PENYUSUN :
KURNIATI PUJI LESTARI, SKp, MKes
SHOBIRUN, MN
Ns, IKE PUSPITANINGRUM, MKep
MUHAMMAD JAUHAR, Skep, Ns, MKep
MUGI HARTOYO, MN
IIS SRININGSIH, SST, MKes
Tim Penyusun
Penerbit :
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
ii
REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
SURAT PENCATATAN
CIPTAAN
Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:
Pencipta
Kurniati Puji Lestari, SKp, MKes, Muhamad Jauhar, SKep, Ns,
Nama :
MKep, , dkk
Alamat : Mpu Sendok I RT 4 RW 8 Banyumanik, Semarang , Jawa Tengah,
50266
Kewarganegaraan : Indonesia
No Nama Alamat
LAMPIRAN PEMEGANG
No Nama Alamat
Tim Penyusun
KURNIATI PUJI LESTARI, SKp, MKes
SHOBIRUN, MN
IKE PUSPITANINGRUM, MKep
MUHAMMAD JAUHAR, MKep
MUGI HARTOYO, MN
IIS SRININGSIH, SST, MKes
PPNI
HARIYANTI (Editor)
Diterbitkan Oleh :
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
Telp: (024)7477208
610
KUR Kurniati Puji Lestari,
b Buku Pedoman Pelatihan Pembelajaran Klinik Preceptorship Mentorship
Dalam Implementasi Suhan Keperawatan Berbasis Evidence Based Ractice
(Ebp) Bagi Pembimbing Klinik Mahasiswa Program Studi Profesi Ners/
Kurniati Puji Lestari, dkk.. Cetakan 1,Edisi Pertama. Semarang : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang, 2019.
ISBN : 978-602-6536-66-2
1. Keperawatan
I. Judul iii
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan semakin
meningkat, seiring dengan adanya sistem jaminan kesehatan nasional
(JKN). Pasien mulai kritis terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
Segala bentuk tindakan dalam asuhan keperawatan harus dapat diterima
secara logis oleh pasien. Situasi perkembangan inilah yang kemudian
menuntut perawat untuk menerapkan evidence based practice (EBP)
dalam praktik keperawatan. Perawat harus secara sistematis
menggunakan bukti-bukti terbaik yang aktual dalam membuat
keputusan mengenai cara memberikan pelayanan pada pasien.
Penerapan EBP dinilai menjadi cara yang terbaik dalam menjamin
keselamatan pasien, hal ini dikarenakan EBP merupakan kerangka kerja
praktik klinik yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang
didapat melalui penelitian, pengalaman klinik perawat serta pilihan
pasien dalam menentukan keputusan klinik dalam pelayanan kesehatan
(Carlson, 2010).
Evidence based practice menjadi trend issue pada instansi
pelayanan keperawatan dan pendidikan keperawatan karena EBP dinilai
dapat memberikan bukti klinis yang efektif untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan (Zhang et.al, 2018). Implementasi EBP sebagai
jaminan kualitas pelayanan sangat bergantung pada kemampuan
perawat dalam memahami EBP. Studi sebelumnya telah mengakui
bahwa perawat dengan kualifikasi yang lebih tinggi lebih mampu
menerapkan EBP dan menghargai nilai EBP (Malik et al. 2015; Gerrish et
al. 2011). Pengembangan pengetahuan dan keterampilan hendaknya
dapat dipersiapkan sejak dalam pendidikan keperawatan. Mahasiswa
sarjana dan profesi keperawatan (Ners) merupakan pelaku utama untuk
mendukung implemetasi EBP di masa depan. Elysabeth et al (2015)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan keperawatan yang semakin tinggi
berdampak pada pencapaian kompetensi perawat dalam melakukan
EBP. Pendidikan dapat menuntun seseorang terampil dalam mencari
B. TUJUAN PELATIHAN
1. Tujuan Umum
Mampu menguasai dan melaksanakan implementasi metode
pembelajaran mentorship dan preseptorship dalam pemberian
asuhan keperawatan berbasis evidence based practice (EBP).
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti Pelatihan metode pembelajaran mentorship dan
preseptorship dalam pemberian asuhan keperawatan berbasis
evidence based practice (EBP), peserta pelatihan diharapkan mampu
:
a. Mendiskripsikan Konsep Etik Pembelajaran Klinik
b. Menguasai metode pembelajaran mentorship dan preseptorship
dalam pemberian asuhan keperawatan berbasis evidence based
practice (EBP) bagi mahasiswa profesi Ners
c. Mengimplementasikan penerapan metode pembelajaran
mentorship dan preseptorship dalam pemberian asuhan
A. ETIKA KEPERAWATAN
Etika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan nilai-nilai dan
moral, oleh karena itu Perawat perlu memahami pengertian tentang
etika, nilai serta moral. Bagi perawat etika adalah suatu pedoman yang
digunakan sebagai tuntunan dalam melaksanakan praktik keperawatan
secara benar serta untuk pengambilan keputusan, pemecahan masalah
etik, baik dalam area praktik, pendidikan, administrasi maupun
penelitian.
Etika keperawatan adalah suatu ungkapan tentang bagaimana
perawat wajib bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada
standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dalam praktik
sehari-hari seperti jujur terhadap klien/pasien, menghargai klien/pasien
atas hak-hak yang dirahasiakannya dan beradvokasi atas nama
klien/pasien ( Fry, 2004 ) Etika keperawatan digunakan untuk
mengidentifikasi, mengorganisasikan, memeriksa dan membenarkan
tindakan-tindakan kemanusiaan dengan menerapkan prinsip-prinsip
tertentu. Selain itu juga menegaskan tentang kewajiban-kewajiban
yang secara sukarela diemban oleh perawat dan mencari informasi
mengenai dampak dari keputusan-keputusan perawat yang
mempengaruhi kehidupan dari klien/pasien dan keluarganya, sejawat
serta sistim asuhan kesehatan secara keseluruhan.
Ciri seorang profesional yang menonjol adalah komitmen
terhadap kepedulian individu, khususnya kesehatan fisik, kesejahteraan
dan kebebasan pribadi, sehingga dalam praktik selalu melibatkan
hubungan yang bermakna antara seorang profesional dengan
klien/pasiennnya. Oleh karena itu seorang profesional harus memiliki
orientasi pelayanan, standar praktik dan kode etik untuk melindungi
masyarakat serta memajukan profesi.
1. Standar Profesi
Perkembangan setiap profesi tidak sama karena dipengaruhi
oleh adanya tingkat kesadaran, pencapaian intelektual dan komitmen
dari profesi itu sendiri. Penanganan masalah etik tergantung dari
C. PRINSIP MORAL
Pada praktek keperawatan terdapat prinsip – prinsip moral yang
merupakan fokus bagi praktek keperawatan. Prinsip-prinsip tersebut
bermuara pada interaksi profesional dengan klien/pasien serta
menunjukkan kepedulian perawat terhadap hubungan yang telah
dilakukannya. Menurut Beauchamp & Childress ( 1994 ) , terdapat tujuh
prinsip moral yang meliputi : autonomy, beneficence, non-
maleficence,Veracity, confidentiality, fidelity dan justice.
1. Autonomy (otonomi)
Otonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk memilih bagi
diri sendiri, apa yang menurut pemikiran dan pertimbangannya
merupakan hal yang terbaik. Menghormati otonomi klien/pasien
ditunjukkan melalui perilaku perawat yang menghormati atau
menghargai klien/pasien dan keluarganya. Penerapan ” informed-
consent” secara tidak langsung menyatakan suatu trilogi hak
klien/pasien yaitu hak untuk dihargai, hak untuk menerima dan
menolak terapi.
2. Beneficence (kebaikan)
Prinsip beneficence atau melakukan tindakan untuk kebaikan
klien/pasien merupakan dasar dalam melakukan pelayanan
kesehatan yang baik. Perawat, dokter dan semua tenaga kesehatan
bekerja untuk meningkatkan kesehatan klien/pasien secara optimal.
