Anda di halaman 1dari 57

PROPOSAL TUGAS AKHIR

STUDI KASUS RESILENSI SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN


BANDARHARJO TERHADAP BENCANA ROB DI SEMARANG UTARA

Disusun Oleh :

Alif Rahmawati
C.511.18.0020

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEMARANG

TAHUN AJARAN 2023


LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

STUDI KASUS RESILENSI SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN


BANDARHARJO TERHADAP BENCANA ROB DI SEMARANG UTARA

Sidang Proposal Tugas Akhir diajukan kepada


Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Semarang

ALIF RAHMAWATI
C.511.18.0020

Menyetujui,
Semarang, Desember 2023

Pembimbing I Pembimbing II

( Dr. Bambang Sudarmanto, S.T., M.T.) (................................)


NIS. 06557003102027 NIS.

Mengetahui

Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

(Hendrianto Sundaro, S.E.,M.T.)


NIS. 0655700310219
KATA PENGANTAR

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh’’

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah diberikan
pada penulis untuk dapat memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan laporan
proposal Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Semarang.

Penulis berharap laporan penelitian yang berjudul “Studi Kasus Resilensi


Sosial Masyarakat Kelurahan Bandarharjo Terhadap Bencana Rob Di Semarang
Utara” dapat memberikan manfaat terutama dalam bidang keilmuan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak
langsung selama penelitian ini. Untuk itu, penulis memberikan ucapan terima kasih
pada:

1. Bapak Hendrianto Sundaro, S.T., M.P.W.K. selaku Ketua Program Studi


Perencanaan Wilayah dan Kota.

2. Bapak Dr. Bambang, S.T., M.T, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan dan kritikan selama penyusunan laporan.

3. Seluruh dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota atas ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.

4. Keluarga, terutama Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan moral
maupun material selama penyusunan laporan.

5. Teman-teman PWK USM angkatan 2018, terima kasih telah memberikan


pengalaman berharga dan berkesan kepada penulis.

6. Dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu oleh penulis
yang telah membantu selama berproses di Program Studi PWK USM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca. Penulis berharap semoga laporan penelitian ini memberikan
manfaat bagi berbagai bidang ilmu, dan pembaca, terutama bagi adik-adik
mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas
Semarang yang akan melaksanakan kegiatan penelitian.

Semarang, 2023

Alif Rahmawati
ABSTRAK

Perubahan iklim secara global ternyata banyak memberikan dampak negatif


bagi hampir seluruh penduduk dunia. Salah satu dampak perbahan iklim yang
umum dijumpai di Indonesia sebagai negara maritim adalah kenaikan muka air laut
yang mengakibatkan rob terhadap seluruh wilayah pesisir Indonesia. Rob atau
banjir air laut adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi
daratan. Rob seringkali dianggap sebagai hal yang biasa bagi sebagian besar
masyarakat pesisir khususnya bagi mereka yang tinggalnya berbatasan dengan laut,
namun apabila dibiarkan terus menerus rob kerap kali menjadi salah satu faktor
kerentanan masyarakat pesisir. Hal ini dikarenakan rob yang terjadi saat ini sudah
bukan lagi menggerus bibir pantai, lebih jauh lagi rob telah masuk ke permukiman
pesisir dan menenggelamkan rumah-rumah warga.

Penanggulangan banjir Rob dapat dilakukan dalam skala regional, lokal,


atau bahkan spesifik pada suatu unit bangunan saja. Sebagai contoh, rumah-rumah
penduduk di sekitar Kelurahan Banjarharjo yang selalu menjadi langganan banjir.
Mengantisipasi penurunan muka tanah dan banjir dengan cara menimbun halaman
dan membuat tanggul-tanggul sederhana. Bahkan masyarakat kelurahan
Banjarharjo telah meninggikan bangunan rumah untuk mencegah terendamnya
halaman rumah pada musim rob.

Resiliensi adalah indikator keberlanjutan kehidupan seseorang yang hidup


di dalam situasi yang menyulitkan. Ketika seseorang berada pada situasi yang sulit
seseorang cenderung tertekan dan berada pada masa kritis. Secara umum resiliensi
masyarakat dalam menghadapi rob disebababkan oleh dua hal, yaitu yang pertama
karena mereka tidak memiliki pilihan selain bertahan tinggal di tempat yang rawan
rob dan yang kedua adalah mereka yang memiliki keterikatan dengan tempat tinggal
mereka.

Kata Kunci : Semarang Utara, Banjir Rob dan Resilensi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banjir merupakan permasalahan umum yang terjadi di sebagian wilayah di
Indonesia, terutama di wilayah padat penduduk misalnya di daerah perkotaan.
Kerugian yang dapat ditimbulkannya cukup besar, baik dari segi materi maupun
kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir perlu mendapatkan
perhatian yang serius (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Peristiwa banjir sendiri tidak
menjadi permasalahan apabila tidak mengganggu aktivitas atau kepentingan
manusia dan permasalahan ini timbul setelah manusia melakukan kegiatan pada
daerah dataran banjir (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).

Banjir Pasang Surut atau ROB merupakan fenomena yang selalu terjadi di
Kota Semarang Lama bagian utara. Dari tahun ke tahun, frekuensi kejadian ROB
semakin meningkat dan cenderung semakin meluas. Hal ini diduga dikontribusi
oleh adanya penurunan muka tanah yang mencapai 3 sampai 15 cm per tahun, dan
perilaku oceanografi dan klimatologi di Semarang dan sekitarnya. Banjir rob terjadi
ketika air pasang menggenang akibat adanya kontak antara laut dengan daratan
melalui sungai atau saluran yang bermuara ke pantai. Apabila permasalahan banjir
rob ini tidak ditangani dapat menimbulkan banyak kerugian yang harus ditanggung
masyarakat (Reizkapuni dan Mardwi, 2014).

Wilayah Semarang Utara merupakan salah satu kecamatan di kota


Semarang. Wilayah ini tumbuh sebagai kawasan perdagangan dan industri titik
kemudian wilayah Semarang Utara memiliki letak yang strategis karena dilalui oleh
jalur pantai utara (Pantura) yang merupakan salah satu jalur transportasi utama yang
menunjang perekonomian nasional. namun jalur transportasi pantai utara di wilayah
Semarang Utara sering mengalami gangguan yang disebabkan oleh banjir rob yang
terjadi di wilayah tersebut. banjir tersebut menyebabkan kemacetan lalu lintas dan
di beberapa titik menyebabkan kerusakan jalan.
Kondisi wilayah di Kota Semarang, terutama Kelurahan Banjarharjo
sebagai salah satu wilayah pesisir yang terdampak banjir rob yang masuk ke
kawasan permukiman, kawasan bisnis dan perkantoran serta masuk ke rumahrumah
penduduk yang berlangsung cukup lama. Hal ini mengakibatkan kegiatan sosial
lainnya. Dari sisi lingkungan hidup yang semakin menurun terkait dengan
menurunnya permukaan tanah (rata-rata 1-20 cm/tahun) di wilayah pesisir
(Bappeda Kota Semarang, 2020). Banjir rob akibat pasang air laut telah merubah
fisik lingkungan dan memberikan tekanan terhadap masyarakat, bangunan, dan
insfrastruktur permukiman yang ada di kawasan tersebut. Akibat pasang air laut
akan berdampak terhadap rusaknya sarana dan prasarana lingkungan serta
penurunan kualitas lingkungan yang ditandai dengan turunnya kualitas kesehatan
masyarakat.

Masalah banjir rob, diketahui empat (4) Kelurahan paling sering mengalami
bencana banjir rob yang memerlukan perhatian, yaitu : Kelurahan Tanjungmas,
Kelurahan Banjarharjo, Kelurahan Dadapsari, Kelurahan Panggung Lor. Adapun
dampak yang diakibatkan banjir rob telah mengakibatkan masalah kesehatan, sosial
ekonomi masyarakat serta kerusakan kawasan permukiman, yaitu sebagai berikut :

• Banjir rob juga bisa menyebabkan terganggunya lalu lintas di beberapa titik
yang tergenang air dan mobilitas penduduk di lingkungan Kelurahan
Banjarharjo.

• Kerusakan jalan lingkungan dan saluran air di kawasan permukiman dan


permukiman padat ;

• Kerusakan sarana prasarana umum lainnya (tempat pertemuan masyarakat,


tempat-tempat umum, tempat berdagang, dan warung lainnya).

• Belum optimalnya pengelolaan sampah di lingkungan permukiman padat


mengakibatkan tersumbatnya saluran air di lingklungan permukiman.
• Limpahan air laut, buangan bangunan dan genangan air di lingkungan
mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.

Pencegahan banjir tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi lebih


penting juga adanya partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir.
Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik
dalam suatu komunitas. Dalam hal ini masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan
penanggulangan banjir. Dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi
masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan
penanggulangan banjir berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan (Aditianata,
2015).

