Anda di halaman 1dari 32

PERMASALAHAN SUMBER DAYA AIR

“Sungai Tak Mampu Tampung Air Hujan Penyebab Banjir di Bandung”


(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air)

MAKALAH

Oleh:
Kelompok 2
Supriyadi 132110101032
Raisa Faryanti 132110101039
Yesika Rahma 132110101040
Nervian Yustiana 132110101042
Evi Dwi Anjarsari 132110101045
Yuli Rukmi H. 132110101053
Nadhiroh Nur L. 132110101058

Pengelolaan Sumber Daya Air C

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Sungai Tak Mampu
Tampung Hujan Penyebab Banjir di Bandung”. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air.
Adapun makalah tentang Sungai Tak Mampu Tampung Hujan Penyebab
Banjir di Bandung ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu,
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen pengampu mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi
kami untik lebih baik di masa yang akan datang.

Jember, 16 November 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
1.3.1. Tujuan Umum..............................................................................................3
1.3.2. Tujuan Khusus.............................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
2.1 Pengelolaan Sumberdaya Air.........................................................................4
2.2 Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air................................................5
2.2.1 Permasalahan Lingkungan Sungai...............................................................5
2.2.2 Erosi.............................................................................................................7
2.2.3 Banjir............................................................................................................8
2.3 Drainase........................................................................................................12
2.3.1. Pengertian Sistem Drainase........................................................................12
2.3.2. Fungsi dari Drainase antara lain:................................................................13
2.3.3. Struktur Saluran Drainase Perkotaan.........................................................13
BAB 3. PEMBAHASAN....................................................................................14
3.1 Gambaran Umum Kota Bandung.................................................................14
3.2 Kejadian Banjir Bandung.............................................................................14
3.3 Faktor Penting Penyebab Banjir Bandung....................................................15
3.4 Banjir dan Penyediaan Air Bersih................................................................19
3.5 Pengendalian Banjir......................................................................................19
BAB 4. PENUTUP.............................................................................................24
4.1 Kesimpulan...................................................................................................24
4.2 Saran.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
LAMPIRAN...........................................................................................................28

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prasarana kota memiliki fungsi untuk mendistribusikan sumber saya
perkotaan dan merupakan pelayanan bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi
tersebut efisiensi dari prasarana akan menjaga kelancaran dan kesehatan sistem
kota, menjamin kelangsungan perekonomian, dan aktifitas bisnis serta
menentukan kualitas hidup masyarakat kota. Prasarana kota seperti perumahan,
jalan kota, drainase, air minum, air limbah, persampahan, dan pasar memiliki
keterkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu kondisi pelayanan masyarakat
perkotaan yang kuran khususnya prasarana drainase perkotaan.
Drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau
mengalirkan. Drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha
untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan dan sebuah sistem
yang dibuat untuk menangani persoalan kelebhan air baik air yang berada di atas
permukaan tanah maupun air yang berada di bawah tanah. Kelebihan air dapat
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang
lama.
Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya musim
hujan pada saat intensitas hujan yang tinggi. Peristiwa tersebut hampir setiap
tahun berulang, namun permasalahan ini belum terselesaikan, baik cenderung
makin meningkat, baik frekuensi, luasan, kedalaman dan durasinya. Pokok
permasalahan banjir di daerah perkotaan berawal pertambahan penduduk yang
sangat cepat diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebagai akibat adanya
urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk
yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana perkotaan yang memadai
mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi semrawut. Pemanfaatan
lahan yang tidak tertib inilah yang akan menyebabkan persoalan drainase di
perkotaan menjadi sangat kompleks.
Drainase kota merupakan salah satu prasarana dasar kota yang dinilai cukup
penting. Kota yang baik sangat perlu memperhatikan kondisi saluran drainasenya,
sebab jika suatu permukiman tergenang maka akan sangat berdampak besar bagi

