Anda di halaman 1dari 6

KONSTRUKSI MASYARAKAT TANGGUH

BENCANA
MAKALAH
Dosen pengampu:
Dr.Rina Andriani. M.pd
Oleh :
Ramadhan Nata Pratama
203180020
Semester 2B

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BALE BANDUNG
2019
MERESUME BUKU KONSTRUKSI MASYARAKAT TANGGUH BENCANA
KAJIAN INTEGRATIF ILMU,AGAMA,DAN BUDAYA

Editor:
Agus indiyanto
Dan
Arqom kuswanjono

Pendahuluan
Bencana di Indonesia adalah suatu keniscayaan, dapat terjadi secara tiba
tiba ataupun perlahan. Bencana merupakan suatu kejadian
mengakibatkan kerugian bagi manusia, baik kerugian material maupun
immaterial. Mengurangi dampak bencana membutuhkan pengetahuan
yang kompleks. Indonesia memiliki kerentanan dan potensi bencana yang
sangat tinggi ditinjau dari beberapa aspek. Aspek
geografis,klimatologis,geologis, dan social demografis mempengaruhi
lingkup kebencanaan di Indonesia.
Letusan gunung api berpotensi terjadi karena letak Indonesia di pacific
ring of fire.
Tiga lempengan bumi yang masih terus aktif bergerak berpotensi
menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Indonesia sebagai negara tropis
memiliki resiko tinggi karena ancaman banjir,tanah longsor dan wabah
penyakit. United nations-international strategy for disaster reduction
(UN-ISDR) membedakan bahaya menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Bahaya beraspek geeologi, antara lain gempa bumi,tsunami,gunung
api,gerakan tanah yang dikenal dengan tanah longsor. Daerah
rawan gempa
2. Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain
banjir,kekeringan,angin topan dan gelombang pasang
3. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain kebakaran hutan,
kerusakan lingkungan dan pencemaran limbah
4. Bahaya beraspek biologi, antara lain wabah penyakit,hama dan
penyakit tanaman dan hewan/ternak.
5. Bahaya beraspek teknologi antaralain kecelakaan transportasi,
kecelakaan industry, dan kegagalan teknologi.

Wilayah Indonesia yang dilewati oleh katulistiwa berpotensi


meningkat suhu udaranya seiringdengan perubahan iklim yang
terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Krisis
air,pangan,kesehatan,badai,kekeringan, dan banjir longsor
merupakan ancaman yang bias terjadi akibat perubahan iklim yang
extrem. Naiknya muka air laut diperkirakan akan menengelamkan
14.000 desa diwilayah pesisir Indonesia pada tahun 2015 (Walhi,
2007).

Kearifan local dan adat budaya masyarakat sempat perlu


diperhatikan dan diikutsertakan dalam pengelolaan hutan dan
lahan dalam mengahadapi perubahan iklim(salim, 2009).
Upaya pengurangan risiko bencana perlu mengadopsi dan
memperhitungkan kearifan local dan pengetahuan tradisional.

Indeks Risiko Bencana


Bencana masih banyak dianggap sebagai suatu takdir yang tidak
dapat dihindari oleh sebagian masyarakat. Bahaya mungkin tidak
dapat dihindari karena itu merupakan proses alami, namun dampak
yang ditimbulkannya dapat dikurangi.
Perlu sinergi antara beberapa dokumen perencanaan dan
perundangan/peraturan guna menjawab tantangan dari kerangka
kerja Hyogo(yogo framework achtion) yang mengarusutamakan
pengurangan risiko bencana.

Badan nasional penanggulangan bencana (BNPB) akan bekerja


sama dengan pemerintah daerah membuat peta indeks risiko
bencana yang diatur dalam tata ruang wilayah demi mengurangi
jumlah korban jiwa jika terjadi bencana dikemudian hari.

Karakteristik masyarakat Tangguh bencana


Ketahanan pada umumnya dipandang sebagai suatu konsep yang
lebih luas daripada kapasitas karena konsep ini memiliki makna
yang lebih tinggi daripada sekedar perilaku , strategi-strategi dan
langkah langkah pengurangan serta manajemen risiko tertentu yang
biasa dipahami sebagai kapasitas. Berdasarkan Twigg(2007), definisi
ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai:

*kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan kekuatan yang


menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi;

*kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi fungsi


dan struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian kejadian yang
mendatangkan malapetaka

*kapasitas untuk memulikan diri atau melenting baik setelah


terjadinya bencana.

fokus pada ketahanan berarti memberikan penekanan yang lebih besar


pada apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat bagi diri mereka sendiri
dan pada car acara untuk memperkuat kapasitas mereka, alih alih
memusatkan pada perhatian pada kerentanan mereka terhadap bencana
atau kebutuhan kebutuhan mereka dalam situasi darurat.
Rekomendasi kebijakan
Memperhitungkan persoalan diatas, ada beberapa poin penting untuk
dipertimbangkan. Pertama,seberapapun tingkat kerusakan dan
kerentanan masyarakat terhadap bencana, menjadi sangat penting untuk
menyediakan ruang.
Kedua, pemerintah harus menyadari bahwa daerah yang berbeda
memiliki karakteristik social dan budaya yang berbeda. Tentu saja
pendekatan pukul rata(one size fits all)dalam penanganan bencana tidak
dapat diterapkan.
Ketiga, pemerintah mestinya juga memberikan prioritas kepada
masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus.
Terakhir, pemerintah mesti mengubah mindset perilaku
birokratisnya.model manajemen rutin(routine management) dimana
pemerintah berlaku seolah-olah kondisi masyarakat dalam keadaan
normal(Business-as-usual) sehingga masih lekat dengan tipikal procedural
dan birokratis mesti diubah menjadi model pengelolaan dengan situasi
kritis(Henderson,2004).
Model pengelolaan krisis ini mengharuskan pemerintah untuk berpikir
taktis,bertindak cepat,tetapi fleksibel,adaptable dan efektif.
Jadi buku ini menceritakan cara bagaimana kita untuk menanggulangi
bencana yang terjadi di Indonesia atau disetiap daerah atau wilayah,
dengan bkerjasama dengan badan badan penanggulangan bencana, dan
harus mempunyai wawasan yang sangat tinggi dan penyusunan cara
untuk mencegah bencana agar tidak sering terjadi.
Untuk kekurangan dari buku ini, saya rasa buku ini tidak memiliki
kekurangan, namun didalamnya sipenulis menceritakan atau menulis
dengan sangat rapi,dan isinya sangan mudah untuk dibaca dan dipahami,
karena didalamnya itu menceritakan sangat detail,atau jelas sekali, dan
bukunya terdiri dari 265 halaman.
KESIMPULAN
Manajemen bencana yang ditujukan untuk meminimalkan dampak dari
suatu bencana membutuhkan pemikiran mendalam tentang berbagai
aspek yang sedemikian herogen. Untuk memitigasi bencana, pemerintah
tidak hanya perlu memfokuskan desain bangunan yang tahan bencana.
Pemerintah juga mesti sensitive terhadap berbagai problem social.
Sensitivitas terhadap problem social, termasuk diskrimidasi, sangat
mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk pemulihan.Mtigasi
bencana berarti senantiasa mengondisikan masyarakat siap baik secara
fisik,ekonomi, dan social.Mitigasi akan jauh lebih bermakna jika mampu
mempertahankan, nahkan menjadi memperkuat,kohesitivitas social
sebelum, selama , dan setelah bencana.

Anda mungkin juga menyukai