Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIALIS

OLEH :

DIAN PUSPITA SARI


BT2101068
TINGKAT 3C

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2024
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga
disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Anggriani et al., 2019).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer,
2021).
Fraktur tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau rawan dan lempeng pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh trauma
langsung maupun tidak langsung, tidak menyebabkan robekan kulit serta
bisa mengakibatan kematian jika tidak ditangani dengan baik (Ferdana,
2020).
Fraktur radius adalah fraktur pergelangan tangan dapat terjadi baik
akibat jatuh dengan posisi lengan terbuka maupun pukulan langsung saat
kecelakaan kendaraan bermotor maupun perkelahian (maulana, 2019).
Anatomi Tulang radius Tulang pengumpil adalah tulang yang membentuk
struktur lengan bawah bersama dengan tulang hasta (ulna). Tulang yang
dikenal dengan sebutan tulang radius ini terletak di sebelah tulang hasta dan
bagian bawahnya sejajar dengan ibu jari.
B. Anatomi tulang radius
Tulang pengumpil adalah tulang yang membentuk struktur lengan bawah
besama dengan tulang hasta (ulna). Tulang yang dikenal dengan sebutan
tulang radius ini terletak di sebelah tulang hasta dan bagian bawahnya
sejajar dengan ibu jari.
C. Etiologi
Menurut Anggriani et al., (2019) penyebab fraktur adalah trauma
yang terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur di tempat itu. Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
D. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tekanan yang ditempatkan pada tulang melebihi
kemampuan tulang untuk menyerapnya. Fraktur terjadi karena adanya
trauma langsung maupun tidak langsung dan dari kondisi patologis tulang
keropos sehingga dengan tekanan yang ringan mudah terjadi patah tulang
(Cahyati et al., 2022).
Jika tulang mengalami fraktur terbuka akan menimbulkan laserasi
pada kulit ataupun ganggunan pada vena atau arteri, sehingga terjadi
perdarahan dan kehilangan volume cairan, maka terjadi Risiko syok
hipovolemik. Jika tulang mengalami fraktur tertutup, terjadi perubahan
fragmen tulang dan spasme otot. Ruptur vena atau arteri, sehingga terjadi
gangguan protein plasma darah, menimbulkan udema dan penekanan
pembuluh darah, maka terjadi gangguan perfusi darah. Adanya fraktur atau
patah tulang menyebabkan pergeseran fragmen tulang maka timbul respon
dari nyeri, sehingga menyebabkan nyeri akut. Tindakan pembedahan baik
internal maupun eksternal fikasi, menimbulkan nyeri dan membutuhkan
perawatan pos operasi, maka menyebabkan gangguan mobilitas fisik
(Cahyati et al., 2022).
Perdarahan terjadi karena cedera jaringanlunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi di
antara fragmen fragmen tulang dan di bawah periosteum. Jaringan tulang di
sekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptkan respons peradangan yang
hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi
plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons patofisiologis
ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang (Black, 2022).
E. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut menurut Cahyati et al.,
(2022) :
1. Nyeri : Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini
dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak /edema : Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
(protein plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi
daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar / ekimosis : Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot : Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar
fraktur.
5. Penurunan sensasi : Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf
karena edema.
6. Gangguan fungsi : Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,
nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal : Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian
yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada
fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi : Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian
tulang digerakkan.
9. Deformitas : Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari
kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen
tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk
normalnya.
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Anggriani et al., (2019) yaitu :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes ( 2019) pemeriksaan diagnostik fraktur
diantaranya:
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi atau luarnya fraktur.
2. Skan tulang, tonogramm, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
meurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal
seletah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple, atau cedera hati.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Black (2022) penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan
untuk pasien fraktur yaitu:
1. Tindakan konservatif
a. Imobilisasi
Imobilisasi adalah mempertahankan reposisi selama masa
penyembuhan patah tulang misalnya pemasangan gips atau bidai pada
fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan yang baik.