Berdasarkan bencana banjir rob yang sering terjadi di wilayah Semarang


Utara dengan mengetahui dari beberapa dampak banjir yang telah terjadi maka
penulis merasa penting dan terdorong untuk melakukan penelitian di wilayah
tersebut dengan menganalisis tingkat bahaya banjir dan mengklasifikasikan strategi
penanggulangannya guna menangani permasalahan tersebut dengan judul “Studi
Kasus Resilensi Sosial Masyarakat Kelurahan Bandarharjo Terhadap
Bencana Rob di Semarang Utara”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah
yaitu:

1. Bagaimana kondisi perumahan dan permukiman di Kelurahan Banjarharjo


yang terdampak banjr rob?

2. Bagaimana sikap masyarakat dalam menanggapi resilensi sosial di


Kelurahan Banjarharjo terhadap banjir rob?

3. Bagaimana dampak masyarakat kelurahan Banjarharjo yang bertahan di


wilayah terdampak banjir rob?
1.3 Tujuan Penelitian dan Sasaran Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai faktor
penyebab banjir rob dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
permasalahan resilensi sosial tersebut. Agar masyarakat Kelurahan Banjarharjo
berupaya menanggulangi masalah banjir rob.

1.3.2 Sasaran Penelitian


Sasaran dari penelitian mengenai Studi Kasus Resilensi Sosial Masyarakat
Kelurahan Bandarharjo Terhadap Bencana Rob di Semarang Utara, adalah :

1. Mengidentifikasi kondisi wilayah dan potensi banjir rob di Kelurahan


Banjarharjo.

2. Mengidentifikasi tingkat kesiapan masyarakat Kelurahan Banjarharjo dalam


menghadapi resilensi sosial terhadap banjir rob.

1.4 Manfaat Penelitian


Dapat memberikan pengetahuan mengenai Ilmu Pengetahuan Perencanaan
Wilayah dan Kota terkait dengan permasalahan resilensi sosial masyarakat terhadap
banjir rob dalam mengantisipasi penurunan muka tanah dan banjir dengan cara
menimbun halaman dan membuat tanggul-tanggul sederhana. Menghimbau
masyarakat kelurahan Banjarharjo untuk meninggikan bangunan rumah untuk
mencegah terendamnya halaman rumah pada musim rob.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi arahan
pengembangan di Kelurahan Banjarharjo untuk kedepannya dan diharapakan untuk
permukiman di Kelurahan Banjarharjo dapat terhindar dari banjir rob.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini terdiri dari dua ruang lingkup penelitian, yaitu
ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup materi digunakan
untuk mengetahui batasan materi dalam penelitian, sedangkan ruang lingkup
wilayah digunakan untuk mengetahui batasan-batasan wilayah dalam penelitian.

1.5.1 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup penelitian ini akan membahas mengenai sikap masyarakat dalam
menanggapi resilensi sosial di Kelurahan Banjarharjo terhadap banjir rob.
Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik
dalam suatu komunitas. Dalam hal ini masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan
penanggulangan banjir. Dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi
masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga implementasi kegiatan
penanggulangan banjir berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah


Studi yang dilakukan ini tepatnya berada di Kelurahan Bandarharjo
Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang dengan batas-batas administrasi
Kelurahan Banjarharjo :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kali Semarang dan Kelurahan Dadapansari

Sebelah Selatan : Kali Semarang dan Kelurahan Kuningan

Sebelah Barat : Jl Empu tantular dan Kelurahan Tanjungmas


Kelurahan Banjarharjo mempunyai luas wilayah 342,68 ha yang terdiri dari 12 RW
dan 103 RT.
Sumber : Hasil Analisis Olahan Peta Arcgis ,2023

Gambar 1.1 Peta Ruang Lingkup Kelurahan Bandarharjo


1.6 Keaslian Penelitian
Dalam penelitian terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian
yaitu :

1.1 TABEL KEASLIAN PENELITIAN

Nama, Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Peneltian

Hermono S. Strategi Metode yang Dari hasil analisis dengan


Budinetro, Pengendalian Banjir digunakan dalam metode weighted factor yang
penelitian ini sesuai
2012 Di Kota Semarang melibatkan berbagai faktor
dengan teknologi
banjir perkotaan yang terkandung didapat
yang dikembangkan konsep kombinasi on-land
Pusat Litbang SDA dan off-land yang paling
yaitu dengan
optimal dalam pengendalian
menerapkan konsep
pengendalian banjir genangan akibat rob, dengan
dari hulu sampai total nilai -13 dan tanah
hilir.
reklamsi yang dapat
dimanfaatkan seluas

3.286 ha.

Inne Septiana Strategi Penanganan Menggunakan - Menghasilkan


Permatasari, 2012 Kebencanaan di metode strategi bekerjasama
Kota Semarang desktiptif dengan dinas/instan,LSM
dan lainnya
kualitatif

- Melakukan
penyuluhan dan
pendekatan pada
masyarakat lebih intensif
Agil Hario Analisis Kolam Menggunakan Pembuatan kolam retensi di
Retensi Sebagai metode Kota Semarang ini menjadi
Priambudi, 2018 upaya terbesar dari
deskriptif
Pengendalian Banjir pemerintah kota Semarang
Rob di Semarang kualitatif untuk menanggulangi banjir
rob yang sering terjadi di kota
Semarang yang
mengakibatkan jalan utama
lumpuh total dan terjadi
kemacetan yang panjang

ketika banjir rob datang

Moh Nur Partisipasi Menggunakan Partisipasi masyarakat dalam


Abdulkarim Masyarakat Terkait metode penanganan banjir rob
Amrullah, 2015 Penanganan Banjir deskriptif tergolong rendah dan apabila
Rob di Kelurahan dilihat dari tingkatan
kuantitatif
Kemijen, Kota Arnstein partisipasi
Semarang masyarakat di Kelurahan
Kemijen termasuk ke dalam
tingkatan tokenism.

Rizsa Putri Tingkat Kerentanan Menggunakan Kerentanan siang masyarakat


Danianti, 2015 Masyarakat terhadap metode lebih tinggi, dibandingkan
kerentanan malam. Selain itu
Bencana Banjir di deskriptif
masingmasing rumah tangga
Perumnas Tlogosari, juga telah berketahanan
kuantitatif
dalam menghadapi banjir.
Kota Semarang
Dalam kesimpulan penelitian
ini juga menyebutkan
pentingnya meningkatkan
kapasitas adaptasi
masyarakat.

Afrizal Perubahan Menggunakan Terjadi perubahan


Novan kesiapsiagaan masyarakat
Kesiapsiagaan metode
Nurromansyah, antara sebelum adanya
Masyarakat deskriptif
program FEWS dengan
2014
DAS Beringin Kota kualitatif setelah berjalannya program
Semarang dalam FEWS. Perbedaan cukup
mencolok dikarenakan
Menghadapi kesiapsiagaan masyarakat
Ancaman saat terjadi bencana banjir
2010 tergolong kurang dan
Banjir Bandang
mengalami perubahan drastis
dalam beberapa keadaan
setelah adanya program
FEWS.
Nur Miladan, Kajian Kerentanan Menggunakan Tingkat kerentanan wilayah
2009 Wilayah Pesisir Kota metode pesisir Kota Semarang akibat
Semarang terhadap deskriptif kenaikan permukaan air laut
Perubahan Iklim terkategori dalam kerentanan
kualitatif
rendah hingga sedang dan
tidak ditemukan kerentanan

Tinggi

Mukti Kerentanan Wilayah Menggunakan Kerentanan wilayah sedang


Hardiyawan, Terhadap Banjir Rob metode di daerah penelitian
mendominasi daerah
2012 deskriptif
penelitian dengan kondisi
kualitatif bahaya rob tinggi dan
kerentanan sosial-ekonomi
rendah.

Novia Riska Kapasitas Adaptasi Menggunakan Kapasitas adaptasi level


terhadap Kerentanan metode household menunjukkan
Kumalasari, 2014 tingkat tinggi dibandingkan
dan Bencana deskriptif
dengan kapasitas adaptasi
Perubahan Iklim kualitatif pada level komunitas
maupun kota yang hanya
berada pada level sedang

Hilma Qoniana P, Kajian Kapasitas Menggunakan - Tingkat kapasitas adaptasi


2015 Adaptasi Masyarakat metode masyarakat pesisir
Pekalongan terhadap
Pesisir Pekalongan deskriptif
kerentanan banjir rob.
Terhadap
kualitatif
Kerentanan Banjir
Rob. - Semakin tinggi tingkat
kapasitas adaptasi yang
dimiliki oleh masyarakat
pesisir maka semakin rendah
tingkat kerentanan banjir rob
yang dialami.