Perawat melakukan tindakan untuk kebaikan klien/pasien ketika
memberikan suntikan, mengganti balutan dan memberikan
dukungan emosional bila klien/pasien cemas
3. Nonmaleficence (tidak membahayakan)
Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawat untuk tidak
membahayakan dan tidak menimbulkan kerugian atau cedera pada
klien/pasien. Kerugian atau cidera dapat diartikan adanya kerusakan
fisik seperti nyeri, kecacatan. kematian atau adanya gangguan emosi
antara lain adalah perasaan tidak berdaya , merasa terisolasi dan
adanya kekesalan. Kerugian juga dapat berkaitan dengan ketidak
adilan , pelanggaran atau berbuat kesalahan
E. Kewajiban Perawat
1. Perawat wajib mematuhi semua peraturan rumah sakit yang syah
menurut hukum antara perawat dengan pihak rumah sakit
2. Perawat wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah
sakit
3. Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian
yang telah dibuatnya
4. Perawat wajib memberikan pelayanan/asuhan keperawatan sesuai
standar profesi dan batas kewenangannya
5. Perawat wajib menghormati hak-hak klien/pasien
6. Perawat wajib merujuk klien/pasien kepada perawat lain/tenaga
kesehatan lain yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih
baik
7. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien/pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarganya dan dapat
menjalankan ibadah sesuai dengan agama/keyakinannya sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan pelayanan kesehatan
8. Perawat wajib bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain yang
terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien/pasien
9. Perawat wajib memberikan informasi yang adekuat tentang tindakan
keperwatan kepada klien/pasien dan atau keluarganya sesuai dengan
batas kewenangannya
10. Perawat wajib mendokumentasikan asuhan keperawatan secara
akurat dan berkesinambungan
11. Perawat wajib meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai
dengan standar profesi keperawatan dan kepuasan klien/pasien
12. Perawat wajib mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan secara
F. KODE ETIK
1. Kode Etik Keperawatan
a. Pengertian Kode Etik
Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan
komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi
anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan. dan
juga merupakan kepedulian moral profesi keperawatan kepada
masyarakat
b. Fungsi Kode Etik Keperawatan, Kode etik perawat berfungsi
untuk:
1) Menunjukan kepada masyarakat bahwa perawat memahami
dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya
2) Menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan
menjalin hubungan keprofesian sebagai landasan dalam
melakukan praktek
3) Mengatur hubungan perawat dengan klien/pasien, dengan
sesama perawat, masyarakat dan dengan profesi keperawatan
4) Memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi
2. Kode Etik International Council of Nursing ( ICN)
Tanggung jawab utama perawat meliputi empat aspek , yaitu
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memperbaiki
kesehatan dan mengatasi penderitaan. Kebutuhan tentang
keperawatan bersifat universal. Pada keperawatan terkandung
makna menghargai kehidupan, martabat dan hak –hak manusia,
tanpa membeda – bedakan manusia berdasarkan kebangsaan, suku,
ras, warna, umur, jenis kelamin, politik dan status sosial. Perawat
menyediakan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan
masyarakat serta mengkoordinasikan pelayanan tersebut dengan
A. PRECEPTORSHIP
a. Definisi
Preceptorship telah menjadi pendekatan yang sangat efektif
dalam pengajaran klinik dan suatu bagian integral dari orientasi
perawat baru (Hardiman & Hickey, 2001). Metode pengajaran dan
pembelajaran dalam preceptorship menggunakan perawat sebagai
role model. Sebuah role model dapat membentuk perilaku
seseorang yang sedang belajar.
Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara perseorangan
dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya
antara perawat yang berpengalaman ( preceptor) dengan
mahasiswa (preceptee) yang didesain untuk membantu preceptee
menyesuaikan diri dengan baik, mengembangkan kemampuan
praktik dan menjalankan tugas yang baru (CNA, 2004; NMC, 2009).
