Anda di halaman 1dari 17

Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No.

1 (2020) 82-

JIAP Vol 6, No 1, pp 82-93, 2020


© 2020 FIA UB. All right reserved
ISSN 2302-2698
e-ISSN 2503-2887
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik (JIAP)
URL: https :// j iap. u b. ac . id/ i nde x. p hp/ j i ap

Key Success Factors Tata Kelola Kota Tangguh Bencana

Asti Amelia Novita a


a
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia

INFORMASI ART IKEL ABSTRACT

Article history: This paper examines the critical factors of governance for disaster resilient cities
Dikirim tanggal: 09 Maret 2020 in the world through a literature study. Cities have experienced a culmination
Revisi pertama tanggal: 01 April 2020 point where urban carrying capacity has weakened to ensure the resilience of
Diterima tanggal: 29 April 2020
Tersedia online tanggal: 30 April 2020
urban communities. The weakening of the city's carrying capacity is due to natural
factors such as climate change and artificial factors, such as inadequate land
management and infrastructure. Referring to the urgency of city resilience to
ensure community resilience to disasters, cities in various parts of the world have
tried to increase resilience from various sides, including institutional resilience,
Keywords: key success factors, disaster economic resilience, social resilience, and infrastructure resilience.
resilience, urban resilience
INTISARI
Paper ini mengkaji faktor-faktor kunci tata kelola kota tangguh bencana dikota-
kota didunia melalui studi literatur. Kota-kota telah mengalami titik kulminasi
dimana daya dukung perkotaan telah melemah untuk menjamin ketahanan
masyarakat kota. Melemahnya daya dukung kota diakibatkan oleh faktor alam
seperti perubahan iklim serta faktor buatan, seperti tata kelola lahan dan
infrastruktur yang kurang memadai. Melihat urgensi ketahanan kota untuk
menjamin ketahanan masyarakat akan bencana, maka kota-kota di berbagai
belahan dunia berusaha meningkatkan ketahanan dari berbagai sisi, meliputi
ketahanan kelembagaan, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan
infrastuktur.

2020 FIA UB. All rights reserved.

1. Pendahuluan  Corresponding author. Tel.: +62-812-3288-6030; e-mail:


asti@ub.ac.id
Pada saat ini, lebih dari setengah populasi dunia
hidup di kota-kota besar dan kecil. UNESCAP (2013)
menyatakan bahwa populasi penduduk di wilayah
perkotaan didunia diperkirakan akan tumbuh sekitar
1,84% per tahun antara Tahun 2015 dan 2020; 1,63%
per tahun antara Tahun 2020 dan 2025; serta 1,44% per
tahun antara Tahun 2025 dan 2030. Jumlah populasi ini
akan terus mengalami peningkatan hingga 70% dari
populasi dunia akan terkonsentrasi didaerah perkotaan
(Garcia, 2014). PBB memperkirakan bahwa empat dari
lima orang akan tinggal diperkotaan pada pertengahan
abad ini.
———

1
Benua Asia dimungkinkan dan diperkirakan akan
memiliki tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan yang
eksponensial ditahun-tahun mendatang.
Tren urbanisasi yang belum pernah terjadi
sebelumnya membawa potensi untuk mengubah kota- kota
didunia menjadi pusat layanan yang mampu menjanjikan
peluang sosial dan ekonomi yang lebih baik. Namun
demikian, jika tidak dikelola dan direncanakan dengan
benar, kondisi tersebut dapat memberikan tekanan besar
pada eksisting sistem perkotaan. Secara kolektif, perkotaan
didunia bertanggung jawab atas 70% dari PDB global,
emisi gas rumah kaca, dan limbah

2
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

global, serta lebih dari 60% dari konsumsi energi global. memberikan rekomendasi terkait tata kelola kota
Posisi ini telah memberikan dampak terhadap tangguh bencana yang dapat diadopsi oleh kota-kota di
percepatan laju perubahan iklim dunia. Laju perubahan Indonesia.
iklim yang tak terkendali meningkatkan frekuensi dan
intensitas bencana alam dan secara eksponensial 2. Diskusi
menambah kerentanan daerah perkotaan melalui
gangguan ekonomi, fisik dan sosial. 2.1 Tata Kelola Tangguh Bencana
Diantara sejumlah kejadian bencana alam Secara definitif, ketahanan (resilience) dapat
diperkotaan, banjir merupakan jenis bencana dengan diartikan sebagai “kemampuan suatu sistem, komunitas,
frekuensi yang paling tinggi (Park dan Lee, 2019). Pada atau masyarakat yang terpapar bahaya untuk melawan,
periode 1998 hingga 2008, terdapat lebih dari 2900 menyerap, mengakomodasi dan pulih dari dampak
bencana banjir didunia (Adhikari, dkk, 2010). bahaya dengan cepat dan efisien dengan melestarikan
Diperkirakan bahwa zona perkotaan yang terkena banjir dan memulihkan struktur dasar yang penting”
akan meningkat 2,7 kali pada Tahun 2030 (Güneralp, (UNISDR, 2011; Danar, 2014). Dalam perspektif ini,
2015). Secara global, penelitian menunjukkan maka kota yang memiliki resiliensi adalah kota yang
peningkatan frekuensi dan besarnya banjir karena dapat beradaptasi dan atau menyerap gangguan,
perubahan pola curah hujan yang dihasilkan dari perubahan, dengan mengatur ulang dan masih dapat
perubahan iklim dan percepatan ekspansi kota (Eissa, mempertahankan struktur dasar yang sama serta
2011; Broekx, 2011). menyediakan layanan yang sama. Sejalan dengan
Di Indonesia sendiri, permasalahan bencana konsep tangguh bencana atau resiliensi terhadap
menjadi salah satu perhatian khusus bagi pemerintah, bencana, maka konsep disaster risk reduction (DRR)
baik pusat maupun daerah. Posisi Indonesia yang menjadi salah satu poin penting sebagai pemandu tata
terletak dicincin api pasifik (daerah dengan tingkat kelola tangguh bencana. Disaster Risk Reduction yang
aktivitas tektonik yang tinggi), menyebabkan Indonesia selanjutnya disebut sebagai DRR adalah "konsep dan
harus menghadapi risiko konstan akibat letusan gunung praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya
berapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Selama 30 sistematis untuk menganalisis dan mengurangi faktor-
tahun terakhir, rata-rata terdapat 289 bencana alam yang faktor penyebab bencana" (UNISDR, 2010; Danar,
signifikan per tahun dengan rata- rata kematian tahunan 2020). Contoh DRR disini termasuk mengurangi
sekitar 8.000 (IFRC, 2019). Data statistik Red Cross paparan terhadap bahaya, mengurangi kerentanan orang
menunjukkan bahwa 62% populasi di Indonesia hidup dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan secara
didaerah rawan bencana (IFRC, 2019). Sebagai negara tepat, dan meningkatkan kesiapsiagaan dan peringatan
yang beriklim tropis dengan intensitas hujan yang dini untuk bencana. DRR mencakup disiplin ilmu
tinggi, banjir merupakan ancaman bencana tahunan seperti manajemen bencana, mitigasi bencana dan
yang harus dihadapi Indonesia, khususnya pada daerah kesiapsiagaan bencana. Namun demikian, perlu
perkotaan. Berdasarkan data DIBI BNPB (2020) Jumlah ditekankan pulah bahwa DRR juga merupakan bagian
kejadian bencana banjir Indonesia mengalami dari pembangunan berkelanjutan. Untuk menjamin
peningkatan yang signifikan dari Tahun 1815. Kejadian keberlangsungan dari kegiatan pembangunan
banjir di Indonesia hingga Tahun 2020 telah mencapai berkelanjutan, maka upaya mengurangi risiko bencana
angka 9225 kejadian dan menjadi kejadian bencana diperlukan.
tertinggi di Indonesia. Kondisi kerentanan kota terhadap Mengatasi risiko bencana dalam konteks ketahanan
bencana banjir meningkat setiap tahunnya sejalan mendorong perencana kota untuk melihat banyak
dengan ekspansi perkotaan dan pertumbuhan penduduk dampak bencana dan mengupayakan pembangunan
perkotaan tiap tahun. kapasitas jangka panjang masyarakat untuk dapat
Dalam kerangka permasalahan tersebut, maka beradaptasi dan mengatasi risiko yang tidak pasti (ADB,
penanggulangan bencana perkotaan harus 2006). Tujuannya adalah agar masyarakat bersiap
dipertimbangkan dalam perspektif jangka panjang menghadapi kondisi bencana. World Bank (2013)
karena dampak perubahan iklim tidak dapat diprediksi membagi empat komponen yang dianggap mampu
dan kompleks, khususnya pada peningkatan ketahanan membantu meningkatkan ketahanan bencana, yaitu
daerah. Menghadapi tantangan yang demikian, beberapa ketahanan infrastruktur, ketahanan kelembagaan,
kota di dunia telah mengembangkan tata kelola kota ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial.
tangguh bencana dan telah berhasil masuk dalam
kategori kota tangguh bencana. Tulisan ini bertujuan 2.1.1 Ketahanan Infrastruktur
untuk menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan Ketahanan infrastruktur mengacu pada
tata kelola kota-kota tangguh bencana di dunia. Tujuan pengurangan kerentanan struktur seperti bangunan dan
jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk sistem transportasi. Ketahanan infrastruktur juga
mengacu pada kapasitas perlindungan seperti fasilitas
3
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-
perawatan

