maka “Pembiayaan Konsumen (Consumer
Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran”. Adapun perbedaan
pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha, khususnya yang dengan hak
opsi (finance lease) menurut Budi Rachmad [Budi Rachmad, Multi Finance Sewa
Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, (Jakarta : Navindo Pustaka
Mandiri, 2002 ), hal. 137] adalah sebagai berikut: Pada pembiayaan konsumen,
pemilikan barang / objek pembiayaan berada pada konsumen. Adapun pada sewa
guna usaha, pemilikan barang / objek pembiayaan berada pada lessor; Pada
pembiayaan konsumen, tidak ada batasan waktu pembiayaan dalam arti
disesuaikan dengan unsur ekonomis barang / objek pembiayaan. Adapun pada
sewa guna usaha jangka waktu diatur sesuai dengan umur ekonomis objek /
barang modal yang dibiayai oleh lessor; Pada pembiayaan konsumen tidak
membatasi pembiayaan kepada calon konsumen yang telah mempunyai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan
bebas. Adapun pada sewa guna usaha calon lessee diharuskan ada atau
memiliki syarat-syarat di atas; II. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan
Konsumen a. Segi Hukum Perdata Perundang-undangan di bidang hukum
perdata, perjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu bentuk
perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Di
Indonesia, lembaga pembiayaan ini merupakan salah satu lembaga formal yang
masih relatif baru. Sumber hukum utama pembiayaan konsumen adalah
ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli
bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Kedua sumber hukum utama tersebut
dibahas dalam konteksnya dengan pembiayaan konsumen. Perjanjian pembiyaan
konsumen yang terjadi antara perusahaan pembiayaan kosumen dan konsumen
digolongkan dalam perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Pasal 1754-
1769 KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa “pinjam pakai
habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah
barang pakai habis kepada pihak peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan
mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan
keadaan yang sama”. Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat merupakan
perjanjian accessoir dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian
pokok. Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian jual beli yang diatur dalam
Pasal 1457-1518 KUH Perdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan
pada syarat yang disepakati dalam perjanjian pokok, yaitu perjanjian
pembiayaan konsumen. menurut Pasal 1513 KUH Perdata bahwa pembeli wajib
membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan menurut
perjanjian. Syarat waktu dan tempat pembayaran ditetapkan dalam perjanjian
pokok, yaitu pembayaran secara tunai oleh perusahaan pembiayaan konsumen
setelah penjual menyerahkan nota pembelian yang ditandatangani oleh pembeli.
b. Di luar KUH Perdata Selain dari ketentuan dalam Buku III KUH Perdata yang
relevan dengan perjanjian pembiayaan konsumen, ada juga ketentuan-ketentuan
dalam berbagai undang-undang di luar KUH Perdata yang mengatur aspek
perdata pembiayaan konsumen. Undang-undang dimaksud adalah sebagai
berikut: 1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan
pembiayaan konsumen itu mempunyai bentuk hukum berupa perseroan terbatas;
2) Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan
pembiayaan konsumen sebagai pelaku usaha melakukan pelanggaran atas
kewajiban dan larangan peraturan perundang-undangan yang secara perdata
merugikan konsumen. 3) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini
apabila perusahaan pembiayaan konsumen berurusan dengan pendaftaran
perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang dan pendaftaran likuidasi
perusahaan; 4) Keputusan Presiden No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan. Di dalamnya memuat tentang pengakuan bahwa pembiayaan
konsumen sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan. Bentuk
hukum perusahaan pembiayaan konsumen adalah perseroan terbatas atau
koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar
(promissory note); 5) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang
kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
468 Tahun 1995. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur tentang
kegiatan perusahaan pembiayaan konsumen, izin usaha, besaran modal,
pembinaan dan pengawasan, serta sanksi apabila perusahaan pembiayaan
konsumen melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut; 6) Peraturan Menteri Keuangan No.
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Dalam Keputusan Menteri
Keuangan ini mengatur tentang kegiatan perusahaan pembiayaan konsumen, izin
usaha, modal, kepemilikan dan kepengurusan, pembukaan kantor cabang,
perubahan nama perusahaan pembiayaan konsumen dan pengawasan; 7)
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia ini mengatur tentang
jenis-jenis lembaga pembiayaan, kegiatan usaha dan pengawasannya. B. Dalam
Pokok Perkara I. Perbuatan Melawan Hukum Bahwa berdasarkan ketentuan
seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan diatas yaitu: pada
pembiayaan konsumen, pemilikan barang / objek pembiayaan berada pada
konsumen, perjanjian pembiyaan digolongkan dalam perjanjian pinjam pakai
habis dan perjanjian jual beli yang diatur dalam Buku III KUH Perdata,
berlakunya Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan peraturan pelaksanaannya apabila perusahaan pembiayaan konsumen
sebagai produsen melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan
peraturan perundang-undangan yang secara perdata merugikan konsumen, serta
yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 552K/Pdt/2011tanggal 31 Mei 2011,
maka dapat disimpulkan bahwa Perbuatan TERGUGAT yang telah menyita 1
(satu) unit mobil Merk/Type: Minibus / Toyota Kijang-LF 80, Nomor Rangka:
MHF11LF8000005166, Nomor Mesin: 2L9465386, BPKB atas nama: Rahmad Yadi,
Nomor Polisi: BL 688 AO, Warna: Abu-abu metalik, Tahun 1997 milik
PENGGUGAT, yang dilakukan pada tanggal 28 April 2010 atau pada waktu siang
hari atau setidaknya pada suatu waktu-waktu tertentu pada bulan April tahun
2010, yang dilakukan oleh TERGUGAT, tanpa ada perintah tertulis oleh
kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang, maka perbuatan TERGUGAT tersebut merupakan suatu perbuatan yang
melawan hukum, bahwa penyitaanyang dilakukan TERGUGAT tersebut,telah
bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman; II. Kerugian Penggugat Bahwa
mengingat pekerjaan PENGGUGAT sebagai pengusaha dibidang jasa konstruksi,
maka penyitaan mobil yang dilakukan oleh TERGUGAT secara sewenang-wenang
dan melawan hokum yang dilakukan bertepatan dengan berlangsungnya proses
tender di instansi pemerintah, maka perbuatan TERGUGAT tersebut sangat
merugikan kegiatan usaha PENGGUGAT, karena telah menghilangkan berbagai
kesempatan tender, yang seharusnya dapat PENGGUGAT laksanakan. Selain hal
itu, sepak terjang yang dilakukan oleh orang-orang suruhan TERGUGAT, telah
menciptakan ketakutan bagi sebagian keluarga serta telah merusak kredibilitas
PENGGUGAT di lingkungan sekitar tempat PENGGUGAT tinggal. Oleh sebab itu,
maka atas semua kesusahan, rasa malu, kerugian serta perbuatan yang tidak
menyenangkan, yang telah PENGGUGAT alami akibat dari perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh oleh orang-orang suruhan TERGUGAT, maka
PENGGUGAT minta ganti kerugian immaterial dengan nilai Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah); Penyitaan Mobil Penggugat tersebut telah memberikan
keuntungan yang sangat besar terhadap Tergugat, karena Tergugat dapat
menguasai mobil dengan sepenuhnya, sementara Penggugat masih tetap
berkewajiban untuk membayar hutang kepada Tergugat, karena sampai dengan
hari ini, belum ada pernyataan penghapusan hutang dari Tergugat kepada
Penggugat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 KUH Perdata, yang
bunyinya “Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan
harus dibuktikan”. Bahwa penyitaan yang TERGUGAT lakukan telah
menyebabkan kerugian materil terhadap PENGGUGAT, maka PENGGUGAT minta
ganti kerugian tersebut, dengan nilai ganti ruginya sebesar Rp. 94.716.000,-
(Sembilan puluh empat juta tujuh ratus enam belas ribu rupiah); Angka Rp.
94.416.000 tersebut, merupakan hasil dari: Jumlah hari, pasca somasi sampai
dengan hari dimasukkan gugatan ini, dikalikan dengan pendapatan yang mungkin
PENGGUGAT dapatkan bila mobil tersebut disewakan. Kemudian, hasilnya
ditambah dengan harga taksiran mobil sebelum kontrak perjanjian pembiayaan
dibuat. Dari kesemuanya, maka didapat perhitungan sbb: a). 90 hari dikali Rp.
150.000,- jumlahnya Rp. 13.500.000,- b). Selanjutnya hasil (a) diatas, yaitu Rp.
13.500.000,- ditambah Rp. 81.216.000,- maka nilai totalnya menjadi Rp.
94.716.000,- III. Kesimpulan Penggugat terhadap Jawaban Tergugat Dalam
jawabannya Tergugat menyatakan bahwa tindakan Tergugat aquo dalam hal
menguasai/mengambil kendaraan Toyota Kijang-LF80 MINIBUS,Nomor Mesin 2
L9465386, Nomor Rangka MHF11LF8000005166, Nomor Polisi BL688AO dari
Penggugat aquo adalah merupakan tindakan yang syah/legal, karena dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan menurut hukum; Tergugagat
menganggap bahwa Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor
9005624064/PK/05/09 telah ditandatanganin/disetujui oleh keduabelah pihak
pada hari Selasa, tanggal 19 Mei 2009, dimana Penggugat aquo berposisi
sebagai debitur, sedangkan Tergugat aquo berposisi sebagai Kreditur telah
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, sebagai mana yang diatur dalam pasal
1320 KUHPerdata adalah sebagai berikut: Kesepakatan mereka yang
mengikatkan dirinya Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Untuk suatu hal
tertentu Suatu sebab yang halal Menurut Tergugat, Perjanjian Pembiayaan
Konsumen Nomor 90056624064/PK/0509 adalah merupakan peraturan khusus,
yang mengenyampingkan peraturan-peraturan umum, berdasarkan asas hukum
“Lex specialist derogaat lex generalis” (hukum khusus mengenyampingkan
hukum umum); Jawaban tergugat tersebut sama sekali tidak benar. Tindakan
mereka untuk menguasai mobil Merk/Type: Minibus / Toyota Kijang-LF 80, Nomor
Rangka: MHF11LF8000005166, Nomor Mesin: 2L9465386, BPKB atas nama:
Rahmad Yadi, Nomor Polisi: BL 688 AO, Warna: Abu-abu metalik, Tahun 1997
milik PENGGUGAT dengan cara menyita, sama sekali tidak ada dasar hukumnya.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, penyitaan hanya dapat dilakukan atas perintah
tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang. Yang dimaksud dengan “kekuasaan yang sah” adalah aparat
penegak hukum yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan
berdasarkan undang-undang. Sementara kedudukan Tergugat menurut hukum
hanyalah pelaku usaha, bukan penegak hukum. Terhadap Perjanjian Pembiayaan
Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09 yang menurut Tergugat adalah peraturan
khusus yang mengenyampingkan peraturan-peraturan umum, berdasarkan asas
hukum “Lex specialist derogaat lex generalis” adalah pernyataan bohong.
Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09 sama sekali tidak
dapat dijadikan dasar untuk menyita ataupun menguasai mobil Penggugat (objek
pembiayaan) karena Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor
9005624064/PK/05/09 tidak sah, sebab tidak memenuhi ketentuan seperti yang
telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata karena mengandung sebab
terterlarang. Sebab tersebut dilarang berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 melarang
Pelaku Usaha seperti Tergugat untuk mencantumkan klausula baku pada
dokumen dan/atau perjanjian yang akan dibuat. Berdasarkan Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, yang dimaksud dengan klausula baku adalah “setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Dengan
tidak terpenuhinya salah satu syarat objektif ini, maka akibat hukumnya
perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan sendirinya menjadi batal,
dengan kata lain perjanjian telah batal sejak dibuatnya perjanjian tersebut.
Adanya pencantuman klausula baku tersebut terlihat jelas pada perjanjiannya,
selain itu dapat dibuktikan berdasarkan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 84/Pmk. 012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan. Pada Pasal 9
Peraturan Menteri Keuangan tersebut dijelaskan bahwa untuk mendapatkan Izin
Usaha, Perusahaan Pembiayaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri
sesuai dengan format yang telah ditentuakan dan wajib dilampirkan lampiran-
lampiran yang salah satunya adalah “contoh perjanjian pembiayaan yang akan
digunakan”. Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/Pmk.
012/2006 ini maka dapat dipastikan bahwa Klausula-klausula dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen merupakan klausula baku. IV. Alat Bukti a. Alat bukti dari
Penggugat Untuk menguatkan gugatan ini, penggugat mengajukan beberapa alat
bukti, yaitu: 1. Bukti P-1: Jawaban TERGUGAT dalam Ekseptie. Penggugat
mengajukan Bukti P-1 sebagai bukti bahwa PENGGUGAT adalah pemilik mobil
Merk/Type: Minibus / Toyota Kijang-LF 80, Nomor Rangka: MHF11LF8000005166,
Nomor Mesin: 2L9465386, BPKB atas nama: Rahmad Yadi, Nomor Polisi: BL 688
AO, Warna: Abu-abu metalik, Tahun 1997. 2. Bukti P-2: Rekaman Kejadian
tanggal 24 April 2010 antara Pihak PENGGUGAT dengan Pihak TERGUGAT.
Penggugat mengajukan Bukti P-2 untuk menolak eksepsi Tergugat yang
menyebutkan Gugatan Kekurangan Pihak. 3. Bukti P-3: Costomer Card Report
dengan Agreement No: 9005624064. Penggugat mengajukan Bukti P-3 untuk
membuktikan bahwa harga Mobil milik TERGUGAT, yaitu sebesar Rp.
81.216.000,- (Delapan Puluh Satu Juta Dua Ratus Enam Belas Ribu Rupiah). b.
Alat Bukti Tergugat 1. Bukti T1: Fotocopy surat Perjanjian Pembiayaan nomor
9005624064/PK/05/09 Alat Bukti T1 yang diajukan oleh Tergugat semakin
menguatkan kesimpulan penggugat seperti yang Penggugat nyatakan dalam
menanggapi jawaban Tergugat mengenai tidak sahnya Perjanjian Pembiayaan
Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09. Pada Bukti T1 tercantum klausula baku
yang isinya mengandung ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh
sebab itu, maka berdasarkan ketentuan Buku III KUH Perdata pasal 1320,
Penggugat tidak terikat dengan Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor
9005624064/PK/05/09 (Bukti T1) karena isinya mengandung sebab yang dilarang
oleh Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dan berdasarkan ketentuan tersebut maka Perjanjian
Pembiayaan Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09 dinyatakan batal demi
hukum. Bunyi Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut: (1) Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen
secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak
kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta
kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa
konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran. (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula
baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara
jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku
yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula
baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. 2. Bukti T2: Surat Kuasa dari
Debitur yang member kuasa kepada Kreditur untuk menarik mobil yang
merupakan objek pembiayaan Sama halnya dengan Bukti T1, maka Surat Kuasa
dari Debitur yang member kuasa kepada Kreditur untuk menarik mobil yang
merupakan objek pembiayaan (Bukti T2) juga tidak mengikat Penggugat, dan
Surat Kuasa tersebut (Bukti T2) juga dinyatakan batal demi hukum karena
mengandung klausula baku yang dilarang oleh Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu berupa
pernyataan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selain hal
itu, dengan batalnya Perjanjian Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen
nomor 9005624064/PK/05/09 (Bukti T1), maka Surat Kuasa tersebut (Bukti T2)
juga akan batal dengan sendirinya. 3. Bukti T3: Surat Kuasa dari Debitur yang
memberi kuasa kepada Kreditur untuk mendaftarkan dan membebankan
Jaminan Fiducia Sama halnya dengan Bukti T2 maka dengan batalnya Perjanjian
Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09
(Bukti T1), maka Surat Kuasa tersebut (Bukti T2) juga akan batal dengan
sendirinya. dengan batalnya Perjanjian Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan
Konsumen nomor 9005624064/PK/05/09 (Bukti T1), maka Surat Kuasa tersebut
(Bukti T3) juga akan batal dengan sendirinya. 4. Bukti T4: Fotocopy Akte
Jaminan Fiducia Akte Jaminan Fiducia (Bukti T4) juga tidak sah untuk dijadikan
sebagai dasar hukum dalam menyita mobil Penggugat, karena: Dengan batalnya
Perjanjian Pokok yaitu Perjanjian Pembiayaan Konsumen nomor
9005624064/PK/05/09 (Bukti T1), maka seluruh perjanjian ikutannya akan
menjadi batal. Akte Jaminan Fiducia tersebut dibuat tanpa kehadiran Penggugat,
dibuat hanya berdasarkan Surat Kuasa bawah tangan yang tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum. Akte Jaminan Fiducia tersebut dibuat satu tahun
lamanya setelah Tergugat menyita mobil Penggugat 5. Bukti T5: Fotocopy
Sertifikat Jaminan Fiducia Sertifikat Jaminan Fiducia (Bukti T5) juga tidak sah
karena: Sertifikat Jaminan Fiducia tersebut dikeluarkan berdasarkan syarat yang
melawan hukum Sertifikat Jaminan Fiducia tersebut dibuat satu tahun lamanya
setelah Tergugat menyita mobil Penggugat 6. Bukti T6: Costumer Cart View Alat
Bukti T6 sama dengan alat bukti P-3 dari Penggugat, dengan demikian maka Alat
Bukti T6 semakin menguatkan alat bukti P-3 yang Penggugat sampaikan. 7. Bukti
T1 dan T6 Berdasarkan alat bukti T1 dan T6 terlihat bahwa nilai pembiayaan
yang diberikan oleh Tergugat tidak mencapai Rp. 81.216.000,- (Delapan Puluh
Satu Juta Dua Ratus Enam Belas Ribu Rupiah). Tergugat hanya membiayai
sebesar Rp. 56.000.000,- (Lima Puluh Enam Juta Rupiah). Angka Rp. 56.000.000,-
tersebut didapat dari total hutang dikurangi dengan bunga tiga tahun. Nilai
bunga tiga tahun adalah 3 x 15,01 % = 45,03 % x Rp. 56.000.000 = Rp.
25.216.800, Angka 15,01 % adalah Interest Rate (Flat Rate) berdasarkan data
pada bukti P-3. Sementara total uang yang Penggugat keluarkan untuk
pembelian mobil Merk/Type: Minibus / Toyota Kijang-LF 80, Nomor Rangka:
MHF11LF8000005166, Nomor Mesin: 2L9465386, BPKB atas nama: Rahmad Yadi,
Nomor Polisi: BL 688 AO, Warna: Abu-abu metalik, Tahun 1997 mencapai Rp.
90.016.800,- (Sembilan Puluh Juta Enam Belas Ribu Delapan Ratus Rupiah),
dengan rincian: Pembiayaan dari Tergugat sebesar Rp. 56.000.000,- Uang muka
Rp. 25.216.800,- Administrasi, asuransi serta keuntungan pihak ketiga Rp.
8.800.000,- Yang dimaksud dengan keuntungan pihak ke tiga adalah keuntungan
supplier atau dialer, karena sebagai syarat untuk mendapatkan pembiayaan dari
Tergugat, Penggugat harus menjual dahulu mobil tersebut kepada supplier atau
show room. Kemudian mobil tersebut Penggugat beli kembali. Hal ini terjadi
karena sebelum minta pembiayaan pada Tergugat, Penggugat sudah terlebih
dahulu membeli mobil tersebut. C. PENUTUP Maka berdasarkan hal-hal, bukti-
bukti tersebut diatas, serta bukti-bukti yang telah PENGGUGAT sampaikan
sebelumnya, serta memperhatikan dalil-dalil dalam perlawanan, jawaban, duplik,
replik maka mohon kiranya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa
dan mengadili perkara ini, memberi putusan sebagai berikut: Menerima gugatan
Penggugat untuk seluruhnya; Menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan
perbuatan melawan hukum; Memerintahkan kepada TERGUGAT untuk mengganti
kerugian materil kepada PENGGUGAT, sebesar Rp. 94.716.000,- (Sembilan puluh
empat juta tujuh ratus enam belas ribu rupiah); Memerintahkan kepada
TERGUGAT untuk mengganti kerugian immateriil kepada PENGGUGAT, sebesar
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); Menyatakan putusan perkara ini dapat
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, kasasi ataupun
upaya hukuman lainnya dari TERGUGGAT atau pihak ketiga lainnya (uitvoerbaar
bij Vorraad); Memerintahkan kepada TERGUGAT untuk membayar segala biaya
perkara yang timbul dari perkara ini; Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim
berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Banda
Aceh, 24 November 2011 Hormat Pemohon Hendri, S.Ked
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/tenderwatch/kesimpulan-perkara-
gugutan-perdata-terkait-sita-mobil-kredit-oleh-perusahaan-pembiayaan-
konsumen_5509f0328133114e70b1e362