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat
dilakukan dengan fisiotherapy aktif dan pasif.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak
sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips
adalah untuk mengimbolisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan
memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terdapat
didalamnya.
d. Reposisi dengan traksi
Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini
dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
2. Tindakan Opertif
a. ORIF (Open Reduction with International Fixation)
ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya
mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada
fiksasi plate dan screw untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Astuti, 2016).
b. OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan
mempergunakan kanselosa screw dengan metil mrtaklirat (akrilik
gigi) atau fiksasi eksternal dengan jenis-jenis lain misalnya dengan
mempergunakan screw schanz.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Padila (2020) pengkajian merupakan tahap awal dan
landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan
ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas atau mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma atau kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang
didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat atau perubahan
warna kulit dan kesemutan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau
tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada atau tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun
dan menular.
2) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakadekuatan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status genetalia) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokasi). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran umum
1) Keadaan umum: baik atau buruk yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis tergantung pada keadaan pasien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat,
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
d) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan).
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
3) Pemeriksaan persistem
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Sistem pernafasan
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
c) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
d) Sistem pencernaan
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
e) Sistem Reproduksi
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada
kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas oprasi.
b) Cape au lait spot (birt mark)
c) Fistulae
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak bisa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan ineormasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakkan ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada prgerakan. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerak aktif atau pasif.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu mengklasifikasi
masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan. Diagnosa keperawatan
merupakan keputusan klinis tentang respon seorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang aktual atau potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga,dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat ini dan
merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah yang
diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi pengembangan
rencana intervensi keperawatan (PPNI, 2017).
Data yang dikelompokan dianalisa dan dipriositaskan masalahnya
maka ditentukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien
dengan diagnosa medis fraktur clavicula.
Diagnosis keperawatan pada klien dengan diagnosis medis fraktur
clavicular adalah:
1. Nyeri Akut
a. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bakan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, dan latihan fisik
berlebihan)
b. Gelaja dan tanda mayor:
Data Subjektif :
1) Mengeluh nyeri
Data Objektif :
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. Waspada posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
c. Gejala dan Tanda minor:
Data Subjektif :
(tidak tersedia)
Data Objektif:
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis (berkeringat lebih)
2. Ansietas
a. Penyebab :
1) Krisis situasional.
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat.
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain).
12) Kurang terpapar informasi
b. Gejala dan tanda mayor
Data Subjektif
1) Merasa bingung
2) Merasa khawatir dengan akibat
3) Sulit berkonsenstrasi
Data Objektif
1) Tampak gelisah
2) Tampak tegang
3) Sulit tidur
c. Gejala dan tanda minor
Data Subjektif
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Palpitasi
4) Merasa tidak berdaya
Objektif
1) Frekuensi napas meningkat
2) Frekuensi nadi meningkat
3) Tekanan darah meningkat
4) Diaforesis
5) Tremos
6) Muka tampak pucat
7) Suara bergetar
8) Kontak mata buruk
9) Sering berkemih
10) Berorientasi pada masa lalu
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif
a. Penyebab:
1) Hiperglikemia
2) Penurunan konsentrasi gemoglobin
3) Peningkatan tekanan darah
4) Kekurangan volume cairan
5) Penurunan aliran arteri dan / atau vena
6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok,
gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam , imobilitas)
7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes
melittus, hiperlipidemia)
8) Kurang aktivitas fisik.
b. Gejala dan Tanda Mayor
Data Subjektif
(Tidak tersedia).
Data Objektif
1) Pengisian kapiler >3 detik.
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba.
3) Akral teraba dingin.
4) Warga kulit pucat.
5) Turgor kulit menurun.
c. Gejala dan Tanda Minor
Data Subjektif
1) Parastesia.
2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Data Objektif
1) Edema
2) Penyembuhan luka lambat
3) Indeks ankle-brachial < 0,90
4) Bruit femoral
4. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
a. Penyebab
1) Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
2) Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan.
b. Gejala dan tanda mayor
Data Subjektif
1) Tidak tersedia
Data Objektif
1) Batuk tidak efektif
2) tidak mampu batuk
3) sputum berlebih
4) Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering
5) Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.
c. Gejala dan tanda minor
Data Subjektif
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
Data Objektif
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
5. Gangguan Mobilitas Fisik
a. Penyebab :
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolism
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan musculoskeletal
12) Gangguan neuromuscular
13) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keenggangan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensoripersepsi
b. Gejala dan tanda mayor
Data Subjektif :
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas
Data Objektif :
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
c. Gejala dan tanda minor
Data Subjektif :
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Data Objektif :
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
6. Resiko infeksi
a. Faktor Resiko
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis. stres, keenganan untuk makan)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan, yang juga disebut program keperawatan atau
tindakan keperawatan adalah aktivitas yang akan cenderung mendatangkan
hasil yang diinginkan (jangka pendek atau jangka panjang). Selama tahap
perencanaan, perawat mengidentifikasikan hasil asuhan yang diinginkan
pasien dan intervensi keperawatan untuk mencapai hal tersebut. Hasil,
diterapkan oleh pasien dan perawat secara bersamaan, menguraikan respons
pasien yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil intervensi keperawatan.