4
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

kesehatan, kerentanan bangunan terhadap bahaya, dipermukiman informal. Pendanaan ini hampir
infrastruktur kritis, ketersediaan jalan untuk evakuasi, seluruhnya berasal dari sumber daya domestik -
jalur pasokan pascabencana serta kapasitas komunitas kombinasi dari pemerintah nasional, pemerintah daerah
untuk respons dan pemulihan. Salah satu negara yang dan kontribusi masyarakat. Dalam program nasional ini,
mencoba memperkokoh ketahanan infrastruktur dalam masyarakat di pemukiman ilegal dapat memperoleh
manajemen bencana adalah Kepulauan Cayman. penguasaan lahan legal melalui berbagai cara seperti
Kepulauan Cayman merupakan salah satu daerah yang pembelian langsung dari pemilik tanah atau pindah ke
seringkali dihampiri badai topan Atlantik. Pada Tahun lokasi lain yang disediakan oleh pemerintah.
2004, Topan Ivan, badai terburuk dalam 86 tahun, Contoh lain dari upaya meningkatkan ketahanan
menghantam pulau terbesar, Grand Cayman dan kelembagaan seperti yang dilakukan oleh Santa Tecla.
merusak 90% bangunan (Young, 2004). Listrik, air, dan Santa Tecla adalah bagian dari area metropolitan ibukota
komunikasi terganggu selama berbulan-bulan di El Salvador, San Salvador. Santa Tecla telah mengalami
beberapa daerah di Kepulauan Cayman. Pulau ini dua kali gempa bumi pada Tahun 2001. Hanya dalam
kemudian memulai proses pembangunan kembali dalam waktu lima detik, tanah longsor menyebabkan lebih dari
skala yang besar, dan dalam kerangka strategis nasional 700 kematian, menggusur 20% lahan kota, dan merusak
untuk pengurangan resiko bencana. Salah satunya upaya parah 38% infrastruktur. Pemerintah Santa Tecla
yang sudah dilakukan adalah dengan membangun rumah berpikir mendalam tentang apa yang bisa dilakukan
sakit dengan fasilitas 124 tempat tidur yang disesuaikan untuk mengubah kota dan menjadikannya tahan
dengan standar badai Kategori 5. Fasilitas Kesehatan ini bencana. Pemerintah Santa Tecla kemudian menyadari
tetap berfungsi selama dan setelah Badai Ivan, perlunya untuk mulai merancang pengelolaan tanah
berdampingan dengan usaha menyediakan tempat perkotaan secara lebih bertanggung jawab dan
penampungan bagi lebih dari 1.000 orang (CY Gov, berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah menyadari
2005). perlunya warga untuk memahami pentingnya apa yang
2.1.2 Ketahanan Kelembagaan pemerintah lakukan atau perubahan kecil yang akan
terjadi dengan mendorong partisipasi dalam program
Ketahanan kelembagaan mengacu pada sistem, 'Mesas de Ciudadanos' (kelompok warga), yang
pemerintah dan non-pemerintah yang mengelola suatu menyatukan berbagai organisasi pemangku kepentingan
komunitas. Institusi, baik yang dibangun untuk yang berbeda dalam diskusi dan pengambilan keputusan
mengatasi risiko bencana atau tidak, dapat memengaruhi berkala.
kerentanan berbagai kelompok masyarakat melalui
beberapa jalur dan kondisi (Lebel dkk, 2006). Dalam 2.1.3 Ketahanan Ekonomi
konseptualisasi resiko bencana, pengaruh kapasitas dan Ketahanan ekonomi mengacu pada keragaman
praktik yang dilembagakan terhadap manajemen resiko ekonomi masyarakat seperti jenis pekerjaan, jumlah
bencana dipengaruhi pula oleh ketahanan ekologis dan usaha, dan kemampuan mereka untuk berfungsi seperti
sosial serta atribut dari peristiwa bencana itu sendiri. normal pasca bencana. Ketahanan ekonomi dalam
Dalam manajemen resiko bencana, konteks konsep ketahanan bencana mengandung empat
pengembangan institusi dan politik diarahkan pada definisi, yaitu:
usaha untuk menjawab lima pertanyaan, yaitu: kapan (a) Robustness, kemampuan menghindari kerugian
bencana terjadi; siapa dan apa yang dalam resiko; siapa ekonomi langsung dan tidak langsung; (b) Redundancy,
yang bertanggung jawab; bagaimana resiko bencana tingkat kapasitas ekonomi yang belum dimanfaatkan
dapat berubah; dan bagaimana melaksanakan evaluasi atau berlebih; (c) Resourcefulness — langkah-langkah
(IFA, 2006). Contoh upaya ketahanan kelembagaan stabilisasi; dan (d) Rapidity — kecepatan untuk dapat
telah dilakukan oleh Thailand dan El Savador. Thailand kembali pada kondisi seperti sebelum bencana terjadi
melalui program Baan Mankong berusaha meningkatkan (Bruneau dkk, 2003).
kondisi pemukiman informal dengan meluncurkan Usaha meningkatkan ketahanan ekonomi setelah
inisiatif peningkatan dan perbaikan kondisi permukiman bencana ditunjukkan oleh Australia, Filipina, Sri Lanka,
kumuh dan liar. Program peningkatan dan perbaikan dan Cina. Kota Cairns, Australia menyiapkan anggaran
kondisi permukiman kumuh di Thailand mengadopsi regular yang dimaksudkan untuk kesiapsiagaan dan
pendekatan berbasis masyarakat untuk menyelesaikan respon bencana. Kota Cairns memiliki anggaran
masalah-masalah perumahan yang tidak aman dan operasional tahunan yang mencakup pembiayaan untuk
kondisi kehidupan yang buruk, serta menjadikan unit manajemen bencana, coordination center, layanan
penduduk sebagai inti dari proses tersebut (Archer, volunteer dan program kesadaran masyarakat. Dalam
2012). Program Baan Mankong menyalurkan dana beberapa tahun terakhir, anggaran tahunannya
dalam bentuk subsidi infrastruktur dan pinjaman mencakup alokasi untuk pembangunan gedung,
perumahan langsung ke masyarakat berpenghasilan kendaraan dan peralatan tanggap darurat, perangkat
rendah
5
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-
lunak disaster risk assesment, peningkatan jaringan
peringatan banjir dan investasi drainase dan mitigasi
banjir. Hal ini merupakan

