Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338790034

Critical Review Pembangunan Berkelanjutan Kota Semarang (Studi kasus:


Banjir di Kota Semarang)

Technical Report · January 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.18052.14726

CITATIONS READS

0 219

1 author:

Budi Heru Santosa


Agency for the Assessment and Application of Technology (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) - Indonesia
10 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Study of land suitibility for new paddy field in Banjar Regency, South Borneo View project

Research on Environmental Science View project

All content following this page was uploaded by Budi Heru Santosa on 29 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Penilaian Kritis Pembangunan Berkelanjutan Kota Semarang

(Studi kasus: Banjir Kota Semarang)

Budi Heru Santosa

1. Latar Belakang

Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Semarang sebesar 0,47%/tahun menyebabkan jumlah

penduduk berkembang menjadi 1,668,578 jiwa pada Desember 2018. Pertumbuhan jumlah

penduduk ini memerlukan dukungan lahan untuk permukiman dan aktivitas sosial dan ekonomi

lainnya. Resonansi antara pertumbuhan jumlah penduduk, urbanisasi, dan banjir ekstrem

meningkatkan risiko banjir kota sehingga infrastruktur fisik seperti tanggul, bendung, dan

bangunan sipil lainnya yang dibangun dalam kerangka manajemen risiko banjir perkotaan tidak

mampu lagi menahan kekuatan banjir (Duy et al., 2018; Guo et al., 2018; Trogrli´c et al., 2018;

Wing et al., 2018).

Kota semarang menghadapi potensi bencana banjir luapan sungai (fluvial flood) dan banjir

permukaan akibat sistem drainae yang tidak mampu menampung debit banjir (pluvial flood)

serta banjir rob pada saat air laut pasang. Di kawasan pesisir Kota Semarang keadaan diperparah

dengan terjadinya penurunan muka tanah sebesar rata-rata 2,2 cm/tahun. Akibatnya terjadi

banjir rob rutin di kawasan pesisir Semarang yang berdampak pada 300 ribu jiwa di wilayah

tersebut (Pemerintah Kota Semarang, 2016). Artikel ini merupakan penilaian kritis atas

pembangunan Kota Semarang dalam kaitannya dengan topik Pembangunan Berkelanjutan.

2. Penilaian Kritis

Miller dan Spoolman (2015) mendefinisikan keberlanjutan sebagai kapasitas sistem alami bumi

dan sistem budaya manusia untuk bertahan hidup, berkembang, dan beradaptasi dengan

perubahan kondisi lingkungan ke masa depan yang sangat panjang. Prinsip ini harus dijadikan
acuan dalam pembangunan sehingga masyarakat mendapatkan kesejahteraan di lingkungan

yang lestari lintas generasi.

Yang terjadi di Kota Semarang adalah bahwa pembangunan kawasan industri, permukiman,

dan fasilitas umum dan sosial ekonomi (sosek) lainnya di kawasan pesisir dilakukan secara

masif. Sebenarnya fenomena banjir rob sudah disadari sejak tahun 1957, tetapi karena belum

berdampak luas, pembangunan kawasan pesisir masih terus dilakukan tanpa memperhatikan

banjir rob tersebut. Pembangunan fisik menambah beban lapisan tanah dan beresonansi dengan

pemadatan lapisan aluvial pesisir menyebabkan penurunan muka tanah. Di bagian hulu Kota

Semarang juga terjadi konversi lahan menjadi areal permukiman dan industri sehingga debit

banjir yang masuk ke kawasan hilir termasuk pesisir menjadi semakin besar. Pada saat terjadi

pasang naik yang bersamaan dengan turunnya hujan merata di Kota Semarang dan wilayah hulu

maka terjadi banjir dan genangan yang terjadi terutama di kawasan pesisir. Hal ini adalah

dampak dari pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan dan tidak

memperhatikan prinsip keberlanjutan.

Dengan kondisi kota yang sudah terbangun, aktivitas sosial dan bisnis masyarakat harus terus

berlangsung, Kota Semarang harus melanjutkan pembangunan dengan prinsip: 1.