Standar Intervensi Keperawatan mencakup intervensi keperawatan
secara komprehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik
(generalis dan spesialisis), berbagai kategori (fisiologis dan psikososial),
berbagai upaya kesehatan (kuratif, preventif dan promotif), berbagai jenis
klien (individu, keluarga, komunitas), jenis intervensi (mandiri dan
kolaborasi) serta intervensi komplementer dan alternatif (Basri et al., 2020).
Setelah menentukan Intervensi keperawatan selanjutnya menentukan
Kriteria hasil atau outcome yang akan dicapai. Standar luaran keperawatan
akan menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi atau status
kesehatan seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai oleh klien
setelah pemberian intervensi keperawatan dan dapat diukur secara spesifik
(PPNI, 2018).
Diagnosis
No. Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut berhungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
dengan Agen pencedera tindakan Observasi
Fisiologis (mis. keperawatan selama 1. Identifikasi loksi, karakteristik, durasi,
Inflamasi, iskemia, 3×24 jam maka frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
neoplasma), Agen diharapkan tingkat 2. Identifikasi skala nyeri
pencedera kimiawi nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri
(mis. Terbakar, bahan dengan kriteria hasil : non verbal
kimia iritan), Agen 1. Kemampuan 4. Identifikasi faktor yang
pencedera fisik (mis. menuntaskan memperberat dan
Abses, amputasi, aktivitas memperringan nyeri
terbakar, terpotong, meningkat 5. Identifikasi pengetahuan
mengangkat berat, 2. Keluhan nyeri dan keyakinan tentang nyeri
prosedur operasi, menurun 6. Identifikasi pengaruh
trauma, latihan fisik 3. Meringis budaya terhadap respon
berlebihan) menurun nyeri
4. Sikap protektif 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
5. Gelisah menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
6. Kesulitan tidur komplementer yang sudah
menurun di berikan
7. Menarik diri 9. Memonitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
8. Berfokus pada Terapeutik
diri sendiri 1. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
9. Diaphoresis mengurangi rasa nyeri
menurun (mis,terapi musik,terapi
10. Perasaan depresi pijat,aromaterapi,kompres
(tertekan) air hangat/dingin)
menurun 2. Kontrol lingkungan yang
11. Perasaan takut memperberat rasa
mengalami nyeri(mis, suhu rangan,
cedera berulang pencahayaan, kebisingan)
menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Anoreksia 4. Pertimbangan jenis dan
menurun sumber nyeri dalam
13. Perineum terasa pemilihan strategi
tertekan menurun meredahkan nyeri
14. Uterus teraba Edukasi
membulat 1. Jelaskan penyebab, periode
menurun dan pemicu nyeri
15. Ketegangan otot 2. Jelaskan strategi
menurun meredahkan nyeri
16. Pupil dilatasi 3. Anjurkan memonitor nyri
menurun secara mandiri
17. Muntah menurun 4. Anjurkan menggunakan
18. Mual menurun anal getik secara tepat
19. Frekuensi nadi 5. Ajarkan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