6
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

komitmen kota untuk pengurangan risiko bencana. 2011


Semua usaha tersebut dilengkapi dengan investasi serta
kemitraan ditingkat nasional dan juga melibatkan
professional dilingkungan binaan, sektor swasta, dan
lembaga akademik. Hampir sama dengan yang
dilakukan oleh Australia, tiga negara lain, yaitu Filipina,
Cina, dan Sri Lanka juga memiliki kebijakan untuk
mendukung investasi dalam pengurangan risiko
bencana. Sejak Tahun 2001, kota-kota di Filipina
diharuskan mengalokasikan 5% dari anggaran
pemerintah daerah mereka untuk dana kebencanaan.
Dibawah Undang- Undang Pengurangan Risiko dan
Manajemen Risiko Bencana 2010; kota-kota di Filipina
dapat menghabiskan 70% dari alokasi ini untuk kesiapan
dan pengadaan peralatan bantuan/ cadangan. Sri Lanka,
melalui Kementerian Manajemen Bencana
mengumumkan bahwa pada Tahun 2011 pemerintah
mengalokasikan Rs. 8 miliar untuk program
pengendalian banjir diibukota, Kolombo, sambil
meluncurkan program perencanaan kota yang aman
untuk meminimalkan bencana sebagai bagian dari
Kampanye Kota Tangguh. Dana tersebut digunakan
untuk membersihkan kanal, merekonstruksi sistem
drainase, dan untuk langkah-langkah lain dalam usaha
mencegah banjir di Kolombo. Di Cina, gubernur
provinsi didua provinsi rawan bencana Tiongkok
(Sichuan dan Yunnan) berkomitmen menyediakan
sumber daya tambahan untuk pengurangan bencana.
Pemerintah Provinsi Sichuan melakukan investasi
sejumlah 2 miliar Yuan untuk meningkatkan sistem
pencegahan bencana geologi lokal. Sedangkan
Pemerintah Provinsi Yunnan, berkomitmen untuk
berinvestasi setidaknya 10 miliar yuan selama sepuluh
tahun dalam sistem pencegahan dan penilaian bencana
lokal.
2.1.4 Ketahanan Sosial
Ketahanan sosial mengacu pada profil demografis
suatu komunitas berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis,
status sosial ekonomi, dan pengelompokan lain serta
profil modal sosialnya. Meskipun sulit untuk diukur,
modal sosial mengacu pada rasa (nilai, norma dan
budaya) komunitas, kemampuan kelompok-kelompok
warga untuk beradaptasi dan rasa keterikatan pada suatu
tempat. Penguatan ketahanan sosial dalam manajemen
bencana telah diterapkan oleh Jepang, Nepal, dan Cina.
Negara Jepang menerapkan pola “watch and
learn” dimana anak-anak dan komunitas mempelajari
apa yang mereka sebut sebagai Mountain and City Risk
sedini mungkin. Dimulai pada level TK, sekolah-
sekolah di Jepang menerapkan pendidikan tentang cara
mendeteksi dan bereaksi dalam situasi bencana,
melakukan latihan rutin tanggap bencana dan
menggunakan “disaster watch”. Investasi yang
terbilang memakan waktu lama ini telah menyelamatkan
banyak nyawa dalam gempa bumi dan tsunami Tahun
7
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-
di Jepang. Salah satu kota yang menerapkan program
ini adalah Kota Saijo. Kota Saijo merupakan salah satu
kota dengan populasi tua di Jepang. Populasi tua ini
merupakan masalah utama dalam tanggap bencana
di Kota Saijo. Untuk dapat lebih tangguh bencana,
maka Kota Saijo membutuhkan energi dari kamu muda
yang jumlahnya tidak banyak. Oleh sebab itu, Kota
Saijo menerapkan program kesadaran risiko bencana
dengan menargetkan anak-anak sekolah. Selama 12
tahun, pemerintah Kota Saijo fokus pada proyek
peningkatan kualitas lingkungan fisik kota, dan proyek
“mengamati gunung dan kota” bagi anak-anak.
Penduduk muda bertemu dengan para lansia untuk
belajar bersama tentang risiko yang dihadapi oleh Kota
Saijo dan untuk mengambil pelajaran dari bencana
topan yang melanda Tahun 2004. Kota Saijo telah
mengembangkan buku pegangan ‘mengamati gunung
dan kota’ serta membentuk asosiasi guru untuk
pendidikan bencana dan klub anak-anak untuk
pencegahan bencana. Disamping itu semua, diterapkan
pula hari keselamatan bencana secara nasional. Jepang
merayakan Hari Pencegahan Bencana setiap tahun pada
tanggal 1 September, sebagai peringatan gempa besar
Kanto Tahun 1923 serta tanggal 11 Maret sebagai
peringatan Gempa Bumi dan Tsunami Tohoku.
Selain Jepang, Nepal, dan Cina adalah negara-
negara yang juga menerapkan peringatan hari bencana.
Di Nepal, 15 Januari menandai peringatan gempa besar
Nepal Tahun 1934. Di Kathmandu, para pemimpin
politik dan tokoh-tokoh terkemuka memperingati acara
tersebut dengan kegiatan seperti parade jalanan,
demonstrasi meja goyang, pameran tentang konstruksi
tahan bencana, drama jalanan, seminar interaktif,
poster, seni dan kompetisi lainnya, dan presentasi untuk
anak- anak. Latihan simulasi gempa menjadi puncak
dari acara peringatan tersebut, dengan partisipasi publik
yang luas dan diliput oleh media setempat. Cina telah
menetapkan 12 Mei sebagai Hari Keselamatan Bencana
Nasional, untuk memperingati gempa Wenchuan Tahun
2008.
Pengurangan resiko bencana dan ketahanan
bencana adalah bagian tak terpisahkan dari
pembangunan berkelanjutan dibidang lingkungan,
ekonomi, sosial, dan politik (ICLEI, 2010). Untuk
meningkatkan tata kelola menuju ketahanan, maka ada
lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu meliputi (a)
Pemahaman mengenai untuk siapa pemerintah
mengatur atau mengelola;
(b) Penggunaan pendekatan territorial dalam tata kelola;
(c) Penggunaan alat atau metode yang tepat untuk
pengelolaan lahan yang efisien; (d) Penggunaan TIK
dan e-governance; dan (5) Penerapan tata kelola yang
inovatif.
2.2 Kunci Sukses Tata Kelola Kota Tangguh Bencana
Kota-kota yang telah mampu memperkuat
ketahanan terhadap bencana telah memberikan
beberapa

8
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

pembelajaran tentang bagaimana mengelola kota agar a) Identifikasi skenario yang paling mungkin dan paling
menjadi tangguh bencana. Paling tidak terdapat sepuluh parah (kasus terburuk); dan
faktor kunci penentu kota menjadi tangguh bencana, b) Memanfaatkan informasi dan hasil pengukuran dari
yaitu sebagai berikut: skenario risiko untuk membuat keputusan
2.2.1 Memiliki Organisasi Tangguh Bencana pembangunan dengan melibatkan stakeholder.

