Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

DISUSUN OLEH:
NAMA : Augie Davin Siagian
NIM : 012100003
KELOMPOK : D
PROGRAM STUDI : TEKNOKIMIA NUKLIR
JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR
ACARA : Aliran Fluida

PEMBIMBING : Harum Azizah Darojati, M.T.


Tanggal Praktikum: 9 Desember 2022
I. JUDUL : Aliran Fluida

II. TUJUAN
1. Menentukan head pompa (W) serta melihat hubungannya dengan debit fluida.
2. Menentukan panjang ekivalen (Le) dan melihat hubungannya dengan derajat
pembukaan kran.
3. Menentukan Coefficient of discharge (Co) pada aliran fluida serta melihat
hubungannya dengan bilangan Reynold.
4. Menentukan hubungan debit aliran fluida dengan tinggi float.

III. DASAR TEORI


Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk
wadah tempatnya atau zat yang akan berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi
oleh suatu tegangan geser. Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat
menahan gaya tangensial atau gaya geser. Semua fluida memiliki suatu derajat
kompresibilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk. Terdapat
dua jenis fluida, yakni : fluida termampatkan dan fluida tak termampatkan.
Fluida mampu termampatkan (compressible) ialah ketika densitas fluida mudah
dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan tekanan. Fluida
tatermampatkan (incompressible) ialah ketika densitas fluida tersebut tidak
terpengaruh oleh banyaknya perubhan tekanan dan suhu. Fluida yang bergerak
(mengalir) akan membentuk suatu pola aliran tertentu (Giles,1986).
Aliran fluida adalah peristiwa atau proses mengalirnya zat cair dari suatu tempat ke
tempat lain dengan melalui pipa atau kadang-kadang dipakai saluran terbuka.
Terjadinya aliran fluida disebabkan oleh adanya beda tekanan, tetapi dapat juga terjadi
karena adanya perbedaan elevasi (letak tinggi rendahnya zat cair).
Ada tiga tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu :
1. Aliran Laminer
Aliran ini merupakan aliran fluida dengan kecepatan rendah. Partikel-partikel
fluida mengalir secara teratur dan sejajar dengan sumbu pipa. Reynold
menunjukkan bahwa untuk aliran laminer berlaku Bilangan Reynold, NRe < 2100.
Pada keadaan ini juga berlaku hubungan head loss berbanding lurus dengan
kecepatan linear fluida. Aliran laminar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Terjadi pada kecepatan rendah.
• Fluida cenderung mengalir tanpa adanya pencampuran lateral.
• Berlapis-lapis seperti kartu.
• Tidak ada arus tegak lurus arah aliran.
• Tidak ada pusaran (arus Eddy)
2. Aliran Turbulen
Aliran ini merupakan aliran fluida dengan kecepatan tinggi. Partikel-partikel
fluida mengalir secara tidak teratur atau acak didalam pipa. Reynold menunjukkan
bahwa untuk aliran turbulen berlaku bilangan Reynold, N Re> 4000. Pada keadaan
ini juga berlaku hubungan head loss berbanding lurus dengan kecepatan linear
berpangkat n, atau Hα Vn. Aliran turbulen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Terbentuk arus Eddy.
• Terjadi lateral mixing.
• Secara keseluruhan arah aliran tetap sama.
• Distribusi kecepatan lebih uniform atau seragam

3. Aliran Transisi
Aliran ini merupakan aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear
dan kecepatan turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung
oleh pipa dan perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran transisi
berlaku hubungan bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000 (Giles,1986).

Setiap fluida yang mengalir di dalam pipa memiliki tenaga. Selama aliran mengalir
terjadi perpindahan tenaga dari fluida ke sekeliling. Tenaga yang dimiliki fluida dapat
digolongkan menjadi :
a. Tenaga yang dibawa
1. Internal energi (mE), adalah tenaga gerak yang dipengaruhi oleh temperatur dan
molekul-molekul.
2. Potensial energi, merupakan tenaga yang dimiliki oleh fluida karena tempat
kedudukan dan adanya pengaruh gravitasi bumi.
3. Tenaga kinetik, merupakan tenaga yang diperlukan agar fluida dapat mengalir.
4. Pressure enegy, adalah tenaga yang dibutuhkan untuk memasukkan fluida ke
dalam sistem tanpa adanya perubahan volume.
b. Tenaga yang ditransfer
1. Tenaga panas, panas yang dihasilkan oleh sistem. Ini meliputi panas yang
diakibatkan oleh adanya gesekan secara konvensional.
2. Kerja poros (Ws), Tenaga yang masuk sama dengan tenaga yang keluar,
sehingga didapat :
𝑣2 𝑔
𝑚𝐸+𝑚 + ∆𝑍 + ∆𝑃 𝑉 = −𝑚 𝑊𝑠 − 𝑄
2𝑔𝑐 𝑔𝑐
Jadi persamaan umum Bernoulli
𝑣2 𝑔
𝐸+ + ∆𝑍 + ∆𝑃 𝑉 = − 𝑊𝑠 − 𝑄
2𝑔𝑐 𝑔𝑐
Jika sistem berlaku untuk U = 0, berarti ada gesekan dan proses alirannya
adiabatis, maka Q = 0 dan proses isotermal, maka E = 0
∆𝑃 𝑔 ∆𝑉 2
−𝑊𝑠 = + ∆𝑍 + + ∑𝐹
𝜌 𝑔𝑐 2𝑔𝑐
dengan :
∆𝑃
= pressure head
𝜌
𝑔
∆𝑍 𝑔𝑐 = potensial head
∆𝑉 2
2𝑔𝑐
= velocity head
∑𝐹 = friction head
𝑊𝑠 = kerja poros yang dinyatakan dalam head

Friksi adalah gesekan antara fluida dengan dinding pipa, persamaan


umumnya adalah :
𝑓 𝐿 𝑉2
𝐹=
2 𝑔𝑐 𝐷
dengan :
F = friksi
f = factor friksi
L = panjang pipa
V = kecepatan aliran fluida
gc = gravitasi bumi
D = diameter pipa
Bilangan Reynold
Dalam mekanika fluida, bilangan Reynold adalah rasio antara gaya inersia (vsρ)
terhadap gaya viskos (μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut
dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan
jenis aliran yang berbeda, misalnya laminar dan turbulen. Namanya diambil dari
Osborne Reynold (1842–1912) yang mengusulkannya pada tahun 1883. Bilangan
Reynold (Re) digunakan untuk menunjukkan sifat utama sebuah aliran, yaitu apakah
aliran itu laminar, turbulen, ataukah transisi serta letaknya pada skala yang
menunjukkan pentingnya secara relatif kecenderungan turbulen berbanding dengan
laminar.
𝜌𝑣𝑑 𝑣𝑑 4𝑄
𝑅𝑒 = = =
𝜇 ν 𝜋𝜇𝑑
dimana
v = kecepatan rata-rata (m/s)
d = diameter dalam pipa (m)
ν = viskositas kinematik fluida (m2/s) atau ν = μ / ρ
ρ = densitas massa fluida (kg/m3)
μ = viskositas dinamik fluida (kg/m.s)
Q= debit (m3/s)

Persamaan Bernoulli
Hukum Bernoulli menjelaskan tentang konsep dasar aliran fluida (zat cair dan gas)
bahwa peningkatan kecepatan pada suatu aliran zat cair atau gas, akan mengakibatkan
penurunan tekanan pada zat cair atau gas tersebut. Artinya, akan terdapat penurunan
energi potensial pada aliran fluida tersebut.
Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan
bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan
penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan
penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada
suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik
lain pada jalur aliran yang sama. Hukum Bernoulli sebetulnya dapat dikatakan sebagai
bentuk khusus dari konsep dalam mekanika fluida secara umum, yang dikenal dalam
persamaan Bernoulli. Secara matematis persamaan Bernoulli adalah sebagai berikut:
𝑃1 𝑣1 2 𝑃2 𝑣2 2
+ + 𝑍1 = + + 𝑍2
𝛾1 2𝑔 𝛾2 2𝑔
dimana
P1,2 = tekanan di penampang 1 dan 2 (N/m2 )
v1,2 = kecepatan di penampang 1 dan 2 (m/s2)
z1,2 = tinggi pada permukaan 1 dan 2 (m)
γ1,2 = berat jenis 1 dan 2 (N/m3)
g = gravitasi bumi (9,82 m/s2)

Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas menghubungkan kecepatan fluida di suatu tempat dengan
tempat lain. Sebelum menurunkan hubungan ini, Anda harus memahami beberapa
istilah dalam aliran fluida. Garis alir (stream line) didefinisikan sebagai lintasan aliran
fluida ideal (aliran lunak). Garis singgung di suatu titik pada garis alir menyatakan arah
kecepatan fluida. Garis alir tidak ada yang berpotongan satu sama lain. Tabung air
merupakan kumpulan dari garis-garis alir. Pada tabung alir, fluida masuk dan keluar
melalui mulut-mulut tabung. Fluida tidak boleh masuk dari sisi tabung karena dapat
menyebabkan terjadinya perpotongan garis-garis alir. Perpotongan ini akan
menyebabkan aliran tidak lunak lagi. Persamaan kontinuitas menyatakan hubungan
antara kecepatan fluida yang masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang
keluar. Hubungan tersebut dinyatakan dengan:
ρ Q = A1V1ρ = A2 V2ρ = An Vn ρ
dengan
Q = debit
A = luas penampang
V = kecepatan linier rata-rata
ρQ = kecepatan massa
ρ = densitas

untuk fluida incompressible (densitas tetap) persamaan menjadi:


ρ Q = A1 V1 = A 2 V2 = A n Vn

Alat- Alat Ukur Fluida


Alat-alat yang banyak digunakan dalam aliran fluida adalah pipa dan sambungan
(fitting), alat yang mengatur ada tidaknya aliran (kran), alat untuk mengalirkan aliran
(pompa), alat ukur aliran (flowmeter), alat untuk menentukan debit (orificemeter), dan
alat untuk mengukur debit (rotometer).
1. Kran
Adalah satu jenis fitting yang digunakan untuk mengatur aliran, mengontrol
aliran, dan membuka serta menutup aliran. Pemilihan terhadap jenis kran yang
digunakan tergantung jumlah aliran fluida dan jenis zat yang mengalir. Untuk
memenuhi tujuan jenis kran yang panjang ekivalennya besar yaitu globe, valve, gate
valve, dan needle valve. Sedangkan untuk mengontrol aliran digunakan : swing
check valve, angle check valve, dan ball check valve. Panjang ekivalen kran adalah
panjang pipa yang memberikan friksi sama dengan friksi yang diberikan oleh kran
tersebut. Panjang ekivalen kran (Le) merupakan fungsi derajat pembukaan kran.
2 gc D h (ρ − ρ)
Le = 
Hg

f V2 ρ

2. Pompa
Adalah alat yang digunakan untuk mengalirkan suatu massa dari suatu tempat
ketempat lain. Dalam hal ini pompa digunakan untk mengalirkan massa dari bak
penampung ke proses selanjutnya melalui pipa. Aliran didalam pompa dipengaruhi
oleh oleh danya gaya sentrifugal, perpindahan momentum, dan gaya gravitasi.
Karakteristik pada pompa antara lain :
1. Kapasitas, yaitu jumlah/banyaknya fluida yang dipindahkan tiap satuan waktu
2. Head, adalah tenaga yang diberikan pompa tiap satu satuan berat zat cair yang
dipindahkan.
∆ℎ 𝑚𝑎𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑜𝑚𝑝𝑎 (𝜌𝐻𝑔 − 𝜌𝑎𝑖𝑟 )
𝑊=
𝜌𝑎𝑖𝑟
3. Power, adalah tenaga yang dibutuhkan pompa tiap satuan waktu.
4. Effisiensi, adalah perbandingan antara tenaga yang diberikan pompa dan energi
yang dibutuhkan.

Bila fluida yang dialirkan adalah incompressible dan tidak terjadi aliran lagi,
maka persamaan neraca energinya adalah :
∆𝑃 𝑔 ∆𝑉 2
−𝑊 = + ∆𝑍 + + ∑𝐹
𝜌 𝑔𝑐 2𝑔𝑐
oleh karena :
ΔZ = 0 (Z1 = Z2), ΔV = 0, ΣF = 0,
maka :
∆𝑃
−𝑊 = 𝜌
pada titik a :
𝑔
𝑃𝑎 = 𝑃2 + 𝑔𝑐 (𝑍𝑒 − 𝑍𝑎)𝜌

pada titik b :
𝑔 𝑔
𝑃𝑏 = 𝑃1 + 𝑔𝑐 (𝑍𝑎 − 𝑍𝑒)𝜌 + 𝑔𝑐 (𝑍𝑐 − 𝑍𝑏)𝜌𝐻𝑔

Karena tekanan di titik a dan tekanan di titik b sama, maka Pa = Pb, dan Zd =
Ze, serta Zb = Za, maka :
∆𝑃 𝑔 ∆ℎ(𝜌𝐻𝑔 −𝜌)
= 𝑔𝑐
𝜌 𝜌

Jika dianggap g/gc = 1, maka :


Δh (ρ Hg − ρ )
W =
ρ

dengan
Δh = tinggi manometer
ρHg = densitas air raksa
ρ = densitas fluida
W = head pompa
Untuk mengetahui karakteristik pompa dibuat grafik hubungan antara head
pompa (W) dan debit (Q).
3. Orificemeter
Adalah alat untuk mengukur/menentukan kecepatan linear rata-rata aliran
fluida di dalam pipa. Jenis hubungan orificemeter adalah dengan vena contracta.
Vena contracta merupakan suatu tempat dimana flow areanya minimum dan
kecepatannya maksimum, sehingga pipanya maksimum. Pada alat ini diterapkan
persamaan Bernoulli. Coefficien discharge merupakan rasio yang digunakan untuk
membandingkan alir praktek dengan alir teori yang dinyatakan dalam :

2𝜌(−ΔP)
𝑊 = AoCo
√ 𝐷 4
1 − ( 𝑜)
𝐷1

dengan
Co = Coefficien Discharge dari Orificemeter
W = Kecepatan aliran massa
Do = Diameter Orificemeter
D1 = Diameter pipa
4. Manometer
Manometer adalah alat yang menggunakan kolom zat cair untuk mengukur
perbedaan tekanan. Prinsip manometer adalah apabila zat cair dalam kondisi
keseimbangan maka tekanan di setiap titik pada bidang horisontal untuk zat cair
homogen adalah sama. Jenis-jenis manometer, diantaranya manometer tabung u,
piziometer, manometer mikro, dan manometer diferensial. Namun, jenis
manometer yang sering digunakan adalah manometer U.

5. Rotometer
Alat terdiri dari gelas yang berbentuk kerucut dan di dalamnya terdapat
pengapung (float) yang bergerak naik turun sesuai dengan besar kecilnya kecepatan
aliran. Alat ini untuk mengukur debit aliran.

2𝑔𝑐𝜌(𝜌𝑓 − 𝜌)𝑣𝑓
𝑊 = 𝐶𝑜𝐴𝑜√
𝐴𝑓
dengan
W = kecepatan aliran massa
Co = koefisien discharge
Ao = luas orifice
gc = gaya gravitasi
ρf = densitas float
ρ = densitas fluida
vf = volume float
Af = luas penampang maksimum float
Head Losses
Rugi-rugi aliran (Head Losses) adalah kehilangan energi mekanik persatuan massa
fluida. Satuan head losses adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan energi
yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan massa fluida setinggi satu satuan
panjang yang bersesuaian. Head losses terbagi menjadi dua bagian yaitu rugi mayor
(major losses) dan rugi minor (minor losses), rugi mayor (major losses) adalah rugi
aliran yang diakibatkan gesekan antara fluida dengan dinding pipa lurus yang
mempunyai luas penampang yang tetap, rugi minor (minor losses) adalah rugi aliran
fluida di dalam pipa yang disebabkan oleh luas penampang aliran, entrance, fitting, dan
lain sebagainya.
1. Major Losses
Major losses tejadi karena adanya kekentalan zat cair dan turbulensi karena
adanya kekerasan dinding batas pipa yang akan menimbulkan gaya gesek yang
akan menyebabkan rugi aliran di sepajang pipa dengan kecepatan konstan pada
aliran seragam. Rugi aliran sepanjang satu satuan panjang akan konstan selama
kekerasan dan diameter tidak berubah.
Untuk dapat menghitung head loss mayor, perlu diketahui lebih jelas awal jenis
aliran fluida yang mengalir. Jenis aliran tersebut dapat diketahui melalui turunan
dari persamaan bilangan Reynold. Perhitungan head loss mayor menurut Darcy
Weisbach dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐿𝑉 2
𝐻𝑓 = 𝑓
2𝑔
dengan
Hf = head loss mayor (m)
f = factor gesekan (dapat diketahi melalui grafik Moody)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
V = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Untuk aliran turbulen dimana bilangan Reynold lebih besar dari 4000
(Re>4000), maka fungsional dari factor gesekan (f) pada persamaan tergantung
pada bilangan Reynold dan kekasaran relatif, f = Ø(Re, ɛ/D). Koefisien f ini dapat
diperkirakan dengan diagram dibawah ini :

Diagram mody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aliran


fluida dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa (f) dari rumus Darcy
Weisbach. Untuk aliran laminar dimana bilangan Reynold kurang dari 2300
dihubungkan dengan rumus :
64
𝑓=
𝑅𝑒
2. Minor Losses
Head loss minor dapat terjadi karena adanya sambungan pipa (fitting) seperti
katup (valve), belokan (elbow), saringan (strainer), percabangan (tee), losses pada
bagian entrance, losses pada bagian exit, pembesaran pipa (expansion), pengecilan
pipa (contraction), dan sebagainya.
Rugi aliran minor losses akan mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel
zat cair dan meningkatnya gesekan karena turbulensi, tidak seragamnya distribusi
kecepatan pada suatu penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding
pipa maka akan terjadi pusaran air. Adanya pusaran air akan menggangu pola aliran
laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi. Head loss minor dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑉2
𝐻𝑚 = 𝑘
2𝑔
dengan
Hm = head loss minor (m)
k = koefisien kerugian minor
V = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
“k” adalah koefisien kerugian minor, harga k bergantung pada jenis komponen
sistem perpipaan seperti katup, sambungan, belokan, sisi masuk, sisi keluar, dan
sebagainya.