Danang Dampak Abrasi dan Metode Mengkaji dampak abrasi


Manumono, 2003 Rob Terhadap penelitian tambak dan masuknya rob
lebih dalam ke arah daratan
Perilaku Masyarakat menggunakan metode
terhadap perilaku masyarakat
di Kawasan Pesisir historis kawasan pesisir Kabupaten
Kabupaten Demak.
Demak.
deskriptif

Anggara Dwi Kajian Bentuk Metode penelitian Bentuk adaptasi yang


Putra Wiwindari Adaptasi menggunakan metode dilakukan masyarakat 60%,
Terhadap masyarakat melakukan
Handayani, 2015 deskriptif
peninggian bangunan dan
Banjir dan Rob
kuantitatif lantai rumah, 28% perbaikan
Berdasarkan dan peninggian jalan, 7%
Karakteristik pembudidayaan dan
penanaman magrove, dan 5%
Wilayah dan
pembuatan tanggul.
Aktifitas Kelurahan
Tanjung Mas

1.7 Posisi Penelitian Dalam Ilmu PWK


Posisi penelitian dalam bidang ilmu perencanaan wilayah dan kota merupakan salah satu cara
atau proses untuk mengidentifikasi suatu studi kasus resilensi sosial di masyarakat Kelurahan
Banjarharjo yang terdampak banjir rob dengan cara mengidentifaikasi permasalahan yang ada,
sehingga dapat memberikan evaluasi yang baru.

1.8 Kerangka Pemikiran


Kerangka pikir dalam penelitian Studi Kasus Resilensi Sosial Masyarakat Kelurahan
Bandarharjo Terhadap Bencana Rob di Semarang Utara, yaitu :
• Tahap Pertama (Input)

Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data, informasi, dan teori terkait dengan
penanggulangan banjir rob dan kondisi permukiman Bandarharjo, kemudian melakukan
perumusan masalah, tujuan dan sasaran.

• Tahap Kedua (Proses)

Pada tahap kedua, penulis melakukan pemrosesan data dan informasi dengan proses analisis
sehingga ditemukan hasil studi yang dapat menjawab perumusan masalah, dan sesuai dengan
tujuan, sasaran yang ingin dicapai.

• Tahap Ketiga (Output)

Pada tahap ketiga, penulis melihat kembali dengan input tujuan dan sasaran sebelumnya dengan
hasil yang telah didapat melalui proses di tahap kedua untuk mengemukakan kesimpulan dan
rekomendasi terkait resilensi sosial masyarakat Kelurahan Bandarharjo terhadap bencana Rob
di Semarang Utara

1.9 Sistematika Penelitian


Berikut merupakan sistematika penulisan Laporan Proposal Tugas Akhir dijabarkan dibawah
ini :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Sasaran,
Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Keaslian Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Merupakan review terhadap teori/konsep yang ada dalam berbagai literatur yang relevan
dengan tema dan permasalahan penelitian Tugas Akhir. Kajian pustaka dapat berupa literatur
yang berkaitan dengan teori yang melatarbelakangi penelitian maupun model/teknik analisis
yang digunakan. Pada bagian akhir dari kajian literatur terdapat ringkasan/sintesa teori yang
dipergunakan langsung dalam penelitian tugas akhir.

BAB III GAMBARAN WILAYAH STUDI


Gambaran wilayah studi merupakan penjelasan mengenai wilayah penelitian secara umum,
serta permasalahan atau isu spesifik yang diangkat untuk menekankan fokus penelitian. Secara
umum bagian ini memuat penjelasan tentang data dan informasi yang dikumpulkan selama
penelitian, baik berupa observasi lapangan, wawancara, kuisoner, dan metode pengumpulan
data lainnya.

BAB IV ANALISIS
Bagian ini memuat kajian atas berbagai temuan studi yang diperoleh mahasiswa guna
menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan metode dan kerangka analisis yang telah dibuat
pada saat proposal tugas akhir.

BAB V KESIMPULAN
Bagian ini menjelaskan kesimpulan hasil studi secara keseluruhan yang memuat informasi
tentang isu/tema penelitian yang diangkat, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, metode
penelitian, serta kesimpulan hasil penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kawasan Pesisir


Kawasan pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut yang masih dipengaruhi
oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, maupun kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran serta memiliki peluang yang
sangat besar untuk terkena dampak dari bencana-bencana alam yang terjadi akibat dari
perubahan iklim dan banyak mengalami kerusakan akibat meningkatnya air pasang laut yang
tidak normal (misalnya pasang rob) (Soegiarto, 1967)

Wilayah pesisir yang berkembang menjadi kawasan permukiman adalah salah satu hal
yang sangat kompleks, dimana selain aspek sosial, ekonomi, aspek-aspek budayadan politik
masyarakat juga akan ikut terlibat (Brahtz, 1972) . Permukiman yang letaknya tepat berada di
bibir pantai ini adalah kampung yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai
nelayan. Kampung-kampung di pesisir sangat potensial menjadi daerah yang kumuh dengan
masyarakat yang mayoritas adalah masyarakat miskin. Permukiman pesisir adalah
perkampungan yang mendiami daerah kepulauan, sepanjang pesisir termasuk danau dan
sepanjang aliran sungai.

2.2 Pengertian Permukiman Kawasan Pesisir

Permukiman kawasan pesisir adalah merupakan lingkungan tempat tinggal dengan


sarana dan prasarana dasar yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat yang
memiliki akses dan keterikatan erat antara penduduk dengan kawasan perairan sebagai tempat
mereka mencari nafkah, meskipun demikian sebagian dari mereka masih terikat dengan
daratan.

Secara umum permukiman kawasan pesisir dapat digambarkan sebagai suatu


permukiman yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat yang memiliki
pekerjaan sebagai nelayan. Sedangkan pekerjaan nelayan itu sendiri adalah pekerjaan yang
memiliki ciri utama mencari ikan di perairan. Sedangkan menurut peraturan Mentri Negara
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 15/Permen/M/2006 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Nelayan, perumahan kawasan nelayan
untuk selanjutnya disebut kawasan nelayan adalah perumahan kawasan khusus untuk
menunjang kegiatan fungsi kelautan dan perikanan.

2.2.1 Kondisi Lingkungan Permukiman

Kondisi lingkungan permukiman adalah kondisi kawasan perumahan lengkap dengan


sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu kota
(Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997). Penataan ruang dan kelengkapan prasarana dan sarana
lingkungan dan sebagainya dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang
sehat, aman, serasi dan teratur serta dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Permukiman yang dimaksud dalam UU ini mempunyai lingkup tertentu yaitu kawasan
yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan
pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan
sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan yang


memungkinkan lingkungan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Lebih jelasnya prasarana
lingkungan atau sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman
adalah jaringan jalan untuk mobilitas orang dan angkutan barang, jaringan air bersih, jaringan
saluran pembuangan air limbah dam tempat pembuangan sampah.

2.3 Pengertian Banjir Rob

Banjir pasang atau yang lebih dikenal dengan istilah rob merupakan banjir yang terjadi
karena naiknya air laut dan menggenangi daratan ketika air laut mengalami pasang sehingga
menyebabkan kerentanan lingkungan. Namun demikian, untuk kondisi atau tempat tertentu,
yaitu di daerah terbangun, banjir pasang ini terjadi menyusul perubahan penggunaan lahan dan
penurunan muka tanah karena beban bangunan fisik.

Kerentanan lingkungan yang dapat ditimbulkan diantaranya kerentanan fisik (physical


vulnerability), kerentanan sosial (social vulnerability), serta kerentanan ekonomi (economic
vulnerability). Untuk penanggulangannya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan
diantaranya ialah ketahanan struktural, ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, mitigasi
struktural dan mitigasi non-struktural.

2.3.1 Penyebab Banjir Rob

Penyebab banjir rob yang terjadi seiring dengan terjadinya penurunan tanah (land
subsidence) dan kenaikan muka air laut (sea level rise). Land subsidence atau amblesan
merupakan penurunan muka tanah yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam cara.
Permasalahan banjir rob di wilayah Semarang Utara merupakan masalah yang belum teratasi
dan menimbulkan berbagai kerugian. Fenomena banjir rob yang terjadi hampir disepanjang
tahun baik terjadi di musim hujan maupun di musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah
hujan bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob.

Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi-rendahnya pasang surut air laut yang
terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasang surut.
Walaupun massa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa bulan, namun karena jarak
bulan yang jauh lebih dekat ke bumi di bandingkan matahari maka gravitasi bulan memiliki
pengaruh yang lebih besar. Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang
disebabkan oleh pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin
atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena
alam yang sering terjadi di laut.

Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena iklim global yang ditandai
dengan peningkatan temperatur rata-rata bumi dari tahun ke tahun. Lapisan ozon merupakan
pelindung bumi dari pengaruh sinar matahari sehingga bila lapisan ini menipis maka akan
terjadi pemanasan global, sehingga menyebabkan lapisan es di kutub utara dan antartika
mencair. Akibatnya, permukaan permukaan laut air global naik.