1
kehidupan kota. Sistem drainase perkotaan sangat erat kaitannya dengan penataan
ruang. Bencana banjir yang sering melanda sebagian besar wilayah dan kota di
Indonesia disebabkan oleh kesemrawutan penataan ruang.
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan ibukota
Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantar 107º 36’ bujur timur dan 6º
55’ lintang selatan. Penduduk Kota Bandung tahun 2014 berdasarkan proyeksi
penduduk hasil sensus penduduk adalah 2.470.802 orang dengan komposisi
penduduk laki-laki sebanyak 1.248.478 orang dan penduduk perenpuan sebanyak
1.222.324 orang. Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791
meter diatas permukaan laut (dpl). Selama tahun 2014 tercatat suhu tertinggi di
Kota Bandung mencapai 30,9ºC yang terjadi di bulan Oktober dan suhu terendah
18,3ºC yaitu pada bulan September. Menurut BMKG stasiun Bandung rata-rata
curah hujan di Kota Bandung menurut bulan tahun 2014 mengalami kenaikan,
yaitu tahun 2013 sebesar 223, 45 mm, tahun 2012 sebesar 209,23 mm, tahun 2011
sebesar 149,06, tahun 2010 sebesar 322,4 mm dan tahun 2009 sebesar 174,8 mm.
Kota Bandung sebagai ibukota propinsi di Indonesia yang rawan terhadap
bahaya banjir. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Citarum sebagai
sumber bahaya banjir dan pengaruh pengelolaan pembangunan di sekitar Daerah
Aliran Sungai (DAS). Faktor-faktor yang memperbesar kerawanan terhadap
bencana banjir diantaranya adalah perubahan guna lahan kawasan lindung di
sekitar DAS Sungai Citarum, penurunan permukaan tanah, bertambahnya laju
sedimentasi di aliran sunga dan tumpukan sampah. Sebagai dampak bertambah
besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut dari tahun ke tahun, bencana banjir tidak
dapat dihindarkan oleh masyarakat di Kota Bandung. Bencana banjir yang terjadi
pada tahun 1984 merendam wilayah seluas 47.000 ha dan menyebabkan
kerusakan sektor ekonomi, transportasi, perikanan dan pertanian. Pada tahun 1986
bencana banjir kembali merendam kawasan ini seluas 7.450 ha, 27.300 rumah
tenggelam dan kerugian mencapai Rp. 17,5 miliyar. Pada tahun 2002 banjir
dengan ketinggian 3,5 meter merendam Kabupaten Bandung khususnya di
Kecamatan Baleendah. Pada tahun 2005 bencana banjir kembali merendam
kawasan industri dan pemukiman dengan perdiksi kerugian mencapai Rp. 800
miliyar. Pada tahun 2010 dengan ketinggian 4 meter yang merendam 3 kecamatan

2
(Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeukolot, dan Kecamatan Rancaekek).
Tahun 2016 Kota Bandung dilanda banjir, penyebab banjir adalah hujan deras
yang membuat aliran sungai tidak mampu menahan tingginya debit air, buruknya
sistem drainase di daerah tersebut. Banjir yang terjadi pada tahun 2016 ini cukup
ekstrim lantaran luapan air yang deras hingga menyeret sejumlah kendaraan.
Dengan latar belakang di atas, maka penulis akan membahas lebih dalam
terkait dengan kajian banjir di bandung dan penyebab banjir serta hubungannya
dengan penyediaan air di Kota Bandung.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa faktor penyebab terjadinya banjir di kota Bandung?
b. Apa hubungan antara banjir dengan penyediaan air bersih di kota
Bandung?
c. Langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
banjir?
d. Apakah sistem drainase di Kota Bandung sudah berwawasan
lingkungan?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan umum dari makalah ini
adalah untuk mengidentifikasi penyebab banjir di Kota Bandung serta
mengidentifikasi hubungan antara banjir Bandung dengan penyediaan air bersih.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor penyebab terjadinya banjir di Bandung
b. Mengetahui hubungan antara banjir dengan penyediaan air bersih
c. Mengetahui langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah banjir
d. Mengetahui sistem drainase yang diterapkan di Kota Bandung sudah dan
atau belum bisa mereduksi genangan banjir.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumberdaya Air


Air sebagai bagian dari sumber daya alam adalah merupakan bagian dari
ekosistem. Karena itu pengelolaan sumber daya air memerlukan pendekatan yang
integratif, komprehensif dan holistik yakni hubungan timbal balik antara teknik,
sosial dan ekonomi serta harus berwawasan lingkungan agar terjaga
kelestariannya. Pertemuan international sejak Dublin dan Rio de I Janeiro tahun
1992 sampai World Water Forum di Den Haag tahun 2000, menekankan hal yang
sama. Karena air menyangkut semua kehidupan maka air merupakan faktor yang
mempengaruhi jalannya pembangunan berbagai sektor. Karena itu pengelolaan
sumber daya air perlu didasarkan pada pendekatan peran serta dari semua
stakeholders. Segala keputusan publik harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dengan cara konsultasi publik, sehingga kebijakan apapun yang
diharapkan, akan dapat diterima oleh masyarakat. Pada umumnya pengelolaan
sumberdaya air berangkat hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana
mamanfaatkan dan mendapat keuntungan dari adanya air. Namun untuk tidak
dilupakan bahwa jika ada keuntungan pasti ada kerugian. Tiga aspek dalam
pengelolaan sumberdaya air yang tidak boleh dilupakan, yakni aspek
pemanfaatan, aspek pelestarian dan aspek perlindungan (Ade Saptono, 2006).
1. Aspek pemanfaatan. Kebanyakan inilah yang langsung terlintas dalam
pikiran manusia jika berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi ketidak
seimbangan antara kebutuhan dengan yang tersedia, manusia mulai sadar
atas aspek yang lain.
2. Aspek pelestarian. Agar pemanfaatan tersebut bisa berkelanjutan maka air
perlu dijaga kelestariannya baik dari segi jumlah maupun mutunya. Menjaga
daerah tangkapan hujan dihulu maupun daerah pedataran merupakan salah
satu begian dari pengelolaan, sehingga perbedaan debit air musim kemaru
dan musim hujan tidak besar. Demikian pula menjaga air dari pencemaran
limbah.
3. Aspek pengendalian. Perlu disadari bahwa selain memberi manfaat, air juga
memiliki daya rusak fisik maupun kimiawi. Badan air (sungai, saluran dsb,)

