Anda di halaman 1dari 4

Double Degree MSc Programme

GEO-INFORMATION FOR SPATIAL PLANNING AND


DISASTER RISK MANAGEMENT
Graduate School Gadjah Mada University, Yogyakarta Phone/Fax. (0274) 564239
Website http://www.geo.ugm.ac.id, www.geoinfopasca.ugm.ac.id and
http://www.itc.nl/pub/study/programmes/joint-educations UGM

SUPERVISED PRACTICE

MODUL E RESEARCH METHOD

Supervised by:
Rina Purwaningsih, S.Si.

Created by:
Noviyanti Listyaningrum
19/449967/PMU/09973

MARCH 2020
Topic
Perubahan Struktur Bentanglahan Gumuk Pasir sebagai Ancaman Ekologi di
Wilayah Kepesisiran

Research Outline
Gumuk pasir di wilayah tropis terbentuk di pesisir, merupakan salah satu keunikan
geomorfologi (Sunarto dkk., 2019) terlebih disertai dengan berbagai jasa ekosistem.
Gumuk pasir mengalami degradasi akibat perbedaan intensitas proses
geomorfologi, yaitu berkurangnya suplai sedimen dari sungai, kehadiran vegetasi
dalam jumlah dan sebaran yang tidak terkendali, stabilisasi gumuk, perkembangan
perkotaan dan pariwisata, serta implikasi perubahan iklim (Srijono dkk., 2011;
Poyyamoli et al., 2012; Valles & Cambrolle, 2013; Doody 2013). Jasa ekosistem
gumuk pasir sebagai habitat alami serta proteksi dari kejadian ekstrem seperti badai
dan tsunami (Miller et al., 2010; Garcia-Lozano et al., 2018; Bryant et al., 2019),
mengalami penurunan fungsi akibat degradasi, menunjukkan terjadinya perubahan
struktur bentanglahan (Bidgoli et al., 2018) dan pada tingkat lanjut menjadi
ancaman gumuk pesisir (coastal dune hazard) (Valles & Cambrolle, 2013).

Perubahan struktur bentanglahan merupakan bagian dari perubahan ekologi


bentanglahan, di samping perubahan pola dan fungsi bentanglahan. Sebagai bagian
dari perubahan ekologi bentanglahan, proses ekologi yang terjadi umumnya berupa
fragmentasi (Saldana, 2016). Struktur bentanglahan asal adalah matriks (matrix),
yang jika mengalami perubahan akan ditunjukkan dengan peningkatan struktur
fragmen berupa koridor (corridor) dan habitat patch (patch) (Burel & Baudry,
2003; Thiele et al., 2008). Perubahan struktur bentanglahan dapat diinvestigasi
melalui landscape metrics atau ecological metrics (Bidgoli et al., 2018).

Kuantifikasi pola bentanglahan melalui landscape metrics berperan penting dalam


memahami dasar sebagai prediksi perubahan bentanglahan pada masa mendatang.
Landscape metrics penting untuk memahami proses ekologi dan pola spasial,
sensitif terhadap perubahan lingkungan dan degradasi lahan, serta memenuhi kajian
bentuklahan di suatu wilayah dengan cakupan bentanglahan, kelas penggunaan
lahan, dan tutupan lahan (Bidgoli et al., 2018). Aktivitas manusia sebagai
komponen ekologi (budaya) kini menjadi penyumbang proses geomorfologi
(antropogenik) berikut dampak ekologi bentanglahan (Csorba, 2010), sehingga
kajian bentuklahan dan tutupan lahan gumuk pasir perlu dilakukan pada skala
detail.

Landscape metrics pada beberapa penelitian (Zang et al., 2017; Bidgoli et al., 2018)
menggunakan citra Landsat temporal dengan resolusi 30 m, sehingga belum
memadai untuk kajian perubahan struktur bentanglahan skala detail. Kehadiran foto
udara format kecil mendukung landscape metrics melalui kuantifikasi indeks pola

1
bentanglahan (landscape pattern indices) yang meliputi jumlah patch (number of
patch, NA), kerapatan patch (patch density, PD), rata-rata ukuran patch (mean
patch size, MPS), dan luas kelas (class area, CA) (Zang et al., 2017). Dengan
demikian, foto udara format kecil dapat mempermudah analisis spasial perubahan
struktur bentanglahan.