Organisasi yang mendukung ketahanan kota 2.2.3 Penguatan Kapasitas Keuangan untuk
terhadap bencana sangat dibutuhkan kontribusinya pada Ketangguhan Bencana
tujuan pembangunan kota yang keberlanjutan, Penguatan kapasitas keuangan dapat dilakukan
pendekatan holistik dalam memahami potensi ancaman, dengan memasukkan sumber daya khusus dan
dan tata kelola risiko bencana yang harus diadopsi. mekanisme khusus yang dapat dilakukan dalam upaya
Dalam konteks ini menjadi penting untuk melibatkan peningkatan ketahanan. Sumber daya keuangan dapat
para pengambil keputusan seperti pemerintah daerah, berasal dari pendapatan kota, distribusi dan alokasi
berbagai pejabat dan departemen, akademisi, kelompok nasional kedaerah atau sektoral, kemitraan publik-
bisnis, dan masyarakat. Partisipasi kelompok-kelompok swasta dan kerjasama teknis, serta masyarakat sipil dan
dan aktor-aktor utama tersebut dalam perencanaan, organisasi eksternal. Mekanisme keuangan dapat
implementasi dan pemantauan, serta struktur organisasi mencakup pembiayaan ketahanan dan ketahanan
yang efektif merupakan prasyarat untuk pengambilan mandiri yang tertanam dalam perencanaan dan
keputusan serta praktek Tindakan pengurangan risiko pengeluaran pembangunan yang lebih luas. Paling tidak
bencana yang tepat dan baik. Hal ini akan memupuk terdapat tiga cara yang dapat dilakukan dalam upaya
kolaborasi dan kemitraan di antara semua pemangku untuk meningkatkan kesadaran dan kepasitas keuangan
kepentingan untuk pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, untuk membangun kota Tangguh bencana, yaitu sebagai
tanggapan, pemulihan, dan rehabilitasi risiko bencana. berikut:
Menyadari bahwa struktur organisasi yang tepat akan a) Mengenali peluang bahwa membangun ketahanan
bervariasi didalam dan diantara negara, maka paling terhadap bencana sama dengan berkontribusi
tidak ada tiga hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan terhadap strategi ekonomi yang sehat;
pertimbangan, yaitu sebagai berikut: b) Memastikan anggaran untuk ketahanan; dan
a) Membangun dan memperkuat kapasitas kelembagaan c) Menyebarluaskan informasi risiko untuk keputusan
dan koordinasi di tingkat lokal; pembangunan.
b) Membangun aliansi dan atau jaringan dengan semua
kelompok pemangku kepentingan yang relevan; dan 2.2.4 Pengembangan Desain Kota yang Tangguh
c) Membentuk kerangka kerja legislatif serta Bencana
mekanisme tindakan untuk mencapai ketahanan. Tidak semua hazards atau potensi bencana dapat
2.2.2 Mengidentifikasi, Memahami, dan Menggunakan menyebabkan bencana. Bencana terjadi ketika potensi
Skenario Resiko pada Saat Ini dan Saat bencana mengakibatkan kehancuran yang membuat
Mendatang masyarakat tidak mampu mengatasinya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, tindakan
Berlandaskan pemikiran bahwa manajemen risiko pencegahan dapat membantu membangun kapasitas
bencana perlu didasarkan pada pemahaman tentang ketahanan yang lebih baik, menghindari dan atau
skenario risiko bencana disemua dimensi karakteristik meminimalkan gangguan serta kehancuran dari jaringan
bahaya, paparan risiko, kapasitas dan kerentanan. dan infrastruktur, yang dapat menyebabkan konsekuensi
Analisis dan pengukuran skenario risiko sangat penting sosial dan ekonomi yang parah. Disamping itu,
untuk pengambilan keputusan yang tepat, memberikan pengintegrasian konsep ketahanan ke dalam
prioritas program atau proyek, dan pembuatan rencana perencanaan dan pembangunan infrastruktur serta
untuk langkah-langkah pengurangan risiko bencana sosial-ekonomi akan melindungi investasi pembangunan
(pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan tanggap kota. Dalam konteks pengembangan desain kota
bencana). Kebutuhan akan kedua hal tersebut dapat tanggung bencana, ada beberapa hal yang perlu
dikesampingka jika pemerintah daerah memiliki diperhatikan dan dilakukan, yaitu sebagai berikut:
pemahaman yang jelas tentang risiko yang mereka a) Menempatkan perencanaan kota dan pengelolaan
hadapi serta sepenuhnya berdiskusi dengan publik dan penggunaan lahan sebagai inti dari ketahanan
pemangku kepentingan lainnya tentang skenario risiko perkotaan melalui zonasi lahan maupun perencanaan
serta implementasi langkah-langkah pengurangan risiko sadar bencana;
bencana yang bermakna. Ada dua hal yang dapat b) Melakukan pemetaan kerentanan sistemik dan
dilakukan dalam poin ini, yaitu sebagai berikut: spesifik; serta

9
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

c) Mainstream resiliensi ke dalam pembaruan rencana efektif untuk memperkuat institusi terkait dalam
induk kota yang sedang berlangsung dan strategi mengelola risiko bencana. Institusi yang dimaksud
sektoral. adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.2.5 Melindungi Buffer Alami untuk Meningkatkan Kelompok lain juga memiliki peran dalam manajemen
Fungsi Ekosistem risiko bencana dengan melengkapi dan mendukung
langkah-langkah pemerintah. Kelompok yang dimaksud
Ekosistem menyediakan layanan penting untuk seperti sektor swasta yang menyediakan layanan publik
pengurangan risiko bencana sebagai perlindungan dan sesuai kebutuhan daerah, seperti telepon, air, energi, dan
penghalang terhadap ancaman serta bahaya bencana. kesehatan, serta kapasitas sukarela atau peralatan jika
Ekosistem adalah pusat mitigasi bencana dengan terjadi bencana; pemilik dan operator fasilitas industri;
menawarkan, misalnya, pengaturan terhadap banjir dan pemilik bangunan (individu atau perusahaan); LSM;
melindungi lereng curam dari potensi longsor. professional dan akademisi, pengusaha dan organisasi
Ekosistem juga meningkatkan ketahanan masyarakat buruh; dan lembaga budaya dan organisasi masyarakat
untuk dapat bertahan, mengatasi dan pulih dari bencana sipil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, adalah
dengan memberikan banyak manfaat seperti makanan, sebagai berikut:
kayu bakar, air bersih, dan sejenisnya. Ekosistem yang a) Identifikasi sifat spesifik dari setiap risiko bencana
terdegradasi tidak akan dapat memberikan manfaat dan pemetaan terhadap karakeristik dan kebutuhan
mitigasi dan sumber daya tersebut, yang pada gilirannya dukungan dari masing-masing institusi. Untuk itu
secara signifikan meningkatkan kerentanan masyarakat. diperlukan upaya untuk mencapai pemahaman
Proses perluasan kota mengubah tatanan ekosistem dan bersama tentang peran dan tanggung jawab masing-
seringkali menghasilkan risiko baru dan kerentanan masing;
baru. Mengenali nilai ekonomi dan beragam manfaat b) Membangun kapasitas lokal dan memperkuat
ekosistem sehat yang bertindak sebagai penyangga partisipasi dalam manajemen bencana dan
alami penting untuk mengurangi risiko dan peningkatan ketahanan; dan
berkontribusi terhadap ketahanan dan keberlanjutan c) Memastikan konsistensi data dan informasi risiko
kota. Layanan ekosistem yang relevan dapat mencakup, bencana di antara para pemangku kepentingan. Hal
tetapi tidak terbatas pada: retensi air atau infiltrasi air; ini dapat dilakukan dengan membuat dan
penghijauan; vegetasi perkotaan; dataran banjir; menerapkan kerangka kerja informasi dan data bagi
mangrove, dan vegetasi pesisir lainnya. Beberapa hal upaya resiliensi dan pengurangan risiko bencana.
yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan
ketahanan melalui ekosistem adalah sebagai berikut: 2.2.7 Mengidentifikasi, Memahami dan Menguatkan
a) Meningkatkan kesadaran akan dampak perubahan Kapasitas Sosial
lingkungan dan degradasi ekosistem pada risiko Masyarakat harus mengambil bagian dalam upaya
bencana dengan mengenali nilai dan manfaat dari kolektif untuk menciptakan kota tangguh bencana
jasa ekosistem untuk pencegahan risiko bencana, melalui program pendidikan, pelatihan, dan program
melindungi dan atau meningkatkannya sebagai peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bencana.
bagian dari strategi pengurangan risiko bencana Seluruh komponen masyarakat harus paham tentang
untuk kota; bahaya dan risiko yang mereka hadapi, sehingga mereka
b) Mempromosikan pengelolaan ekosistem kritis untuk dapat mempersiapkan dan mengambil langkah-langkah
memperkuat ketahanan terhadap bencana; untuk mengatasi potensi bencana. Program pendidikan
c) Memperkuat manajemen ekosistem yang ada dan pengembangan kapasitas juga merupakan kunci
berdasarkan penilaian skenario risiko; dan untuk memobilisasi partisipasi warga dan masyarakat
d) Mengantisipasi perubahan dari tren iklim, urbanisasi dalam strategi penanggulangan bencana, misalnya
dan membuat perencanaan yang memungkinkan meningkatkan kesiapsiagaan dan respons masyarakat
layanan ekosistem untuk tetap ada. terhadap peringatan dini setempat. Beberapa hal yang
2.2.6 Penguatan Kapasitas Institusi perlu diperhatikan dalam meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam menjamin ketangguhan bencana
Memahami latar belakang kelembagaan kota adalah sebagai berikut:
mengenai usaha yang telah dilakukan terhadap a) Membentuk unit respons yang komprehensif
pengurangan atau manajemen risiko serta upaya ditingkat lokal;
membangun ketahanan dapat membantu dalam b) Mengembangkan pengurangan risiko dan informasi
mendeteksi kesenjangan saat ini terkait kapasitas lokal ketahanan;
untuk berkoordinasi dan melakukan aksi menuju c) Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dan
pencegahan, mitigasi, respons dan pemulihan pasca ketahanan ke dalam pendidikan formal dan program
bencana. Keuntungan lain yang diperoleh adalah mampu pelatihan lainnya;
mengidentifikasi pendekatan yang terbaik dan paling
1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

d) Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat 2.2.10Mempercepat Pemulihan Kota dan Build Back
melalui penyebaran informasi melalui sektor bisnis Better
dan media; dan
e) Membangun dan memelihara keterbukaan akses data Kota-kota dibangun oleh banyak entitas selama
untuk kesiapsiagaan dan respon bencana. beberapa dekade atau abad, dan karenanya sangat sulit
dibangun kembali dalam waktu yang singkat. Hingga
2.2.8 Meningkatkan Ketahanan Infrastruktur
saat ini, ada perdebatan prioritas antara kebutuhan untuk
Infrastruktur termasuk bagian penting yang membangun kembali dengan cepat dan membangun
diperlukan untuk tata kelola kota dan khususnya dalam kembali dengan aman dan berkelanjutan. Proses
kaitannya dengan kondisi tanggap darurat. Oleh sebab pemulihan dan rekonstruksi yang terencana dan
itu maka pemerintah perlu memberikan perhatian partisipatif akan membantu kota untuk dapat sesegera
khusus pada masalah safety need dalam pembangunan mungkin mengaktifkan kembali kehidupan kota,
dan pemeliharaan infrastruktur sehingga dapat tetap memulihkan dan membangun kembali infrastruktur yang
dioperasionalkan pada saat darurat. Infrastruktur utama rusak dan memulihkan ekonomi kota, memberdayakan
yang diperlukan untuk pengoperasian kota seperti warganya untuk membangun kembali kehidupan,
transportasi (jalan, kereta api, bandara dan pelabuhan perumahan, dan mata pencaharian mereka. Rekonstruksi
lainnya), jalur pemasok bahan bakar kendaraan, sistem harus dimulai sesegera mungkin, bahkan sebelum
telekomunikasi, sistem utilitas, rumah sakit dan fasilitas potensi bencana menjadi bencana. Pada dasarnya, kota-
kesehatan, lembaga pendidikan dan fasilitas sekolah, kota dapat meramalkan kebutuhan, membangun
rantai pasokan makanan, polisi dan layanan pemadam mekanisme operasional dan menetapkan sumber daya
kebakaran, dan lain sebagainya. Beberapa hal yang perlu yang dibutuhkan sebagai upaya persiapan dan mitigasi,
diperhatikan adalah sebagai berikut: jika didukung oleh sistem yang mumpuni. Pemulihan
a) Pengukuran kapasitas dan kecukupan infrastruktur dan rehabilitasi dapat direncanakan jauh sebelum
kritis; bencana terjadi. Kepemimpinan, koordinasi dan
b) Memperkuat infrastruktur yang rentan (penggantian pendanaan merupakan bagian penting dari upaya
dan pengadaan infrastruktur); tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
c) Membangun aliansi dengan sektor swasta untuk sebagai berikut:
meningkatkan sumber daya teknis dan keuangan dan a) Pemulihan harus ditangani dalam berbagai aspek dan
memastikan bahwa investasi swasta mengikuti norma dimensi;
lingkungan dan pengurangan risiko; serta b) Mengikutsertakan populasi yang terkena dampak ke
d) Mengakui kebutuhan terhadap relevansi layanan dan dalam upaya pendefinisian kebutuhan dan rencana
prioritas operasional selama dan setelah bencana. pemulihan;
2.2.9 Memastikan Efektifitas Respon Bencana c) Pemulihan merupakan kesempatan untuk
membangun kembali dengan lebih baik dan
Kesiapan dan rencana tanggap darurat yang disusun meningkatkan pembangunan;
dengan baik tidak hanya dapat menyelamatkan jiwa dan d) Mencari sumber daya, memperkuat aliansi dan
harta benda, namun juga berkontribusi pada ketahanan memastikan keberlanjutan; dan
dan pemulihan pascabencana dengan mengurangi e) Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dalam
dampak bencana. Upaya kesiapsiagaan, sistem semua keputusan investasi untuk pemulihan dan
peringatan dini dan sistem komunikasi akan membantu rekonstruksi.
memastikan bahwa kota, komunitas dan individu yang 2.3 Tantangan dalam mengelola Kota Tangguh
terancam oleh bahaya dapat bertindak dalam waktu yang Bencana
cukup dan secara tepat untuk mengurangi cedera,
kehilangan nyawa dan kerusakan pada properti ataupun GSDRC (2014) menjabarkan beberapa tantangan
lingkungan. Keberlanjutan dapat dicapai jika masyarakat mengelola kota tangguh bencana yang dapat dilihat dari
itu sendiri dan pihak berwenang setempat memahami sisi kapasitas adaptif, kondisi kemiskinan dan
pentingnya dan perlunya untuk kesiapsiagaan dan ketimpangan, kondisi ekonomi politik, integrasi
tanggap darurat di tingkat lokal. Beberapa hal yang ketahanan bencana dalam aid operation dan kebijakan,
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: analisa dan pengukuran ketahanan bencana, dukungan
a) Membuat dan meningkatkan rencana kesiapsiagaan, lingkungan dan aksi pemerintah, serta kondisi keuangan.
termasuk pelatihan; 2.3.1 Kapasitas Adaptif
b) Memperkuat sistem peringatan dini; dan
c) Meningkatkan layanan tanggap darurat kota. Kapasitas adaptif berkaitan dengan kapasitas
sistem, institusi, manusia dan organisme lain untuk
dapat menyesuaikan diri dengan potensi kerusakan,
mengambil

1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

manfaat dari peluang atau merespon konsekuensi yang ketidaksetaraan yang memperbesar
mungkin (IPCC, 2014). Kapasitas adaptif meliputi
strategi pencegahan, yang melibatkan upaya
pengambilan pilihan untuk menghindari peristiwa dan
strategi meminimalkan dampak. Penelitian yang ada
telah menyoroti bahwa kapasitas adaptif saling terkait,
dan tidak ada faktor tunggal yang dapat menjelaskan
tingkat ketahanan bencana dalam konteks apapun.
Sebagai contoh adalah peran pengetahuan masyarakat
adat harus dipahami sebagai satu hal yang terkait erat
dengan variabel sosial-ekonomi yang mendukung atau
melemahkan upaya adaptasi.
2.3.2 Kondisi Kemiskinan dan Ketimpangan
Kapasitas individu, keluarga atau komunitas untuk
dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi, bertahan,
dan merespons bahaya atau krisis, dimungkinkan dan
dibatasi oleh status sosial, pendapatan, dan etnis (Bosher
dkk., 2007). Terdapat satu kesepahaman bersama yang
menyatakan bahwa orang miskinlah yang akan
menderita kerugian terbesar dari adanya bencana
(Oxfam, 2013; Shepherd dkk., 2013). Pada Tahun 2008,
Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana
(UNISDR) mencatat bahwa 94% dari semua orang yang
tewas akibat bencana antara Tahun 1975-2000 berasal
dari kelompok berpenghasilan rendah atau menengah ke
bawah (UNISDR, 2008). Bencana merampas asset dan
mata pencaharian, mereproduksi kemiskinan dan
ketidaksetaraan (UNISDR, 2008; Shepherd dkk., 2013).
Oleh sebab itu, manajemen risiko bencana yang baik
dapat mengurangi dampak bencana yang lebih besar,
khususnya pada kalangan masyarakat menengah
kebawah (Shepherd dkk., 2013).
Penelitian didelapan desa dipesisir Andhra Pradesh
di India selatan menyimpulkan bahwa kasta adalah
faktor kunci yang menentukan akses ke sumber daya
penting untuk membantu pemulihan dari bencana
(Bosher dkk., 2007). Dalam hal ini, kasta ‘yang lebih
rendah' tidak memiliki akses ke aset, fasilitas publik dan
jaringan politik yang diperlukan untuk membantu
pemulihan mereka. Gender adalah bentuk nyata dari
ketidaksetaraan yang membentuk kerentanan terhadap
bencana (Ganapati, 2012, 2013; OCHA, 2012; Oxfam
UK, 2012;
Turnbull dkk., 2013). Bagi wanita dan anak perempuan,
ketidakadilan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya
pada saat bencana, cenderung menciptakan risiko yang
lebih besar, mengurangi peluang hidup, dan
memperdalam kerugian materi dan non-material
(Bradshaw & Fordham, 2013). Disamping itu, terdapat
pula keprihatinan besar yang diungkapkan dalam
literatur tentang kerentanan populasi berisiko tinggi
lainnya yaitu anak-anak, orang tua, dan difabel dan
orang-orang dengan penyakit kronis. Kelompok-
kelompok semacam itu dapat dirugikan dan
didiskriminasi, dan dapat menghadapi berbagai
1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-
risiko (Peek dkk., 2010). Disatu sisi, kelompok yang
kurang beruntung ini biasanya lebih terekspos dan
rentan terhadap bahaya. Namun demikian mereka juga
dapat berkontribusi untuk membangun ketahanan
bencana (Oliver-Smith dkk., 2012; Oxfam, 2013;
Turnbull dkk., 2013).
2.3.3 Kondisi Ekonomi Politik
Sejumlah aspek ekonomi politik di suatu negara
dapat memengaruhi ketahanan bencana. Salah satunya
adalah peraturan yang berkaitan dengan aturan
bangunan kota dan penggunaan lahan, peraturan yang
buruk, atau penegakan peraturan yang buruk, dapat
menciptakan kondisi ekonomi dan sosial yang
menempatkan kelompok rentan pada risiko yang lebih
besar dan yang sulit untuk diperbaiki (GFDRR, 2010;
Turnbull dkk., 2013; Wilkinson, 2012a). Masalah
penting lainnya, yang didokumentasikan dalam
beberapa studi kasus, adalah bagaimana korupsi dan
sistem patronase membatasi kapasitas adaptif dan
melemahkan ketahanan bencana. Satu studi di
Bangladesh menemukan bahwa intervensi sebelum dan
sesudah bencana dikooptasi dan digunakan untuk
meningkatkan aset para elit politik sehingga merugikan
kelompok berpenghasilan rendah (Mahmud & Prowse,
2012). Di banyak negara berkembang, kebijakan publik
dan komitmen politik untuk ketahanan bencana tidak
optimal. Dalam meta review bukti, Wilkinson (2012a)
mengaitkan ini dengan kurangnya minat dan kemauan
politik, insentif ekonomi dan politik yang kurang
mendukung, kesenjangan informasi, serta masalah
koordinasi.
2.3.4 Integrasi Ketahanan Bencana dalam Aid
Operation dan Kebijakan
Dalam banyak kasus, upaya ketahanan terhadap
bencana terhambat karena masalah ekonomi politik,
kekuasaan dan ketidaksetaraan, termasuk
ketidaksetaraan gender (OCHA, 2012; Oxfam, 2013;
UNISDR, 2011).
Oleh karena itu, Oxfam (2013) merekomendasikan
lensa yang fokus pada politik dan kesetaraan untuk
membantu ketahanan, yang berfokus pada beberapa
aspek antara lain sebagai berikut:
a) Asuransi sosial dan program lain yang menargetkan
kelompok yang kurang beruntung yang
membutuhkan dukungan dan layanan yang lebih
besar untuk memiliki kesempatan yang sama;
b) Membangun institusi yang berpihak pada
masyarakat miskin di semua tingkatan, yang
mewakili dan menanggapi kebutuhan dan kapasitas
mereka yang paling rentan;
c) Memastikan hak dan akuntabilitas, serta
kemampuan perempuan dan laki-laki untuk
menegaskan hak-hak mereka dan meminta
pertanggungjawaban pemegang kekuasaan melalui
partisipasi dalam pengambilan keputusan di semua
tingkatan; dan

1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

d) Menyediakan layanan dasar penting secara gratis memiliki perspektif sama;


untuk kesehatan dan pendidikan, dan perlindungan  Menegosiasikan perbedaan antar aktor tentang
sosial. agenda, nilai dan skala prioritas;
2.3.5 Analisa dan Pengukuran Ketahanan Bencana  Bekerja lintas skala;
 Merancang dan intervensi berulang dan fleksibel;
Beberapa lembaga telah mengembangkan guideline dan
untuk melakukan pengukuran ketahanan terhadap  Menyadari adanya trade-off.
bencana. Salah satu guideline yang banyak digunakan b) Dukungan dari pemerintah pusat atau nasional
adalah kerangka kerja resilience risk, yang Oxfam (2013) menekankan bahwa hanya pemerintah
menggunakan lima dimensi ketahanan yang yang memiliki kapasitas dan kepemimpinan politik
diidentifikasi dalam Kerangka Aksi Hyogo (Twigg, untuk menanamkan ketahanan dalam rencana
2009). Kelima dimensi tersebut meliputi tata kelola, pembangunan nasional. Kerangka kerja ketahanan
penilaian resiko, pengetahuan dan pendidikan, nasional membutuhkan paling tidak sistem untuk
manajemen resiko dan pengurangan kerentanan, serta kesiapsiagaan dan tanggap bencana, akses yang
kesiapsiagaan dan respon bencana. Kerangka kerja setara terhadap layanan dan partisipasi politik, dan
lembaga lain mengukur dimensi ketahanan yang berbagi risiko melalui asuransi sosial. Untuk
berbeda. Oxfam, misalnya, baru-baru ini mendanai kebutuhan tersebut, maka pemerintah
mengembangkan kerangka kerja multi-dimensi yang memerlukan dukungan dari donor maupun dapat
menggabungkan mata pencaharian, kapasitas inovasi, menggunakan sistem pajak progresif atau dengan
akses ke sumber daya darurat, integritas lingkungan mengurangi korupsi. Dalam hal kebijakan, Shepherd
alam, dan kapasitas sosial dan kelembagaan (Hughes (2013) menambahkan bahwa manajemen risiko
dkk, 2013). bencana harus menjadi komponen utama dan
2.3.6 Dukungan Lingkungan dan Aksi Pemerintah terintegrasi dengan upaya
pengentasan kemiskinan melalui perlindungan
Dalam konteks ini ada tiga hal yang perlu menjadi mata pencaharian serta perlindungan jiwa.
perhatian, yaitu: multi-level dan multi-stakeholder yang Turnbull dkk. (2013) merekomendasikan
bekerja pada lingkungan yang mendukung, tindakan dukungan nasional terhadap kebijakan mengenai
dukungan dari pemerintah nasional, serta tindakan ketahanan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
dukungan dari pemerintah daerah. antara lain sebagai berikut:
a) Multi-level dan multi-stakeholder yang bekerja pada  Menetapkan dan memperkuat tata kelola
lingkungan yang mendukung manajemen risiko;
Intervensi dan partisipasi kelompok terhadap  Mengembangkan rencana jangka panjang yang
pengurangan risiko bencana pada skala dan level inklusif;
tindakan yang berbeda merupakan hal yang sangat  Memperkuat institusi dan sistem;
penting. Lingkungan kebijakan dan kelembagaan  Mendukung kemampuan orang untuk
yang mendukung ketahanan bencana jangka panjang mempengaruhi kebijakan dan perencanaan; serta
juga harus melibatkan pemerintah yang mendukung  Memberikan dukungan nasional untuk inovasi
kapasitas individu, masyarakat sipil, sektor swasta, dan pembelajaran.
dan populasi berisiko untuk mengelola dan c) Tindakan dukungan dari pemerintah daerah
beradaptasi dengan risiko. Berdasarkan desk research Turnbull dkk., (2013) memberikan panduan
dan penelitian lapangan didaerah rawan bencana terperinci tentang tata kelola risiko di tingkat lokal.
ditiga negara, Reaching Resilience (n.d.) menemukan Untuk memperkuat pencegahan risiko, maka
bahwa pendekatan multi-stakeholder, multi-level diperlukan upaya untuk meningkatkan akses
yang efektif ketika mengintegrasikan antara upaya pemangku kepentingan lokal ke informasi publik,
pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan pemetaan bahaya, penggunaan forecasting dan sistem
iklim dan pengurangan kemiskinan dalam peringatan dini. Strategi untuk menghadapi bencana
intervensinya terhadap upaya, yaitu sebagai berikut: berdampak tinggi termasuk pengembangan komite
 Memahami dan menciptakan dialog tentang manajemen bencana, layanan darurat, rencana darurat
pemetaan orang dalam risiko; dan dana darurat, serta mekanisme asuransi sosial.
 Menggali konteks institusi dan tata kelola yang Strategi untuk melindungi aset dan layanan termasuk
tepat; dalam hal ini dengan mengembangkan teknik
 Menganalisis kekuatan dan hubungan antar bangunan tahan bencana untuk rumah, sekolah, dan
pemangku kepentingan; rumah sakit, dan berinvestasi dalam teknologi air dan
 Keterlibatan pemangku kepentingan yang sanitasi bagi pengurangan risiko bencana.

1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

2.3.7 Kondisi Keuangan Bosher, L., dkk. (2007). Resource Accessibility and
Upaya meningkatkan ketahanan bencana biasanya Vulnerability in Andhra Pradesh: Caste and Non-
memiliki karakteristik kekurangan dalam segi caste Influences. Development and Change, 38(4),
pendanaan, biaya dan efektivitas intervensi untuk 615–640.
ketahanan yang masih terbatas, namun kebutuhan terus Bradshaw, S., & Fordham, M. (2013). Women, Girls and
bertambah (DFID, 2011; GFDRR, 2010). Pendanaan Disasters. A Review for DFID. Tersedia pada
multi-tahun untuk ketahanan bencana sering menjadi https://www.gov.uk/government/uploads/system/
rekomendasi, terutama untuk krisis yang berlarut-larut uploads/attachment_data/file/236656/women-
(Frankenberger dkk., 2012). Terlepas dari tantangan- girlsdisasters.pdf [Diakses pada 10 Januari 2020].
tantangan ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa Broekx, S. dkk. (2011). Designing a long-term flood risk
membangun ketahanan bencana lebih hemat biaya management plan for the Scheldt estuary using a
dibandingkan dengan respons yang terlambat (Cabot risk-based approach. Natural Hazards, 57, 245–
Venton dkk., 2013; GFDRR, 2010). Efektivitas biaya 266. DOI 10.1007/s11069-010-9610-x
pencegahan pada dasarnya dapat ditingkatkan melalui Bruneau, M., dkk. (2003). A framework to
usaha, paling tidak pada keterbukaan akses informasi quantitatively assess and enhance the seismic
mengenai bahaya atau paparan risiko, penyediaan resilience of communities. Earthquake Spectra,
infrastruktur dan layanan kebencanaan, investasi 19(4):733–752.
kebencanaan lain, serta keterlibatan stakeholder dalam CY Gov. (2005). Annual Report and Official Handbook
manajemen risiko bencana. 2004-2005. Tersedia pada
http://www.gov.ky/portal/pls/portal/docs/1/22472
3. Kesimpulan 59.PDF [Diakes pada 25 Januari 2020].
Danar, O.R., & Pushpalal, D. (2014). Building
Memastikan kota memiliki tata kelola kota tangguh community resilience: Conceptual framework and
bencana bukan hal yang mudah. Banyak sekali faktor its application in post tsunami resettlement.
yang perlu diperhatikan dan saling terkait satu sama Procedia Economics and Finance, 18, 489–496.
lain. Tata kelola kota tangguh bencana sangat doi: 10.1016/S2212-5671(14)00967-8
dipengaruhi oleh ketahanan infrastruktur, ketahanan Danar, Oscar R. (2020). Disaster Governance.
kelembagaan, ketahanan ekonomi dan ketahanan sosial. Yogyakarta: Diva Press.
Keempat hal tersebut harus dapat dikelola dengan baik DIBI BNPB. (2020). Bencana Alam di Indonesia 1815 –
dan berkesinambungan demi terciptanya kota yang 2020. Tersedia pada
tangguh bencana. Dari kesepuluh faktor kunci http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a [Diakses pada 20
kesuksesan tata kelola tangguh bencana yang telah Januari 2020].
dipaparkan pada sesi diskusi, dapat ditarik kesimpulan Eissa, A.E., & Zaki, M.M. (2011). The impact of global
bahwa kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana climatic changes on the aquatic environment.
merupakan pemandu awal dari kesuksesan tata kelola Procedia Environmental Science, 4, 251–259.
kota tangguh bencana. Disamping urgensi atas eksistensi doi:10.1016/j.proenv.2011.03.030
dari kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, partisipasi Ganapati, N. E. (2012). In Good Company: Why Social
dan keterbukaan informasi yang juga dianggap sebagai Capital Matters for Women during Disaster
tulang punggung bagi keberlangsungan dari tata kelola Recovery. Public Administration Review, 72(3),
tangguh bencana yang dimaksud. 419-427.
Ganapati, N. E. (2013). Downsides of Social Capital for
Daftar Pustaka
Women During Disaster Recovery: Toward a
More Critical Approach. Politics and Society,
ADB. (2006). Urbanization and Sustainability in Asia:
41(1), 72–96.
Case studies of good practice. Philippines: ADB.
Garcia, E., & Loáiciga, H. (2014). Sea-level rise and
Adhikari, P., Hong., Y., Douglas, K.R., Kirschbaum,
flooding in coastal riverine flood plains.
D.B., Gourley, J., Adler, R., & G. Robert
Hydrological Sciences Journal, 59(1), 37–41.
Brakenridge. (2010). A digitized global flood
GFDRR. (2010). Natural Hazards, UnNatural
inventory (1998–2008): Compilation and
Disasters. The Economics of Effective Prevention.
preliminary results. Natural Hazards, 55, 405–
Tersedia pada https://www.gfdrr.org/node/281
422. DOI 10.1007/s11069-010-9537-2
[Diakses pada 20 Desember 2019].
Archer, Diane. (2012). Baan Mankong participatory
GSDRC. (2014). Disaster Resilience. Tersedia pada
slum upgrading in Bangkok, Thailand:
http://www.gsdrc.org/docs/open/gsdrc_dr_topic_g
Community perceptions of outcomes and security
uide.pdf [Diakses pada 2 Januari 2020].
of tenure. Habitat International, 36(1), 178-184.
DOI: 10.1016/j.habitatint.2011.08.006

1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

Güneralp, B., dkk. (2015). Changing global patterns of http://www.oxfam.org/sites/www.oxfam.org/files/


urban exposure to flood and drought hazards. bp172-no-accident-resilience-inequality-of-risk-
Global Environmental Change. 31, 217–225. 210513- en_1.pdf [Diakses pada 12 Januari 2020].
Hughes, K., Fuller, R., & Bushell, H. (2013). A Park, Kiyong., & Lee, Man Hyung. (2019). The
Multidimensional Approach to Measuring Development and Application of the Urban Flood
Resilience. Discussion Paper, Oxfam GB. Risk Assessment Model for Reflecting upon
Tersedia pada Urban Planning Elements. Water, 11(5):920, 1-
http://oxfamilibrary.openrepository.com/oxfam/ha 18. doi:10.3390/w11050920
ndle/10546/302641 [Diakses pada 24 Januari Peek, L., & Stough, Laura M. (2010). Children with
2020]. Disabilities in the Context of Disaster: A Social
ICLEI. (2010). How to make cities more resilient: a Vulnerability Perspective. Child Development,
handbook for local government leaders. Tersedia 81(4), 1260–1270. doi: 10.1111/j.1467-
pada 8624.2010.01466.x
http://www.unisdr.org/files/26462_handbookfinal Reaching Resilience (n.d.). Handbook resilience 2.0 for
onlineversion. Pdf [Diakses pada 11 Januari aid practitioners and policymakers in Disaster
2020]. Risk Reduction, Climate Change Adaptation and
IFA. (2006). Institutional Capacity in Natural Disaster Poverty Reduction. Brussels: Uni Eropa.
Risk Reduction: A Comparative Analysis of Shepherd, Andrew., Mitchell, Tom., Lewis, Kirsty.,
Institutions, National Policies, and Cooperative Lenhardt, Amanda., Jones, Lindsey., Scott, Lucy.,
Responses to Floods in Asia (Final report for & Robert Muir-Wood. (2013). The Geography of
APN project 2005-01-CMY-Nikitina). Tersedia Poverty, Disasters and Climate Extremes in 2030.
pada https://www.apn- London: ODI.
gcr.org/resources/files/original/a4adb6376d59bf8 Turnbull, Marilese., Sterrett, Charlotte L., & Amy
0f80999396843c8d8.pdf [Diakses pada 17 Januari Hilleboe (2013). Toward Resilience: A Guide to
2020]. Disaster Risk Reduction and Climate Change
IFRC. (2019). Indonesia: 2019 Country Program Adaptation. Catholic Relief Services. UK:
Overview. Tersedia pada Practical Action Publishing Ltd.
https://reliefweb.int/report/indonesia/ifrc- Twigg, John. (2009). Characteristics of a Disaster-
indonesia-country-program-overview-2019 Resilient Community: A Guidance Note. Tersedia
[Diakses pada 13 januari 2020]. pada
IPCC. (2014). Glossary. Tersedia pada http://community.eldis.org/.59e907ee/Characterist
https://www.ipcc.ch/site/assets/uploads/2018/02/ ics2EDITION.pdf [Diakses pada 5 Januari 2020].
AR5_SYR_FINAL_Annexes.pdf [Diakses pada 3 UNESCAP. (2013). Urbanization trends in Asia and
Januari 2020]. Pacific. Tersedia pada
Jha, A.K., W. Miner, Todd., & Zuzana Stanton-Gedde. http://www.unescapsdd.org/files/documents/SPPS
(2013). Building Urban Resilience: Principles, -Factsheet-urbanization-v5.pdf [Diakses pada 11
Tools, and Practice. Washington DC: World Bank. Januari 2020].
Lebel, Louis dkk. (2006). Assessing institutionalised UNISDR. (2008). Linking disaster risk reduction and
capacities and practices to reduce the risk of flood poverty reduction: good practices and lessons
disasters. In J. Birkmann (Ed). Measuring learned. NY: UN.
Vulnerability to Hazards of Natural Origin. UNISDR. (2010). What is disaster risk reduction.
Towards Disaster Resilient Societies (pp.1-15). Tersedia pada http://www.unisdr.org/who-we-
Tokyo: UNU Press. are/what-is-drr [Diakses pada 5 Januari 2020].
Mahmud, T., & Prowse, M. (2012). Corruption in UNISDR. (2011). Resilience definition. Tersedia pada
cyclone preparedness and relief efforts in coastal http://www.unisdr.org/we/inform/terminology
Bangladesh: Lessons for climate adaptation?. [Diakses pada 5 Januari 2020].
Global Environmental Change, 22(4), 933–943. Wilkinson, E. (2012a). Transforming disaster risk
DOI: 10.1016/j.gloenvcha.2012.07.003 management: a political economy approach.
OCHA. (2012). OCHA Gender Toolkit 7. New York: London: ODI.
UN. Oliver-Smith, A., Cutter, Susan L., Warner, Wilkinson, E. (2012b). Why ‘small is beautiful’ in
Koko., Corendea, Cosmin., & Kristina Yuzva. (2012). municipal disaster risk reduction: Evidence from
Addressing loss and damage in the context of the Yucatán peninsula, Mexico. Environmental
social vulnerability and resilience - Policy Brief Hazards, 11(2), 1-17. DOI:
No. 7. Germany: UN University. 10.1080/17477891.2011.609878
Oxfam. (2013). No accident (Resilience and the
inequality of risk). Tersedia pada
1
Asti Amelia Novita/ JIAP Vol. 6 No. 1 (2020) 82-

World Bank. (2013). Building urban resilience:


principle, tools and practice. Washington DC:
World Bank.
Young, Simon R. (2004). Impact of Hurricane Ivan in
Grand Cayman. Tersedia pada
https://stormcarib.com/reports/2004/SRYCAYM
AN.PDF [Diakses pada 12 Januari 2020].

Anda mungkin juga menyukai