4
terbiasa menjadi tempat pembuangan barang tak terpakai, baik berupa cair
(limbah rumah tangga dan industri), maupun benda padat berupa sampah
dan terjadilah pencemaran dengan akibat gangguan terhadap hidup manusia.
Binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu dalam pengelolaan sumberdaya
air tidak boleh dilupakan adalah pengendalian terhadap daya rusak yang
berupa banjir maupun pencemaran.Dalam pengelolaan sumberdaya air,
ketiga aspek penting tersebut harus menjadi satu kesatuan, tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Salah satu aspek saja terlupakan, akan
mengakibatkan tidak lestarinya pemanfaat air daan bahkan akan membawa
akibat buruk. Jika kita kurang benar dalam mengelola sumberdaya air, tidak
hanya saat ini kita akan menerima akibat, tetapi juga generasi mendatang.

2.2 Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air


2.2.1 Permasalahan Lingkungan Sungai
Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju samudera, danau
atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara
sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air
lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang
turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti
danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir
ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai
utama (Asdak, 2001).
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam
sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air,
limpasan bawah tanah dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal
dari lelehan es/salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan
(Asdak, 2001).
Permasalahan sungai dapat disebabkan oleh masalah sebagai berikut:
a. Limbah Pertanian.
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk
organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati
kemudian dimakan hewan atau manusia, orang yang memakannya akan mati.

5
Untuk mencegahnya, upayakan memilih insektisida yang berspektrum sempit
(khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradable (dapat terurai
secara biologi) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan
membuang sisa obat ke sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat
menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi), karena air kaya nutrisi, ganggang
dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal ini akan mengganggu
ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena oksigen dan
sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air terhalang dan tidak dapat
masuk ke dalam air, sehingga kadar oksigen dan sinar matahari berkurang.
b. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga berupa berbagai bahan organik (misal sisa sayur,
ikan, nasi, minyak, lemak, air buangan manusia), atau bahan anorganik
misalnya plastik, aluminium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah
yang tertimbun menyumbat saluran air dan mengakibatkan banjir. Pencemar
lain bisa berupa pencemar biologi seperti bibit penyakit, bakteri, dan jamur.
Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan
pembusukan, akibatnya kadar oksigen dalam air turun drastis sehingga biota air
akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, akan ditemukan cacing
Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk
biologis (bioindikator) parahnya limbah organik dari limbah pemukiman.
c. Limbah Industri
Limbah industri berupa polutan organik yang berbau busuk, polutan
anorganik yang berbuih dan berwarna, polutan yang mengandung asam
belerang berbau busuk, dan polutan berupa cairan panas. Kebocoran tanker
minyak dapat menyebabkan minyak menggenangi lautan sampai jarak ratusan
kilometer. Tumpahan minyak mengancam kehidupan ikan, terumbu karang,
burung laut, dan organisme laut lainnya untuk mengatasinya, genangan minyak
dibatasi dengan pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian ditaburi dengan
zat yang dapat menguraikan minyak.
d. Penangkapan Ikan Menggunakan racun
Sebagian penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari
tumbuhan), potas (racun kimia), atau aliran listrk untuk menangkap ikan.

6
Akibatnya, yang mati tidak hanya ikan tangkapan melainkan juga biota air
lainnya.
Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air sungai antara lain :
a. Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan
oksigen.
b. Terjadinya ledakan populasi ganggang dan tumbuhan air (eutrofikasi).
c. Pendangkalan dasar perairan.
d. Punahnya biota air, misal ikan, yuyu, udang dan serangga air.
e. Munculnya banjir akibat got tersumbat sampah.
f. Menjalarnya wabah muntaber.
2.2.2 Banjir
Banjir adalah merupakan suatu keadaan sungai dimana aliran airnya tidak
tertampung oleh palung sungai, karena debit banjir lebih besar dari kapasitas
sungai yang ada. Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan
menjadi dua hal, yaitu karena sebab-sebab alami dan karena tindakan manusia.
Adapun sebabnya antara lain sebagai berikut:
a. Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan
banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan timbul
banjir atau genangan .
b. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, dan kemiringan.
Daerah Pengaliran Sungai (DPS), kemiringan sungai, geometri hidrolik
(bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material
dasar sungai), lokasi sungai
c. Erosi dan sedimentasi
Erosi di DPS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena
tanah yang tererosi pada DPS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai
akan mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan
mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas
sungai dapat menyebabkan banjir (Candra, 2010).

7
Sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terangkut oleh
aliran dari bagian hulu akibat dari erosi. Sungai-sungai membawa sedimen
dalam setiap alirannya. Sedimen dapat berada di berbagai lokasi dalam aliran,
tergantung pada keseimbangan antara kecepatan ke atas pada partikel (gaya
tarik dan gaya angkat) dan kecepatan pengendapan partikel (Candra, 2010).
Ada 3 (tiga) macam pergerakan angkutan sedimen yaitu:
1. Bed load transport
Partikel kasar yang bergerak di sepanjang dasar sungai secara
keseluruhan disebut dengan bed load. Adanya bed load ditunjukkan oleh
gerakan partikel di dasar sungai yang ukurannya besar, gerakan itu dapat
bergeser, menggelinding atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah
lepas dari dasar sungai.
2. Was load transport
Wash load adalah angkutan partikel halus yang dapat berupa lempung
(silk) dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan
terbawa aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang
tenang atau pada air yang tergenang.
3. Suspended load transport
Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang
melayang di dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang
senantiasa mengambang di atas dasar sungai, karena selalu didorong oleh
turbulensi aliran. Suspended load itu sendiri umumnya bergantung pada
kecepatan jatuh atau lebih dikenal dengan fall velocity.
d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh
pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang
berlebihan, karena tidak adanya vegetasi penutup.
e. Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Perubahan DPS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang
tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk
masalah banjir karena berkurangnya daerah resapan air dan sediment yang

8
terbawa ke sungai akan memperkecil kapasitas sungai yang mengakibatkan
meningkatnya aliran banjir.
f. Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di bantaran sungai merupakan
penghambat aliran sungai.
g. Sampah
Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir
karena menghalangi aliran.
Adapun pencegahan bencana banjir yaitu:
Di saat musim kemarau, terjadi krisis kualitas dan kuantitas air yang
menyebabkan sulitnya penduduk mendapatkan akses air bersih dan kekeringan
lahan pertanian. Siklus banjir dan kekeringan tersebut karena terganggunya
siklus air dari hulu sampai dengan hilir oleh kegiatan manusia yang kurang atau
tidak memperhatikan kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Oleh karenanya perlu adanya kegiatan dan tindakan nyata untuk mengurangi
resiko – resiko bencana banjir antara lain (Kodoatie, 2002) :
a. Jangka Pendek
1. Diseminasi informasi daerah rawan banjir dan longsor serta meminta
Pemkab/ kota diminta mencermati lokasi yang rawan.
2. Melakukan pengerukan selokan – selokan maupun endapan sepanjang
sungai.
3. Membenahi saluran air / sungai yang tersumbat oleh bangunan, ataupun
sampah terutama di daerah yang tergenang air.
4. Menghentikan pembuangan sampah ke sungai serta pengawasannya.
5. Mengingat sekitar 29 % masyarakat sekitar aliran sungai selalu membuang
sampah ke sungai (Penelitian KLH - JICA, 2007).
6. Mengkampanyekan, membina masyarakat dan mewajibkan dunia usaha
untuk membuat sumur resapan, lubang resapan biopori dan bak
penampung air hujan dalam rangka memanen air hujan.
Pemanenan air hujan tersebut dapat dilihat pada :
a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 12 Tahun 2009
tentang Pemanfaatan Air Hujan.

9
b. Buku Metode Memanen Air dan Memanfaatkan Air Hujan untuk
Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan.
c. Panduan Kesiapsiagaan Banjir
d. Buku saku Lubang Resapan Biopori
e. Pedoman Pencegahan Banjir dan Longsor
7. Memobilisasi komunitas masyarakat yang peduli air, sungai maupun
bencana banjir untuk mengurangi resiko banjir khususnya di DKI Jakarta,
Jabodetabek maupun wilayah lainnya.
b. Jangka Menengah
1. Membuat jaring – jaring sampah pada anak – anak sungai dan pengolahan
sampahnya.
2. Melanjutkan pembuatan cek dam di hulu (program seribu cek dam),
sebagai penampung air skala kecil, sumur resapan dan pengurangan
sedimen (sedimen trap) ke sungai dengan melibatkan pelaku usaha dan
masyarakat sebagai pemanfaat air.
3. Memulihkan daerah hulu dengan menanam terutama di daerah sumber –
sumber air, di tanah terbuka dan semak belukar melalui pemberdayaan
masyarakat.
4. Membangun pola penanganan sistem tanggap darurat yang lebih
menekankan kerjasama dengan masyarakat.
5. Membangun dan memobilisasi komunitas masyarakat yang berada di
daerah banjir dengan komunitas masyarakat di lokasi yang akan dijadikan
tempat evakuasi/ penampungan pengungsi.

2.3 Drainase
2.3.1. Pengertian Sistem Drainase
Drainase berasal dari kata drain (mengeringkan) adalah prasarana yang
berfungsi mengalirkan air permukaan akibat hujan ke badan penerima air dan
atau ke bangunan resapan buatan. Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar
yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan
merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan
infrastruktur khususnya). Menurut Dr. Ir. Suripin, M. Eng. (2004; 7) drainase

10
mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase
juga diartikan sebagai suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut (Sukaya, 2016).
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase di sini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan.
2.3.2. Fungsi dari Drainase antara lain:
a. Membebaskan suatu wilayah (terutama yang pada pemukiman) dari
genangan air atau banjir
b. Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi
memperkecil risiko kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan
penyakit lainnya
c. Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua sistem
aliran pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase. Dalam
menentukan dimensi sistem drainase, intensitas hujan dengan periode
ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase dipakai sebgai dasar
analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan
aliran dan rumah tangga atau domestik lainnya.
2.3.3. Struktur Saluran Drainase Perkotaan

Struktur saluran drainase perkotaan

11
Keterangan gambar:
b. Saluran primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluram
sekunder dan menglairkannya ke badan penerima air.
c. Saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
tersier dan menyalurkan ke saluran primer.
d. Saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem
drainase kwarter dan mengalirkannya ke saluran sekunder.
e. Saluran kwarter adalah saluran kolektor jaringan drainase lokal.