20. Pola napas mengurangi rasa nyeri
membaik Kolaborasi
21. Tekanan darah 1. Kolaborasi analgetik, jika
membaik perlu
22. Proses berpikir
membaik
23. Fungsi berkemih
membaik
24. Perilaku
membaik
25. Nafsu makan
membaik
26. Pola tidur
membaik
2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Terapi Relaksasi
dengan Krisis tindakan Observasi
situasional, Kebutuhan keperawatan selama 1. Identifikasi penurunan
tidak terpenuhi, Krisis 3×24 jam maka tingkat energi,
maturasional, Ancaman diharapkan tingkat ketidakmampuan
terhadap konsep diri, ansietas menurun berkonsentrasi, atau gejala
Ancaman terhadap dengan kriteria hasil : lain yang mengganggu
kematian, Kekhawatiran 1. Verbalisasi kemampuan kognitif
mengalami kegagalan, kebingungan 2. Identifikasi Teknik relaksasi
Disfungsi sistem menurun yang pernah efektif
keluarga, Hubungan 2. Verbalisasi digunakan
orang tua-anak tidak khawatir akibat 3. Identifikasi kesediaan,
memuaskan, Faktor kondisi yang kemampuan, dan
keturunan (temperamen dihadapi penggunaan Teknik
mudah teragitasi sejak menurun sebelumnya
lahir), Penyalahgunaan 3. Perilaku gelisah 4. Periksa ketegangan otot,
zat, Terpapar bahaya menurun frekuensi nadi, tekanan
lingkungan (mis. toksin, 4. Perilaku tegang darah, dan suhu sebelum
polutan, dan lain-lain), menurun dan sesudah Latihan
Kurang terpapar 5. Keluhan 5. Monitor respons terhadap
informasi pusing menurun terapi relaksasi
6. Anoreksia Terapeutik
menurun 1. Ciptakan lingkungan tenang
7. Palpitasi dan tanpa gangguan dengan
menurun pencahayaan dan suhu
8. Frekuensi ruang nyaman, jika
pemapasan memungkinkan
membaik 2. Berikan informasi tertulis
9. Frekuensi nadi tentang persiapan dan
membaik prosedur teknik relaksasi
10. Tekanan darah 3. Gunakan pakaian longgar
membaik 4. Gunakan nada suara lembut
11. Diaforesis dengan irama lambat dan
membaik berirama
12. Tremor menurun 5. Gunakan relaksasi sebagai
13. Pucat menurun strategi penunjang dengan
14. Konsentrasi analgetik atau Tindakan
meningkat medis lain, jika sesuai
15. Pola tidur Edukasi
meningkat 1. Jelaskan tujuan, manfaat,
16. Perasaan Batasan, dan jenis relaksasi
keberdayaan yang tersedia (mis: musik,
meningkat meditasi, napas dalam,
17. Kontak mata relaksasi otot progresif)
meningkat 2. Jelaskan secara rinci
18. Pola berkemih intervensi relaksasi yang
meningkat dipilih
19. Orientasi 3. Anjurkan mengambil posisi
meningkat nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih Teknik yang
dipilih
6. Demonstrasikan dan latih
Teknik relaksasi (mis: napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
efektif berhubungan tindakan Observasi
dengan Hiperglikemia, keperawatan selama 1. Periksa sirkulasi perifer
Penurunan konsentrasi 3×24 jam maka (mis. nadi perifer, edema,
hemoglobin, diharapkan perfusi pengisian kapiler, warna,
Peningkatan tekanan perifer meningkat suhu, ankle-brachial index)
darah, Kekurangan dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor risiko
volume cairan, 1. Denyut nadi gangguan sirkulasi (mis.