Pelaksanaan preceptorship melibatkan seorang preceptor dan
preceptee. Seorang preceptor merupakan seorang profesional yang
berpengalaman di bidang keperawatan dalam mengajar,
2) Atribut Personal
a) Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.
b) Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan
perkembangan pembelajaran preceptee.
c) Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang
positif.
d) Beradaptasi untuk berubah.
e) Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan
klien dan institusi pendidikan.
f) Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.
g) Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan
preceptor.
h) Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee (latar
belakang pendidikan, ras, kulturdll)
i) Menggabungkan preceptee kedalam budaya sosial.
j) Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.
k) Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan
oranglain.
3) Fasilitasi belajar
a) Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam
bekerjasama dengan preceptee dan institusi
pendidikan/koordinator program dengan cara:
(1) Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu
(praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah
sakit, klinik spesialis).
4) Praktik Profesional
a) Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar
keperawatan yang diakui oleh peraturan dan kode etik
keperawatan.
b) Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan
keputusan peraturan provinsi dan kode etik keperawatan.
c) Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang
berhubungan dengan pembelajaran klinik.
4) Socialization (Sosialisasi)
a) Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau
praktikan ditempat kerja.
b) Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu
ruang, peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit,
rantai perintah dan sumber daya.
c) Mengorientasikan preceptee terhadap tempatkerja,
pengenalan, komunitas di dalam praktik dan budaya tim.
g. Langkah-langkah Preceptors dalam bimbingan klinik
Ada 3 langkah yang diperlukan preceptors dalam
pembelajaran klinik yaitu:
1) Persiapan awal pertemuan : Hal yang perlu dilakukan oleh
perceptors adalah : 1) Mencari tahu tentang kebutuhan
preceptee dalam bimbingan klinik; 2) Membantu preceptee
menentukan tujuan bimbingan yang ingin dicapai; 3)
Menanyakan kepada preceptee tentang tugas yang
dibebankan; 4) Memperkenalkan tentang sikap preceptors dan
kesempatan bimbingan; 5) Menjajaki psikologis preceptee
tentang kesiapan bimbingan, serta memberi dukungan
preceptee untuk self – assessment setiap tahap bimbingan.
2) Tahap Pelaksanaan : Hal yang perlu dilakukan oleh perceptors
adalah : 1) Mendukung preceptee untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan diri sendiri; 2) Mengklarifikasi setiap
ide preceptee. 3) Memberikan saran kepada preceptee untuk
perbaikan; 4) Mencatat point-point penting yang disampaikan
oleh preceptee 5) Mengevaluasi kembali perkembangan
B. MENTORSHIP
Penerapan mentoring di Keperawatan dapat meningkatkan
kerjasama interprofesional perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Mentoring yang efektif dapat meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan di rumah sakit (Grossman, 2014; Anatole, et.al,
2013). Mentoring di keperawatan banyak dilakukan untuk memfasilitasi
masa transisi perawat baru, selain itu juga dilakukan mentoring oleh
c. Karakteristik Mentoring
Karakteristik mentoring yaitu sifat hubungan yang menguatkan
dan memberdayakan, menawarkan serangkaian metode untuk
memfasilitasi pembinaan dan memberikan dukungan. Mentoring
memberikan kebebasan untuk memilih baik mentee maupun mentor,
hal ini akan memberikan kenyamanan bagi mentor maupun mentee
dalam membangun hubungan dan bagi pengembangan diri.
Hubungan dalam mentoring dilakukan secara berkelanjutan selama
waktu yang tidak terbatas atau disesuaikan dengan pencapaian.
Hubungan mentoring berlangsung lebih lama yaitu beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Kegiatan mentoring dapat dilakukan di
tempat kerja atau secara formal, di kelas ataupun di tempat
pertemuan mentor dan mentee yang telah disepakati bersama.
Konten pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan
mentee. Mentor membantu cara bersosialisasi, komunikasi, tujuan
karir dan pemecahan masalah. Melalui pengalaman dan keahlian
mentee sendiri, mentor dapat membantu mentee menentukan
langkah yang harus diambil. Keberhasilan program mentoring dapat
dievaluasi dengan memantau kinerja mentee di tempat kerja (Flynn
& Stack, 2006).
d. Karakteristik Mentor
1. Mentor memiliki keterampilan dan atribut tertentu. Kemampuan
dan kompetensi yang sesuai untuk menjadi role model yang
relevan, seperti keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai
kinerja yang baik di lingkungan kerja,
2. Mentor dan mentee sebaiknya memiliki jenis kelamin yang sama.
3. Berusia 8-14 tahun lebih tua.
e. Keuntungan mentoring
Mentoring memberikan keuntungan baik bagi mentor , mentee
dan juga institusi (CNA, 2004).
1) Keuntungan bagi mentee
Keuntungan untuk mentee adalah terjadinya peningkatan
kompetensi, percaya diri dan rasa aman, kepuasan kerja,
penurunan tingkat stres, jaringan kerja meluas, kemajuan karir,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pengembangan
bakat yang diketahui dan yang belum ditemukan, pengembangan
etika pribadi, dan pembentukan persahabatan. Peran dan
dukungan Mentor pada diri mentee , mengekspresikan ide-ide
secara bebas, dan menjunjung tinggi harapan dapat
meningkatkan harga diri, konsep diri, dan kepercayaan diri
mentee dan dapat menginspirasi perawat pemula untuk
mencapai potensi penuh dalam karir profesional keperawatan
(Gerhart, 2012). Hubungan mentoring yang baik juga dapat
menciptakan lingkungan kerja yang positif yang mendorong
pembelajaran, memberikan manfaat bagi perkembangan karir
dan psikososial mentee , berkurangnya stres dan konflik kerja
pada perawat, meningkatnya kepuasan kerja dan karir sehingga
dapat menurunkan turnover (Kim & Zabelina, 2011).
2) Keuntungan bagi mentor
Keuntungan bagi mentor adalah mencapai kepercayaan diri,
peningkatan kepuasan kerja dan perasaan berharga, peningkatan
ketrampilan, perkembangan diri dan pembelajaran, motivasi akan
ide baru, potensial untuk meningkatkan karir. Pengalaman
mentoring memberi mentor kesempatan untuk mengajar dan
Modul Pelatihan Preceptorship, 2019 39
belajar. Mentor juga merasa terdorong untuk tetap up to date
pada keterampilan klinis dan pengetahuan untuk memastikan
bahwa kinerja yang dilakukan berdasarkan evidence base practice
karena mentor menawarkan dukungan klinis untuk para mentee
(Hill & Sawatzky, 2011). Proses mentoring juga memberikan
mentor energi baru yang segar dan rasa ingin tahu, dan memiliki
cara baru dalam memandang sesuatu serta dapat meningkatkan
produktivitas kerja mentor (Kim & Zabelina, 2011).
3) Keuntungan bagi institusi
Keuntungan yang diperoleh institusi adalah peningkatan
kemampuan untuk rekruitment dan komitmen pada organisasi,
perbaikan kualitas perawatan, penurunan turn over , dan
pengembangan kerja sama. Mentoring dapat berdampak pada
kepuasan kerja perawat dan dapat mendorong lingkungan kerja
yang positif dengan menghasilkan perawat yang puas dengan
karir. Hill & Sawatzky (2011) dan Gerhart (2012) menyebutkan
mentoring dapat menciptakan kerja sama tim yang baik serta
menciptakan lingkungan belajar untuk pendidikan berkelanjutan
yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan personal dan
institusi tempat bekerja. Institusi juga dapat memanfaatkan
program mentoring untuk membuat sikap kerja yang positif dan
menurunkan turn over.
g. Tahapan mentoring
Tahap proses mentoring terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap
invitasi, tahap keraguan dan tahap transisi. Pertama tahap invitasi,
pada tahap ini mentor menggunakan waktu dan energi untuk
mengasuh individu yang bertujuan untuk belajar dan mempercayai
mentor dengan rasa hormat. Perawat mentor memulai tahapan
invasi dengan melakukan pertemuan dengan perawat mentee untuk
berbagi pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman personal
mengenai pertumbuhan profesional.
