Disusun Oleh :
Alif Rahmawati
C.511.18.0020
ALIF RAHMAWATI
C.511.18.0020
Menyetujui,
Semarang, Desember 2023
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah diberikan
pada penulis untuk dapat memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan laporan
proposal Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Semarang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak
langsung selama penelitian ini. Untuk itu, penulis memberikan ucapan terima kasih
pada:
2. Bapak Dr. Bambang, S.T., M.T, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan dan kritikan selama penyusunan laporan.
3. Seluruh dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota atas ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
4. Keluarga, terutama Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan moral
maupun material selama penyusunan laporan.
6. Dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu oleh penulis
yang telah membantu selama berproses di Program Studi PWK USM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini memberikan
manfaat bagi berbagai bidang ilmu, dan pembaca, terutama bagi adik-adik
mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas
Semarang yang akan melaksanakan kegiatan penelitian.
Semarang, 2023
Alif Rahmawati
ABSTRAK
Banjir Pasang Surut atau ROB merupakan fenomena yang selalu terjadi di
Kota Semarang Lama bagian utara. Dari tahun ke tahun, frekuensi kejadian ROB
semakin meningkat dan cenderung semakin meluas. Hal ini diduga dikontribusi
oleh adanya penurunan muka tanah yang mencapai 3 sampai 15 cm per tahun, dan
perilaku oceanografi dan klimatologi di Semarang dan sekitarnya. Banjir rob terjadi
ketika air pasang menggenang akibat adanya kontak antara laut dengan daratan
melalui sungai atau saluran yang bermuara ke pantai. Apabila permasalahan banjir
rob ini tidak ditangani dapat menimbulkan banyak kerugian yang harus ditanggung
masyarakat (Reizkapuni dan Mardwi, 2014).
Masalah banjir rob, diketahui empat (4) Kelurahan paling sering mengalami
bencana banjir rob yang memerlukan perhatian, yaitu : Kelurahan Tanjungmas,
Kelurahan Banjarharjo, Kelurahan Dadapsari, Kelurahan Panggung Lor. Adapun
dampak yang diakibatkan banjir rob telah mengakibatkan masalah kesehatan, sosial
ekonomi masyarakat serta kerusakan kawasan permukiman, yaitu sebagai berikut :
• Banjir rob juga bisa menyebabkan terganggunya lalu lintas di beberapa titik
yang tergenang air dan mobilitas penduduk di lingkungan Kelurahan
Banjarharjo.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi arahan
pengembangan di Kelurahan Banjarharjo untuk kedepannya dan diharapakan untuk
permukiman di Kelurahan Banjarharjo dapat terhindar dari banjir rob.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini terdiri dari dua ruang lingkup penelitian, yaitu
ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup materi digunakan
untuk mengetahui batasan materi dalam penelitian, sedangkan ruang lingkup
wilayah digunakan untuk mengetahui batasan-batasan wilayah dalam penelitian.
3.286 ha.
- Melakukan
penyuluhan dan
pendekatan pada
masyarakat lebih intensif
Agil Hario Analisis Kolam Menggunakan Pembuatan kolam retensi di
Retensi Sebagai metode Kota Semarang ini menjadi
Priambudi, 2018 upaya terbesar dari
deskriptif
Pengendalian Banjir pemerintah kota Semarang
Rob di Semarang kualitatif untuk menanggulangi banjir
rob yang sering terjadi di kota
Semarang yang
mengakibatkan jalan utama
lumpuh total dan terjadi
kemacetan yang panjang
Tinggi
Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data, informasi, dan teori terkait dengan
penanggulangan banjir rob dan kondisi permukiman Bandarharjo, kemudian melakukan
perumusan masalah, tujuan dan sasaran.
Pada tahap kedua, penulis melakukan pemrosesan data dan informasi dengan proses analisis
sehingga ditemukan hasil studi yang dapat menjawab perumusan masalah, dan sesuai dengan
tujuan, sasaran yang ingin dicapai.