2.3.2 Faktor Terjadinya Rob

Banjir rob disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor-faktor alam,
seperti iklim (angin, durasi dan intensitas curah hujan yang sangat tinggi), oseanografi (pasang
surut dan kenaikan permukaan air laut), kondisi geomorfologi (dataran rendah/perbukitan,
ketinggian, dan lereng, bentuk sungai), geologi dan genangan. Ditambah kondisi hidrologi
(siklus, kaitan hulu-hilir, kecepatan aliran), Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya
perubahan tata ruang yang berdampak pada perubahan alam.
Aktivitas manusia yang sangat dinamis, seperti pembabatan hutan mangrove (bakau)
untuk daerah hunian, konversi lahan pada kawasan lindung, pemanfaatan sungai/saluran untuk
permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat dan sebagainya,
degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup lahan pada catchment area,
pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya, dan
jebolnya tanggul pembatas antara daratan dan lautan.

2.4 Kawasan Rawan Banjir Rob

Kawasan rawan banjir adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
bencana banjir (Kodoatie, 2004) . Kota Semarang dengan karakteristik wilayah tersebut
berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob dan tanah
longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini saling terkait, baik
karena kondisi alamnya maupun karena dampak pembangunan. Banjir di Kota Semarang
sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang morfologinya berupa dataran
pantai.

Kawasan Pesisir/ Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena kawasan
tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya lebih rendah atau sama
dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level, MSL) dan menjadi tempat
bermuaranya sungai-sungai. Di samping itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak
dari banjir rob tersebut.

2.4.1 Peningkatan Kualitas Permukiman

Peningkatan kualitas permukiman harus mengutamakan peningkatan kualitas


masyarakatya terlebih dahulu dari segi social dan ekonomi. Peningkatan kualitas permukiman
dapat dilakukan dengan upaya perbaikan fisik bangunan beserta infrastruktur pendukung
Pelayanan infrastruktur pada kawasan pesisir sangat minim terutama dalam hal penyediaan air
dan kondisi sanitasi yang buruk. Oleh karena itu, peningkatan aspek sosial dan ekonomi
masyarakat dianggap sangat penting dalam ketahanan permukiman kumuh terhadap
faktorfaktor eksternal yang membatasi keberlanjutan suatu kawasan permukiman.

Ukuran dan penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas permukiman
yang disebutkan oleh Kurniasih (2007), antara lain :
• Kepadatan penduduk

• Kerapatan bangunan

• Kondisi jalan

• Sanitasi dan pasokan air bersih

• Kualitas konstruksi perumahan

Berdasarkan tujuan kebijakan dan program peningkatan kualitas permukiman didapati 4


(empat) elemen peningkatan yang harus dilingkupi yaitu :
• Meningkatnya kualitas hidup masyarakat

• Meningkatnya kualitas pelayanan prasarana dan saran dasar lingkungan perumahan


dan permukiman

• Meningkatnya penataan pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan permukiman


strategis

• Meningkatnya pemugaran dan pelestarian kawasan bersejarah dan kawasan


tradisional

2.4.2 Rumah (Perhunian)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun tentang perumahan dan kawasan


permukiman menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berffungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, ceminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Rumah memiliki standar pembangunan tentang
persyaratan kesehatan rumah tinggal dan Kepmen Kimpraswil No. 403/PT/2002 tentang
pedoman teknis pembangunan rumah yang terdiri dari:

1. Bangunan Fisik Rumah

• Bahan Bangunan, tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan. Bahan bangunan yang digunakan tidak terbuat dari
bahan yang dapat meniadi tumbuh dan berkembangnya mokro organisme Patogen.
• Atap berfungsi untuk menutup panas, debu, dan air hujan. Tutup atap sebaiknya
merupakan bidang datar dan sudut kemiringan atap tergantung dari jenis bahan
penutup atap yang dipakai. Bangunan rumah yang memeiliki tinggi 10 meter atau
lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.

• Dinding berfungsi untuk menahan angin dan debu, serta dibuat tidak tembus
pandang. Bahan dinding dapat berupa batu bata, batako, bambu, papan kayu.
Dinding di lengkapi dengan saran ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

• Jendela dan pintu berfungsi sebagai lubang angin, jalan udara segar dan sinar
matahari serta sirkulasi. Letak lubang angin yang baik adalah searah dengan tiupan
angin.

2. Fasilitas Kelengkapan Bangunan Rumah

• Sarana air bersih, tersedia sarana air bersih dengan kapasitas 120/liter/hari/orang.
Kualitas air bersih harus Memenuhi persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur gali
diberikan pengerasan dan selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air,
jarak sumur terhadap resapan/septiktank harus mencukupi syarat kesehatan.

• Limbah dan selokan, air kotor atau buangan air dari kamar mandi, cuci dan dapur
disalurkan melalui selokan terbuka atau tertutup dipekarangan rumah ke selokan
air dipinggir jalan. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Limbah padat
harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah
serta air tanah.

• Tempat pembuangan sampah disediakan berupa tong atau bak sampah diberi
penutup agar lalat dan binatang tidak dapat masuk.

• Fasilitas penerangan ruangan. Letak rumah yang baik adalah sesuai arah matahari
agar sinar matahari dapat masuk.

2.5 Pengertian Resiliensi

Resiliensi merupakan gambaran dari proses dan hasil kesuksesan beradaptasi dengan
keadaan yang sulit atau pengalaman hidup yang sangat menantang, terutama keadaan dengan
tingkat stres yang tinggi atau kejadian-kejadian traumatis (O’Leary, 1998; O’Leary & Ickovics,
1995; Rutter, 1987). Menurut Reivich. K dan Shatte. A yang dituangkan dalam bukunya “The
Resiliency Factor” menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi
terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam
keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang
dialami dalam kehidupannya (Reivich. K & Shatte. A, 2002 ).

Resiliensi adalah indikator keberlanjutan kehidupan seseorang yang hidup di dalam


situasi yang menyulitkan. Ketika seseorang berada pada situasi yang sulit seseorang cenderung
tertekan dan berada pada masa kritis. Secara umum resiliensi masyarakat dalam menghadapi
rob disebababkan oleh dua hal, yaitu yang pertama karena mereka tidak memiliki pilihan selain
bertahan tinggal di tempat yang rawan rob dan yang kedua adalah mereka yang memiliki
keterikatan dengan tempat tinggal mereka. Berdasarkan latar belakang inilah yang
menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat resiliensi masyarakat dalam menghadapi rob di
Kelurahan Banjarharjo. Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi resiliensi masyarakat
berdasarkan tingkat resiliensi yang diukur dengan menggunakan Connor and Davidson
Resilience Scale (CD – RISC) sehingga dapat diidentifikasi perbedaan tingkat resiliensi yang
ada pada masyarakat Kelurahan Banjarharjo.

2.6 Kemampuan Sosial Penghuni Permukiman dalam Upaya Bertahan

Permukiman membentuk sebuah komunitas, penghuni dapat berasal dari latar belakang
pekerjaan yang sama, namun dapat pula dari komunitas yang berbeda. Persamaan ataupun
perbedaan yang timbul, para penghuni tetap akan membangun sosial. Kehidupan sosial yang
akan dibentuk oleh penghuni sesuai dengan keinginan mereka. Aspek sosial pada perumahan
memiliki peran penting dalam jurnal Self-Help hoursing in Bangkok (Kioe Sheng Yap, Koen
De Wandeler, 2010) modal soisal dapat menyatuakan visi misi serta tujuan dalam perbaikan
kondisi perumahan maupun meningkat kondisi perumahan. Hubungan erat yang saling
mempersatukan penghuni satu dengan penghuni lainnya merupakan modal sosial yang
nantinya membawa masyarakat penghuni untuk peduli terhadap sekitarnya termasuk peduli
terhadap lingkungan dimana mereka tinggal.

Kepedulian masyarakat ini lah yang nantinya menjadi modal dalam menentukan
perkembangan perumahan. Menurut Nigel Appleton dan Peter Molyneux (2010) dalam
Neighbourhoods with the Resillience to Care menjelaskan bahwa kesuksesan masyarakat yang
berkelanjutan memberikan kemampuan untuk bertahan yang dapat mengatasi perubahan dan
memiliki kemampuan untuk merangkul seluruh anggota dalam keterlibatannya. Dalam
Sustainable Development Strategy and Action Plan menyebutkan pembangunan berkelanjutan
dalam asosiasi perumahan sektor secara signifikan akan memberikan kontribusi pada
pengembangan berkelanjutan masyarakat di seluruh negeri (2007;8). Kelompokkelompok
masyarakat harus mempunyai peran yang lebih besar dan menentukan di masa depan, terutama
dalam hal yang berkaitan dengan dirinya. Masyarakat yang mempunyai kepentingan bersama
perlu lebih aktif untuk mengorganisasikan dan memampukan dirinya, sehingga bersama-sama
dengan sektor publik dan swasta dapat mewujudkan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan permukiman yang berkelanjutan.

Sumber daya manusia harus dikembangkan dimasyarakat, jika program keberlanjutan


merupakan program dalam jangka panjang maka partisipasi atau kontribusi masyarakat ikut
terlibat, dimana itu sesuai dalam semua fase proses tersebut. (Ebsen dan Ramdi, International
Review Of Sustainable Low –Cost Housing Projects, 2000; 4). Penilaian keterlibatan
masyarakat dalam pengambilan keputasan dan penyerahan tanggung jawab dapat dibedakan
menjadi lima (Hamdee dan Goethert, 1997 ; 66) dalam Yulianti (2006)

1. Tidak ada sama sekali (none) ; outsider semata-mata bertanggung jawab pada semua pihak,
dengan tanpa keterlibatan masyarakat.

2. Tidak langsung (inderect) ; sama dengan tidak ada partisipasi tetapi informasi merupakan
sesuatu yang spesifik.

3. Konsultatif (consultative) ; outsider mendasar atas informasi dengan tidak langsung


diperoleh dari masyarakat.

4. Terbagi (shared) ; masyarakat dan outsider berinteraksi sejauh mungkin secra bersaman.

5. Pengendalian penuh (full control) ; masyarakat mendominasi dan outsider membantu ketika
diperlukan.

2.6.1 Kemampuan Perekonomian Penghuni Permukiman dalam Upaya Bertahan

Menurut Ebsen dan Ramdi dalam International Review Of Sustainable Low-Cost


Housing Projects (200;3) jika rumah dan jasa penjualan terlalu mahal, masyarakat miskin tidak
mampu untuk tinggal disana dan program pengadaan perumahan berkelanjutan akan gagal.
Salah satu yang terpenting dalam pelaksanaan konsep adalah keterjangkauan masyarakat untuk
memiliki. Selain itu, mata pencaharian masyarakat merupakan hal yang penting dalam
keberlangsungan masyarakat merupakan hal yang penting dalam keberlangsungan hidup
mereka yang nantinya menjadi berlanjut.

Dijelaskan juga pada The Transformation Of Assets For Sustainable Livelihoods in a


Remote Aboriginal Settlement oleh Mark Moran (2007;1) mata pencaharian terdiri dari
kemampuan masyarakat untuk mencipatakan perekonomian lokal yang menjadi sumber
penghidupannya nantinya akan menjadi modal terjadi berkelanjutan untuk geberasi berikutnya,
dan yang memberikan kontribusi terus berlanjut dan perubahan iklim tetap menjadi ancaman
untuk penghuni permukiman, sehingga adanya kebertahanan juga merupakan suatu
kemampuan yang diperlukan dalam keberlanjutan. Sehingga keduanya keberlanjutan serta
kebertahanan saling terkait.

2.7 Kerentanan dan Ketahanan Masyarakat Pesisir Terhadap Bencana

Kerentanan (vulnerabillity) adalah kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial,


ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi suayu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat tersebut dalam mencegah,
merendam, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu (GLG Jateng, 2008).
Jadi, kerentanan ini menggambarkan karakteristik dari permukiman pesisir itu sendiri dalam
menghadapi bencana yang terjadi di lingkungannya. Kerentanan secara umum digambarkan
oleh GLG Jateng (2008) terdiri atas 4 jenis kerentanan, yaitu :

a. Kerentanan Fisik

Kerentanan ini menyangkut insfrastruktur hunian masyarakat yang rawan akan


bencana, yaitu dalam hal ini dampak perubahan iklim. Contoh nya adalah kualitas
bangunan perumahan dan atau sarana publik; koefisien fisik dasar bangunan dengan
luas tertentu; jalur jalan dan jaringan listrik, telekomunikasi serta penempatan pipa gas,
pipa PDAM; jaringan jalan : kepadatan permukiman dan sebagainya.

b. Kerentanan Ekonomi

Kerentanan ekonomi berpengaruh pada pilihan orang/masyarakat dalam


menyikapi ancaman bahaya. Keterbasan ekonomi seseorang mengakibatkan
pemenuhan standart keselamatan tidak dipenuhi baik dalam konteks pilihan tempat
tinggal, bangunan, penyediaan sarana dan prasarana kesiap siagaan serta pengambilan
keputusan pada saat bencana terjadi. Kemiskinan adalah faktor dasar dari kerentanan
ekonomi. Kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor penentu bentuk adaptasi yang
dilakukan masyarakat.

c. Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial terkait dengan demografi, struktur penduduk pada suatu


daerah. Jumlah kelompok masyarakat rentan seperti bayi, balita, ibu hamil, ibu
menyusui, orang cacat, usia lanjut merupakan variable kerentanan sosial dari aspek
demografi. Pada bagian lain struktur masyarakat komposisi etnis, golongan, kualitas
pemahaman masyarakat akan kebersamaan, aktivitas jika terjadi bencana, serta
tanggung jawab sosial dan modal sosial merupakan variable struktur masyarakat dalam
menetapkan kerentanan sosial.
d. Kerentanan Lingkungan

Kerentanan lingkungan ini adalah kerentanan dari kondisi alam. Kondisi


lingkungan fisik utamanya semakin menurun akibat perilaku manusia, daerah rawan
bencana banjir, kekeringan, longsor, kebakaran lindung semakin meningkat dan
memberikan umapan balik negatif pada manusia itu sendiri. Sedangkan ketahanan
(resillience) merupakan kemampuan masyarakat dalam menanggapi dampak
perubahan iklim. Ketahanan dan kerentanan dapat ditentukan oleh faktor-faktor diatas,
yaitu fisik, ekonomi, sosial, serta lingkungan berdasarkan karakteristik yang terdapat di
kawasan pesisir itu sendiri. Oleh karena itu, dalam proses penentuan alternatif
penanganan bencana dan dampak dari perubahan iklim perlu diidentifikasi faktor-
faktor terkait kerentanan maupun ketahanan tersebut, baik masyarakat maupun
lingkungan alamnya.
2.8 Kerangka Analisa

Resilensi Bencana Rob

Penelitian Banjir Rob

Observasi

Menganalisis Hasil Penelitian

Pembuatan Laporan

2.8.1 Sintesa Literatur


Pada dasarnya tujuan literatur yang telah dilakukan akan digunakan sebagai dasar bagi
peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya. Sintesa literatur ini ialah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi kemampuan ketahanan masyarakat terhadap lingkungan kawasan


Banjarharjo, kebertahanan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dilakukan
untuk menjaga lingkungan disekitar mereka untuk tetap dalam kondisi yang baik terbebas
dari kerusakan.

2. Kemampuan perekonomian masyarakat kawsan Banjarharjo dalam mempertahankan


permukiman dan perumahan dalam bentuk fisik diperlukan pemeliharaan fisik yaitu
pemeliharaan korektif dan pemeliharaan preventif yang memerlukan suatu biaya untuk
dikeluarkan.
2.9 Variable, Indikator dan Parameter Penelitian
Menurut Sugiyono (2013) variable merupakan suatu ciri atau sifat yang beragam mengenai
individu, objek, dan kegiatan tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk kemudian ditelusuri
dan disimpulkan. Variable indikator, dan parameter yang digunakan dalam penelitian Studi
Kasus Resilensi Sosial Masyarakat di Kelurahan Bandarharjo Terhadap Bencana Rob di
Semarang Utara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Variabel, Indikator, dan Parameter

No. Aspek Variabel Indikator Parameter

1. Terjadinya Rob Genangan rob Jangkauan genangan rob


Rob

2. Kualitas - Kondisi Rumah - Kondisi Bangunan - Kerusakan pada


Lingkungan Rumah bangunan rumah dilihat
Permukiman dari komponen
bangunan rumah

meliputi lantai, dinding,


pintu, kusen pintu, dan
jendela, serta pondasi.

Sumber : Hasil Analisa Peneliti, 2023


BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi

3.1.1 Ruang Lingkup Wilayah Makro

Ruang lingkup Wilayah Makro studi geologi lingkungan ini adalah Kecamatan
Semarang Utara.Terletak di bagian utara Kota Semarang dan merupakan daerah
pesisir.Semarang Utara mempunyai luas 1.1.35,275 ha yang mencakup 9 kelurahan.Batas
Wilayah Kecamatan Semarang Utara meliputi :

Sebelah utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kecamatan Semarang Timur

Sebelah Selatan : Kecamatan Semarang tengah

Sebelah Barat : Kecamatan Semarang Barat

Kelurahan Bandarharjo dengan luas sekitar ±98.000 m2. Lokasi tersebut terletak sekitar
± 300 – 500 m dari garis pantai dan bagian timur permukiman berbatasan dengan sungai Kali
Baru. Hal ini menyebabkan lokasi tersebut rawan terdampak banjir, baik banjir rob maupun
banjir kiriman. Upaya adaptasi banjir yang dilakukan di lingkungan permukiman yaitu dengan
pengadaan pompa, peninggian hunian, serta peninggian jalan. Namun, upaya yang sudah
dilakukan dirasa masih kurang efektif dalam mengatasi banjir karena hanya bersifat jangka
pendek dan tidak dapat mengatasi banjir besar. Berdasarkan data lapangan, RW 01 pada
kelurahan Bandarharjo ini dibagi menjadi 9 RT. Jumlah masyarakat berdasarkan jumlah
anggota keluarga pada kartu keluarga RW 01 terdapat 498 KK dengan total 1903 jiwa
masyarakat dan 520 rumah tinggal. Satu unit hunian bisa ditinggali hingga 3 KK.