Kedua, tahap keraguan, pada tahap ini perawat baru/ mentee
mengalami keraguan dan takut tidak mampu mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Mentor membantu mentee mengklarifikasi tujuan
dan strategi untuk mencapainya, membagi pengalaman personal dan
berperan sebagai penasehat dan sumber dukungan selama masa
keraguan. Tahap selanjutnya adalah tahap transisi, mentor
membantu mentee untuk menyadari kelebihan/kekuatan dan
keunikan dari mentee tersebut. Mentee tersebut pada tahap ini
mampu membina orang lain.
Keberhasilan dari kegiatan mentoring tidak lepas dari hubungan
yang intens antara mentor dan mentee dalam menggali pengalaman
atau keterampilan sehingga mencapai suatu tujuan yang
komprehensif. Selama proses tahapan mentoring berlangsung
terdapat fase hubungan yang terjadi antara mentor dan mentee .
Fase hubungan dalam mentoring menurut Norwood (2010) terdiri
atas tiga fase, antara lain: fase inisiasi, fase kerja (pelaksanaan), dan
fase terminasi. Fase inisiasi berfokus pada identifikasi kesamaan
karakteristik antara individu mentor dan mentee , kemampuan atau
pengakuan nilai-nilai yang dianut. Fase inisiasi bertujuan untuk
menyamakan persepsi antara mentor dan mentee serta untuk
mengidentifikasi kemampuan mentee. Mentor dan mentee pada
fase inisiasi harus berkomitmen untuk melaksanakan program
mentoring sampai selesai. Hal yang perlu diperhatikan dalam fase ini
adalah keterbatasan mentor dan kemampuan mentee .
i. Panel Expert
48 Modul Pelatihan Preceptorship, 2019
Adalah metode bimbingan dimana praktikan diberi
kesempatan secara kelompok untuk berdiskusi tentang satu tema
penanganan pasien gadar dan alternative problem solving dengan
berdasar jurnal riset sesuai dengan kasus yang didiskusikan
dibawah kendali narasumber /expert.
3. Defenisi konflik
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari
perbedaan ide, nilai-nilai, dan perasaan antara dua orang atau lebih
(Marquis & Huston, 1996 dalam Hendel dkk, 2005). Menurut
Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang terjadi
ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu
4. Sumber konflik
Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan
karena: (1) perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur,
jenis kelamin, ras, pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman,
tingkah laku, pendapat, budaya, kebangsaan, keyakinan, dll, (2)
perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena
perbedaan budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.
a. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang
menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat,
dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi
yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi
merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi
anteseden untuk terciptanya konflik.
b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian
yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang
diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah
kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat
ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel
yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan
makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik.
c. Variable pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi,
yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu,
karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki
keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu,
misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
5. Jenis konflik
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada
individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk
mengklasifikasinilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini
sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran.
Misalnya seorang manajer mungkin merasa konflik intrapersonal
dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap
pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.
b. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih,
dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering
terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan
orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Sebagai
contoh seorang manajer sering mengalami konflik dengan teman
sesame manajer, atasan, dan bawahannya.
c. Konflik Intra kelompok
Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok
melakukan kerja berbeda dari tujuan, dengan contoh seorang
perawat tidak mendokumentasikan rencana tindakan perawatan
pasien sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat lainnya
dalam satu tim untuk mencapai tujuan perawatan di ruangan
tersebut.
d. Konflik Antar Kelompok
Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok
bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya. Sumber konflik
jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan
otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.
6. Manajemen konflik
a. Definisi Manajemen Konflik
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang
diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
FEEDBACK
A. DEFINISI EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian yang menunjukkan kondisi akhir
saat ini (Brown & Knight, 1994). Materi evaluasi disusun berdasarkan
tujuan belajar dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Evaluasi klinik merupakan proses mendapatkan informasi untuk
membuat penilaian terhadap kinerja peserta didik dalam lingkungan
klinik. Evaluasi hasil pendidikan adalah proses sistematis untuk mencapai
tingat pencapaian tujuan pendidikan yang terdiri atas kegiatan
mengukur dan menilai (Nursalam dan Efendi, 2008)
B. TUJUAN EVALUASI
Tujuan dari evaluasi hasil pembelajaran adalah :