Penurunan aliran arteri perifer diabetes, perokok, orang
dan/atau vena, Kurang meningkat tua, hipertensi, dan kadar
terpapar informasi 2. Penyembuhan kolesterol tinggi)
tentang faktor pemberat luka meningkat 3. Monitor panas, kemerahan,
(mis. merokok, gaya 3. Sensasi nyeri, atau bengkak pada
hidup monoton, trauma, meningkat ekstremitas
obesitas, asupan garam, 4. Warna kulit Terapeutik
imobilitas), Kurang pucat menurun 1. Hindari pemasangan infus,
terpapar informasi 5. Edema perifer atau pengambilan darah di
tentang proses penyakit menurun area keterbatasan perfusi
(mis. diabetes melitus, 6. Nyeri ekstremitas 2. Hindari pengukuran tekanan
hiperlipidemia), Kurang meurun darah pada ekstremitas
aktivitas fisik 7. Parastesia dengan keterbatasan perfusi
menurun 3. Hindari penekanan dan
8. Kelemahan ototn pemasangan tourniquet pada
menurun area yang cidera
9. Kram otot 4. Lakukan pencegahan infeksi
menurun 5. Lakukan perawatan kaki
10. Bruit femoralis dan kuku
menurun 6. Lakukan hidrasi
11. Nekrosis Edukasi
menurun 1. Anjurkan berhenti merokok
12. Pengisian kapiler 2. Anjurkan berolahraga rutin
membaik 3. Anjurkan mengecek air
13. Akral membaik mandi untuk menghindari
14. Turgor kulit kulit terbakar
membaik 4. Anjurkan menggunakan
15. Tekanan darah obat penurun tekanan darah,
sistolik membaik antikoagulan, dan penurun
16. Tekanan darah kolesterol, jika perlu
diastolik 5. Anjurkan minum obat
membaik pengontrol tekanan darah
17. Tekanan arteri secara teratur
rata-rata 6. Anjurkan menghindari
membaik penggunaan obat penyekat
18. Indeks ankle- beta
brachial 7. Anjurkan melakukan
membaik perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
9. Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
(mis.rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
4. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
napas tidak efektif tindakan Observasi
berhubungan keperawatan 1. Identifikasi
dengan selama 3×24 jam kemampuan batuk
Spasme jalan napas, maka diharapkan 2. Monitor adanya
hipersekresi jalan bersihan jalan retensi sputum
napas, disfungsi napas meningkat 3. Monitor tanda dan
neuromuskuler, kriteria hasil: gejala infeksi saluran
benda asing dalam 1. Batuk efektif napas
jalan napas, adanya meningkat 4. Monitor input dan
jalan napas buatan, 2. Produksi output cairan (mis.
sekresi yang sputum jumlah dan
tertahan hyperplasia menurun karakteristik)
dinding jalan napas, 3. Mengi Teraupetik
proses infeksi, menurun 1. Atur posisi semi-
respon alergi, efek 4. Wheezing fowler atau fowler
agen farmakologis menurun 2. Pasang perlak dan
(fisiologis), 5. Meconium bengkok di pangkuan
merokok aktif, (pada pasien
merokok pasif, neonatus) 3. Buang secret pada
terpajan polutan menurun tempat sputum
(situasional). 6. Dyspnea Edukasi
Gejala dan tanda menurun 1. Jelaskan tujuan dan
mayor 7. Ortopnea posedur batuk efektif
Subjektif menurun 2. Anjurkan tarik napas
(tidak tersedia) 8. Sulit bicara dalam melalui hidung
Objektif menurun selama 4 detik, ditahan
1. Batuk tidak 9. Sianosis selama 2 detik,
efektik menurun kemudian keluarkan
2. Tidak 10. Gelisah dari mulut dengan
mampu batuk menurun bibir mencucu
3. Sputum 11. Frekuensi (dibulatkan) selama 8
berlebih napas detik
4. Mengi, membaik 3. Anjurkan mengulangi
wheezing 12. Pola napas tarik napas dalam
dan / atau membaik hingga 3 kali
ronkhi 4. Anjurkan batuk
kering. dengan kuat langsung
5. Mekonium setelah tarik napas
di jalan dalam yang ke-3
nafas pada Kolaborasi
neonatus. 1. Kolaborasi pemberian
Gejala dan tanda mukolitik atau
minor ekspektoran, jika perlu
Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas
menurun
4. Frekuensi
napas
berubah
5. Pola napas
berubah

5. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


fisik berhubungan tindakan Observasi
dengan penurunan keperawatan selama 1. Identifikasi adanya nyeri
jekuatan otot 3×24 jam, atau keluhan fisik lainnya
diharapkan mobilitas 2. Identifikasi toleransi fisik
fisik meningkat melakukan pergerakan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor frekunesi jantung
1. Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekstremitas memulai mobilisasi
meningkat 4. Monitor selama mobilisasi
2. Kekuatan otot Terapeutik
meningkat 1. Fasilitasi kondisi umum
3. Rentang gerak melakukan aktivitas perlu
(ROM) 2. Hentikan pemberian makan
meningkat melalui selang nasogastric
4. Nyeri menurun jika asupan oral dapat
5. Kecemasan ditolerasi
menurun Edukasi
6. Kaku sendi 1. Anjurkan posisi duduk, jika
menurun mampu
7. Gerakan tidak 2. Ajarkan diet yang di
terkoordinasi programkan
menurun Kolaborasi
8. Gerakan terbatas 1. Kolaborasi pemberian
menurun medikasi sebelum makan
9. Kelemahan fisik (mis. pereda nyeri,
menurun antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang di butuhkan, jika perlu
6. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan tindakan Observasi
factor resiko : keperawatan selama 1. Monitor tanda dan gejala
Ketidakmampuan 3×24 jam maka infeksi lokal dan sistemik
menelan makanan, diharapkan tingkat Terapeutik
Ketidakmampuan infeksi menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
mencerna makanan, dengan kriteria hasil : 2. Berikan perawatan kulit
Ketidakmampuan 1. Kemampuan pada area edema
mengabsorbsi nutrient, mengikuti 3. Cuci tangan sebelum dan
Peningkatan kebutuhan perintah sesudah kontak dengan
metabolisme, Faktor meningkat pasien dan lingkungan
ekonomi (mis. finansial 2. Kemampuan 4. Partahankan teknik aseptik
tidak mencukupi), mengingat pada pasien berisiko tinggi
Faktor psikologis (mis. peristiwa ini Edukasi
stres, keenganan untuk meningkat 1. Jelaskan tanda dan gejala
makan) 3. Kemampuan infeksi
mengingat nama 2. Ajarkan cara mencuci
meningkat tangan dengan benar
4. Kemampuan 3. Ajarkan etika batuk
mengenal 4. Ajarkan cara memeriksa
anggota keluarga kondisi luka atau luka
meningkat operasi
5. Kemampuan 5. Anjurkan meningkatkan
mengngat objek asupan nutrisi
familiar 6. Anjurkan meningkatkan
meningkat asupan cairan
6. Kemampuan Kolaborasi
menemukan 1. Kolaborasi pemberian
tempat familiar imunisasi, jika perlu
meningkat
7. Kemampuan
mempertahankan
percakapan
meningkat
8. Intepretasi gejala
fisik meningkat
9. Proses informasi
meningkat
10. Kemampuan
penyelesaian
masalah
meningkat
11. Kebutuhan
mengungkapkan
masalah
meningkat
12. Depresi menurun
13. Agitasi menurun
14. Gelisah menurun
15. Agresi menurun
16. Curiga menurun
17. Orientasi waktu
tempat dan orang
membaik
18. Pola tidur
membaik
19. Aktivitas social
membaik
20. Interaksi social
membaik
21. Kontinensia
vekal membaik
22. Kontinensia
urine membaik
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang telah
ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
Pelaksanaan tindakan keperawatan tersebut dilakukan terhadap pasien
secara urut sesuai prioritas masalah yang sudah dibuat dalam rencana
tindakan asuhan keperawatan, termasuk di dalamnya nomor urut dan waktu
ditegakkannya suatu pelaksanaan asuhan keperawatan (Basri et al., 2020).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang Anda buat pada tahap perencanaan.
Menurut Hartati (2022) evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua
yaitu:
1. Evaluasi proses (Formatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah selesai tindakan, berorientasi pada
etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
2. Evaluasi Hasil (Sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara
paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan
keberhasilan atau ketidakberhasilan, rekapitulasi dan kesimpulan status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Astanti, Yuni. (2017). Pengaruh Range Of Motion terhadap perubahan nyeri
pada pasien post op fraktur di Ruang Asoka RSUD Jombang. Thesis,
STIKES Insan Cendekia Medika Jombang.
Basri, Burhanuddin dkk. (2020). Konsep Dasar Dokumentasi Keperawatan.
Bandung : Media Sains Indonesia
Black, Joyce M dan Jane Honkanson Hawks. (2022). KMB : Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Singapura : Elsevier Health Sciences
Cahyati, Yanti dkk. (2022). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah DIII
Keperawatan Jilid II. Jakarta : Mahakarya Citra Utama Group
Doengoes, Marilynn.E. (2019). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Gibson, John. (2013). Anatomi dan fisiologis Modern untuk perawat. Jakarta :
Penerbit Buku kedokteran EGC.
Hartati, Sri dkk. (2022). Buku Konsep Dasar Keperawatan II. Solok : Yayasan
Bruner and Suddarth. (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif . (2021). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Sculapius
Padila. (2020). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika : Yogyakarta
Smeltzer. (2020). Buku Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 2. Jakarta : EG
Tim Pokja SDKI DPP, PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP, PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SLKI DPP, PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai