Anda di halaman 1dari 41

BAB III

TEORI DASAR

III.1 Sistem Panasbumi

Sistem panasbumi merupakan perpindahan panas secara alami pada


ruang terbatas di bagian atas kerak bumi, dimana panas tersebut di
transportasikan dari sumber panas ke daerah resapan panas di permukaan
(Hochstein dan Browne, 2000). Lapangan panasbumi umumnya
diklasifikasikan atau dibagi dalam beberapa tipe berdasarkan ketentuan
deskriptifnya. Pembagian yang dimaksud adalah berdasarkan liquid atau
vapour dominated, temperatur rendah atau tinggi, batuan induk sedimen
atau vulkanik, dan sebagainya. Nicholson (1993) membagi sistem
panasbumi berdasarkan dominasinya menjadi dua, yaitu:

a. Liquid-Dominated System

Banyak sistem yang menunjukkan bahwa struktur aliran lateral


disebabkan oleh gradien hidrolik yang kuat. Hal ini terjadi akibat relief
yang tinggi, seringkali dengan lapisan dekat permukaan yang rendah
permeabilitas. Pendinginan dengan konduksi dan percampuran air
tanah merefleksikan kondisi kimia dari daerah discharges. Bahkan
pada tatanan relief rendah (<250m), termasuk juga tipe silicic volcanic
terrain (Taupo Volcanic Zone, New Zealand), aliran lateral dekat
permukaan dapat meluas sampai beberapa kilometer. Pada daerah
relief tinggi (>1000m), aliran lateral dapat meluas sampai jarak 10-50
km (Nicholson, 1993). Sistem Liquid-dominated dapat dibagi lagi
menjadi dua berdasarkan reliefnya:

- Relief Rendah (Gambar III.1)

18

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Sistem ini dikarakteristikkan oleh mataair dan kolam air
klorida. Fluida panasbumi dalam dapat mencapai permukaan,
seringkali dekat dengan zona upflow, karena topografi yang
rendah. Aliran lateral dapat terjadi tetapi tidak seluas pada area
relief tinggi. Terdapat zona dua fasa atau zona uap tetapi tidak
setebal sistem relief tinggi. Karena sistem ini memiliki relief yang
rendah, mataair panas klorida, mataair panas sulfat, mataair panas
bikarbonat, fumarol, dan steaming ground seringkali muncul
berdekatan satu dengan yang lainnya (Nicholson, 1993).

- Relief tinggi (Gambar III.2)

Pada umumnya terdapat pada busur kepulauan dengan


karakteristik gunungapi andesitik dan topografi yang terjal. Sistem
ini mencegah fluida klorida untuk mencapai permukaan. Aliran
lateral yang besar, bahkan sampai 10 km, sangat biasa terjadi pada
sistem ini. Jarak pergerakan yang jauh ini mengakibatkan fluida
klorida terlarut dengan air tanah dan air permukaan atau
bercampur dengan air sulfat dan uap kondensat. Fumarol, tanah
beruap dan mata air panas asam-sulfat adalah ciri-ciri yang biasa
keluar pada zona dekat upflow (Nicholson, 1993).

b. Vapour-Dominated Systems (Gambar III.3)


Fumarol, steaming ground, dan mataair panas sulfat asam
adalah karakteristik zona discharge dari sistem ini. Komposisi
reservoir dari sistem ini adalah uap (dengan gas). Reservoir vapour-
dominated menunjukkan temperatur relatif yang konstan di kedalaman
sekitar 236C. Tekanan pada reservoir dikontrol oleh uap dan semakin
dalam relatif semakin konstan. Uap mengalami penurunan temperatur
ketika bergerak dan akhirnya terkondensasi dan turun ke reservoir
dalam untuk bersirkulasi ulang. Karena gas yang tidak mudah larut
tetap terkonsentrasi pada fase uap daripada gas yang mudah larut,

19

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
kandungan kimia dari uap berubah ketika terjadi aliran lateral dan
kondensasi (Nicholson, 1993).

Hochstein dan Browne (2000) membagi sistem panasbumi


berdasarkan sumber panasnya menjadi tiga, yaitu:

a. Sistem hidrothermal
Sistem hidrothermal adalah sistem panasbumi dimana
perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui konveksi
yang melibatkan fluida meteorik dengan atau tanpa bekas fluida
magmatik. Cairan yang keluar pada atau dekat permukaan digantikan
oleh air meteorik yang berasal dari luar (recharge) yang tertarik masuk
seiring dengan naiknya fluida kepermukaan. Sistem hidrotermal
meliputi: sumber panas, reservoir dengan fluida panas, zona recharge,
dan zona discharge di permukaan dengan manifestasi.
b. Sistem vulkanik
Sistem vulkanik adalah sistem panasbumi dimana perpindahan
panas dan massa dari tubuh batuan beku (umumnya dapur magma) ke
permukaan melibatkan konveksi dari fluida magmatik dan subsurface
melts. Fluida meteorik tidak terlibat dalam proses perpindahan panas.
c. Sistem vulkanik-hidrothermal
Sistem ini adalah kombinasi dari sistem hidrotermal dan
vulkanik, dimana fluida magmatik (primer) yang naik ke permukaan
bercampur dengan fluida meteorik (sekunder) (umumnya berupa air
laut). Dapat disebut juga sebagai sistem magmatik-hidrotermal.

Sistem panasbumi dapat juga dibagi berdasarkan temperatur


reservoirnya pada kedalaman sekitar 1 km (Hochstein dan Browne, 2000).
Klasifikasinya adalah:

a. Temperatur tinggi (>225C)


b. Temperatur sedang (125-225C)
c. Temperatur rendah (<125C)

20

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Gambar III.1 Model konseptual sistem panasbumi liquid-dominated pada daerah dengan relief rendah (Nicholson, 1993)
21

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Gambar III.2 Model konseptual sistem panasbumi liquid-dominated pada daerah dengan relief tinggi (Nicholson, 1993)
22

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Gambar III.3 Model konseptual sistem panasbumi vapour-dominated (Nicholson, 1993)

23

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
III.2 Geokimia Air

Sifat kimia air panasbumi manifestasi permukaan berupa air panas


memiliki kandungan kimia yang bermacam-macam. Kandungan kimia ini
berguna untuk interpretasi dalam kegiatan eksplorasi panasbumi.
Nicholson (1993) menjelaskan kegunaan setiap unsur kimia yang biasanya
berada dalam air panasbumi.

1. Silika (SiO2)
Konsentrasi silika dalam fluida panasbumi di kontrol oleh
kelarutan berbagai macam mineral silika dan biasanya memiliki
konsentrasi <700mg/Kg dengan konsentrasi yang khas sekitar 100-300
mg/Kg. Di kedalaman, pada reservoir dengan temperatur diatas 180C,
konsentrasi silika dalam larutan ditentukan oleh kelarutan dari kuarsa
(Fournier, 1985 dalam Nicholson, 1993). Kandungan silika yang tinggi
menjelaskan kemungkinan bahwa fluida panasbumi langsung berasal
dari reservoir.
2. Amonia (NH3)
Amonia, dapat juga sebagai gas (NH3) atau larutan (ion
ammonium, NH4+) adalah unsur, meskipun biasanya kecil, yang biasa
terdapat dalam fluida panasbumi. Kandungan NH3 yang tinggi dapat
diasumsikan sebagai produk dari steam heating, sebagai gas yang
terkondensasi dari fase uap dan rasio NH4+/B yang tinggi sudah
digunakan untuk mengindikasikan proses steam heating dari fluida
dekat permukaan, semakin bertambahnya rasio dengan semakin
bertambahnya proses steam heating (Duchi et al., 1987a,b dalam
Nicholson, 1993). Bagaimanapun, konsentrasi yang tinggi dapat juga
ditemukan pada fluida bawah permukaan yang berasosiasi dengan
lapisan sedimen.
3. Boron (B)
Dapat juga dalam bentuk asam borat H3BO3 atau HBO2-, boron
adalah unsur diagnostik penting dalam pembelajaran panasbumi.