1. Sebagai umpan balik peserta didik dalam meningkatkan prestasi
belajar
2. Sebagai umpan balik bagi dosen akan perkualian yang diberikannya
3. Menjamin akuntabilitas proses pembelajaran
4. Memotivasi peserta didik
5. Mendiagnosis kekuatan dan kekurangan peserta didik.
Model Penilaian
Beberapa model penilaian pencapaian pembelajaran yang dapat digunakan
antara lain model miller’s pyramid
Skor Pencapaian Deskripsi
1 Mengetahui dan Memiliki pengetahuan teoritis tentang
menjelaskan keterampilan, konsep, teori, prinsip, indikasi,
prosedur, komplikasi dan sebagainya
A. Definisi
Istilah evidence based practice (EBP) secara harfiah bermakna
evidence = bukti, based = berdasarkan, practice= praktik. EBP adalah
suatu proses pelaksanaan sesuatu yang didasarkan pada bukti. Menurut
Melnyk et al. (2010) Dalam bidang kesehatan EBP dikenal dengan istilah
evidence based health care (EBHC) yang berarti penentuan tindakan
perawatan kesehatan berdasarkan bukti penelitian terbaik (Lindayani,
Darmawati, Purnama, 2018). EBHC dikembangkan pada masing-masing
keilmuan kesehatan, salah satunya di bidang keperawatan yang dikenal
dengan evidence based practice in nursing (EBPN). Komponen utama
dalam EBP yaitu hasil penelitian terbaik, pendapat ahli, dan pilihan klien.
Hasil penelitian terbaik adalah intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien didasarkan pada sumber ilmiah yang valid dan reliabel.
Pendapat pakar atau ahli dibutuhkan untuk mempertimbangkan etik
dalam pelaksanaan intervensi keperawatan. Apakah intervensi
keperawatan yang diberikan bermanfaat ( beneficence ) dan tidak
membahayakan (non-maleficence). Selain itu juga pendapat ahli dapat
digunakan untuk mengidentifikasi intervensi keperawatan yang akan
dilakukan perlu disesuaikan dengan keadaan klien dan lingkungan atau
tidak. Pilihan klien terhadap intervensi keperawatan yang akan diberikan
menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Perawat harus menghargai
hak, nilai, kepercayaan, budaya, dan kemampuan klien. Saat ini, klien
dapat mengakses dengan mudah segala informasi kesehatan sehingga
klien lebih cerdas dalam memutuskan alternatif intervensi keperawatan
yang diberikan (Lindayani, Darmawati, Purnama, 2018).
B. Tujuan
EBP bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
berbasis bukti penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi tidak
ada lagi istilah “kata perawat, biasanya seperti itu, dll”. Hasil EBP juga
dapat digunakan untuk update standar operasional prosedur yang sudah
out of date. Hal tersebut akan berimbas pada pemberian pelayanan
1 2 3 4 5
1 Mempertimbangkan latar belakang dan tingkat
kompetensi mahasiswa.
2 Memungkinkan mahasiswa menyarankan pendekatan
alternatif dalam pemecahan masalah.
3 Mendorong mahasiswa untuk bertanggungjawab dan
akuntabilitas sepanjang pengalaman klinis.
4 Membahas tujuan pembelajaran dari akademik
(kampus) terkait dengan peran mahasiswa.
5 Berfungsi sebagai model peran yang efektif untuk
perilaku keperawatan profesional.
6 Mengevaluasi kinerja klinis mahasiswa.
7 Pengalaman yang direncanakan untuk memenuhi
kebutuhan belajar mahasiswa.
8 Berkolaborasi untuk mengembangkan rencana
pembelajaran berdasarkan kebutuhan belajar individu
mahasiswa.
9 Memberikan kesempatan belajar yang dijadwalkan.
10 Bertemu secara teratur untuk mengevaluasi /
mendiskusikan tujuan dan hasil rencana pembelajaran.
11 Mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis
pada mahasiswa melalui diskusi tentang tindakan /
prioritas alternatif.
12 Keterampilan / teknik mengajar yang efektif.
13 Menyediakan lingkungan yang kondusif untuk
pembelajaran.
14 Menyediakan sumber daya dan bantuan dengan tepat.
15 Memberikan umpan balik yang tepat waktu, sensitif,
dan penuh hormat; di tempat yang tenang dan pribadi.
16 Mendorong, melatih, dan memotivasi mahasiswa.
17 Bersedia secara konsisten untuk memberikan
dukungan dan bantuan.
1 = Kurang
2 = Memerlukan peningkatan
3 = Kompeten
4 = Terampil
5 = Unggul
No Kompetensi preceptorship 1 2 3 4 5
Role Modelling
1 Menunjukan praktik keperawatan profesional yang
kompeten.
2 Mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik
klinikal yang profesional.
3 Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif
dengan anggota tim.
4 Menjadi model peran yang efektif dan inspiratif dan
menunjukkan nilai-nilai profesional, sikap dan perilaku
5 Menunjukkan manajemen waktu dan keterampilan
kepemimpinan yang baik
6 Menunjukkan praktek pengambilan keputusan dan
berdasarkan bukti yang tepat
7 Mengakui keterbatasan mereka sendiri dan orang lain.
Critical Thinking
8 Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui
masalah.
9 Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan.
10 Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat
reguler.
11 Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan
resiko dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk
belajar dari kesalahan.
Karakter Personal
14 Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor
15 Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan
perkembangan pembelajaran preceptee
16 Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan
yang positif.
17 Beradaptasi untuk berubah.
18 Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dan
therapeutik
19 Menunjukkan kemampuan mendengarkan aktif
20 Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang
efektif.
21 Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar
dengan preceptor.
22 Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.
23 Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan
orang lain.
24 Caring terhadap pasien dan peserta didik.
25 Bersikap humor dalam kontex yang sesuai.
26 Berorientasi dengan lingkungan dengan sikap percaya
diri.
27 Penampilan rapi dan bersih dan menarik.
28 Menunjukan sikap respect kepada seluruh ketenagaan di
lapangan.
29 Mempunyai motivasi tinggi dalam membantu karyawan
yang baru/preceptee.
30 Mampu mendorong karyawan baru/preceptee untuk
berkembang
Hasil Preceptorship
14 Adanya peningkatan kepuasan belajar
15 Adanya penurunan tingkat stress bagi mahamahasiswa
16 Adanya perkembangan diri yang signifikan
17 Adanya peningkatkan kepercayaan diri.
18 Adanya penciptaan sikap, pengetahuan, dan kemampuan
yang lebih baik
19 Adanya sosialisasi yang profesional ke dalam lingkungan
kerja
20 Adanya tanggung jawab pribadi untuk meningkatkan
pengetahuan
21 Merasa dihargai dan dihormati oleh organisasi pekerja.
22 Merasa diinvestasikan dan meningkatkan karir masa
depan.
1 = Kurang
2 = Memerlukan peningkatan
3 = Kompeten
4 = Terampil
5 = Unggul
No Indicator 1 2 3 4 5
1 Kemampuan listening
2 Memberikan motivasi
3 Caring
4 Emosi stabil
5 Mempunyai komitmen
6 Tidak menghakimi
7 Menjaga rahasia atau informasi yang
disampaikan oleh mentee
8 Sabar
9 Mempunyai selera humor yang baik dan tepat
10 Mempunyai toleransi yang tinggi
Hari/
No Tanggal/ Tema / Topik Rencana Tindak Lanjut Presensi Mahasiswa
Waktu
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
Program Studi :
Mata Kuliah :
Kode Mata Kuliah :
Semester :
SKS :
Nama Dosen Pengampu
2. Capaian Pembelajaran
a. Capaian Pembelajaran Lulusan
b. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
3. Diskripsi Singkat MK
……................................................................................................
4. Rencana Pertemuan
Minggu Kemampuan Bahan Metode Pengalaman Kriteria Bobot
Ke Akhir yang Kajian Pembelajaran Belajar Penilaian Nilai
diharapkan (materi dan Waktu Mahasiswa dan
(Sub CP MK) ajar) Indikator