Pada tahap ketiga, penulis melihat kembali dengan input tujuan dan sasaran sebelumnya dengan
hasil yang telah didapat melalui proses di tahap kedua untuk mengemukakan kesimpulan dan
rekomendasi terkait resilensi sosial masyarakat Kelurahan Bandarharjo terhadap bencana Rob
di Semarang Utara
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Sasaran,
Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Keaslian Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB IV ANALISIS
Bagian ini memuat kajian atas berbagai temuan studi yang diperoleh mahasiswa guna
menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan metode dan kerangka analisis yang telah dibuat
pada saat proposal tugas akhir.
BAB V KESIMPULAN
Bagian ini menjelaskan kesimpulan hasil studi secara keseluruhan yang memuat informasi
tentang isu/tema penelitian yang diangkat, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, metode
penelitian, serta kesimpulan hasil penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Wilayah pesisir yang berkembang menjadi kawasan permukiman adalah salah satu hal
yang sangat kompleks, dimana selain aspek sosial, ekonomi, aspek-aspek budayadan politik
masyarakat juga akan ikut terlibat (Brahtz, 1972) . Permukiman yang letaknya tepat berada di
bibir pantai ini adalah kampung yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai
nelayan. Kampung-kampung di pesisir sangat potensial menjadi daerah yang kumuh dengan
masyarakat yang mayoritas adalah masyarakat miskin. Permukiman pesisir adalah
perkampungan yang mendiami daerah kepulauan, sepanjang pesisir termasuk danau dan
sepanjang aliran sungai.
Permukiman yang dimaksud dalam UU ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan
yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan
pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan
sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Banjir pasang atau yang lebih dikenal dengan istilah rob merupakan banjir yang terjadi
karena naiknya air laut dan menggenangi daratan ketika air laut mengalami pasang sehingga
menyebabkan kerentanan lingkungan. Namun demikian, untuk kondisi atau tempat tertentu,
yaitu di daerah terbangun, banjir pasang ini terjadi menyusul perubahan penggunaan lahan dan
penurunan muka tanah karena beban bangunan fisik.
Penyebab banjir rob yang terjadi seiring dengan terjadinya penurunan tanah (land
subsidence) dan kenaikan muka air laut (sea level rise). Land subsidence atau amblesan
merupakan penurunan muka tanah yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam cara.
Permasalahan banjir rob di wilayah Semarang Utara merupakan masalah yang belum teratasi
dan menimbulkan berbagai kerugian. Fenomena banjir rob yang terjadi hampir disepanjang
tahun baik terjadi di musim hujan maupun di musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah
hujan bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob.
Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi-rendahnya pasang surut air laut yang
terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasang surut.
Walaupun massa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa bulan, namun karena jarak
bulan yang jauh lebih dekat ke bumi di bandingkan matahari maka gravitasi bulan memiliki
pengaruh yang lebih besar. Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang
disebabkan oleh pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin
atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena
alam yang sering terjadi di laut.
Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena iklim global yang ditandai
dengan peningkatan temperatur rata-rata bumi dari tahun ke tahun. Lapisan ozon merupakan
pelindung bumi dari pengaruh sinar matahari sehingga bila lapisan ini menipis maka akan
terjadi pemanasan global, sehingga menyebabkan lapisan es di kutub utara dan antartika
mencair. Akibatnya, permukaan permukaan laut air global naik.
Banjir rob disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor-faktor alam,
seperti iklim (angin, durasi dan intensitas curah hujan yang sangat tinggi), oseanografi (pasang
surut dan kenaikan permukaan air laut), kondisi geomorfologi (dataran rendah/perbukitan,
ketinggian, dan lereng, bentuk sungai), geologi dan genangan. Ditambah kondisi hidrologi
(siklus, kaitan hulu-hilir, kecepatan aliran), Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya
perubahan tata ruang yang berdampak pada perubahan alam.
Aktivitas manusia yang sangat dinamis, seperti pembabatan hutan mangrove (bakau)
untuk daerah hunian, konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sungai/saluran untuk
permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat dan sebagainya,
degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup lahan pada catchment area,
pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya, dan
jebolnya tanggul pembatas antara daratan dan lautan.
Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
bencana banjir (Kodoatie, 2004) . Kota Semarang dengan karakteristik wilayah tersebut
berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob dan tanah
longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini saling terkait, baik
karena kondisi alamnya maupun karena dampak pembangunan. Banjir di Kota Semarang
sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran
pantai.
Kawasan Pesisir/ Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena kawasan
tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya lebih rendah atau sama
dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level, MSL) dan menjadi tempat
bermuaranya sungai-sungai. Di samping itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak
dari banjir rob tersebut.
Ukuran dan penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas permukiman
yang disebutkan oleh Kurniasih (2007), antara lain :
• Kepadatan penduduk
• Kerapatan bangunan
• Kondisi jalan
• Bahan Bangunan, tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan. Bahan bangunan yang digunakan tidak terbuat dari
bahan yang dapat meniadi tumbuh dan berkembangnya mokro organisme Patogen.
• Atap berfungsi untuk menutup panas, debu, dan air hujan. Tutup atap sebaiknya
merupakan bidang datar dan sudut kemiringan atap tergantung dari jenis bahan
penutup atap yang dipakai. Bangunan rumah yang memeiliki tinggi 10 meter atau
lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.
• Dinding berfungsi untuk menahan angin dan debu, serta dibuat tidak tembus
pandang. Bahan dinding dapat berupa batu bata, batako, bambu, papan kayu.
Dinding di lengkapi dengan saran ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.
• Jendela dan pintu berfungsi sebagai lubang angin, jalan udara segar dan sinar
matahari serta sirkulasi. Letak lubang angin yang baik adalah searah dengan tiupan
angin.
• Sarana air bersih, tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 120/liter/hari/orang.
Kualitas air bersih harus Memenuhi persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur gali
diberikan pengerasan dan selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air,
jarak sumur terhadap resapan/septiktank harus mencukupi syarat kesehatan.
• Limbah dan selokan, air kotor atau buangan air dari kamar mandi, cuci dan dapur
disalurkan melalui selokan terbuka atau tertutup dipekarangan rumah ke selokan
air dipinggir jalan. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Limbah padat
harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah
serta air tanah.
• Tempat pembuangan sampah disediakan berupa tong atau bak sampah diberi
penutup agar lalat dan binatang tidak dapat masuk.
• Fasilitas penerangan ruangan. Letak rumah yang baik adalah sesuai arah matahari
agar sinar matahari dapat masuk.
Resiliensi merupakan gambaran dari proses dan hasil kesuksesan beradaptasi dengan
keadaan yang sulit atau pengalaman hidup yang sangat menantang, terutama keadaan dengan
tingkat stres yang tinggi atau kejadian-kejadian traumatis (O’Leary, 1998; O’Leary & Ickovics,
1995; Rutter, 1987). Menurut Reivich. K dan Shatte. A yang dituangkan dalam bukunya “The
Resiliency Factor” menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi
terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang
dialami dalam kehidupannya (Reivich. K & Shatte. A, 2002 ).
Permukiman membentuk sebuah komunitas, penghuni dapat berasal dari latar belakang
pekerjaan yang sama, namun dapat pula dari komunitas yang berbeda. Persamaan ataupun
perbedaan yang timbul, para penghuni tetap akan membangun sosial. Kehidupan sosial yang
akan dibentuk oleh penghuni sesuai dengan keinginan mereka. Aspek sosial pada perumahan
memiliki peran penting dalam jurnal Self-Help hoursing in Bangkok (Kioe Sheng Yap, Koen
De Wandeler, 2010) modal soisal dapat menyatuakan visi misi serta tujuan dalam perbaikan
kondisi perumahan maupun meningkat kondisi perumahan. Hubungan erat yang saling
mempersatukan penghuni satu dengan penghuni lainnya merupakan modal sosial yang
nantinya membawa masyarakat penghuni untuk peduli terhadap sekitarnya termasuk peduli
terhadap lingkungan dimana mereka tinggal.
Kepedulian masyarakat ini lah yang nantinya menjadi modal dalam menentukan
perkembangan perumahan. Menurut Nigel Appleton dan Peter Molyneux (2010) dalam
Neighbourhoods with the Resillience to Care menjelaskan bahwa kesuksesan masyarakat yang
berkelanjutan memberikan kemampuan untuk bertahan yang dapat mengatasi perubahan dan
memiliki kemampuan untuk merangkul seluruh anggota dalam keterlibatannya. Dalam
Sustainable Development Strategy and Action Plan menyebutkan pembangunan berkelanjutan
dalam asosiasi perumahan sektor secara signifikan akan memberikan kontribusi pada
pengembangan berkelanjutan masyarakat di seluruh negeri (2007;8). Kelompokkelompok
masyarakat harus mempunyai peran yang lebih besar dan menentukan di masa depan, terutama
dalam hal yang berkaitan dengan dirinya. Masyarakat yang mempunyai kepentingan bersama
perlu lebih aktif untuk mengorganisasikan dan memampukan dirinya, sehingga bersama-sama
dengan sektor publik dan swasta dapat mewujudkan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan permukiman yang berkelanjutan.
1. Tidak ada sama sekali (none) ; outsider semata-mata bertanggung jawab pada semua pihak,
dengan tanpa keterlibatan masyarakat.
2. Tidak langsung (inderect) ; sama dengan tidak ada partisipasi tetapi informasi merupakan
sesuatu yang spesifik.
4. Terbagi (shared) ; masyarakat dan outsider berinteraksi sejauh mungkin secra bersaman.
5. Pengendalian penuh (full control) ; masyarakat mendominasi dan outsider membantu ketika
diperlukan.
a. Kerentanan Fisik
b. Kerentanan Ekonomi
c. Kerentanan Sosial
Observasi
Pembuatan Laporan
GAMBARAN UMUM
Ruang lingkup Wilayah Makro studi geologi lingkungan ini adalah Kecamatan
Semarang Utara.Terletak di bagian utara Kota Semarang dan merupakan daerah
pesisir.Semarang Utara mempunyai luas 1.1.35,275 ha yang mencakup 9 kelurahan.Batas
Wilayah Kecamatan Semarang Utara meliputi :
Kelurahan Bandarharjo dengan luas sekitar ±98.000 m2. Lokasi tersebut terletak sekitar
± 300 – 500 m dari garis pantai dan bagian timur permukiman berbatasan dengan sungai Kali
Baru. Hal ini menyebabkan lokasi tersebut rawan terdampak banjir, baik banjir rob maupun
banjir kiriman. Upaya adaptasi banjir yang dilakukan di lingkungan permukiman yaitu dengan
pengadaan pompa, peninggian hunian, serta peninggian jalan. Namun, upaya yang sudah
dilakukan dirasa masih kurang efektif dalam mengatasi banjir karena hanya bersifat jangka
pendek dan tidak dapat mengatasi banjir besar. Berdasarkan data lapangan, RW 01 pada
kelurahan Bandarharjo ini dibagi menjadi 9 RT. Jumlah masyarakat berdasarkan jumlah
anggota keluarga pada kartu keluarga RW 01 terdapat 498 KK dengan total 1903 jiwa
masyarakat dan 520 rumah tinggal. Satu unit hunian bisa ditinggali hingga 3 KK.
Ruang Lingkup wilayah mikro terdiri dari Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan
Bandarharjo.Dimana Kelurahan Bandarharjo memiliki luas wilayah 222,836 ha dan Kelurahan
Tanjung Mas memiliki luas wilayah 384,315 ha.Yang memiliki batas –batas wilayah sebagai
berikut :
Kondisi fisik alam pada kawasan Kelurahan Bandarharjo sangat penting sebagai
pertimbangan dan bahan analisis, maka akan dibahas pada studi ini diantaranya yaitu meliputi
Curah Hujan, Jenis Tanah, Topografi, Geologi dan Penggunaan Lahan.
Kota Semarang memiliki karakteristik topografi unik ,yaitu berupa daerah pantai dan
perbukitan.Topografi ada pada ketinggian antara 0,75 m sampai sekitar 350 m diatas
permukaan laut.Kondisi topografi menciptakan potensi panorama yang indah dan ekosistem
yang lebih beragam.Kawasan Kelurahan Bandarharjo berada pada dataran pesisir pantai
dengan ketinggian 0,75 mdpl dengan kelerengan 0-2% yang sangat berpotensi banjir,rob dan
penurunan muka tanah.
Struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas 3 bagian yaitu struktur joint
(kekar),Patahan (fault),dan lipatan.Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai
porositas tinggi,struktur lapisan batuan yang tidak teratur,heterogen,sehingga mudah bergerak
atau longsor.
Adapun karakteristik persebaran struktur geologi pada bagian utara Kota Semarang
adalah sebagian besar ditutupi oleh endapan permukaan yang merupakan alluvium hasil
pembentukan delta Kaligarang ,terdiri dari lapisan pasir,lempung,krikil. Kondisi fisik alam
dengan kelerengan 0-2% ditambah dengan jenis lahan Aluvium,menjadikan kawasan
bandarharjo rawan akan bencana alam yang diakibatkan oleh amblesan tanah atau Land
Subsidenc.
Curah Hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar.
dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Tingkat hujan yang diukur
dalam satuan mm adalah air hujan setinggi 1 mm yang jatuh (tertampung) pada tempat yang
datar seluas 1 meter persegi dengan asumsi tidak ada yang menguap, mengalir dan meresap.
Akibatnya, data rata-rata hujan didaerah tertentu dicatat untuk menilai jumlah perencaan yang
harus dilakukan. Pencatatan data tingkat hujan rata-rata tahunan di DAS (Daerah Aliran
Sungai) dilakukan diberbagai titik disepanjang tahun stasiun pencatatan curah hujan untuk
menentukan tingkat hujan yang turun diwilayah tertentu.
Untuk memperoleh perkiraan perencanaan yang tepat , kita membutuhkan data curah
hujan selama bertahun-tahun. Semakin banyak data rata-rata hujan tahunan yang ada semakin
akurat peritungannya. Jenis-jenis Curah Hujan Menurut Tjasyono, Indonesia secara umum
dapat dibagi menjadi 3 pola iklim utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun. Tiga
wilayah iklim Indonesia yaitu wilayah A (monsun), wilayah B (ekuatorial) garis dan titik,
wilayah C (lokal).
Sumber : Analisis Olahan Arcgis, 2023
Industri 86.25
Pendidikan 1
Peribadatan 1
Perkantoran 34
RTNH 40
Transportasi 70
Informasi yang didapat bukan hanya angka numerik saja, namun dalam
memperkaya data dan lebih memahami fenomena penelitian. Sebagai contoh dalam
kuisioner terdapat beberapa keterangan tambahan yang memberikan informasi tentang
apa yang menjadi dampak pengelolaan sampah di sungai Bringin.Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui seberapa besar perubahan yang terjadi dan bagaimana
pendapat dan keinginan masyarakat terhadap dampak perilaku pengelolaan sampah
masyarakat dalam pengendalian banjir di sungai Bringin Semarang.
4.2 Metode Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan analisa data kuantitatif dari observasi di
lapangan untuk menjawab apakah faktor penyebab terjadinya banjir yang disebabkan
oleh perilaku manusia dalam membuang sampah dibantaran sungai. serta menghitung
pertumbuhan penduduk tiap tahun dan jumlah sampah yang masuk ke TPA untuk
menganalisa daya tampung dan digunakan data sekunder yang diperoleh dari
instansi/survey terkait kemudian dianalisa kembali untuk mencapai pengelolaan
persampahan secara yang berkelanjutan.
4.3 Kebutuhan Data
Data merupakan gambaran suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan
tempat dan waktu yang digunakan sebagai bahan untuk analisis dalam pengambilan
keputusan. Data yang digunakan untuk bahan analisis dibagi dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer, yaitu hasil kuisioner dan observasi, meliputi faktor
pengendalian banjir serta pengelolaan sampah.Data Sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari survey instansi melalui sumber yang relevan dengan topik yang diteliti
yaitu dari instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinputaru, Kelurahan, BPS.
Tabel 4.1 Kebutuhan Data Penelitian
Teknik Tahun
No Kebutuhan Data Variabel Bentuk data Kegunaan data Sumber data
analisis
Mengidentifikasi
lokasi yang Balai besar
Survei,
terjadi luapan Identifikasi wilayah
1 Sikap,Kepedulian,Stekholder Aspek Sosial mapping, 2020
banjir di sungai sungai Bringin sungai
overlay
Bringin pemali juana
Semarang
Mengidentifikasi
penyebab
Identifikasi Balai besar
permasalahan
Aspek sistem Wawancara, wilayah
2 banjir yang 2019
Peraturan,Hukum,Kebijakan Kelembagaan pengendalian survei sungai
terjadi di sungai
banjir pemali juana
Bringin
Semarang
Teknik Tahun
No Kebutuhan Data Variabel Bentuk data Kegunaan data Sumber data
analisis
Merencanakan Memprediksi
tanggul untuk perubahan
Balai besar
mengatasi Sarana dan masyarakat Survei,
Aspek wilayah
3 bencana banjir Prasarana,Program dalam mapping, 2022
Pemerintahan sungai
di sungai normalisasi membuang overlay
pemali juana
Bringin sampah di sungai
Semarang Bringin
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak ke dua atau
perantara.dalam penelitian ini,data sekunder di perlukan dari
intansi/lembaga baik dalam bentuk kebijakan ,file,laporan.Data juga dapat
di peroleh melalui website,buku,atau dokumen lain mengenai data dan
penelitian terkait dengan pengendalian banjir sungai Bringin.
No Variabel Indikator
Sumber : Analisis,2023
𝑅𝑖 × 𝐶𝑗
𝐸 𝑖𝑗 =
𝑁
∑(𝑂𝑖𝑗 − 𝐸𝑖𝑗 )
𝑋2 = ∑
𝐸𝑖𝑗
Keterangan:
R = Banyaknya baris
C = Banyaknya kolom
(𝒎 − 𝟏) × (𝒏 − 𝟏)
Keterangan:
M = baris
N = Kolom
Uji Chi-kuadrat hanyalah uji indepedensi, sehingga hanya sedikit
memberikan informasi mengenai kekuatan atau bentuk asosiasi di antara dua
variabel. Harga yang dihasilkan bergantung pada ukuran sampel dan mode
independensi. Chi-kuadrat akan bertambah apabila ukuran sampel pada tabel
ditambah, harga dari Chi-kuadrat dapat dilihat melalui residual yang relatif kecil
untuk frekuensi harapan tetapi ukuran sampelnya besar. Analisi Regresi Linear
Sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh kinerja pengelolaan sampah
terhadap penurunan kualitas lingkungan.
𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋
Keterangan:
a = Nilai Konstanta
b = Nilai Regresi
Variabel yang digunakan pada analisis ini terbagi atas 2 jenis, yakni variable
terikat dan bebas. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Populasi
a. Masyarakat yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan penduduk yang
bermukim di Kecamatan Somba Opu.
b. Pemerintah yang dimaksud adalah pegawai kelurahan yang ada di
Kecamatan Somba Opu serta pegawai pemerintahan dari Dinas Pekerjaan
Umum bidang kebersihan.
c. Swasta yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan masyarakat yang bekerja
sebagai wiraswasta baik yang menarik tenaga kerja maupun usaha sendiri.
2. Sampel
Secara umum, jumlah ukuran sampel yang dibutuhkan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Slovin (Sevila dalam umar husain, 2003:109)
𝑁
𝑛=
𝑁 𝑒2 +1
Dimana :
n = Ukuran sampel
N = ukuran populasi
Sampel meliputi tiap sektor mana saja yang terjadi penumpukan sampah
dibantran sungai Bringin.Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini sesuai dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
Kegiatan Pelaksanaan
Pengerjaan Proposal Tugas Akhir Agustus September Oktober November Desember Januari
Minggu Ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Mencari Refrensi dan Judul Penelitian
Penyusunan Tabel Kebutuhan Data
Penyusunan BAB 1
Penyusunan BAB II
Survey Pendahuluan dan Pengumpulan Data
Penyusunan BAB III
Penyusunan BAB IV
Sidang Proposal
Survey Lanjutan
Pengolahan Data dan Analisis
Finalisasi Laporan Akhir
Sidang Akhir
Sumber :Hasil Analisis Penyusun,2023.