3. Total Head Losses


Head losses adalah head atau kerugian-kerugian dalam aliran pipa yang terdiri
atas mayor losses dan minor losses. (Sularso, 2000).
𝐻 = 𝐻𝑓 + 𝐻𝑚

IV. BAHAN DAN ALAT


BAHAN
• Air keran
• Aquades
ALAT
• Rangkaian alat percobaan
• Gelas ukur
• Stop watch
• Alat gelas lainnya
3
1 5
2 3 4

6 6 6

Keterangan :
1. Bak penampung
2. Pompa
3. Kran
4. Orificemeter
5. Rotometer
6. Manometer

V. LANGKAH KERJA
1. Diukur diameter pipa dan diameter orificemeter.
2. Diukur sifat fisis cairan (densitas, viskositas).
3. Dimasukkan cairan ke dalam tangki, jalankan pompa dan buka kran dengan sudut
putar tertentu, kemudian amati tinggi air raksa pada kaki manometer kiri dan kanan
pompa, kran orificemeter, dan kedudukan float pada rotometer.
4. Diukur debit aliran (air yang keluar tampung dengan gelas ukur setiap waktu
tertentu).
5. Diputar kran kembali dan percobaan diulangi seperti di atas sampai sudut putar
kran mencapai sudut maksimal.

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Variasi derajat pembukaan keran pada tegangan 100 V
No Derajat ΔH ΔH ΔH V t (s) Q
Bukaan manometer keran orificemeter (mL) (mL/s)
(o) (cm) (cm) (cm)
1 0 3 1,2 2,7 360 5 62
2 90 7,5 2,1 4 330 5 66
3 180 7,3 1 4,2 350 5 70
4 270 7 0,5 5 365 5 73
5 360 7 0,1 5 365 5 73

2. Variasi tegangan pada bukaan keran 360o


No Tegangan ΔH ΔH ΔH V t Q
(V) manometer keran orificemeter (mL) (s) (mL/s)
(cm) (cm) (cm)
1 100 7 0,1 5 365 5 73
2 106,6 8 0,5 5,7 390 5 78
3 113,2 9,8 0,9 6,5 420 5 84
4 119,8 12 1 8,8 470 5 94
5 126,4 14 0,8 9,5 520 5 104

Perhitungan
1. Wpompa
➢ Hubungan debit dengan Wpompa pada variasi bukaan keran
ρHg = 13,546 gr/cm3
ρ = 0,90969 gr/cm3
Δh (ρ Hg − ρ )
W =
ρ
Derajat ΔH manometer Q
o
No bukaan ( ) (cm) (mL/s) W (cm)
1 0 3 62 41,6724
2 90 7,5 66 104,181
3 180 7,3 70 101,403
4 270 7 73 97,2355
5 360 7 73 97,2355

Debit vs Wpompa variasi bukaan keran


120,0000

100,0000
Wpompa (cm)

80,0000

60,0000
y = 4,002x - 186,99
40,0000 R² = 0,5273

20,0000

0,0000
60 62 64 66 68 70 72 74
Debit (mL/s)

➢ Hubungan debit dengan Wpompa pada variasi tegangan


ρHg = 13,546 gr/cm3
ρ = 0,90969 gr/cm3
Δh (ρ Hg − ρ )
W =
ρ
ΔH manometer Q
No Tegangan (V) (cm) (mL/s) W (cm)
1 100 7 73 97,2355
2 106,6 8 78 111,1263
3 113,2 9,8 84 136,1297
4 119,8 12,4 94 172,2458
5 126,4 14 104 194,4710

Debit vs Wpompa variasi tegangan


250,0000
y = 3,2516x - 139,35
R² = 0,9895
200,0000

150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
0 20 40 60 80 100 120

➢ Hubungan derajat bukaan keran dengan panjang ekivalen (Le)