12
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Kota Bandung


Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan ibukota
Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantar 107º 36’ bujur timur dan 6º
55’ lintang selatan. Penduduk Kota Bandung tahun 2014 berdasarkan proyeksi
penduduk hasil sensus penduduk adalah 2.470.802 orang dengan komposisi
penduduk laki-laki sebanyak 1.248.478 orang dan penduduk perenpuan sebanyak
1.222.324 orang. Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791
meter diatas permukaan laut (dpl) (jabarprov.go). Kota Bandung sebagai ibukota
propinsi di Indonesia yang rawan terhadap bahaya banjir. Hal ini dipengaruhi oleh
keberadaan Sungai Citarum sebagai sumber bahaya banjir dan pengaruh
pengelolaan pembangunan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) (Untari, 2011).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citepus merupakan sub DAS dari DAS
Citarum Hulu dengan luas pengaliran 23.15 km2 (2315 Ha). Pada kajian ini batas
DAS Citepus yang menjadi lokasi adalah yang berada di Kota Bandung dengan
luas daerah pengaliran 21.2 km2 (2122.37 Ha). Wilayah kecamatan yang
termasuk di dalam DAS ini yaitu Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir,
Astana Anyar, Bojongloa Kaler dan Bojongloa Kidul (Untari, 2011).
Sungai Citepus yang menjadi lokasi kajian ini dibatasi oleh Kota Bandung,
mempunyai panjang sungai 11.25 km. Wilayah Daerah Aliran Sungai sub DAS
Citepus mempunyai tata guna lahan yang bervariasi dengan kemiringan lereng 0-
2% (Landai), 2-15% (Bukit). Hulu dari sungai Citepus ini, berada di daerah
Lembang, yang merupakan daerah yang populer dengan sektor pariwisatanya
(Untari, 2011).

3.2 Kejadian Banjir Bandung


Banjir yang melumpuhkan kota Bandung yang terjadi pada 24 Oktober
2016 lalu, merupakan kategori banjir besar. Dimana aktifitas kota Bandung,
lumpuh karena bencana alam tersebut. Hujan deras dengan durasi yang lama
disepanjang hari senin tersebut, tidak pernah terjadi sebelumnya (BBC.com).
Luapan sungai Citepus dan bobolnya irigasi Citepus yang disebabkan

13
pendangkalan sungai, banyaknya sampah yang menyumbat aliran sungai , serta
drainase perkotaan yang tidak mampu menampung aliran air permukaan tersebut,
menyebabkan banjir yang parah. Ketinggian bajir tersebut bervariasi, mulai dari
50 hingga 200 cm. Banjir tersebut menewaskan seorang warga dan merusak 1000
rumah di empat wilayah. Banjir yang terjadi di Bandung tersebut, merupakan
banjir besar keempat yang melanda daerah Jawa Barat selama satu tahun terakhir
(BBC.com). Banjir tersebut, tidak hanya menyebabkan kerugian material namun
uga menyebabkan dampak bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat daerah
setempat.

3.3 Faktor Penting Penyebab Banjir Bandung


Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab banjir di Bandung, yaitu
faktor hujan, faktor kurangnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan faktor
pendangkalan sungai. Berikut dijelaskan penyebab dari faktor Banjir Bandung
pada bulan Oktober lalu.
3.3.1. Faktor Hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan
banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan timbul banjir
atau genangan . BMKG mencatat hujan ekstrem yang terjadi di kawasan kota
Bandung, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya luapan air
permukaan. Diketahui data pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) yang dikutip dari tempo.co, disebutkan bahwa intensitas
hujan di kawasan Bandung, pada tanggal 24 oktober 2016 pukul 11.40-13.10
WIB tergolong kategori sangat deras, yaitu mencapai 77,5 milimeter.
Curah hujan yang tinggi tersebut, mengakibatkan Daerah Aliran Sungai
Citarum, yang terletak di kawasan kota Bandung, tidak mampu menampung
kelebihan air permukaan yang ada, karena daya tampung dari DAS tersebut,
tidak mencukupi banyaknya air yang masuk sehingga dampak yang terjadi,
adalah luapan air di kawasan Bandung.
Hujan yang ekstrim di kawasan Bandung tersebut juga dipengaruhi oleh
anomali cuaca, dimana pola angin El-nino bergerak dari timur ke barat, dan

14
BMKG memprediksi cuaca buruk tersebut akan terjadi hingga Maret 2017
(Jabar.tribunnews).
Penanggulangan banjir dari faktor hujan ini sangat sulit dikendalikan,
karena hujan merupakan faktor ekstrim yang digerakkan oleh iklim makro atau
global. Usaha yang masih bisa dilakukan adalah dengan menjauhkan
pemukiman, industri dan pusat pertumbuhan lain dari daerah banjir yang secara
historis sudah dipetakan sebagai daerah rawan banjir.
3.3.2. Faktor Pendangkalan
Faktor pendangkalan merupakan faktor yang penting pada kejadian banjir.
Pendangkalan drainase tersebut, terjadi karena pengecilan tampang sungai,
hingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya
terjadi luapan (banjir).
Salah satu faktor pemicu terjadinya banjir Bandung Oktober lalu, adalah
adanya pendangkalan di kawasan sungai Citepus. Dikutip dari tempo.co,
pendangkalan tersebut diketahui berasal dari sedimentasi endapan lumpur yang
ada di kawasan sungai Citepus, serta banyaknya sampah yang dibuang
sembarangan di sungai tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun kompas.com
dari Dinas Marga dan Perairan Bandung, diketahui bahwa, sedimentasi dan
endapan sampah yang berada di sungai Citepus mencapai 14-21 meter3 sampah.
Akumulasi sampah tersebut, diketahui banyak berasal dari sampah domestik
yang dibuang oleh warga, di sepanjang aliran sungai. Sementara sedimentasi
lumpur yang ada di kawasan sungai Citepus, diduga berasal dari erosi yang
intensif di bagian hulu.
Material erosi yang berasal dari hulu, yaitu di daerah Lembang, dialirkan
menuju ke hilir yang merupakan daerah Aliran Sungai Citepus. Material erosi
tersebut terbawa aliran dan diendapkan ke hilir hingga pada akhirnya
menyebabkan pendangkalan di wilayah hilir yang merupakan Daerah Aliran
Sungai Citepus.
Sama halnya dengan material erosi, sampah dari kawasan domestik yang
kerap kali dibuang oleh warga di sepanjang aliran sungai Citepus tersebut juga
terbawa aliran sungai dan menyumbat jalannya aliran sungai. Sehingga endapan
sedimentasi lumpur dan sampah tersebut, mengakibatkan sungai menjadi

15
dangkal dan daya tampung sungai tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
karena, jumlah sedimentasi tersebut semakin bertambah dan menghalangi aliran
air.
Langkah antisipasi dari Pemerintah Kota Bandung untuk menangani
masalah pendangkalan tersebut, adalah dengan melakukan pengerukan sedimen
sungai Citepus setiap dua minggu sekali, dengan mengangkut sedimentasi
sebanyak 2 hingga 3 bak truk dimana satu bak truk pengangkut sampah memiliki
kapasitas 7 meter3.(kompas.com) Hanya saja, sebelum peristiwa banjir oktober
terjadi, pengerukan sedimentasi sungai Citepus mengalami keterlambatan,
sehingga berdampak pada terjadinya Banjir di wilayah Bandung dan sekitarnya.
3.3.3. Faktor DAS
Perubahan fisik yang terjadi di DAS Citepus berpengaruh terhadap
kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Retensi DAS yang dimaksud adalah
kemampuan DAS untuk menahan aliran air di bagian hulu.
Kawasan Bandung merupakan kawasan dengan tinggi pemukiman dan
perumahan. Perubahan dan tata guna lahan yang terjadi di kawasan Bandung
tersebut, menyebabkan retensi DAS berkurang secara drastis. Seluruh air hujan
yang turun, akan begitu saja di lepaskan DAS ke arah hilir tanpa di alirkan ke
sungai. Hal ini, disebabkan karena kemampuan retensi DAS Citepus berkurang
sehingga air yang seharusnya di resapkan ke dalam tanah dan dialirkan ke
sungai-sungai tidak berfungsi.
Perubahan fisik yang menyebabkan berkurangnya kemampuan DAS
Citepus, yang paling terlihat adalah perubahan yang terjadi di bagian hulu, yaitu
di kawasan Lembang. Banyaknya perumahan, gedung dan berbagai macam
bangunan yang dibangun di kawasan Lembang tersebut, pada dasarnya telah
mengakibatkan hilangnya vegetasi, sehingga resapan-resapan air hujan alamiah,
yang seharusnya mampu menampung air di kawasan tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik, sehingga ketika hujan tiba, air yang seharusnya diserap
oleh vegetasi di kawasan hulu akan langsung dialirkan ke bagian hilir yaitu DAS
Citepus. Hanya saja, alih fungsi lahan tersebut, tidak hanya terjadi di kawasan
Lembang yang merupakan kawasan hulu, namun juga di wilayah DAS Citepus
yang merupakan kawasan hilir, maka air limpahan dari hulu tidak mampu di