24

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Mataair dan sumur produksi dari fluida klorida biasanya mengandung
10-50 mg/Kg boron, tetapi konsentrasi boron yang sangat tinggi (800-
1000 mg/Kg) dapat ditemukan pada air yang berasosiasi dengan batuan
sedimen yang kaya akan unsur organik. Air yang berasal dari batuan
induk andesitik memiliki kadar boron yang lebih tinggi dibanding
dengan yang berasal dari batuan vulkanik lain.
4. Sodium dan Potassium (Na+ & K+)
Sodium merupakan kation utama dalam fluida reservoir
panasbumi, dengan konsentrasi sekitar 200-2000 mg/Kg. Potassium
juga merupakan kation utama, tetapi memiliki kandungan yang lebih
kecil dari sodium. Rasio Na/K digunakan untuk melihat zona
temperatur yang tinggi (semakin kecil rasio, semakin tinggi
temperatur). Rasio Na/K yang rendah (~<15) terdapat pada air yang
mencapai permukaan dengan cepat. Rasio yang lebih tinggi
mengindikasikan pergerakan lateral, reaksi dekat permukaan, dan
pendinginan konduktif.
5. Lithium, Rubidium, dan Cessium (Li+, Rb+, Cs+)
Disebut juga sebagai “rare alkalis”, element – element ini
dianggap sebagai bagian dari kelompok unsur terlarut atau konservatif,
dan terkadang digunakan bersamaan dengan Cl dan B untuk
mencirikan air dari sumber yang sama. Unsur – unsur ini mudah
bercampur dengan mineral sekunder atau alterasi dan terkadang
menunjukkan pengurangan konsentrasi dengan bertambahnya migrasi
ke permukaan serta bertambah jauhnya pergerakan lateral.
Konsentrasi yang khas dari unsur – unsur ini sekitar Li<20
mg/Kg, Rb<2 mg/Kg, dan Cs<2 mg/Kg. Lithium berasal dari klorit,
kuarsa, dan mungkin juga lempung di reaksi dekat permukaan yang
menyebabkan bertambahnya rasio B/Li dengan bertambah jauhnya
pergerakan lateral (Duchi et al., 1987a,b dalam Nicholson, 1993).
Adularia dan Illite menunjukkan sedikit unsur cessium, tetapi element
ini terutama terkonsentrasi pada mineral zeolite seperti wairakite.

25

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Rubidium terkonsentrasi didalam illite dan lebih sedikit pada adularia
tetapi bisa juga teradsorbsi kedalam lempung dan zeolite (Goguel,
1983 dalam Nicholson, 1993).
Element – elemet ini mencapai konsentrasi tertinggi (1 – 10
mg/Kg) pada area dengan batuan induk berkomposisi rhyolitik dan
andesitik (termasuk lingkungan sedimen dengan komposisi kimia yang
sama) dan sedikit rendah (~<0,1 mg/Kg) pada fluida dari area basaltik
(Ellis, 1979 dalam Nicholson, 1993).
6. Kalsium (Ca2+)
Konsentrasi kalsium biasanya rendah pada fluida
bertemperatur tinggi (<~50 mg/Kg), tetapi bertambah dengan
keasaman dan salinitas. Rasio Na/Ca dapat digunakan sama seperti
rasio Na/K, untuk mengindikasikan zona upflow, dengan nilai yang
tertinggi mengindikasikan fluida berasal langsung dari reservoir.
7. Magnesium (Mg2+)
Konsentrasi magnesium pada fluida panasbumi bertemperatur
tinggi biasanya sangat rendah (0.01 – 0.1 mg/Kg), dimana Mg mudah
masuk kedalam mineral sekunder atau alterasi seperti illite,
montmorillonite, dan terutama klorit. Konsentrasi yang tinggi dapat
mengindikasikan reaksi leaching Mg dekat permukaan, atau pencairan
oleh air tanah yang kaya akan Mg.
8. Fluorida (F-)
Konsentrasi fluorida pada fluida panasbumi umumnya sekitar
<10 mg/Kg. Umumnya, konsentrasi fluorida yang tinggi dapat
dihasilkan oleh kondensasi gas vulkanik (HF) kedalam air meteorik,
yang dalam kasus ini selalu disertai dengan kandungan Cl dan SO4
yang sangat tinggi. Konsentrasi fluorida yang lebih tinggi terdapat
pada area yang memiliki batuan vulkanik (rhyolite, pumice, dan
obsidian) dibandingkan dengan yang memiliki litologi batuan sedimen
(Mahon, 1964 dalam Nicholson, 1993).

26

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
9. Klorida (Cl-)
Konsentrasi klorida yang tinggi pada mataair mengindikasikan
bahwa air tersebut berasal langsung dari reservoir yang dalam, dengan
pencampuran yang sedikit atau pendinginan secara konduktif.
Konsentrasi Cl yang rendah pada air (dimana tidak menunjukkan
karakteristik steam heating) yang berasal dari mataair panas
menunjukkan karakteristik dari pelarutan air tanah. Sebagai unsur yang
paling konservatif pada air panasbumi, Cl adalah larutan diagnostik
yang penting dan seringkali digunakan untuk rasio dengan unsur lain
dalam interpretasi kimia air. Konsentrasi Cl berada pada range 10
sampai 100000 mg/Kg, tetapi konsentrasi >1000 mg/Kg lebih umum
terdapat pada tipe air klorida.
10. Bikarbonat (HCO3-)
Total konsentrasi karbonat yang terlarut, termasuk juga
kandungan HCO3-, CO32-, H2CO3, atau CO2aq, dipengaruhi oleh
tekanan parsial dari kandungan karbon dioksida pada fluida dalam
(PCO2) dan pH larutan. Hilangnya karbon dioksida selama proses
pendidihan berdampak pada bertambahnya pH dari larutan (air
menjadi lebih basa) dengan mengkonsumsi proton melalui reaksi:
CO2(aq) = CO2(g)
H2CO3 = H2O + CO2(aq)
HCO3- + H+ = H2CO3
CO32- + H+ = HCO3-

Pada pH 6 sampai 10, bikarbonat adalah unsur dominan. Pada


pH yang lebih rendah, konsentrasi asam karbonat (H2CO3)
mendominasi dan pada pH yang lebih basa, karbonat adalah ion yang
dominan. Semua unsur karbonat yang terlarut hadir sebagai asam
karbonat pada pH 3,8 atau kurang, tetapi sebagai ion bikarbonat pada
pH sekitar 8.

27

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Reaksi antara karbon dioksida terlarut dan batuan induk
membentuk konsentrasi HCO3- dimana kandungan HCO3- dipengaruhi
oleh permeabilitas dan pergerakan lateral. Akibatnya, mataair yang
mendidih yang berasal langsung dari reservoir cenderung memiliki
konsentrasi HCO3 yang paling rendah. Hal ini membuat rasio
HCO3/SO4 dapat digunakan untuk indikator dari arah aliran fluida.
Aliran dari fluida yang menjauh dari upflow memiliki peluang lebih
besar untuk bereaksi dengan batuan dan menyebabkan produksi HCO3-
meningkat. Berdasarkan hal ini, dikombinasikan dengan berkurangnya
H2S oleh reaksi air dengan batuan dan bertambahnya pergerakan
lateral menyebabkan bertambahnya rasio HCO3/SO4 yang semakin
jauh dari zona upflow.

11. Sulfat (SO42-)


Konsentrasi sulfat umumnya rendah pada fluida panasbumi
yang dalam (<50 mg/Kg) tetapi bertambah dengan bertambahnya
oksidasi hidrogen sulfida. Konsentrasi sulfat yang tinggi pada air
permukaan (lebih tinggi atau sama dengan konsentrasi Cl-) umumnya
adalah hasil dari kondensasi uap kedalam air dekat permukaan, dengan
reaksi sebagai berikut:

III.2.1 Kesetimbangan Ion

Kesetimbangan ion dari suatu unsur terlarut digunakan


sebagai pengujian kelengkapan dan akurasi dari fluida geothermal.
Namun metode ini tidaklah sempurna, karena hanya
mempertimbangkan muatan dari senyawa atau unsurnya.
Kesalahan dalam analisis senyawa atau unsur tak bermuatan seperti
silika, boron, dan ammonia, sebagai contoh, tidak dapat
diindikasikan dengan kesetimbangan ion. Selain itu, metode ini
juga tidak sensitif terhadap kesalahan dalam penentuan senyawa
minor atau unsur jejak. Bagaimanapun juga, metode ini berguna

28

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
untuk memeriksa kesalahan besar (analisis atau transkripsi) dalam
keseluruhan analisis, terutama terhadap unsur atau senyawa utama
(Na, K, Cl, SO4, HCO3).

Metode ini dihitung dengan mengkonversi konsentrasi dari


semua unsur dan senyawa dari mg/Kg menjadi meq, dan
menjumlahkan nilai miliequivalent untuk anion dan kation.

meq = ((mg/Kg)/massa atom) x bilangan oksidasi unsur

Karena unsur bermuatan tidak di alam, akan ada sedikit


variasi dalam kesetimbangan, tetapi perbedaannya tidak boleh
lebih besar dari 5%. (Nicholson, 1993)

│anion (meq)│ = │kation (meq)│

% Balance = ((∑anion - ∑kation)/(│∑anion│+│∑kation│)) x 100%

III.2.2 Tipe Air

Umumnya, teknik – teknik geokimia lebih terpercaya


apabila hanya diaplikasikan terhadap tipe fluida yang spesifik
dengan kisaran komposisi yang terbatas. Sebagai contoh,
kebanyakan geothermometer ion unsur terlarut hanya berfungsi
jika digunakan kepada air dengan kandungan netral yang
mengandung klorida sebagai anion yang dominan. Maka dari itu,
seluruh interpretasi dari sampel air panasbumi paling baik
dilakukan berdasarkan klasifikasi awal, dalam hal ini, berdasarkan
anion Cl, SO4, dan HCO3, seperti pada gambar III.4 (Giggenbach,
1991a dalam Powell dan Cumming, 2010).

Penentuan tipe air dilakukan karena air dari sistem


panasbumi memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda dan
dikontrol oleh proses pembentuknya. Dalam penentuan tipe fluida
panasbumi, data kimia yang diperlukan adalah kandungan relatif

29

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
dari klorida (Cl), bikarbonat (HCO3), dan sulfat (SO4). Dari data
kandungan relatif tersebut, selanjutnya dapat ditentukan tipe air
panasbuminya dengan menggunakan diagram segitiga Cl-SO4-
HCO3 (Giggenbach., 1991a dalam Powell dan Cumming, 2010)
(Gambar III.4).

Posisi dari titik plot data dalam diagram segitiga dapat


diperoleh dengan pertama-tama menjumlahkan konsentrasi (dalam
mg/kg) senyawa - senyawa yang terlibat.

 = Cl + SO4 + HCO3

Langkah selanjutnya adalah menghitung persentase dari


ketiga senyawa tersebut, kemudian melakukan plotting pada
diagram segitiga Cl-SO4-HCO3.

%Cl = (Cl/) x 100%

%SO4 = (SO4/) x 100%

%HCO3 = (HCO3/) x 100%

Terdapat tiga tipe air yang umum digunakan berdasarkan


kandungan kimianya, yaitu:

1. Air Klorida

Jenis air ini juga disebut “alkali-klorida” atau “netral-


klorida”, adalah jenis dari fluida panas bumi dalam yang
ditemukan pada kebanyakan sistem panas bumi dengan
temperatur tinggi. Area yang mengandung panas yang tinggi
dengan debit mata air yang besar dengan konsentrasi klorida
yang besar mencirikan daerah dengan sumber fluida yang
berasal langsung dari reservoir, dan mengidentifikasikan zona
permeable di lapangan.

30

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Gambar III.4 Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 (Giggenbach, 1991 dalam Powell
dan Cumming, 2010)

Ciri-ciri permukaan jenis air ini pada daerah keluaran


adalah mata air dan kolam air panas dengan aliran yang baik,
dan geyser. Air pada kolam yang dalam tampak jernih dan
berwarna biru-hijau adalah ciri dari air klorida.

Klorida adalah unsur anion dominan pada jenis air ini,


dengan konsentrasi umum 1000 mg/kg hingga 10.000 mg/kg.
Unsur lainnya yang terkandung pada air ini adalah sodium dan
potasium (dengan rasio umum 10:1) sebagai kation utama,
silika dengan konsentrasi yang signifikan dan boron.
Konsentrasi sulfat dan bikarbonat yang terkandung bervariasi
dan umumnya kecil. Jenis air klorida memiliki pH yang

31

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
bervariasi, dimulai dari sedikit asam hingga sedikit basa, yaitu
hampir netral.

Tipe air ini adalah satu-satunya mata air yang


diasumsikan dapat digunakan untuk geothermometer. Mata air
panas dengan debit mata air yang baik biasanya diindikasikan
sebagai zona permeable yang baik. Misalnya pada patahan,
eruption brecia atau conduit (Nicholson, 1993).

2. Air Sulfat

Diketahui juga sebagai “acid-sulphate waters” tipe air


ini terbentuk adalah hasil dari oskidasi air dangkal yang
terkondensasi gas panas bumi di dekat permukaan. Tipe air ini
di temukan dekat dengan zona upflow pada topografi yang
tinggi diatas muka air tanah (Nicholson, 1993).

Pada sistem panas bumi, air ini dikenal sebagai air


permukaan dengan kandungan SO42- yang tinggi (sekitar 1000
ppm) dan Cl yang relatif kecil. Kadar pH nya berkisar antara 2-
4 (asam) dikarenakan proses yang terjadi di permukaan. Air
panas ini tidak mencerminkan keadaan reservoir sebenarnya
karena biasanya terbentuk dari air permukaan yang terpanaskan
uap yang berasal dari sumber panas.

Air asam ini biasa ditemukan di kolam lumpur tetapi


dapat juga berupa mata air. Pada tipe air ini, sulfat adalah anion
utama dan terbentuk akibat oksidasi dari kondensasi hidrogen
sulfida (Nicholson, 1993).

2-
(g) + 2 (aq) = 2H+(aq) + (aq)

Jika air ini memiliki nilai pH yang lebih asam


(pH<2,0), dapat mengindikasikan kontribusi gas magmatik

32

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
(volcanic waters). Klorida muncul sebagai jejak pada jenis air
ini. Bikarbonat tidak hadir atau berkonsentrasi rendah pada air
yang sangat asam. Reaksi dekat permukaan antara air asam
dan batuan sekitar memungkinkan untuk menghasilkan silika
residu dan kation metal (Na, K, Mg, Ca, Al, Fe, dan lain-lain)
yang dengan demikian dapat mencapai konsentrasi tinggi di
air. Dikarenakan konsentrasi silika dan kation adalah produk
pelarutan (leaching) dekat permukaan (Nicholson, 1993).

Karena kandungan silika dan usnur kation pada tipe air


ini adalah hasil dari leaching di dekat permukaan, steam
heated waters ini tidak dapat digunakan sebagai
geothermometer karena tipe air ini tidak berhubungan dengan
fluid equilibrium di reservoir (Nicholson, 1993).

3. Air Bikarbonat

Jenis air ini merupakan produk dari kondensasi gas


karbon dioksida kedalam air tanah yang miskin oksigen (O2).
Jenis air ini mengindikasikan zona batas (peripheral waters)
pada lapangan panasbumi. Hilangnya proton dari reaksi
menghasilkan pH air yang dekat dengan netral. Bikarbonat
(HCO3) dan sodium (Na) adalah unsur kimia utama pada tipe
air ini (Nicholson, 1993).

(g) + (l) = (aq) = H+(aq) + -(aq) = 2H+(aq)


+ 2-(aq)

Walaupun terkadang tipe air ini dapat muncul sebagai air


equilibrium dari akuifer dalam ataupun dangkal, tipe air ini
masih diragukan untuk geothermometer. Ada beberapa metode

33

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
geothermometer yang tidak dapat menggunakan tipe air
bikarbonat ini (Nicholson, 1993).

III.2.3 Sumber air

Dalam penentuan sumber air panasbumi, digunakan


diagram segitiga Cl-Li-B (Giggenbach, 1991a dalam Powell dan
Cumming, 2010) (Gambar III.5). Proporsi relatif B dan Cl untuk
fluida-fluida dengan asal usul yang sama umumnya tetap.
Pengunaan unsur Cl dan B didasari atas sifat dari kedua unsur
tersebut yang tidak mudah bereaksi saat di dalam larutan ketika
fluida bergerak (Simmons, 1995). Pada T tinggi (>400˚C), Cl
terdapat sebagai HCl dan B sebagai H3BO3, keduanya bersifat
volatil dan mudah bergerak pada fase uap. HCl dan H3BO3 berasal
dari magmatic brine. Apabila fluida mendingin, HCl akan
terkonveksi menjadi NaCl, sedangkan B tetap berada pada fase
uap dan Li bergabung pada larutan.

Pada diagram segitiga Cl-Li-B menunjukan kesamaan asal


air reservoir jika hasil plotting saling berdekatan dan tekumpul.
Garis imaginer yang terdapat didalam diagram menandakan
bahwa sumber air reservoir sama apabila hasil plotting data
terletak di sekitar garis tersebut. Plotting data pada diagram Cl-Li-
B memerlukan faktor skala karena adanya perbedaan nilai
konsentrasi yang sangat besar di antara ketiga komponen tersebut.

Posisi dari titik plot data dalam diagram segitiga dapat


diperoleh dengan pertama-tama menjumlahkan konsentrasi (dalam
mg/kg) unsur - unsur yang terlibat.

 = Cl + (100xLi) + (25xB)

34

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Langkah selanjutnya adalah menghitung persentase dari
ketiga senyawa tersebut, kemudian melakukan plotting pada
diagram segitiga Cl-Li-B.

%Cl = (Cl/) x 100%

%Li = (100Li/) x 100%

%B = (25B/) x 100%

Gambar III.5 Diagram segitiga Cl-Li-B (Giggenbach, 1991 dalam Powell dan
Cumming, 2010)

III.2.4 Geothermometer Air

Geothermometer sangat umum digunakan di lapangan


panasbumi untuk mengetahui temperatur reservoir. Cara kerja
geotherrnometer yang digunakan ini berdasarkan konsentrasi
kandungan unsur tertentu yang terdapat di fluida. Geothermometer
bisa digunakan untuk fluida yang berasal dari sumur pemboran

35

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
maupun fluida manifestasi permukaan. Penggunaan
geothermometer harus berhati-hati karena pada kondisi yang tidak
tepat geothermometer tidak menunjukan temperatur yang
sebenamya. Ada beberapa geothermometer yang biasa digunakan
dan masing-masing mempunyai keterbatasan, sehingga pemilihan
geothermometer perlu memperhatikan komposisi kimia yang
terkandung.

Untuk geothermometer air, data yang digunakan haruslah


memiliki ion balance yang baik. Tipe air yang baik digunakan
dalam perhitungan adalah tipe air klorida atau air yang kadar Cl
nya tinggi hal ini didasari dari sifat unsur Cl yang merupakan unsur
berasal langsung dari reservoir. Tetapi air yang memiliki tipe air
bikarbonat juga dapat digunakan untuk perhitungan
geothermometer, tetapi hasil yang didapat masih diragukan.
Terdapat beberapa jenis geothermometer air berdasarkan unsur
kimia yang digunakan:

1. Geothermometer Silika

Geothermometer jenis ini (kuarsa) paling umum


digunakan karena titik jenuh silika tercapai pada lapangan
bertemperatur tinggi dimana silika hadir (Founier, 1985 dalam
Nicholson, 1993). Fournier juga mengemukakan bahwa kuarsa
mengontrol konsentrasi silika yang terlarut di reservoir.
Keterbatasan temperatur pada geothermometer tersebut dapat
memberikan nilai ambiguitas pada temperatur dibawah 180° C.
Geothermometer silika dapat berasal dari kalsedon, kristobalite,
dan amorf silika, namun jarang sekali digunakan.
Geothermometer silika berdasarkan konsentrasi absolut, bukan
dari konsentrasi rasio atau perbandingan. Dipengaruhi oleh
pendidihan dan dilution (Nicholson, 1993). Reaksi yang terjadi

36

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
pada mineral silika yang menghasilkan silika terlarut, adalah
sebagai berikut:

SiO2 (s) + 2 O (aq)


Mineral Silicic acid
Berikut adalah rumus perhitungan geothermometer
silika menurut beberapa ahli :

a. Fournier, 1977 (Range 25C - 250C)


- Quartz No Steam Loss

t (C) = - 273.15

- Quartz Max Steam Loss

t (C) = - 273.15

b. Fournier & Potter, 1982 (Range 250C - 330C)


- Quartz No Steam Loss

t (C) = -42.2 + 0.28831S – 3.6686x10-4S2


+ 3.1665x10-7S3 + 77.034Log S

- Quartz Max Steam Loss


t (C) = -53.5 + 0.11236S – 0.5559x10-4S2
+ 0.1772x10-7S3 + 88.390Log S
c. Arnorsson et al., 1983
- Quartz No Steam Loss (Range 180C - 300C)

t (C) = - 273.15

- Quartz Max Steam Loss (Range 180C - 300C)

t (C) = - 273.15

d. Arnorsson et al., 1988 (Range 0C - 350C)


- Quartz No Steam Loss
t (C) = -55.3 + 0.3659S – 5.3954x10-4S2

37

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
+ 5.5132x10-7S3 + 74.360Log S
- Quartz Max Steam Loss
t (C) = -66.9 + 0.1378S – 4.9727x10-5S2
+ 1.0468x10-8S3 + 87.841Log S

S adalah konsentrasi Silika dalam mg/Kg.

Quartz no steam loss digunakan apabila saat


pengambilan sampel, air berada dalam kondisi minimal boiling
(100C) yang menandakan bahwa tidak ada panas yang
hilang saat air naik ke permukaan. Biasanya quartz no steam
loss digunakan untuk menghitung temperatur data manifestasi
yang boiling dan data sumur. Quartz max steam loss digunakan
apabila saat pengambilan sampel, air tidak berada dalam
kondisi boiling yang menandakan bahwa ada proses pelepasan
panas saat air naik ke permukaan. Biasanya quartz max steam
loss digunakan untuk menghitung temperatur data manifestasi

2. Geoindikator Na-K-Mg

Giggenbach (1988), dalam Powell dan Cumming, 2010


(Gambar III.6), mengembangkan diagram indikator triliner
Na-K-Mg yang mengkombinasikan persamaan geothemometer
Na-K dengan K-Mg pada satu diagram. Na-K-Mg adalah hasil
reaksi dari:

Na-Feldspar + K+ = Na+ + K-Feldspar


(Albit) (Adularia)

2,8 K-feldspar + 1,6 H2O + Mg2+ = 0,8 K-mica + 0,2 chlorite +


5,4 SiO2 + 2K+

Kedua reaksi tersebut melibatkan mineral dari


kumpulan kesetimbangan penuh (assemblages of full

38

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
equilibrium) yang diharapkan terbentuk setelah rekristalisasi
isokimia dari batu kristal pada kondisi panasbumi.

Didalam reservoir, reaksi kimia antara Na dengan K


adalah reaksi kesetimbangan kimia sehingga rasio Na/K yang
dihasilkan masih murni dalam kondisi reservoir. Kondisi ini
adalah kondisi full equilibrium (kesetimbangan penuh). Unsur
Na dan K adalah unsur yang tidak mudah larut sehingga saat
air bergerak naik ke permukaan, unsur Na dan K tidak akan
bereaksi dengan batuan sekitar. Saat air naik ke permukaan,
akan terjadi percampuran dengan air meteorik yang masuk
kebawah permukaan. Air meteorik ini juga mengandung unsur
Na dan K serta terdapat juga unsur Mg. Unsur Na dan K dari
reservoir akan bercampur dengan unsur Na dan K dari
permukaan sehingga akan mempengaruhi rasio Na/K ditambah
sedikit kontaminasi oleh unsur Mg . Hal ini menyebabkan
reaksi kesetimbangan kimia akan berkurang tetapi tetap
mencerminkan kondisi reservoir. Kondisi ini adalah kondisi
partial equilibrium (kesetimbangan parsial). Semakin air
bergerak mendekati permukaan, kontaminasi dari unsur Mg
akan semakin banyak dan akan menyebabkan reaksi
kesetimbangan semakin rusak. Kondisi ini adalah kondisi
immature waters.

Evaluasi dari analisis konsentrasi Na, K, dan Mg


menggunakan diagram ini dapat memberikan perbedaan antara
air yang cocok atau tidak cocok untuk dianalisis menggunakan
geothermometer ion unsur terlarut (Giggenbach, 1988).

Hasil plotting yang masuk ke dalam zona full


equilibrium dan partial equilibrium diasumsikan memiliki
kisaran nilai temperatur yang sama dengan reservoir, sedangkan

39

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
data pada immature waters tidak dapat digunakan untuk
mengetahui temperatur reservoir akibat air telah mengalami
pencampuran dengan air meteorik (dilihat dari kandungan Mg
yang tinggi). Plotting data pada diagram Na-K-Mg
memerlukan faktor skala karena adanya perbedaan nilai
konsentrasi yang sangat besar di antara ketiga komponen
tersebut.

Posisi dari titik plot data dalam diagram segitiga dapat


diperoleh dengan pertama-tama menjumlahkan konsentrasi
(dalam mg/kg) unsur - unsur yang terlibat.

 = Na + (10xK) + (1000xMg)

Langkah selanjutnya adalah menghitung persentase dari


ketiga senyawa tersebut, kemudian melakukan plotting pada
diagram segitiga Na-K-Mg

%Na = (Na/) x 100%

%K = (10K/) x 100%

%Mg = (1000Mg /) x 100%

3. Geothermometer Na/K

Pada sistem panasbumi temperatur tinggi, variasi kadar


sodium dan potasium dalam fluida geotermal disebabkan oleh
pertukaran ion antara mineral-mineral alkali feldspar yang
hadir secara bersamaan menurut reaksi sebagai berikut:

40

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Gambar III.6 Diagram segitiga Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 dalam Powell dan
Cumming, 2010)

Na- Feldspar+ K+ (aq)= K-feldspar + Na+ (aq)


(Albite)
Laju kesetimbangan (equilibria) dari pertukaran Na-K
lebih lambat dbandingkan dengan laju kesetimbangan
pelarutan-presipitasi silika (silica dissolution-precipitation)
dan K-Mg. Geotermometer Na/K merupakan persamaan yang
lebih baik untuk digunakan apabila kondisi ekuilibria dari
fluida panasbumi tetap terjaga dari dalam hingga proses
naiknya fluida panasbumi tersebut ke permukaan.

Lebih lanjut, rasio konsentrasi Na/K tidak terlalu


dipengaruhi oleh proses pelarutan dan pendidihan
dibandingkan silika, hal ini disebabkan oleh penambahan unsur

41

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Na dan K kepada fluida reservoir oleh pelarutan air. Namun,
geotermometer Na/K akan memberikan hasil temperatur yang
sifatnya anomali jika diaplikasikan terhadap fluida yang kaya
akan amonia yang terbentuk pada saat fluida bereaksi dengan
lapisan sedimen yang kaya bahan organik (Fournier, 1989a,
dalam Nicholson, 1993).

Berikut adalah rumus perhitungan geothermometer


Na/K menurut beberapa ahli :

a. Truesdell, 1976 (Range 100C - 275C)

t (C) = - 273.15

b. Fournier, 1979

t (C) = - 273.15

c. Tonani, 1980

t (C) = - 273.15

d. Arnorsson et al., 1983


- Range 25C - 250C

t (C) = - 273.15

- Range 250C - 350C

t (C) = - 273.15

e. Nieva & Nieva, 1987

t (C) = - 273.15

f. Giggenbach et al., 1988

t (C) = - 273.15

42

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
g. Arnorsson et al., 1998 (Range 0C - 350C)
t (C) = 733.6 - 770.551Y + 378.189 Y2 – 95.753Y3
+ 9.544Y4

Na/K adalah konsentrasi Sodium/Potasium dalam


mg/Kg dan Y adalah logaritma dari konsentrasi
Sodium/Potasium dalam molal. Jika menggunakan rumus dari
Arnorsson et al., 1983, pertama-tama hitung temperatur
menggunakan persamaan pertama. Jika perhitungan
menghasilkan temperatur didalam range 25C - 250C, hasil
perhitungan dapat digunakan. Tetapi apabila perhitungan
menghasilkan temperatur diatas 250C, gunakan persamaan
kedua untuk menghitung temperatur. Jika rumus diatas tidak
mempunyai range, hasil temperatur terkecil yang didapat
haruslah diatas 120C.

4. Geothermometer K/Mg

Geothermometer K/Mg pertama kali dipresentasikan


oleh Giggenbach et al. (1983) dan kemudian didiskusikan lebih
detail oleh Giggenbach (1988). Air dangkal mempunyai
konsentrasi Mg yang lebih tinggi dibandingkan dengan air yang
lebih dalam. Rasio K/Mg merepresentatifkan keadaan terakhir
dari reaksi antara fluida dengan dinding batuan atau wall-rock
reaction sebelum naik ke permukaan. Kosentrasi Mg akan
turun apabila temperatur pada fluida tersebut naik. Jadi saat
konsentrasi dari Mg meningkat dapat diasumsikan fluida
tersebut telah tercampur dengan fluida bertemperatur rendah
yang mungkin dekat dengan permukaan, Temperatur
geothermometer ini valid diantara 50°C hingga 300°C
(Nicholson, 1993). Berikut persamaannya:

43

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
t (C) = - 273.15

K2/Mg adalah konsentrasi Potasium2/Magnesium dalam mg/Kg

5. Geothermometer Na/Li
Observasi awal oleh Ellis & Wilson (1960) dan Koga
(1970) menunjukkan bahwa nilai Na/Li terendah
menggambarkan bagian terpanas dari suatu lapangan
panasbumi. Berdasarkan ini, Fouillac & Michard (1981)
meneliti hubungan antara konsentrasi Na dan Li dengan
temperatur pada sistem panasbumi yang sudah dieskplorasi, air
permukaan, dan eksperimen reaksi fluida dengan batuan.
Mereka mendemonstrasikan hubungan empiris antaraLog
Na/Li dan 1/T untuk air yang encer, air dengan konsentrasi
Cl<0.2mol/Kg (~7000 mg/Kg), dan air yang lebih asin dengan
konsentrasi Cl>0.3mol/Kg (>10000 mg/Kg). Hubungan lebih
lanjut kemudian diajukan oleh Kharaka et al. (1982)
(Nicholson, 1993). Berikut persamaannya:

a. Fouillac & Michard, 1981


- Cl<0.2 mol/Kg

t (C) = - 273.15

- Cl>0.3 mol/Kg

t (C) = - 273.15


b. Kharaka et al., 1982

t (C) = - 273.15

Na/Li adalah konsentrasi Sodium/Lithium dalam


mmol/Kg untuk persamaan dari Fouillac & Michard (1981) dan
dalam mg/Kg untuk persamaan Kharaka et al. (1982).

44

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
6. Geothermometer Na-K-Ca

Diketahui bahwa temperatur yang dihitung dengan


geothermometer Na/K memberikan hasil yang terlalu tinggi
jika diaplikasikan terhadap air yang kaya akan kandungan
kalsium, terutama pada sistem temperatur rendah. Alasan dari
pemikiran ini adalah dalam kondisi ini, Ca, Na, dan K
mengalami persaingan dalam reaksi pertukaran ion dengan
mineral silicate, yang menyebabkan kekacauan pada
kesetimbangan Na-K-feldspar (Nicholson, 1993).

Geothermometer ini memberikan hasil yang baik jika


diaplikasikan pada reservoir bertemperatur tinggi (>~ 180°C),
namun buruk jika di pakai pada temperatur yang rendah. Faktor
yang mempengaruhi geothermometer ini adalah tekanan parsial
dari karbon dioksida pada larutan, reaksi pertukaran yang
terganggu dengan ion – ion lainnya (khususnya Mg), dan
presipitasi dari kalsit dengan hilangnya karbon dioksida dari
larutan pada saat boiling (Nicholson, 1993). Berikut
persamaannya:

t (C) = 
- 273.15


= 4/3, jika t<100C dan adalah +


= 1/3, jika t>100C atau adalah -

Ca/Na/K adalah konsentrasi Kalsium/Sodium/Potasium


dalam mg/Kg. Jika menggunakan rumus diatas, pertama-tama
hitung temperatur menggunakan = 4/3. Jika perhitungan

menghasilkan temperatur <100C dan

adalah positif, hasil perhitungan dapat digunakan. Tetapi

45

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
apabila perhitungan menghasilkan temperatur >100C atau

adalah negatif, gunakan = 1/3 untuk

menghitung temperatur (Fournier, 1985).

Fournier dan Potter (1979) mengatakan bahwa


geothermometer Na-K-Ca menghasilkan hasil tinggi yang
anomali ketika diaplikasikan pada air yang kaya akan Mg2+.
Maka dari itu, temperatur yang dihasilkan oleh geothermometer
Na-K-Ca harus dikurangi dengan koreksi magnesium. Koreksi
temperatur juga bisa dihitung menggunakan persamaan yang
dikembangkan oleh Fournier dan Potter (1979) (Fournier,
1985). Berikut prosedur yang diajukan untuk menerapkan
koreksi magnesium (Nicholson, 1993):

a. Hitung temperatur Na-K-Ca dalam C seperti yang sudah


dideskripsikan diatas. Jika temperatur <70C, tidak perlu
dilakukan koreksi. Jika temperatur >70C, lanjutkan ke
langkah selanjutnya.

b. Hitung R = x 100 menggunakan

konsentrasi dalam mg/Kg.


c. Jika R>50, abaikan temperatur Na-K-Ca yang sudah
dihitung dan asumsikan bahwa temperatur air pada
kedalaman kira-kira sama dengan temperatur air yang
diukur di lapangan.
d. Jika R = 5 sampai 50, hitung koreksi dengan rumus:
tMg = 10.664 – 4.7415LogR + 325.87(LogR)2 –
1.032x105[(LogR)2/T] – 1.968x107[(LogR)2/T2] +
1.605x107[(LogR)3/T2]
e. Jika R<5, hitung koreksi dengan rumus:
tMg = -1.03 + 59.971LogR + 145.05(LogR) –
2

36711[(LogR)2/T2] – 1.67x107[LogR/T2]

46

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
f. Apabila hasil dari tMg adalah negatif atau R<1.5, jangan
gunakan hasil koreksi
g. Akhirnya, kurangi nilai temperatur Na-K-Ca dengan tMg
untuk mendapatkan temperatur koreksi Mg

T adalah temperatur geothermometer Na-K-Ca dalam kelvin


(K)

III.2.5 Geoindikator Air

Terdapat beberapa rasio geoindikator air yang dapat


digunakan untuk mengetahui hidrogeologi serta zonasi panasbumi,
yaitu rasio B/Li, Na/K, Na/Ca, Na/Li, Mg/Ca, HCO3/SO4, B/Cl,
F/Cl, Mg/Cl, SO4/Cl, (HCO3+CO3)/Cl, Na/Mg, dan NH4/B serta
nilai konsentrasi Ca, Mg, HCO3, Cl, pH, F, SiO2, NH3, B, dan SO4
(Nicholson, 1993). Penggunaan rasio – rasio ini harus disesuaikan
dengan kedaan pada lapangan daerah penilitan, terutama melihat
dari sistem panasbuminya (high relief atau low relief).

Rasio B/Li, Na/K, Na/Ca, Na/Li, Mg/Ca, dan HCO3/SO4


serta nilai konsentrasi Ca, Mg, HCO3, Cl, pH, dan SiO2 yang
menunjukkan rasio dan nilai yang rendah menandakan bahwa
daerah yang memiliki nilai rasio tersebut adalah zona upflow,
sedangkan rasio B/Cl, F/Cl, Mg/Cl, SO4/Cl, (HCO3+CO3)/Cl,
Na/Mg, dan NH4/B serta nilai konsentrasi F, NH3, B, dan SO4 yang
menunjukkan rasio dan nilai yang tinggi menandakan bahwa
daerah yang memiliki nilai rasio tersebut adalah zona upflow.
Untuk geoindikator air yang menggunakan nilai konsentrasi unsur
kimia, data manifetasi harus dipisah dengan data sumur. Hal ini
dikarenakan nilai konsentrasi pada sumur akan lebih besar
dibandingkan dengan nilai konsentrasi pada manifestasi, sehingga
akan menjadi tidak seimbang apabila di aplikasikan secara
bersamaan. Rasio yang dimaksud adalah rasio dari molal larutan.

47

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Rasio ini dapat dihitung dari konsentrasi larutan dan massa atom
atau molekul relatif dari larutan tersebut (Nicholson, 1993).
Contoh:

Rasio B/Cl = CB(mg/Kg)/CCl(mg/Kg) x (ArCl(mg/mmol)/ArB(mg/mmol)

III.3 Geokimia Gas

Gas – gas berikut, bersama uap, selalu hadir pada daerah discharge
panasbumi baik dari manifestasi permukaan maupun sumur: , ,
, , dan , dimana gas-gas ini sering disebut non-condensible
gases (NCG). Uap panas bumi terbentuk oleh proses mendidihnya fluida
di kedalaman. Fase uap terbentuk dan migrasi ke permukaan secara
vertikal, dimana air residu selalu migrasi secara lateral dari zona didih.
Jika air pada akhirnya mucul di permukaan, maka jarak dengan zona
upflow adalah beberapa kilometer, khususnya di daerah pegunungan
(Nicholson, 1993).

Dalam fasa tunggal (Single-phase), air panas di reservoar, uap


terbentuk akibat dari berkurangnya tekanan seiring fluida naik ke
permukaan. Didalam kondisi seperti ini unsur kimiawi pada uap, baik pada
fumarol atau keadaan di sumur, merupakan akibat langsung dari fluida di
reservoar. Situasi yang lebih kompleks ada pada reservoir dua fase (two-
phase reservoir). Pada fase ini, reservoir mengandung uap dan fluida
dalam keadaan setimbang. Dalam keadaan ini uap yang keluar ke
permukaan adalah uap yang mengandung komposisi campuran antara uap
reservoir dengan uap hasil pendidihan fasa cair di boiling zone. Dalam
keadaan ini, gas yang keluar tidak mencerminkan gas atau uap yang
setimbang pada reservoir (Nicholson, 1993).

Keterlarutan dari gas terhadap fase cair dari air panasbumi


mengatur sejauh mana fraksinasi ke fase uap pada pembentukan uap air.
Gas panasbumi yang umum ditemui berdasarkan urutan kelarutan (less

48

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
soluble) < < < < < < (sangat larut). adalah gas
yang sangat sedikit terlarut (less-soluble) dibandingkan dan .
Hidrogen sulfida dua sampai tiga kali lebih terlarut (soluble) dari gas
(Ellis, 1962 dan Glover, 1970 dalam Nicholson, 1993) dan unsur Amonia
adalah unsur yang sangat larut pada fase cair (sepuluh kali lebih soluble
dari dan dua puluh kali lebih terlarut dari pada suhu 260°C),
tetapi perbedaan yang relatif ini menurun sangat cepat terhadap titik kritis
dari air, yaitu 374°C (Ellis, 1962 dalam Nicholson, 1993). Nicholson
(1993) menjelaskan kegunaan setiap unsur kimia yang biasanya berada
dalam gas panasbumi.

1. Karbon dioksida (CO2)


Gas ini adalah gas yang paling melimpah pada sistem
panasbumi, bahkan seringkali mewakili lebih dari 85% volume dan
berat total gas pada zona discharge (Mahon et al., 1980b dalam
Nicholson 1993). Gas ini terbentuk oleh alterasi thermal dari batuan
dan mineral karbonat, degradasi unsur organik dalam batuan sedimen,
dan dari larutan di air meteorik (khususnya konversi dari HCO3(aq)
menjadi CO2(g) saat boiling) atau dapat juga berasal dari unsur
magmatik.

2. Hidrogen Sulfida (H2S)


Gas yang umum ini terbentuk dari alterasi batuan reservoir
atau dari unsur magmatik. Gas ini bersifat reaktif dan mudah bereaksi
dengan batuan sekitar yang kemudian membentuk besi (II) sulfida
(FeS). Walaupun reaksi dengan batuan sekitar dianggap sebagai proses
yang lambat, gas ini hilang melalui reaksi dari waktu ke waktu, yang
menyebabkan bertambahnya rasio CO2/H2S dengan semakin jauhnya
migrasi. Hidrogen sulfida 2 sampai 3 kali lebih mudah larut
dibandingkan karbon dioksida (Ellis, 1962 dalam Nicholson, 1993).

49

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
3. Amonia (NH3)
Gas ini adalah gas yang paling mudah terlarut. Konsentrasi
amonia yang tinggi merupakan hasil dari alterasi material organik pada
batuan sedimen. Selama migrasi ke permukaan, gas ini dapat hilang
sebagai akibat dari reaksi dengan batuan sekitar. Walaupun relatif
mudah larut, amonia akan berubah menjadi fase uap ketika temperatur
menurun. Maka ketika air panasbumi mengalami pendinginan,
kandungan amonia akan menjadi semakin tinggi.

4. Hidrogen (H2)
Hidrogen adalah gas yang sangat reaktif. Hidrogen mudah
hilang saat bereaksi dengan batuan sekitar. Hidrogen umumnya
berkurang dari waktu ke waktu dengan disertasi semakin jauhnya
migrasi (Arnorsson dan Gunnlaugsson, 1985 dalam Nicholson, 1993)
dan hal ini memungkinkan rasio CO2/H2 digunakan untuk mengetahui
arah aliran dan zona upflow.

5. Metana (CH4)
Dari semua gas hidrokarbon, metana adalah yang paling
umum ditemukan. Konsentrasi metana yang tinggi dapat berasal dari
alterasi batuan sedimen di kedalaman, khususnya yang kaya akan
unsur organik, dan sangat jarang metana sebagai unsur utama pada gas
discharge dari sistem yang memiliki batuan induk sedimen yang
bertemperatur rendah.

6. Nitrogen (N2)
Sebagai gas atmosfir utama, nitrogen pada sistem panasbumi
berasal dari pelarutan air meteorik recharge, meskipun dapat juga
berasal dari unsur magmatik. Akan tetapi, sumber asli nitrogen dari
unsur magmatik masih tidak pasti. Kemungkinan berasal dari
degradasi unsur organik pada kerak ketika terkena kontak dengan
magma.

50

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
7. Gas Mulia
Gas mulia atmosfer (helium, He; neon, Ne; argon, Ar;
kripton, Kr; dan xenon, Xe) berkontrobusi terhadap fluida panasbumi
melalui recharge air meteorik dan sebagai tambahan untuk He dan Ar,
melalui reaksi pelarutan batuan. Walaupun radiogenik He dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keseluruhan
konsentrasi dari gas, dan dalam faktanya sebagai sumber utama,
radiogenik Ar memiliki dampak yang kecil pada total konsentrasi Ar
dalam gas discharge. Argon dapat juga digunakan sebagai unsur utama
dalam untuk rasio, sama seperti klorida pada geokimia air.

III.3.1 Sumber Gas


Penentuan sumber gas panabumi dapat menggunakan
diagram segitiga N2-CO2-Ar (Giggenbach, 1987 dalam Powell
dan Cumming, 2010) (Gambar III.7). Giggenbach (1987)
memperkenalkan diagram sumber gas yang di terapkan untuk
menganalisis fumarol pada daerah White Island, Selandia Baru.
Giggenbach menggunakan unsur CO2, dimana gas CO2 ini adalah
gas yang paling melimpah dan dominan dalam suatu sistem
panasbumi, dan juga gas yang berasal dari unsur magmatic.

Diagram segitiga N2- CO2-Ar didasari oleh rasio N2/Ar


untuk mengetahui sumber gas panasbumi dan menentukan
kemungkinan adanya kontaminasi udara terhadap gas panasbumi.
Dalam penentuan asal gas, ditentukan dengan parameter tertentu
yaitu dengan melihat rasio N2/Ar (Nicholson, 1993). Gas yang
berasal dari air meteorik (ASW: air saturated water) akan
memiliki rasio N2/Ar sekitar 38, gas yang terkontaminasi dengan
udara (air) akan memiliki rasio N2/Ar sekitar 84. Garis White
Island dengan rasio CO2/N2 sekitar 200 menandakan bahwa
apabila hasil plot terdapat disekitar garis (rasio CO2/N2 20030),
gas pada sistem panasbumi tersebut memiliki kesamaan dengan

51

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
yang berada pada daerah White Island, dimana lapangan
panasbumi ini memiliki sumber gas yang berasal dari magmatik
yang kaya akan gas CO2. Garis Magmatik dengan rasio N2/Ar
sekitar 800 menandakan bahwa apabila hasil plot terdapat
disebelah kiri garis (rasio N2/Ar >800), terdapat pengaruh
magmatik (magmatic input) terhadap gas panasbumi lapangan
tersebut.

Gambar III.7 Diagram segitiga N2-CO2-Ar (Giggenbach, 1987 dalam Powell dan
Cumming, 2010)

Posisi dari titik plot data dalam diagram segitiga N2- CO2-Ar
dapat diperoleh dengan pertama-tama menjumlahkan konsentrasi
(dalam mmol/mol) unsur - unsur yang terlibat.

 = (100xN2) + CO2 + (10000xAr)

52

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Langkah selanjutnya adalah menghitung persentase dari
ketiga senyawa tersebut, kemudian melakukan plotting pada
diagram segitiga N2- CO2-Ar

%N2 = (100N2/) x 100%

%CO2 = (CO2/) x 100%

%Ar = (10000Ar /) x 100%

III.3.2 Geothermometer Gas

Penentuan temperatur reservoir selain dapat dilakukan


dengan geothermometer air dapat juga dilakukan dengan
geothermometer gas. Mayoritas geothermometer gas membutuhkan
nilai rasio gas/steam dan rasio steam/water (untuk reservoir air
panas) diketahui (D’Amore dan Panichi, 1987 dalam Nicholson,
1993). Sejak uap dan fase air terkait jarang muncul ke permukaan
secara bersamaan, rasio – rasio ini tidak bisa digunakan untuk mata
air panas atau fumarola. Oleh karena itu, kebanyakan aplikasi
geothermometer gas ini terbatas hanya untuk sumur produksi.
Pengecualian untuk hal ini adalah gethermometer empiris dari
D’Amore dan Panichi (1980), yang berdasarkan sistem CO2-H2S-
H2-CH4, dan geothermometer CO, CO2, dan H2-Ar, yang dapat
diaplikasikan baik pada manifestasi maupun sumur produksi
(Nicholson, 1993). Terdapat beberapa jenis geothermometer gas
menurut para ahli:

1. D’Amore & Panichi (1980)

D’Amore & Panichi (1980) mengajukan


geothermometer empiris untuk mengatasi masalah apabila rasio
gas/air tidak diketahui, memungkinkan untuk mengestimasi

53

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
temperatur reservoir dari konsentrasi CO2, H2S, H2, dan CH4
yang diketahui pada manifestasi. Persamaannya adalah:

t (C) = - 273.15

Tekanan parsial dari karbon dioksida berhubungan


dengan proporsi kandungan karbon dioksida dalam kadar gas
total:

- Jika CO2 < 75%, PCO2 = 0.1 atm


- Jika CO2 > 75%, PCO2 = 1 atm
- Jika CO2 > 75% & CH4 > 2H2 & H2S > 2H2, PCO2 = 10
atm

CH4, CO2, H2, dan H2S adalah konsentrasi metana,


karbon dioksida, hidrogen, dan asam sulfida dalam %vol.

2. Arnorsson & Gunnlaugsson (1985)

Geothermometer gas ini berguna untuk memprediksi


temperatur bawah permukaan pada sistem panasbumi
temperatur tinggi. Geothermometer ini dapat dipakai pada
sistem dengan batuan basaltik sampai asam dan sedimen
dengan komposisi yang sama, tetapi harus digunakan dengan
syarat untuk sistem yang berlokasi pada batuan yang memiliki
banyak perbedaan komposisi dari basaltik ke asam. (Arnorsson
& Gunnlaugsson, 1985). Geothermometer ini menggunakan
ketentuan yang berhubungan dengan suhu air yang sudah
dihitung dengan geothermometer air. Persamaan
geothermometernya adalah:

a. CO2 (Semua air)


t (C) = -44.1 + 269.25Q – 76.88Q2 + 9.52Q3

54

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
b. Semua air diatas 300C dan air dalam range 200-300C
untuk Cl>500 ppm
- H2S
t (C) = 246.7 + 44.8Q
- H2
t (C) = 277.2 + 20.99Q
- CO2/H2
t (C) = 341.7 – 28.57Q
- H2S/H2
t (C) = 304.1 – 39.48Q
c. Semua air dibawah 200C dan air dengan range 200-300C
untuk Cl<500 ppm
- H2S
t (C) = 173.2 + 65.04Q
- H2
t (C) = 212.2 + 38.59Q
- CO2/H2
t (C) = 311.7 – 66.72Q

Q adalah Logaritma dari konsentrasi gas atau rasio gas


yang bersangkutan dalam mmol/Kg

3. Giggenbach (1991)
a. H2/Ar
t (C) = 70(2.5 + Log(H2/Ar))
b. CH4/CO2

t (C) = - 273.15

H2, Ar, CH4, dan CO2 adalah konsentrasi hidrogen,


argon, metana, dan karbon dioksida dalam %mol.

55

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
4. Geothermometer CAR-HAR
Geothermometer CO2/Ar dan H2/Ar atau yang lebih
dikenal sebagai geothermometer CAR-HAR dikembangkan
oleh Giggenbach dan Goguel (1989) dalam Powell dan
Cumming (2010) dengan menggunakan grafik perbandingan
CO2/Ar dengan H2/Ar (Gambar III.8). Grafik ini melibatkan
rasio gas dengan tingkat kelarutan yang rendah. Grafik ini
memerlukan penafsir untuk menentukan fraksi uap dimana gas
setimbang. Grafik ini menjajarkan geothermometer CO2
dengan geothermometer H2 menggunakan argon sebagai
konsentrasi yang mewakili rasio gas-uap. Dikarenakan ketiga
gas memiliki tingkat kelarutan yang rendah, grid dari ketiga gas
tidak terganggu secara signifikan dari perbedaan kelarutan gas
antara uap dan air dan diharapkan dapat berguna bagi air panas
dan fumarol. Karena ketergantungan pada konsentrasi argon,
grafik ini sangat rentan terhadap kontaminasi udara.

Gambar III.8 Grafik CO2/Ar – H2/Ar (Giggenbach dan Goguel, 1989 dalam

Powell dan Cumming, 2010)

56

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
Posisi dari titik plot data dalam Grafik CO2/Ar – H2/Ar
dapat diperoleh dengan menarik garis horizontal pada nilai Log
H2/Ar dan menarik garis vertikal pada nilai CO2/Ar, dimana
titik perpotongan dari kedua garis tersebut adalah posisi dari
titik plot data.
Titik-titik yang terplot di antara equilibrated vapor dan
equilibrated liquid menunjukkan bukti dari kondisi dua fase di
bawah permukaan. Namun keseimbangan H2 dan CO2 berada
pada tingkatan yang berbeda (H2 lebih cepat dari CO2) jadi gas
yang terplot pada sistem dua fasa mungkin berhubungan
dengan perubahan H2 yang tidak sepenuhnya diakomodasi oleh
reaksi CO2 pada fasa cair di reservoir (Powell, 2000).

III.3.3 Geoindikator Gas


Gas banyak yang menghilang atau menguap pada saat
fluida terdidihkan pada kedalaman yang cukup jauh, semakin jauh
fluida bermigrasi, semakin besar jumlah gas yang mendidih dekat
permukaan karenanya semakin rendah kandungan gas dari uap.
Selanjutnya, amonia, hidrogen dan hidrogen sulfida dikeluarkan
dari uap oleh proses seperti wall rock reaction. Semakin jauh
perjalanan uap dari reservoir, maka semakin rendah konsentrasi gas
mutlak dan semakin besar rasio CO2/H2S, CO2/NH3 dan CO2/H2.
Rasio yang dimaksud adalah rasio dari %mol gas.

III.4 Sumber Air Panasbumi Menggunakan Metode Geokimia Isotop


Stabil
Sebelum ditemukannya teknik analisis isotop, masih terdapat
ketidakpastian apakah air panasbumi mempunyai asal dari magmatik atau
meteorik. Namun, Craig (Craig et al., 1956; Craig, 1963 dalam Nicholson,
1993) mendemonstrasikan bahwa kandungan D pada air panasbumi sama
dengan kandungan pada air meteorik, sedangkan nilai dari 18O lebih
positif daripada air meteorik. Isotop mengindikasikan bahwa semua

57

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto
kontribusi magmatik harus kecil (5-10% dari total fluida, sebaliknya nilai
D dari air panasbumi dan meteorik tidak akan sama) dan yang dominan
dari fluida panasbumi haruslah berasal dari meteorik (Nicholson, 1993).

Data yang digunakan untuk menentukan asal air panasbumi bisa


berupa data manifestasi dan data sumur. Untuk menentukan asal air
panasbumi dapat menggunakan grafik isotop D-18O (Gambar III.9)
menurut Giggenbach (1992) dalam Powell dan Cumming (2010).

Gambar III.9 Grafik isotop D-18O (Giggenbach, 1992 dalam Powell dan
Cumming, 2010)

Posisi dari titik plot data dalam grafik isotop D-18O dapat diperoleh
dengan menarik garis horizontal pada nilai D (dalam per mil (0/00)) dan menarik
garis vertikal pada nilai 18O (dalam per mil (0/00)), dimana titik perpotongan dari
kedua garis tersebut adalah posisi dari titik plot data.

Meteoric trend line pada diagram menunjukkan bahwa apabila titik


plotting berada di sekitar garis tersebut, dapat disimpulkan bahwa fluida
panasbumi berasal dari air meteorik. Apabila titik plotting berada disekitar mixing
line, ada indikasi bahwa fluida panasbumi sudah tercampur dengan unsur
magmatik. Semakin dekat titik plotting dengan kotak Andesitic water, semakin
banyak unsur magmatic yang tercampur pada fluida panasbumi.

58

Pemodelan geokimia lapangan panasbumi Dieng mengunakan metode geokimia fluida dan isotop
Albertus Ivan Winarto

Anda mungkin juga menyukai