Menyelesaikan masalah yang sudah timbul akibat kesalahan kebijakan pembangunan yang

telah lampau dan 2. Menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memerhatikan aspek

ekonomi, sosial, dan lingkungan secara paralel. Perkembangan penelitian dalam peningkatan

ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir sudah banyak dilakukan dan harus

segera diimplementasikan secara komprehensif. Pembangunan tanggul penahan banjir dan

pembangunan jaringan drainase tidak dapat menyelesaikan masalah secara menyeluruh.

Dibutuhkan terobosan pada aspek pencegahan terbentuknya debit banjir dan memperlambat

laju penurunan muka tanah.


Kota Semarang dapat menerapkan pengelolaan sumber daya air terutama untuk mitigasi

bencana banjir dengan solusi-solusi tepat guna, misalnya: pemanenan air hujan (Prihanto dkk,

2018), pembangunan kolam/sumur resapan sebagai penerapan konsep zero delta runoff,

menerapkan kebijakan penggunaan material yang mampu menyerap air untuk pembangunan

jalan, dan lain-lain. Untuk mengurangi laju penurunan tanah dapat diberlakukan kebijakan

pelarangan pengambilan air tanah dangkal dan moratorium pembangunan gedung bertingkat

tinggi. Selain itu Kota Semmarang harus meningkatkan kinerja manajemen risiko banjirnya

dengan mempersiapkan peta risiko banjir skala detil, sistem peringatan dini banjir modern,

sosialisasi risiko banjir kepada seluruh masyarakat terdampak, dan membenahi mekanisme

penanganan banjir dan recovery-nya (McClymont dkk, 2019; Adedeji dkk, 2019, Putra dkk,

2019). Dengan demikian ketangguhan Kota Semarang dalam menghadapi bencana banjir

meningkat dan keberlanjutan hidup masyarakatnya dapat dijamin hingga ke generasi yang akan

datang.

3. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Kota Semarang menghadapi masalah banjir karena kebijakan pembangunannya tidak

memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan.

b. Kota Semarang harus segera mengubah kebijakan pembangunan untuk mengurangi dampak

banjir dengan target mengurangi debit banjir dan mengurangi laju penurunan tanah.

c. Kota Semarang harus meningkatkan ketangguhan masyarakatnya dalam menghadapi banjir

dengan pendekatan diseminasi informasi dan sosial.

Daftar Pustaka
Duy, P. N., Chapman, L., Tight, M., Thuong, L. V., P. D., and Linh, P. N. (2018). Urban
Resilience to Floods in Coastal Cities: Challenges and Opportunities for Ho Chi Minh City
and Other Emerging Cities in Southeast Asia, J. Urban Plan. D., 144, 05017018(1- 10)

Guo, L., He, B., Chang, M., Chang, Q., Li, Q., Zhang, K., and Hong, Y. (2018). A
comprehensive flash flood defense system in China: overview, achievements, and outlook,
Nat. Hazards, 92, 1–14

Miller, G. T., & Spoolman, S. (2015). Essentials of ecology. Cengage Learning.

Montz, B. (2009). Emerging issues and challenges: natural hazards. Journal of Contemporary
Water Research & Education, 142(1), 42-45.

Pemerintah Kota Semarang. 2016. Semarang Tangguh: Bergerak Bersama Menuju Semarang
Tangguh. Semarang (ID). Pemerintah Kota Semarang.

Prihanto, Y., Koestoer, R. H., Sutjiningsih, D., & Darmajanti, L. (2018, August). Reprofiling
landscape of rainwater harvesting in supporting Semarang urban water resilience. In IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 179, No. 1, p. 012043). IOP
Publishing.

Putra, G. Y., Koestoer, R. H., & Lestari, I. (2019, February). Local resilience towards
overcoming floods of local climate change for adaptation: A study of marunda community
in north jakarta. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 239,
No. 1, p. 012043). IOP Publishing.

Trogrli´c, R. Š., Wright, G. B., Adeloye, A. J., Duncan, M. J., and Mwale, F. (2018). Taking
stock of communitybased flood risk management in Malawi: different stakeholders,
different perspectives, Environ. Hazards, 17

Wing, O. E., Bates, P. D., Smith, A. M., Sampson, C. C., Johnson, K. A., Fargione, J., and
Morefield, P. (2018). Estimates of present and future flood risk in the conterminous United
States, Environ. Res. Lett., 13, 9034023

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai