Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Kualitas Hidup, mengatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pengelolaan lingkungan hidup bukan semata-mata
menjadi tanggung jawab pemerintah. Swasta dan masyarakat juga sangat
berperan penting dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan kualitas
lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban berperan serta
dalam rangka pengelolaan kualitas hidup, sehingga dapat tercapai kelestarian
fungsi lingkungan hidup.

Upaya perlindungan lingkungan dilakukan berdasarkan baku mutu lingkungan,


baik berupa kriteria kualitas lingkungan (ambient) maupun kualitas buangan atau
limbah (effluent). Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu sebagai tolak ukur untuk
menetapkan apakah lingkungan telah rusak atau apakah suatu kegiatan telah
merusak lingkungan perlu dilaksanakan dan diacu dalam kegiatan pembangunan
nasional. Baku mutu lingkungan dapat berbeda untuk setiap wilayah atau waktu
yang berbeda mengingat adanya perbedaan kondisi lingkungan, tata ruang dan
teknologi.

Masalah lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah


masalah bersama dan secara kolektif hal ini menjadi masalah nasional. Untuk
dapat mewujudkan penanganan hal tersebut diatas, diperlukan komitmen
berbagai pihak untuk mengubah pendekatan pembangunan yang selama ini
terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhitungan
batasan toleransi daya dukung lingkungan ataupun ekologi. Kota-kota besar di
Indonesia sebagai pusat pembangunan telah banyak mengalami perubahan dan
kemajuan baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Kota-kota
besar selama ini tumbuh sebagai pusat perekonomian, pusat pemerintahan,
pusat perdagangan dan pusat kebudayaan.

2
Permasalahan di kota, seperti masalah sampah, ruang terbuka hijau, penduduk,
dan polusi merupakan permasalahan publik yang segera dicarikan solusi agar
dapat meminimalisir bahkan menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satu
kota di Indonesia yang memiliki permasalahan seperti diatas adalah Kota
Jakarta. Kota Jakarta memiliki permasalahan publik yang menuntut pemerintah
kota untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk itu, Penulis
akan menyampaikan beberapa penjelasan, pendekatan dan menilai prioritas dari
permasalahan yang ada di Kota Jakarta dimana diantaranya adalah
permasalahan banjir, polusi udara, sampah, serta pencemaran air sungai dan
danau yang ada di Kota Jakarta.

3
BAB II

ISI

2.1 Masalah Banjir


2.1.1 Penjelasan

Menurut Mongabay.co.id terdapat beberapa kesimpulan dari permasalahan


banjir Jakarta pada awal tahun 2020:

 Banjir yang melanda Jakarta dan sekitar, awal tahun 2020, bukan
merupakan banjir kiriman dari Bogor.

 Ahli Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI], Muhammad


Fakhrudin menegaskan, banjir yang melanda Jakarta dan sekitar merupakan
banjir di wilayah Jakarta sendiri, daerah hilir. Selain karena curah hujan
yang tinggi, kondisi tanah di Jakarta menjelang tahun baru 2020 sudah
jenuh, tak bias lagi menyerap air.

 Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI,
Galuh Syahbana Indrapahasta, menjelaskan banjir DKI Jakarta ini
membuktikan buruknya pengelolaan lingkungan dengan tiga aspek saling
berkaitan yang harus diintervensi untuk menghasilkan system ruang yang
mempunyai resiliensi lebih baik terhadap banjir. Aspek ini adalah teknis,
ekologi, dan sosial.

 Sistem drainase di Jakarta juga masih mengandalkan pompa. Hal ini


menyebabkan proporsi jumlah air hujan yang dikonversi langsung menjadi
aliran permukaan atau direct run-off meningkat. Selama ini masyarakat
Jakarta juga belum mendapatkan ases mencukup memadai untuk
peringatan banjir. Biasanya, masyarakat mendapatkan peringatan
berdasarkan level ketinggian air di hulu.

 Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja,


menyatakan untuk menangani banjir di Jakarta, Pemerintah DKI seharusnya
menghentikan kebijakan Bussiness as Usual dan model tahu-samatahu.
Masyarakat sipil juga harus lebih aktif menuntut pemerintah terkait
manajemen air permukaan.

4
2.1.2 Pendekatan yang dapat dilakukan

Upaya pendekatan yang dapat dilakukan dalam menangani masalah banjir yang
ada di Kota Jakarta diantaranya adalah:

1. Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologi yang dapat dilakukan adalah pembatan bendungan,
selain digunakan untuk keperluan pengairan dan pertanian, bendungan atau
waduk dan tempat penampungan air lainnya digunakan untuk mengurangi
debit air yang melintas lewat sungai, apalagi jika bendungan tersebut
dibangun dengan kapasitas untuk menanggulangi air berlebih pada saat
musim hujan. Dalam kondisi banjir Jakarta, bendungan Katulampa di Bogor,
Jawa Barat dijadikan patokan untuk memprediksi limpahan air yang akan
datang ke Jakarta.
2. Pendekatan Hukum dan Administrasi
Peraturan-peraturan yang ada yang memiliki hubungan erat dengan
terjadinya banjir adalah Peraturan Pemerintah RI No.47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah, serta peraturan-peraturan yang mengatur
tentang sungai, hal tersebut dikarenakan belum adanya peraturan yang
langsung mengatur tentang banjir. Pendekatan hukum lainnya yang dapat
dilakukan adalah pemberian sanksi atau denda bagi masyarakat maupun
industri yang membuang sampah sembarangan ke badan air.
3. Pendekatan Sosial-Budaya
Pendekatan ini dapat berupa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi
dalam kegiatan penanggulangan banjir. Masyarakat sebagai stakeholder
memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan ini. Salah satunya
adalah sebagai pihak yang tidak menyebabkan terjadinya banjir yang
diakibatkan oleh pembuangan sampah sembarangan ke sungai. Apabila
masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini dan tidak lagi menjadi
penyumbang sampah di sungai, maka salah satu penyebab banjir dapat
teratasi.

2.1.3 Tingkat Kepentingan atau Prioritas

Tingkat kepentingan (Ui) = Pi x Ri x Ci

Periode (Pi) = Tahunan (3)

Wilayah (Ri) = Regional (2)

5
Kompleksitas (Ci) = Human (biologis, sosial), Environmental (tanah
dan air) dan Resources (material) (5)

Ui = Pi x Ri x Ci

=3x2x5

= 30

Jadi, tingkat kepentingan dari masalah banjir yang ada di Kota Jakarta adalah
30.

2.2 Masalah Polusi Udara


2.2.1 Penjelasan

Jumlah penduduk yang tinggi dapat mengakibatkan masalah lingkungan di


pekotaan khususnya pada kualitas udara. Kualitas udara ini dipengaruhi oleh
adanya industri, transportasi, maupun oleh rumah tangga dan perkantoran. Kota
Jakarta sebagai obyek studi dipilih karena sebagai Ibu kota Negara memiliki
beragam fungsi dan kegiatan. Jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus tahun
2010, penduduk Jakarta telah mencapai 9.588.198 jiwa, pada siang hari jumlah
penduduk dapat bertambah sekitar 2,5 juta jiwa yang merupakan warga
commuter.

Pada tahun 2010 jumlah kendaraan di jakarta mencapai 11.362.396 unit


kendaraan. Terdiri dari 8.244.346 unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit
kendaraan roda empat. Jumlah kendaraan pada pagi dan siang hari akan
bertambah besar jumlahnya mengingat banyak warga sekitar kota Jakarta
(Bogor, Tanggerang, bekasi) bekerja di Jakarta, indikasi ini terlihat dengan
mengularnya kendaraan yang masuk Jakarta melalui jalan Tol, menurut Polda
Metro Jaya jumlahnya mencapai 70 ribu kendaraan. Kendaraan yang berlalu
lalang di jalan-jalan Jakarta sebanyak 98 % adalah kendaraan pribadi, Menurut
Ernawi (2011), pada tahun 2005, sektor transportasi bertanggungjawab atas
20.7% dari keseluruhan emisi CO2 Indonesia ke atmosfer.

Dalam kelompok sektor energi, transportasi menduduki urutan ketiga dengan


kontribusi sebesar 23% dari emisi total, dibawah sektor industri (37%) dan sektor
pembangkit listrik (27%), namun berada diatas sektor permukiman (9%) dan lain-
lain (4%). Apabila dilihat lebih jauh, 90.7% emisi karbon dilepaskan dari sektor
transportasi jalan, jauh berada diatas emisi transportasi lainnya : transportasi air

6
(6.9%), transportasi udara (2.4%) dan kereta api (0.1%). Fakta ini menunjukkan
adanya ketergantungan yang sangat besar dalam pilihan moda transportasi
masyarakat pada kendaraan bermotor pribadi untuk menunjang kegiatan sosial-
ekonomi.

2.2.2 Pendekatan yang dapat dilakukan

Upaya pendekatan yang dapat dilakukan dalam permasalahan polusi udara ini
diantaranya adalah:

1. Pendekatan Teknologi
Penggunaan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui (renewable)
sebagai pengganti bahan bakar fosil dapat mengurangi kadar emisi. Bahan
bakar alternatif yang dapat diperbaharui dapat menggunakan bahan baku
nabati (tumbuhan) antara lain, Jarak Pagar, Kelapa/minyak goreng), dapat
dicampurkan pada minyak diesel, di Indonesia saat ini minyak diesel dikenal
dengan BioDiesel yang merupakan hasil campuran antara minyak diesel
dengan minyak kelapa sawit. Bahan bakar yang berasal gas Biogas bisa
dikembangkan dari kotoran ternak, dan memungkinkan kotoran manusia
untuk digunakan di daerah perkotaan sebagai bahan bakar untuk kebutuhan
Rumah Tangga. Sebagai pembangkit listrik pengunaan sel surya dapat
dilakukan. Transportasi umum berbahan bakar gas sebagai tulang punggung
transportasi di Kota Jakarta penggunaannya dapat diperluas dengan
mengharuskan seluruh angkutan umum menggunakan bahan bakar gas,
disamping itu peremajaan angkutan umum di Jakarta sudah menjadi
keharusan. Kewajiban seluruh Kendaraan yang berlalu lalang di jalan-jalan
Jakarta untuk uji emisi perlu dilaksanakan. Pengelolaan sampah secara
terpadu yang tersebar di beberapa wilayah dan mengonversi sampah
menjadi tenaga listrik, akan berdampak positif terhadap pengendalian emisi
yang berujung mengurangi efek Gas Rumah Kaca (GRK), pembukaan
pembangkit listrik tenaga alternatif seperti tenaga angin, tenaga ombak, atau
tenaga matahari untuk mengurangi emisi polusi udara dari pembangkit listrik.
2. Pendekatan Hukum Administrasi dan peraturan
Dibuatnya peraturan ganjil genap untuk meminimalisir kendaraan yang
beroperasi. Sanksi pelanggaran ganjil genap diatur dalam Undang Undang
(UU) Lalu Lintas dan Jalan Raya Nomor 22 Tahun 2009, yakni denda
sebesar Rp 500.000 atau dua bulan penjara. Pembuatan jalur sepeda dapat

7
di perluas sehingga masyarakat dapat memiliki alternative sebagai alat
transportasinya Ruang Terbuka Hijau dengan luas 30 % seperti yang
diamanahkan UURI no 26 tahun 2007 perlu di penuhi demikian juga
Intensitas penanaman pohon dengan kerapatan yang tinggi dan pohon
dengan dedaunan yang memiliki kerapatan disarankan.
3. Pendekatan Pendidikan dan Pelatihan
Koordinasi lintas sektoral yang lebih baik termasuk dengan akademisi dan
organisasi profesi untuk menangani masalah polusi udara seperti kajian dan
penelitian untuk mengetahui sumber-sumber polusi udara di wilayah
perkotaan (emissions inventory), kajian untuk menilai dampak kesehatan
polusi udara pada masyarakat dan upaya-upaya untuk mengatasi masalah
polusi udara secara lintas sektoral. Memberikan informasi secara berkala
kepada masyarakat tentang kondisi kualitas udara yang tidak sehat dan
langkah-langkah antisipasi yang dapat dilakukan mayarakat dan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang polusi udara di berbagai
media (cetak, elektronik dan media sosial).
4. Pendekatan Sosial-budaya
Membuat sarana transportasi massal yang aman, nyaman, murah, ramah
lingkungan dan mudah diakses oleh masyarakat. Membuat lapangan parkir
yang berdekatan dengan sarana transportasi umum yang layak, aman dan
terjangkau sehingga mampu menampung kendaraan masyarakat yang akan
naik transportasi umum ke tempat kerja.

2.2.3 Tingkat Kepentingan atau Prioritas

Tingkat kepentingan (Ui) = Pi x Ri x Ci

Periode (Pi) = Harian (1)

Wilayah (Ri) = Regional (2)

Kompleksitas (Ci) = Human (biologis, sosial), Environmental (udara)


dan Resources (energi) (4)

Ui = Pi x Ri x Ci

=2x2x4

= 16

8
Jadi, tingkat kepentingan dari masalah polusi udara yang ada di Kota Jakarta
adalah 16.

2.3 Masalah Persampahan


2.3.1 Penjelasan
Banyaknya sampah yang bertumpuk di Jakarta disebabkan dari berbagai factor
seperti masyarakat yang masih tidak peduli dengan membuang sampah pada
tempatnya, dan sampah-sampah yang terbawa saat hujan sehingga menumpuk
disuatu tempat. Volume sampah kota yang sangat besar menunjukkan bahwa
pengelolaan sampah di DKI Jakarta sudah pada tahap mengkhawatirkan bila
tidak dikelola secara baik, di mana potensi konflik dapat meledak sewaktu-waktu.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan ulang secara menyeluruh tentang
konsepsi pengelolaan sampah perkotaan termasuk pengelolaan TPA sampah.
Dampak yang dapat dirasakan dengan banyaknya volume sampah yaitu
merusak estetika lingkungan yang ada dan dapat mempengaruhi bagi kesehatan
masyarakat sekitar tempat terjadinya penumpukan sampah tersebut. Solusi yang
dapat dilakukan yaitu membuang sampah pada tempatnya sehingga sampah
tidak bertebaran dimana-mana serta peran pemerintah yang lebih tegas terhadap
permasalahan sampah yang ada di Jakarta.

2.3.2 Pendekatan yang dapat dilakukan

Upaya pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sampah di Kota


Jakarta adalah:

1. Pendekatan Ekonomi
Untuk mendorong pendekatan ekonomi ini pemerintah jakarta memerlukan
beberapa pilar, yakni membangun permintaan dari industri yang memerlukan
kapasitas besar untuk menyerap bahan baku, kemudian membangun satu
bank sampah dalam satu rukun warga (RW) untuk mendapatkan sampah
yang bersih (clean collection), insentif untuk masyarakat supaya terdorong
melakukan pemilahan sampah dari rumah, Extended Producer
Responsibility (EPR) oleh produsen dengan mengambil kembali sampah
produk mereka, dan menyiapkan regulasi produk daur ulang sehingga
produk yang dihasilkan akan bernilai tinggi.

9
2. Pendekatan Hukum
Pendekatan hukum yang dilakukan seperti adanya peraturan daerah yaitu
PERDA No. 4 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah.

3. Pendekatan Sosial-Budaya

Pendekatan sosial-budaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak


masyarakat untuk berpatisipasi dalam pengelolaan sampah dapat
dipergunakan untuk mendorong masyarakat untuk sampai pada tahap
bersedia terlibat dan bersedia mencoba dalam penanggulangan atau
pengelolaan sampah tersebut.

4. Pendekatan Teknologi
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi
Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, daerah yang menghasilkan
sampah di atas 1.000 ton per hari harus memiliki insenerator atau waste
energy. Sebab daya tampung dan daya dukung TPA di masing-masing
daerah sudah tidak memadai lagi.

2.3.3 Tingkat Kepentingan atau Prioritas

Tingkat kepentingan (Ui) = Pi x Ri x Ci

Periode (Pi) = Harian (1)

Wilayah (Ri) = Regional (2)

Kompleksitas (Ci) = Human (biologis), Environmental (Tanah, air,


udara) dan Resources (energi) (8)

Ui = Pi x Ri x Ci

=1x2x8

= 16

Jadi, tingkat kepentingan dari masalah persampahan yang ada di Kota Jakarta
adalah 16.

2.4 Masalah Pencemaran Air Sungai dan Danau


2.4.1 Penjelasan
Kondisi sungai dan danau di DKI Jakarta yang kotor dan tidak sehat tentu
menjadi kekhawatiran semua masyarakat Jakarta. Kondisi ini pada umumnya

10
disebabkan oleh limbah domestik maupun industri. Ditambah lagi, kondisi
geologis Jakarta yang terdiri dari endapan gunung api di Selatan dan endapan
alluvial laut di Utara mengakibatkan kondisi badan air yang saling berhubungan.
Air tanah di Jakarta memiliki hubungan dengan 13 sungai yang ada, serta 55
danau serta waduk terhubung dengan seluruh system sungai di wilayah tersebut.
Berdasarkan pendapat dari Kepala Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI)
LIPI, Anto Tri Sugiarto, konsekuensi dari tercemarnya air sungai dan danau di
Kota Jakarta Pusat ini adalah akan mencemari seluruh sistem air yang ada di
Kota Jakarta. Bahaya dari pencemaran itu sendiri juga akan menjadi bagi wilayah
yang terkena dampak (LIPI, 2018).

2.4.2 Pendekatan yang dapat dilakukan

Upaya pendekatan yang dapat dilakukan berdasarkan permasalahan di atas,


diantaranya adalah:

1. Pendekatan Teknologis
Pendekatan teknologi yang dapat dilakukan yaitu melalui teknologi
Nanobubble untuk pengolahan air limbah agar tidak mencemari sungai dan
danau. Kemudian LIPI juga mempunyai integrated water management untuk
pengelolaan air tanah, danau, dan sungai yang bisa dimanfaatkan sebagai
solusi pengelolaan sungai dan danau yang saling berhubungan.
2. Pendekatan Pendidikan
Dengan memberikan pengarahan atau penyuluhan kepada warga tentang
kebersihan mengenai dampak pembuangan limbah sembarangan ke
sungai atau ke danau.
3. Pendekatan Hukum
Pendekatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
dibuatnya Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Nomor 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, diharapkan dengan adanya
peraturan tersebut baik usaha maupun industri yang membuang
limbahnya langsung ke air permukaan sebaiknya dapat melakukan
pengeloaan air limbah terlebih dahulu sampai batas baku mutu yang
diperbolehkan.

11
4. Pendekatan Sosial-Budaya
Pendekatan sosial-budaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan gambaran akan pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan.

2.4.3 Tingkat Kepentingan atau Prioritas

Tingkat kepentingan (Ui) = Pi x Ri x Ci

Periode (Pi) = Bulanan (2)

Wilayah (Ri) = Regional (2)

Kompleksitas (Ci) = Human (biologis, sosial), Environmental (Tanah,


air, udara) dan Resources (nutrisi) (6)

Ui = Pi x Ri x Ci

=2x2x6

= 24

Jadi, tingkat kepentingan dari masalah pencemaran sungai dan danau yang ada
di Kota Jakarta adalah 24.

12
BAB III

KESIMPULAN

Pada beberapa permasalahan lingkungan yang telah dibahas, dapat kita


simpulkan mana yang lebih diprioritaskan. Hal itu berdasarkan dari tingkat
kepentingan suatu dampak(ui). Berikut hasil dari perhitungan tingkat kepentingan
suatu dampak:

Tabel 3.1 Tingkat kepentingan dari masalah yang ada di Kota Jakarta
Masalah Lingkungan Pi Ri ∑C Ui
Banjir 3 2 5 30
Polusi Udara 2 2 4 16
Persampahan 1 2 8 16
Pencemaran Sungai 2 2 6 24
Tingkat Kepentingan Suatu Dampak (ui) =Pi x Ri x ∑Ci

Berdasarkan hasil dari perhitungan “Tingkat Kepentingan Suatu Dampak” yang


memiliki prioritas adalah permasalahan banjir karena mimiliki nilai tertinggi
sebesar yaitu 30. Hal tersebut disebabkan permasalahan banjir di Jakarta
penyelasaianya membutuhkan waktu tahunan, lalu wilayah yang terkena oleh
banjir tersebut juga regional, dan yang paling penting masalah banjir di Jakarta
ini akan menderita masalah air yang higenis berkuran, perumahan warga,
hartanya, dan korban jiwa ikut melayang. Oleh karena itu permasalahan banjir di
Jakarta merupakan prioritas dari berbagai masalah yang telah dibahas.

13
DAFTAR PUSTAKA

LIPI, 2018. Pencemaran Sungai dan Danau di DKI Jakarta. Diakses dari
lipi.go.id/Pencemaran-Sungai-dan-Danau-di-DKI-Jakarta. Diakses pada
tanggal 28 September 2020

Mulyadin, R Muhammad, dkk. 2018. Konflik Pengelolaan Sampah di Dki Jakarta


dan Upaya Mengatasinya. Bogor

NP. 2012. Pengendalian Pencemaran Udara Di Perkotaan Di Kota Jakarta


dengan Pendekatan Ekosistem. Universitas Sriwijaya: Palembang

Purningsih, Dewi. 2020. Pemerintah Terapkan Tiga Pendekatan untuk Kelola


Sampah pada 2025. Diakses dari
https://www.greeners.co/berita/pemerintah-terapkan-tiga-pendekatan-
untuk-kelola-sampah-pada-2025/. Pada tanggal 28 September 2020

https://www.mongabay.co.id/2020/01/14/masalah-banjir-peneliti-jakarta-harus-
benahi-kebijakan-dan-perilaku-masyarakat/ diakses 29 september 2020

https://www.greeners.co/berita/pemerintah-terapkan-tiga-pendekatan-untuk-
kelola-sampah-pada-2025/ diakses pada tanggal 29 September 2020

14

Anda mungkin juga menyukai