16
tampung DAS Citepus, karena tidak ada reservoir alami yang dapat berfungsi
sebagai retensi air sehingga air tersebut akan meluap ke permukaan dan menjadi
banjir.
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh pemkot Bandung untuk mengatasi
masalah drainase tersebut, sebenarnya sudah diantisipasi dengan pembangunan
gorong-gorong di sepanjang aliran sungai Cisepu. Gorong-gorong tersebut,
berfungsi untuk menyalurkan air yang Daerah Aliran Sungai adalah wilayah
tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Hanya
saja, gorong-gorong yang dibangun tersebut tidak dapat berfungsi secara
maksimal. Hingga saat ini masih belum diketahui penyebab tidak berfungsinya
gorong-gorong tersebut.
Dari beberapa faktor penyebab Banjir Bandung tersebut, dapat diketahui
bahwa sistem drainase kota Bandung, belum dapat dikatakan baik.
3.3.4. Ilegaloging pada hutan
Selain itu penyebab faktor terjadinya baniir di kota bandung bisa
disebabkan oleh adanya diforestasi hutan menjadi lahan perkebunan sehingga
hal tersebut dapat menyababkan beberapa pohon ditebang untuk pelebaran lahan
perkebenunan yang menyebabkan tanah tidak bisa menampung air hujan yang
cukup deras karena kurangnya daya serap pohon untuk air hujan yang
meneyebabkan daya serapan air yang sangat buruk, atau jumlah curah hujan
yang melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, ketika hujan turun.
Sementara itu kurangnya kesadaran manusia ikut andil dalam proses terjadinya
banjir yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan reboisasi ulang
pada daerah hutan yang telah atau baru ditebangi. Sehingga hal tersbut
menyebabkan tidak adanya lagi tanah serapan untuk digunakan air sebagai
tempat baginya dikala hujan turun, selain itu ilegal logging dapat menyababkan
berkurangnya lahan hijau sebagai tempat resapan air tanah. Akibatnya ketika
hujan tiba tanah menjadi tergerus oleh air dan kemudian air terus meluncur tanpa
adanya penghalang alami yang kemudian menyebabka banjir. Faktor terakhir
penyebab banjir adalah badai. Badai juga dapat menybabkan banjir melalui
beberapa cara yaitu melalui ombak besar.

17
3.4 Banjir dan Penyediaan Air Bersih
Permasalahan yang dapat disoroti dari kasus bencana banjir yang ada di
Bandung tersebut, memberikan dampak yang nyata terhadap penyediaan air
bersih. Warga Bandung yang tinggal di sekitar kawasaan sungai Citepus
mengeluhkan kotornya sumur warga, karena adanya kontaminasi air sumur
dengan air limpahan banjir yang bercampur dengan lumpur. Sehingga, kualitas
fisik air yang terdapat di kawasan tersebut berubah, baik dari segi warna, bau
maupun rasa.
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh PDAM, terkait hal tersebut adalah
dengan memberikan bantuan layanan penyediaan air bersih gratis pada warga
Bandung dengan cara mendistribusikan air kepada warga Bandung yang menjadi
korban bencana Banjir tersebut, melalui truk tanki yang diangkut setiap harinya,
dengan disalurkan menggunakan selang.
Belum diketahui air bersih di kawasan Bandung, akan bertahan hingga
kapan, karena setiap kali hujan tiba, banjir melanda maka penyediaan air bersih
dapat dipastikan berkurang. Terlebih lagi, jika musim kemarau tiba, banyak
sumber air yang kering karena cadangan air yang seharusnya ada di dalam tanah,
menjadi berkurang.
3.5 Pengendalian Banjir
Banjir terus menerus yang terjadi akhir-akhir ini tidak bisa dibiarkan
berlalu begitu saja. Sehubungan dengan besarnya permasalahan banjir,
kekeringan dan kerusakan lingkungan diperlukan penanganan teknis, ekologi
dan sosial yang perlu diterapkan secara paralel. Langkah pengendalian tersebut,
diantaranya:
a. Reboisasi Masal Hulu & Hilir
Reboisasi baik di area hutan maupun di area pemukiman, baik di desa
maupun di kota. Reboisasi dimaksudkan untuk meningkatkan vegetasi
sehingga daerah resapan air menjadi tinggi. Ketika daerah resapan air banyak,
maka air hujan yang turun dapat di alirkan ke dalam tanah, sehingga air
tersebut tersimpan di dalam tanah dan banjir di daerah hilir maupun erosi yang
mungkin dapat terjadi di daerah hulu dapat di cegah. Sehingga, reboisasi pada