3.1.2 Ruang Lingkup Wilayah Mikro

Ruang Lingkup wilayah mikro terdiri dari Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan
Bandarharjo.Dimana Kelurahan Bandarharjo memiliki luas wilayah 222,836 ha dan Kelurahan
Tanjung Mas memiliki luas wilayah 384,315 ha.Yang memiliki batas –batas wilayah sebagai
berikut :

Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan Bandarharjo

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kecamatan Genuk

Sebelah Selatan : Kelurahan Kuningan dan Kelurahan Purwodinata

Sebelah Barat : Kecamatan Semarang Barat


Sumber : Hasil Analisis Olahan Peta Arcgis ,2023

Gambar 3.1 Peta Ruang Lingkup Kelurahan Bandarharjo


3.2 Kondisi Fisik Alam

Kondisi fisik alam pada kawasan Kelurahan Bandarharjo sangat penting sebagai
pertimbangan dan bahan analisis, maka akan dibahas pada studi ini diantaranya yaitu meliputi
Curah Hujan, Jenis Tanah, Topografi, Geologi dan Penggunaan Lahan.

3.2.1 Kondisi Topografi

Kota Semarang memiliki karakteristik topografi unik ,yaitu berupa daerah pantai dan
perbukitan.Topografi ada pada ketinggian antara 0,75 m sampai sekitar 350 m diatas
permukaan laut.Kondisi topografi menciptakan potensi panorama yang indah dan ekosistem
yang lebih beragam.Kawasan Kelurahan Bandarharjo berada pada dataran pesisir pantai
dengan ketinggian 0,75 mdpl dengan kelerengan 0-2% yang sangat berpotensi banjir,rob dan
penurunan muka tanah.

TABEL 3.1 KEMIRINGAN LAHAN KELURAHAN BANDARHARJO

Wilayah Ketinggian Tanah Total


(ha)

0-1 1-2 2-3 3-4 4-5 5-6 (ha)

RW 01 25,1915 30,5976 43,1627 14,8060 1,7565 0 115,5143

RW 02 7,8404 10,6183 7,0426 3,2755 0,1768 0 28,9536

RW 03 1,1336 2,3107 0,0781 0 0 0 3,5224

RW 04 0,2329 3,4581 0,0680 0 0 0 3,7590

RW 05 1,5620 2,8791 0 0 0 0 4,4411

RW 06 1,1982 4,9512 0,0102 0 0 0 6,1596

RW 07 1,6142 2,7909 0,3409 0 0 0 4,7460


RW 08 3,6866 3,5134 1,0891 0,0896 0 0 8,3787

RW 09 4,7922 7,3427 0,6761 0,1418 0,0803 0,1312 13,2543

RW 10 4,6697 8,6226 1,2401 0,0734 0,0093 0 14,6151

RW 11 3,2577 9,5548 0,4762 0 0 0 13,2887

RW 12 0,0174 0,3893 0,4945 0 0 0 0,9012

Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2022

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa ketinggian tanah di Kelurahan


Bandarharjo Semarang terletak pada ketinggian tanah 0-6 mdpl. Ketinggian tanah terendah
yaitu pada ketinggian tanah 0-1 mdpl yang terletak diseluruh wilayah di Kelurahan Bandarharjo
Semarang dengan luasan pada tiap wilayahnya bervariasi. Luasan yang paling besar yaitu pada
wilayah permukiman RW 01 seluas 25,1915 ha, sedangkan luasan yang paling besar kedua
yaitu pada wilayah permukiman RW 02 seluas 7,8404 ha, serta luasan yang paling besar ketiga
yaitu pada wilayah permukiman RW 09 seluas 4,7922 ha.
Sumber : Hasil Olahan Arcgis, 2023
Gambar 3.2 Peta Topografi Kelurahan Bandarharjo
3.2.2 Kondisi Geologi

Struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas 3 bagian yaitu struktur joint
(kekar),Patahan (fault),dan lipatan.Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai
porositas tinggi,struktur lapisan batuan yang tidak teratur,heterogen,sehingga mudah bergerak
atau longsor.

Adapun karakteristik persebaran struktur geologi pada bagian utara Kota Semarang
adalah sebagian besar ditutupi oleh endapan permukaan yang merupakan alluvium hasil
pembentukan delta Kaligarang ,terdiri dari lapisan pasir,lempung,krikil. Kondisi fisik alam
dengan kelerengan 0-2% ditambah dengan jenis lahan Aluvium,menjadikan kawasan
bandarharjo rawan akan bencana alam yang diakibatkan oleh amblesan tanah atau Land
Subsidenc.

3.2.3 Kondisi Hidrogeologi

Kondisi Hidrogeologi Kajian hidrogeologi Kota Semarang terdiri atas hidrologi


permukaan dan bawah tanah.Hidrologi permukaan Kota Semarang terbentuk oleh alur sungai
dan saluran drainase yang ada.Permasalahan dalam sungai atau saluran di Kota Semarang
adalah debit saluran dan sungai yang tidak sebanding dengan volume air.
Sumber : Hasil Olahan Arcgis, 2023
3.3.4 Curah Hujan

Curah Hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat yang datar.
dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Tingkat hujan yang diukur
dalam satuan mm adalah air hujan setinggi 1 mm yang jatuh (tertampung) pada tempat yang
datar seluas 1 meter persegi dengan asumsi tidak ada yang menguap, mengalir dan meresap.
Akibatnya, data rata-rata hujan didaerah tertentu dicatat untuk menilai jumlah perencaan yang
harus dilakukan. Pencatatan data tingkat hujan rata-rata tahunan di DAS (Daerah Aliran
Sungai) dilakukan diberbagai titik disepanjang tahun stasiun pencatatan curah hujan untuk
menentukan tingkat hujan yang turun diwilayah tertentu.

Untuk memperoleh perkiraan perencanaan yang tepat , kita membutuhkan data curah
hujan selama bertahun-tahun. Semakin banyak data rata-rata hujan tahunan yang ada semakin
akurat peritungannya. Jenis-jenis Curah Hujan Menurut Tjasyono, Indonesia secara umum
dapat dibagi menjadi 3 pola iklim utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun. Tiga
wilayah iklim Indonesia yaitu wilayah A (monsun), wilayah B (ekuatorial) garis dan titik,
wilayah C (lokal).
Sumber : Analisis Olahan Arcgis, 2023

Gambar 3.4 Peta Curah Hujan Kelurahan Bandarharjo


3.5 Kondisi Penggunaan Lahan

Kelurahan Bandarharjo memiliki fungsi utama sebagai kawasan permukiman dan


fungsi pendukung transportasi laut, hal ini dikarenakan letak Kelurahan Bandarharjo yang
berada diantara wilayah penghubung kegiatan fungsi-fungsi utama Kota Semarang meliputi,
pusat permukiman, pergudangan dan perindustrian, pusat kota lama, pusat transportasi Stasiun
Kereta Api Tawang, dan kawasan pelabuhan (Tanjung Mas).

Penggunaan lahan di Kelurahan Bandarharjo bervariasi dengan total keseluruhan luas


wilayah sebesar 342.88 ha. Jenis penggunaan lahan di Kelurahan Bandarharjo meliputi
pendidikan, perumahan/permukiman, perdagangan/jasa, industri/gudang/perkantoran, serta
ruang terbuka. Berikut merupakan jenis penggunaan lahan di Kelurahan Bandarharjo
Semarang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

TABEL 3.2 JENIS PENGGUNAAN LAHAN KELURAHAN BANDARHARJO

Guna Lahan Luas (Ha)

Industri 86.25

Pendidikan 1

Perdagangan dan jasa 49.98

Peribadatan 1

Perkantoran 34

Perumahan Perdagangan 43.65

RTNH 40

Ruang terbuka hijau 17

Transportasi 70

Grand Total 342.88

Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2023


Sumber : Hasil Olahan Arcgis, 2023

Gambar 3.5 Peta Penggunaan Lahan Kelurahan Bandarharjo


Sumber : Hasil Olahan Arcgis, 2023
Gambar 3.6 Peta Jenis Tanah Kelurahan Bandarjo
3.6 Karakteristik Permukiman Kawasan Bandarharjo

Dalam perkembangan permukiman berkelanjutan terdapat suatu interaksi anatar sistem


ekonomi, sosial, dan lingkungan, namun dalam kenyataannya permukiman yang dihuni oleh
masyarakat kelas menengah kebawah sulit untuk mencapai 3 pilar pokok interaksi sosial,
ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut cukup miris karena masyarakat yang tinggal dekat
dengan segala potensi sumber daya alam tidak dapat hidup selaras dan seimbang bahkan
kondisi tempat tinggal mereka serba kurang. Hal tersebut yang menjadi penghambat
berkelanjutan perkembangan permukiman. Seperti hal nya kawasan pesisir, kawasan
Bandarharjo yang mayoritas penduduknya menggantungkan hidup dengan memanfaatkan hasil
laut, tidak sepenuhnya merasakan keuntungan tinggal dipesisir.

Seperti yang tellah dijelaskan sebelumnya,masyarakat Bandarharjo sebagian besar


berada pada kondisi sosial, ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi sosial
masyarakat yang minim mengakibatkan terbentuknya suatu lingkungan permukiman yang
belummemenuhi aspek kesehatan, teknis, kelestarian lingkungan hidup, ekologi, dan iklim.
Kawasan ini merupakan permukiman padat penduduk yang lokasinya memang sangat dekat
dengan laut. Bukan pada saat banjir saja yang membuat kawasan ini terendam air rob juga
membuat kondisi permukiman ini semakin parah.
Warga yang tinggal ditepian laut juga harus menghadapi gelombang tinggi. Dinding
rumah mereka juga mengalami kerusakan akibat di hantam gelombang laut. Bangunan-
bangunan rumah sebagian rendah karena mengalami penurunan tanah sehingga rawan terkena
rob dan abtrasi. Dengan kondisi demikian,para penduduk harus meninggikan rumahnya secara
berkala setiap beberapa tahun sekali agar rumah mereka tidak tenggelam.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survey lapangan (field research)


yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan.
Penelitian ini termasuk juga kedalam penelitian terapan (applied research), yakni
penelitian atau penyelidikan yang hati-hati dan sistematik terhadap suatu masalah
dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu (Nazir, 1988; 30).
Memperhatikan latar belakang permasalahan maka kajian permasalahan yang dianggap
mampu memberikan penjelasan terhadap hasil penelitian ini adalah metode deskriptif.
Dimana menurut Whitney (1960;44) dalam Nazir (1988;63), metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpelasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari
permasalahan-permasalahan dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam
masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatankegiatan,
sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Informasi yang didapat bukan hanya angka numerik saja, namun dalam
memperkaya data dan lebih memahami fenomena penelitian. Sebagai contoh dalam
kuisioner terdapat beberapa keterangan tambahan yang memberikan informasi tentang
apa yang menjadi dampak pengelolaan sampah di sungai Bringin.Melalui penelitian ini
diharapkan dapat diketahui seberapa besar perubahan yang terjadi dan bagaimana
pendapat dan keinginan masyarakat terhadap dampak perilaku pengelolaan sampah
masyarakat dalam pengendalian banjir di sungai Bringin Semarang.
4.2 Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data


sesuai dengan tujuan yang telah di tentukan (Sugiono,2015).Cara ilmiah dapat
berbentuk kegiatan untuk meneliti yang dilakukan berdasarkan pada saintifik dengan
kecenderungan bersifat logis,dapat dilihat dan diamati,dan dapat dijangkau dalam
penalaran manusia.Penelitian yang dilakukan pada studi ini menggunakan metode
kuantitatif. Menurut Sugiyono Pendekatan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan. Tujuan dari penggunaan pendekatan kuantitatif yaitu :

1. Mengidentifikasi penyebab masalah banjir yang terjadi di sungai Bringin


Semarang
2. Analisis pengelolaan persampahan di bantaran sungai Bringin
3. Mengidentifikasikan kondisi existing terkait timbulan sampah serta kebutuhan
sarana dan prasarana persampahan,

Maksud dari penelitian ini adalah melakukan analisa data kuantitatif dari observasi di
lapangan untuk menjawab apakah faktor penyebab terjadinya banjir yang disebabkan
oleh perilaku manusia dalam membuang sampah dibantaran sungai. serta menghitung
pertumbuhan penduduk tiap tahun dan jumlah sampah yang masuk ke TPA untuk
menganalisa daya tampung dan digunakan data sekunder yang diperoleh dari
instansi/survey terkait kemudian dianalisa kembali untuk mencapai pengelolaan
persampahan secara yang berkelanjutan.
4.3 Kebutuhan Data

Data merupakan gambaran suatu keadaan atau persoalan yang dikaitkan dengan
tempat dan waktu yang digunakan sebagai bahan untuk analisis dalam pengambilan
keputusan. Data yang digunakan untuk bahan analisis dibagi dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer, yaitu hasil kuisioner dan observasi, meliputi faktor
pengendalian banjir serta pengelolaan sampah.Data Sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari survey instansi melalui sumber yang relevan dengan topik yang diteliti
yaitu dari instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinputaru, Kelurahan, BPS.
Tabel 4.1 Kebutuhan Data Penelitian

Teknik Tahun
No Kebutuhan Data Variabel Bentuk data Kegunaan data Sumber data
analisis

Mengidentifikasi
lokasi yang Balai besar
Survei,
terjadi luapan Identifikasi wilayah
1 Sikap,Kepedulian,Stekholder Aspek Sosial mapping, 2020
banjir di sungai sungai Bringin sungai
overlay
Bringin pemali juana
Semarang

Mengidentifikasi
penyebab
Identifikasi Balai besar
permasalahan
Aspek sistem Wawancara, wilayah
2 banjir yang 2019
Peraturan,Hukum,Kebijakan Kelembagaan pengendalian survei sungai
terjadi di sungai
banjir pemali juana
Bringin
Semarang
Teknik Tahun
No Kebutuhan Data Variabel Bentuk data Kegunaan data Sumber data
analisis

Merencanakan Memprediksi
tanggul untuk perubahan
Balai besar
mengatasi Sarana dan masyarakat Survei,
Aspek wilayah
3 bencana banjir Prasarana,Program dalam mapping, 2022
Pemerintahan sungai
di sungai normalisasi membuang overlay
pemali juana
Bringin sampah di sungai
Semarang Bringin

Sumber : Anslisis 2023


4.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono “Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang


paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Data yang dikumpulkan dengan masalah yang akan dipecahkan
dalam penelitian haruslah saling berhubungan. Data yang dikumpulkan harus sesuai
dan dapat digunakan sebagai bahan analisis, karena analisis tersebut merupakan
bagian yang penting dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini dimanfaatkan data primer dan sekunder. Data primer
didapatkan melalui pengamatan langsung dilapangan, dan sebagai penunjang
adalah dari kuisioner pertanyaan yang ditunjukkan pada responden (key person),
yakni para aparat instansi, tokoh masyarakat, pakar ilmu persampahan, yang
berkaitan dengan evaluasi pengelolaan persampahan dan data sekunder didapatkan
secara tidak langsung dari subyek/obyeknya, yaitu berupa rencana pembangunan
dan data numerik yang dapat diperoleh melalui buku literatur, dokumen penelitian
atau melalui kajian literature sendiri. Sumber yang terkait bias dari instansi
pemerintah, pendidikan maupun swasta.
a. Pengumpulan Data Primer
Data primer dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak didapatkan dari
data sekunder, sekaligus membuktikan/mencocokan antara data sekunder
dengan kondisi lapangan, Survey primer ini dilakukan dengan pengamatan
langsung di lapangan dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan dan pencatatan
dengan sistematis tentang gejala-gejala di lapangan dengan maksud
untuk menyamakan informasi yang diperoleh dari data sekunder
dengan kondisi di lapangan. Observasi ini akan dilakukan dengan
alat rekam visual seperti foto dan kamera recorder.
2. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang sifatnya tertutup dan terbuka. Dalam
penelitian ini dipakai kuisioner bersifat terbuka dengan maksud
bahwa jawaban kuisioner telah tersedia dan responden tinggal
memilih beberapa alternatif yang telah disediakan yang mungkin
turut mewarnai dalam keputusanya terhadap faktor pengendalian
banjir.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak ke dua atau
perantara.dalam penelitian ini,data sekunder di perlukan dari
intansi/lembaga baik dalam bentuk kebijakan ,file,laporan.Data juga dapat
di peroleh melalui website,buku,atau dokumen lain mengenai data dan
penelitian terkait dengan pengendalian banjir sungai Bringin.

4.5 Rancangan Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Penelitian


kuantitatif merupakan jenis penelitian dengan mengunakan data-data tabulasi, data
angka sebagai bahan perbandingan maupun bahan rujukan dalam menganalisis
secara deskriptif. Dari penjelasan di atas pemakaian tipe penelitian yang akan
dilakukan dengan cara-cara pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengelola,
menyajikan dan menganalisis data agar dapat memberikan gambaran yang teratur,
ringkas, dan jelas mengenai keadaan peristiwa atau gejala tertentu sehinga dapat di
tarik hasil yang akan di pertanggung jawabkan sebagai hasil karya ilmiah
(Sugiyono, 2014). Adapun rancangan metode analisisnya sebagai berikut :

a. Identifikasi lokasi yang terjadi luapan banjir di sungai Bringin Semarang


Metode penelitian menggunakan metode analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, Threats). Identifikasi analisis SWOT dilakukan
terhadap hasil identifikasi dampak kawasan banjir terhadap kawasan sekitar.
Hasil analisis SWOT berupa straegi perencanaan akan diturunkan untuk
menghasilkan arahan perencanaan.komponen penataan kawasan sekitar
banjir sungai Bringin. Arahan inilah yang akan digunakan sebagai dasar
analisis penentuan zonasi kawasan sekitar banjir di sungai Bringin pada
tahapan selanjutnya. Obeservasi lapangan digunakan untuk mengetahui
kondisi eksisting serta dampak banjir di sungai Bringin terhadap kawasan
sekitar Desa Bringin.

b. Identifikasi penyebab permasalahan banjir yang terjadi di sungai Bringin


Semarang
Metode penelitian menggunakan metode analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, Threats). Identifikasi analisis SWOT dilakukan
terhadap hasil identifikasi dampak kawasan banjir terhadap kawasan sekitar.
Hasil analisis SWOT berupa straegi perencanaan akan diturunkan untuk
menghasilkan arahan perencanaan.komponen penataan kawasan sekitar
banjir sungai Bringin. Arahan inilah yang akan digunakan sebagai dasar
analisis penentuan zonasi kawasan sekitar banjir sungai Bringin pada
tahapan selanjutnya. Obeservasi lapangan digunakan untuk mengetahui
kondisi eksisting serta dampak banjir sungai Bringin terhadap kawasan
sekitar Desa Bringin.
c. Merencanakan tanggul untuk mengatasi bencana banjir di sungai Bringin
Semarang
Metode kuantitatif diperlukan untuk menjawab masalah pertama yang
bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya banjir di aliran
sungai Bringin,dengan menggunakan analisis tabulasi silang/crosstab
dengan uji chi-kuadrat pearson. Tujuan rumusan masalah ke 3 adalah untuk
mengetahui perubahan masyarakat dalam membuang sampah di aliran
sungai Bringin yang juga menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode analisis regresi linear berganda. Tujuan utama dari metodologi
kuantitatif ini adalah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan
generalisasi. Generalisasi adalah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi
dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku
pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu
metode perkiraan atau metode estimasi yang umum berlaku didalam
statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan
pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang
juga sering disebut “sampel” dalam penelitian kuantitatif. Pemilihan
variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan
banjir yang terjadi di sungai Bringin dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Variabel Perilaku Masyarakat Dalam Membuang Sampah

No Variabel Indikator

1 Peran Masyarakat Sikap,Kepedulian,Stekholder

2 Aspek kelembagaan Peraturan,Hukum,Kebijakan

3 Aspek pemerintahan Sarana dan Prasarana,Program normalisasi

4 Sikap Perancangan program,Evaluasi

Sumber : Analisis,2023

Analisis tabulasi silang (crosstab) menggunakan metode pendukung uji chi


kuadrat person (Person Chi-square Test) digunakan untuk mengetahui kinerja
pengelolaan sampah yang ada. Uji chi kuadrat ini adalah uji statistik yang
digunakan untuk menguji hubungan antara dua peubah kategori (data kualitatif)
yaitu variabel kolom dan variabel baris dalam suatu tabulasi silang. Pada uji ini
digunakan tabel kontingensi dengan banyaknya baris r dan banyaknya kolom c
(tabel kontingensi r x c). Pengujian hipotesis yang dilakukan adalah:

H0 = tidak ada hubungan antara baris dan kolom

H1 = ada hubungan antara baris dan kolom

Statistik ujinya adalah:

𝑅𝑖 × 𝐶𝑗
𝐸 𝑖𝑗 =
𝑁
∑(𝑂𝑖𝑗 − 𝐸𝑖𝑗 )
𝑋2 = ∑
𝐸𝑖𝑗

Keterangan:

R = Banyaknya baris

C = Banyaknya kolom

Oij = Frekuensi observasi pada baris ke-I dan kolom ke-j

Eij = Frekuensi harapan pada baris ke-I dan kolom ke-j

Dasar pengambilan keputusan:

a. Berdasarkan perbandingan Chi-Kuadrat hitung dan tabel

 Jika Chi-Kuadrat hitung < Chi-Kuadrat tabel, maka H0 diterima, H1 ditolak.


 Jika Chi-Kuadrat hitung > Chi-Kuadrat tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima.
b. Berdasarkan probabilitasnya

 Jika probabilitasnya > α, maka H0 diterima.


 Jika probabilitasnya < α, maka H0 ditolak.
Uji Chi-kuadrat yang dihasilkan harus dibandingkan dengan titik kritis dan
distribusi teoritis Chi-kuadrat untuk menentukan apakah kedua variabel benar
independent. Untuk itu diperlukan juga derajat kebebasan (Degree Of Freedom/df)
dari tabel. Derajat kebebasan untuk tabel yang terdiri dari m barisdan n kolom
adalah:

(𝒎 − 𝟏) × (𝒏 − 𝟏)

Keterangan:

M = baris

N = Kolom
Uji Chi-kuadrat hanyalah uji indepedensi, sehingga hanya sedikit
memberikan informasi mengenai kekuatan atau bentuk asosiasi di antara dua
variabel. Harga yang dihasilkan bergantung pada ukuran sampel dan mode
independensi. Chi-kuadrat akan bertambah apabila ukuran sampel pada tabel
ditambah, harga dari Chi-kuadrat dapat dilihat melalui residual yang relatif kecil
untuk frekuensi harapan tetapi ukuran sampelnya besar. Analisi Regresi Linear
Sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh kinerja pengelolaan sampah
terhadap penurunan kualitas lingkungan.

Rumus Regresi Linier Berganda adalah:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋

Keterangan:

a = Nilai Konstanta

X = nilai Variabel bebas

b = Nilai Regresi

Y = nilai variable terikat

Variabel yang digunakan pada analisis ini terbagi atas 2 jenis, yakni variable
terikat dan bebas. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

 Variabel terikat (dependent variable) adalah pencemaran lingkungan (Y)


 Variabel bebas (independent variable) adalah Pengelolaan Sampah (X)
Penentuan populasi dan sampel yang digunakan dalam kusioner penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Populasi
a. Masyarakat yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan penduduk yang
bermukim di Kecamatan Somba Opu.
b. Pemerintah yang dimaksud adalah pegawai kelurahan yang ada di
Kecamatan Somba Opu serta pegawai pemerintahan dari Dinas Pekerjaan
Umum bidang kebersihan.
c. Swasta yang dimaksud adalah jumlah keseluruhan masyarakat yang bekerja
sebagai wiraswasta baik yang menarik tenaga kerja maupun usaha sendiri.
2. Sampel
Secara umum, jumlah ukuran sampel yang dibutuhkan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Slovin (Sevila dalam umar husain, 2003:109)
𝑁
𝑛=
𝑁 𝑒2 +1

Dimana :

n = Ukuran sampel

N = ukuran populasi

E = nilai kritis yang diinginkan, yaitu sebesar 10%

Sampel meliputi tiap sektor mana saja yang terjadi penumpukan sampah
dibantran sungai Bringin.Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini sesuai dengan tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Tujuan yang pertama yaitu analisis tingkat pencapaian pengelolaan


persampahan dari hasil kuesioner, metode ini dilakukan untuk mengetahui
ketersediaan sarana dan prasarana persampahan dilokasi penelitian demi
mengurangi sampah langsung dari sumbernya.
2. Tujuan yang kedua, yaitu analisis Deskriptif dengan menggunakan
pendekatan Kualitatif, analisis deskriptif adalah analisis dengan
menggambarkan atau menguraikan secara jelas kondisi yang terjadi dilokasi
penelitian berdasarkan ketentuan-ketentuan teknik pengelolaan sampah
yang ada.
4.6 Kerangka Analisis

Sumber : Analisis 2023


Gambar 4.3 Kerangka Analisis
4.7 Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 4.4 Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Pelaksanaan
Pengerjaan Proposal Tugas Akhir Agustus September Oktober November Desember Januari
Minggu Ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Mencari Refrensi dan Judul Penelitian
Penyusunan Tabel Kebutuhan Data
Penyusunan BAB 1
Penyusunan BAB II
Survey Pendahuluan dan Pengumpulan Data
Penyusunan BAB III
Penyusunan BAB IV
Sidang Proposal
Survey Lanjutan
Pengolahan Data dan Analisis
Finalisasi Laporan Akhir
Sidang Akhir
Sumber :Hasil Analisis Penyusun,2023.

Anda mungkin juga menyukai