ρHg = 13,546 gr/cm3
ρ = 0,90969 gr/cm3
μAir = 0,008545 g/cms
Dkeran = 2,2 cm
gc = 980,67 cm/s2
Luas penampang keran = 3,8 cm2

2 gc D h (ρ Hg − ρ)
Le = 
f V 2
ρ
𝜌𝑣𝑑 𝑣𝑑 4𝑄
𝑅𝑒 = = =
𝜇 ν 𝜋𝜇𝑑

Derajat ΔH manometer Q
No bukaan (cm) (mL/s) V (cm/s) Re f Le (cm)
1 0 1,2 62 16,3158 3821,309 0,0402 6722,54
2 90 2,1 66 17,3684 4067,845 0,0396 10545,21
3 180 1 70 18,4211 4314,381 0,0390 4530,186
4 270 0,5 73 19,2105 4499,283 0,0386 2104,712
5 360 0,1 73 19,2105 4499,283 0,0386 420,9424
Derajat Bukaan Keran vs Panjang Ekivalen
12000

10000

Panjang ekivalen (cm)


y = -23,382x + 9073,5
8000 R² = 0,7007

6000

4000

2000

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Derajat Bukaan ( o)

➢ Hubungan Coefficient of Discharge (Co) dengan bilangan Reynold


ρHg = 13,546 gr/cm3
ρ = 0,90969 gr/cm3
μAir = 0,008545 g/cms
D1 = 2,2 cm
Do = 0,38 cm
Ao = 0,1135 cm2
2𝜌(−ΔP)
𝑊 = AoCo
√ 𝐷 4
1 − (𝐷𝑜 )
1
Derajat ΔH manometer -Delta P
No Bukaan (o) (cm) (gr/cms2) Q (mL/s) W (gr/s) Re pipa Co
1 0 2,7 35867,22 62 56,40078 3821,309 1,9444
2 90 4 53136,62 66 60,03954 4067,845 1,7006
3 180 4,2 55793,45 70 63,6783 4314,381 1,7601
4 270 5 66420,78 73 66,40737 4499,283 1,6823
5 360 5 66420,78 73 66,40737 4499,283 1,6823
Re vs Co
2,0000

1,9500

1,9000 y = -0,0003x + 3,0721


R² = 0,6745
1,8500

Co
1,8000

1,7500

1,7000

1,6500
3700 3800 3900 4000 4100 4200 4300 4400 4500 4600
Re pipa

Tegangan ΔH manometer -Delta P


No (V) (cm) (gr/cms2) Q (mL/s) W (gr/s) Re pipa Co
1 100 5 66420,78 73 66,40737 4942,236 1,6823
2 106,6 5,7 75719,69 78 70,95582 5280,745 1,6836
3 113,2 6,5 86347,01 84 76,41396 5686,956 1,6978
4 119,8 8,8 116900,6 94 85,51086 6363,975 1,6329
5 126,4 9,5 126199,5 104 94,60776 7040,993 1,7388

Re vs Co
1,7600

1,7400
y = 1E-05x + 1,6085
1,7200 R² = 0,0891
1,7000
Cr

1,6800

1,6600

1,6400

1,6200
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Re pipa

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikkum ini praktikkan diharapkan menentukan head pompa (W) serta
melihat hubungannya dengan debit fluida, menentukan panjang ekivalen (Le) dan melihat
hubungannya dengan derajat pembukaan kran, menentukan Coefficient of discharge (Co)
pada aliran fluida serta melihat hubungannya dengan bilangan Reynold, serta menentukan
hubungan debit aliran fluida dengan tinggi float. Pipa yang digunakan memiliki diameter
2,2 cm dan luas permukaan sebesar 3,8 cm2. Fluida alir yang digunakan adalah air keran
dengan densitas 0,90969 gr/cm3 dan viskositas sebesar 0,008545 g/cms. Sedangkan fluida
dalam manometer adalah raksa dengan densitas 13,546 gr/cm3. Terdapat 2 variasi yang
diberikan, yaitu variasi derajat bukaan keran dan variasi tegangan pompa. Tersedia 3
manometer untuk menghitung beda tekanan pada pompa, keran, dan orificemeter.
Percobaan pertama dilakukan dengan 5 variasi bukaan keran mulai dari 0o, 90o,
180o, 270o, dan 360o. Pada setiap derajat, perbedaan ketiga tinggi manometer dan debit
dihitung. Untuk pengukuran debit dilakukan selama 5 detik pada setiap bukaanya.
Dihasilkan selisih ketinggian (ΔH) manometer pompa pada setiap bukaanya secara
berurutan sebesar 3; 7,5; 7,3; 7; dan 7 cm. Sedangkan untuk ΔH manometer keran
dihasilkan data sebesar 1,2; 2,1; 1; 0,5; dan 0,1 cm serta ΔH manometer orificemeter
sebesar 5; 5,7; 6,5; 8,8; dan 9,5 cm. Debit yang dihasilkan setelah pengukuran adalah 62;
66; 70; 73; dan 73 mL/s. Terlihat bahwa semakin besar derajat bukaan keran maka debit
yang dihasilkan cenderung naik. Namun, pada bukaan terakhir memberikan nilai debit
yang sama seperti bukaan 270o. Hal ini dapat disebabkan karena kemungkinan keran
memiliki bukaan masimal sebesar 270o sehingga apabila diputar lagi tidak akan
memberikan kenaikan debit. Dari data ini dapat dicari Wpompa untuk variasi derajat
bukaan keran, panjang ekivalen, serta hubungan Co dengan bilangan Reynold.
Wpompa merupakan tenaga yang diberikan pompa untuk mengalirkan suatu fluida.
Dari data ΔH manometer pompa, dapat dicari Wpompa dengan rumus yang telah
ditentukan sehingga menghasilkan nilai sebesar 41,6724; 104,181; 101,403; 97,2355; dan
97,2355 cm. Dari data tersebut, dilakukan pembuatan grafik debit vs Wpompa sehingga
menghasilkan grafik dengan trendline yang cenderung naik. Namun, pada bukaan kedua
hingga terakhir dihasilkan grafik yang menurun. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan
ketinggian manometer yang semakin turun sehingga membuat Wpompa juga semakin
menurun. Korelasi dari bukaan keran dengan head pompa sendiri seharusnya berbanding
terbalik karena adanya minor loss. Oleh karena itu, pada praktikkum ini belum dapat
dipastikan korelasi antara debit dengan head pompa akibat nilai regresi linear yang belum
memenuhi syarat linearitas. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan pembacaan
ketinggian manometer yang belum stabil dan kesalahan pada tahap persiapan aliran.
Kemudian, menentukan panjang ekivalen berdasarkan derajat bukaan keran. Sesuai
rumus yang telah ditetapkan, perlu dicari faktor kecepatan serta faktor friksi. Nilai
kecepatan dapat diperoleh dengan hubungan debit dan luas permukaan (persamaan
kontinuitas) sehingga didapat niali kecepatan pada setiap bukaan keran secara berurutan
adalah 16,3158; 17,3684; 18,4211; 19,2105; dan 19,2105 cm. Lalu, dari data kecepatan
digunakan untuk menghitung bilangan Reynold dan menetukan jenis alirannya sehingga
dapat digunakan untuk menentukan faktor friksi. Pada semua setiap kecepatan, diperoleh
bahwa jenis aliran merupakan aliran turbulen, sehingga faktor friksi didapat sebesar
0,0402; 0,0396; 0,0390; 0,0386; dan 0,0386. Lalu, panjang ekivalen dapat dihitung dan
menghasilkan nilai sebesar 6722,54; 10545,21; 4530,186; 2104,712; 420,9424 cm.
Kemudian, dibuat grafik antara derajat bukaan keran dengan panjang ekivalen dan
menghasilkan grafik yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena dengan
bertambahnya bukaan keran, maka kecepatan alir suatu fluida akan semakin besar sehingga
memberikan friksi yang semakin besar pula dan membuat nilai panjang ekivalen menjadi
semakin kecil. Namun, pada bukaan kedua terjadi kenaikan nilai panjang ekivalen dimana
seharusnya makin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena pembacaan manometer yang
belum stabil.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan Coefficient of Dischage (Co) pada orificemeter
dengan menggunakan data ΔH manometer orificemeter. Orificemeter yang digunakan
mempunyai spesifikasi diameter sebesar 0,38 cm dan luas sebesar 0,1135 cm2. ΔH
manometer menghasilkan nilai sebesar 2,7; 4; 4,2; 5; dan 5 cm. Data aliran massa (W)
dapat dicari dengan mengalikan debit dengan densitas air keran sehingga diperolah nilai
sebesar 56,40078; 60,03954; 63,6783; 66,40737; dan 66,40737 gr/s. Nilai ΔP dapat dicari
dengan menggunakan rumus ρHg x g x ΔH. Dihasilkan nilai Co sebesar 1,9444; 1,7006;
1,7601; 1,6823; dan 1,6823. Kemudian, dibuat grafik antara Re dengan Co dan
menghasilkan grafik yang cenderung turun. Hal ini disebabkan karena semakin besar Re,
maka nilai ΔP yang dihasilkan semakin besar dan Co berbanding terbalik dengan akar
pangkat 2 dari ΔP. Namun, pada bukaan ketiga menunjukkan kenaikan nilai dari bukaan
kedua.
Selanjutnya, variasi kedua yaitu 5 variasi tegangan yang dimulai dari tegangan 100
V dengan kenaikan tegangan sebesar 6,6 V dan bukaan keran 360o. Untuk pengukuran
debit dilakukan selama 5 detik pada setiap tegangannya. Dihasilkan selisih ketinggian (ΔH)
manometer pompa pada setiap bukaanya secara berurutan sebesar 7; 8; 9,8; 12; dan 14 cm.
Sedangkan untuk ΔH manometer keran dihasilkan data sebesar 0,1; 0,5; 0,9; 1; dan 0,8
serta ΔH manometer orificemeter sebesar 5; 5,7; 6,5; 8,8; dan 9,5. Debit yang dihasilkan
setelah pengukuran adalah 73, 78, 84, 94, dan 104 mL/s.
Kemudian, dilakukan perhitungan untuk menentukan hubungan tegangan dengan
Wpompa. Data Wpompa yang dihasilkan pada setiap kenaikan voltasenya, yaitu 97,2355;
111,1263; 136,1297; 172,2458; dan 194,4710 cm. Kemudian, dibuat grafik antara debit
dan Wpompa dimana menghasilkan grafik yang mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi tegangan yang diberikan pada pompa, maka kerja pompa akan
semakin tinggi dan menghasilkan energi pada fluida yang semakin tinggi pula sehingga
cukup membuat terjadi perbedaan tekanan yang semakin besar dan menyebabkan nilai
Wpompa semakin besar pula.
Yang terakhir, adalah perhitungan hubungan Co dengan Re. Dengan cara yang
sama pada perhitungan pada variasi bukaan keran, diperoleh nilai Co sebesar 1,6823;
1,6836; 1,6978; 1,6329; dan 1,7388. Kemudian, dicari nilai Re pipa dan menghasilkan nilai
4942,236; 5280,745; 5686,956; 6363,975; dan 7040,993. Grafik antara Re dan Co dibuat
dan menghasilkan trendline yang cenderung naik. Tidak dapat dilakukan penentuan
hubungan debit dengan float akibat rotometer tidak tersedia dalam rangkaian alat.

VIII. KESIMPULAN
1. Wpompa pada variasi bukaan keran, yaitu 41,6724; 104,181; 101,403; 97,2355;
dan 97,2355 cm dan pada variasi tegangan adalah 97,2355; 111,1263; 136,1297;
172,2458; dan 194,4710 cm. Hubungan Wpompa dengan debit, yaitu pada variasi
bukaan keran masih belum dapat ditentukan akibat nilai regresi linear yang
memenuhi syarat linearitas, sedangkan pada variasi tegangan, yaitu semakin besar
nilai debit, maka nilai head pompa yang dihasilkan semakin besar.
2. Nilai panjang ekivalen yang didapatkan mulai dari bukaan keran 0o – 360o sebesar
6722,54; 10545,21; 4530,186; 2104,712; 420,9424 cm. Hubungannya dengan
derajat bukaan keran adalah semakin besar derajat bukaan keran, maka nilai
panjang ekivalen cenderung semakin turun.
3. Nilai Co yang dihasilkan pada variasi bukaan keran adalah 1,9444; 1,7006; 1,7601;
1,6823; dan 1,6823. Sedangkan, pada variasi tegangan adalah 1,6823; 1,6836;
1,6978; 1,6329; dan 1,7388. Hubungan nilai Co dengan bilangan Reynold (Re)
pada variasi bukaan keran adalah semakin besar nilai Re maka nilai Co cenderung
semakin rendah, sedangkan pada variasi tegangan semakin besar nilai Re, maka
nilai Co cenderung semakin tinggi.
4. Tidak dapat dilakukan analisis hubungan debit dengan float akibat rotometer tidak
tersedia dalam rangkaian alat.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Brown G. G., Unit Operation, Fourteenth Printing, 1978, John Wiley and Sons
Inc, New York, Charles E Tuttle Co, Tokyo
2. Geankoplis, Christie J, Transport Process & Unit Operations, 1983, Prentice-
Hall International, Inc, London
3. Mc Cabe WL., and Smith JC., Unit Operation of Chemical Engineering, Mc
Graw Hill Kogakusha, Tokyo

Anda mungkin juga menyukai