Foto udara format kecil selain memuat tutupan lahan, dapat diolah untuk
membangun model ketinggian digital (digital elevation model, DEM). Dampak
pengurangan suplai sedimen dan introduksi spesies tanaman invasif dapat diamati
melalui perubahan morfologi dan tutupan lahan. Penelitian sebelumnya (Utami,
2016; Muhammad, 2018; Haryanti & Sutanto, 2019) meninjau perubahan
morfologi gumuk pasir sebagai akibat perubahan luas tutupan lahan yang
menambah kekasaran permukaan atau menghambat proses aeolian. Diperlukan
penelitian yang mengintegrasikan struktur (ekologi) bentanglahan yang
memperhatikan konfigurasi (tidak hanya luas tutupan lahan) dan geomorfologi pada
skala atau ordo yang dapat menghasilkan kesesuaian pola matrix-corridor-patch
dengan zona residu-erosi-deposisi. Optimasi foto udara format kecil untuk
geomorfologi dan ekologi mendukung kajian perubahan struktur bentanglahan
gumuk pasir untuk penajaman zonasi yang telah tersedia oleh PGSP dalam Pemda
DIY (2017), yang meliputi zona inti, penunjang, dan terbatas. Zonasi kemudian
dapat dijadikan dasar pengelolaan aktivitas manusia (sosial ekonomi) dan proses
yang mengarah kepada ancaman ekologi, dengan memperhatikan gumuk pasir
sebagai objek geomorfologi sekaligus kawasan konservasi alami atau yang disebut
sebagai dual adaptive oleh (Zang et al., 2017).

References
Bidgoli, R. D., Koohbanani, H., & Yazdani, M. (2018). Investigation on ecosystem
degradation induced by LU / LC changes using landscape pattern indices
analysis. Arabian Journal of Geosciences 11:443.
https://doi.org/10.1007/s12517-018-3798-6
Bryant, D. B., Bryant, M. A., Sharp, J. A., Bell, G. L., & Moore, C. (2019). The
response of vegetated dunes to wave attack. Coastal Engineering, 152(May),
103506. https://doi.org/10.1016/j.coastaleng.2019.103506
Burel, F & Baudry, J. (2003). Landscape Ecology: Concepts, Methods and
Applications. Enfield (NH): Science Publishers.
Csorba, P. (2010). Anthropogenic Geomorphology and Landscape Ecology. In:
Szabo, J., David, L. & Loczy, D. (eds). Anthropogenic Geomorphology: A
Guide to Man-Made Landforms p. 39-52. Springer.
Doody, J.P. (2013). Physical States and Values – Beach/Foredune. In: Doody, J.P.
(ed.) Sand Dune Conservation, Management and Restoration p.85-100.
Springer.

2
Garcia-Lozano, C., Pintó, J., & Daunis-i-Estadella, P. (2018). Changes in coastal
dune systems on the Catalan shoreline (Spain, NW Mediterranean Sea).
Comparing dune landscapes between 1890 and 1960 with their current status.
Estuarine, Coastal and Shelf Science, 208(March), 235–247.
https://doi.org/10.1016/j.ecss.2018.05.004
Haryanti, S. & Sutanto. (2019). Pengaruh Tutupan Vegetasi terhadap Laju
Sedimentasi di Gumuk Pasir Parangtritis. Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol.
19:1-8.
Miller, T. E., Gornish, Æ. E. S., & Buckley, H. L. (2010). Climate and coastal dune
vegetation : disturbance , recovery , and succession. 97–104.
https://doi.org/10.1007/s11258-009-9626-z
Muhammad, H. (2018). Dampak Perubahan Penutup Lahan di Zona Lorong Angin
terhadap Morfologi Gumuk Pasir di Kecamatan Kretek, Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Pemda DIY (2017). Kawasan Ekosistem Gumuk Pasir Parangtritis. Yogyakarta:
Badan Lingkungan Hidup DIY dan PT Darmasraya Mitra Amerta.
Poyyamoli G., Padmavathy K., Balachandran N. (2012). Coastal Sand Dunes—
Vegetation Structure, Diversity and Disturbance in Nallavadu Village,
Puducherry, India. In: Subramanian V. (ed) Coastal Environments:
Focus on Asian Regions p.2014-218. Springer.
Saldana, A. (2016). Geopedology, A Tool for Soil-Geoform Pattern Analysis. In:
Zinck, J.A., Metternicht, G., Bocco, G. & Valle, H.F.D. (eds) Geopedology:
An Integration of Geomorphology and Pedology for Soil and Landscape
Studies p. 239-250.
Sunarto, Mutaqin, B.W. & Malawani, M.N. (2019). Geomorfologi Lingkungan
Pesisir. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi UGM.
Srijono, Husein, S. & Budiadi. (2011). Geomorfologi. Yogyakarta: Jurusan Teknik
Geologi Fakultas Teknik UGM.
Thiele, J., Schuckert, Æ. U., & Otte, Æ. A. (2008). Cultural landscapes of Germany
are patch-corridor-matrix mosaics for an invasive megaforb. 23, 453–465.
https://doi.org/10.1007/s10980-008-9202-2
Utami, I. (2016). Sebaran Jenis Gumuk Pasir Parangkusumo dan Faktor
Pengontrolnya. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.
Valles, S.M. & Cambrolle, J. (2013). Coastal Dune Hazards. In: Finkl C. W.
(ed) Coastal Hazards p.491-505. Springer.
Zang, Z., Zou, X., Zuo, P., Song, Q., Wang, C., & Wang, J. (2017). Impact of
landscape patterns on ecological vulnerability and ecosystem service values:
An empirical analysis of Yancheng Nature Reserve in China. Ecological
Indicators, 72, 142–152. https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2016.08.019

Anda mungkin juga menyukai