18
kasus tersebut, sebaiknya diterapkan di daerah Lembang maupun di daerah
kota Bandung.
b. Meningkatkan Daerah Retensi
Peningkatan jumlah kolam retensi di berbagai kawasan, baik di areal
perkotaan , pedesaan, perkebunan, pertanian, pedesaan . Kolam konservasi ini,
perlu di budidayakan kepada semua lapisan masyarakat, karena kolam
konservasi dapat mencegah terjadinya banjir di bagian hilir. Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah kota Bandung adalah membuat danau retensi buatan
dengan pembebasan lahan di kawasan jalan Bima dan ke empat kawasan yang
rawan banjir dengan upaya luapan air ke daerah Pagarasih dan daerah lainnya
dapat ditekan. Luas dari kolam retensi yang ditargetkan selesai pada bulan
Januari 2017 tersebut, adalah 3000 m2 (tempo.co). Kolam atau danau tersebut
akan berfungsi sebagai parkir air yang akan menampung dan mencegah aliran
air sehingga tidak langsung masuk ke saluran akhir. Satu dari ke empat danau
tersebut yang berada di taman lansia, kini berfungsi dengan baik dan masih
dalam masa uji coba.
Peningkatan daerah retensi tidak hanya dilakukan dengan pembuatan
danau, namun pemprov Bandung bekerjasama dengan Dewan Pemerhati
Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), juga sedang
mengupayakan berjalannya gerakan satu rumah satu sumur resapan. Dimana,
setiap rumah yang ada di kawasan Bandung dihimbau untuk membuat sumur
resapan dengan tujuan air yang berasal dari perumahan tidak mengalir ke
gorong-gorong namun langsung di resapkan ke dalam tanah masing-masing,
sehingga gorong-gorong hanya di khususkan untuk air yang mengalir dari
wilayah hulu saja. Sehingga, potensi untuk terlaksananya misi zero run off,
yang merupakan misi dari kegiatan tersebut, dapat terlaksana.
c. Penerapan Tol Air
Tol air merupakan pipa biasa layaknya pipa air ledeng, akan tetapi pipa
ini sengaja di pasang di titik banjir untuk mengalirkan air
(teropongsenayan.com). Pemerintah kota Bandung, akan melakukan penerapan
tol air ini di kawasan Pagarasih dan Pasteur. Keuntungan dari penerapan
teknologi tol air ini adalah, mencegah luapan air dari saluran-saluran air sungai

19
dan membelah arus air, sehingga air yang mengalir dapat dengan lancar
diarahkan menuju sungai Citepus (tempo.co). Kapasitas tol air yang akan
digunakan oleh pemerintah kota Bandung adalah kapisatas tol air yang mampu
mengalirkan 200 liter air per detik.
d. Karakter Sosio-Hidrolik
Ketiga cara tersebut, sepenuhnya di dukung dengan cara keempat yaitu
pembentukan karakter sosio-hidrolik atau water culture. Sosio-hidrolik adalah
suatu pendekatan penyelesaian masalah keairan, lingkungan dan banjir dengan
membangun kesadaran sosial masal, dimana perlu diberika penyuluhan yang
berfungsi untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya air. Dari kegiatan
penyuluhan yang dilakukan, diharapkan masyarakat dapat sadar
akanpentingnya air bagi kehidupan, dan diharapkan masyarakat dapat
mengurangi kebiasaan bahkan menghilangkan kebiasaan untuk membuang
sampah sembarangan di sungai.
e. Pembuatan Danau sementara
Cara pencegahan yang lain adalah pembuatan “temporary lake” (danau
sementara). Cara ini dapat di terapkan oleh daerah yang sering terkene imbas
luapan air. Secara fisis air akan mengalira dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah. Prisip inilah yang harus di terapkan nantinya saat pembuatan
temporary lake. Bagaimana pembuatan temporary lake ini? Sebelumnya perlu
di ketahui, bahwa pembuatan danau tentu tidak semudah membalikan telapak
tangan. Satu atau dua hari tidak akan selesai. Di perlukan pemikiran utuk
membuatnya. Tempat pembuatan menjadi hal yang harus di perhatikan.
Tujuan utama dari pembuatan danau ini adalah sebagai penampung air
dari luapan air di sungai yang di khawatirkan memnyebabkan banjir.
Pembuatan danau ini sebaiknya di tempatkan di dekat sungai yang berpotensi
menghasilakan banjir ditiap tahun. Kemudian di cari daerah yang bukan
merupakan pemukiman. Memang disini harus ada lahan yang harus di
korbankan untuk tempat pembuatan danau/situ sementara (temporary lake)
tersebut. Danau tersebut di buat di pinggir sungai dengan jarak sekitar lima
sampai tujuh meter. Dihubungkan dengan sungai. Tentunya di perlukan katup
penahan air. Tujuan dari katub in adalah untuk membuka atau menutup sesuai

20
dengan kebutuhan air. Saat air sungau di prediksi akan meluap, katup tersebut
di buka untuk mengurangi luapan air. Air sungai mengalir dalam waktu
tertentu sangat banyak apalagi bila curah hujan sangat lebat.”Mengingat
strategisnya peran Pulau Jawa, maka diperlukan upaya untuk mengembalikan
kondisi Satuan Wilayah Sungai yang penting dalam mendukung penyedian air
baku untuk kegiatan perkotaan, pertanian tanaman pangan dan kegiatan
industri, secara bertahap dan berkesinambungan. Dalam hal ini instrumen
penataan ruang merupakan landasan koordinasi pembangunan yang mengatur
intensitas kegiatan yang memanfaatkan ruang dan mengendalikan konflik antar
kegiatan, dalam satu kesatuan ekosistem wilayah sungai.
f. Penerapan Peraturan
Peraturan yang berkaitan dengan upaya pencegahan banjir lanjutan di
Bandung adalah peraturan tidak diperbolehkannya menggunakan sterofoam
untuk berbagai kemasan produk. Peraturan tersebut, dilaksanakan oleh
pemerintah kota Bandung dengan memberikan surat edaran kepada lurah-lurah
agar melakukan sosialisasi di masyarakat. Peraturan ini dibuat, karena sampah
sterofoam Bandung telah mencapai 27,02 ton, yang rata-rata sampah tersebut
dibuang di sungai. Beberapa banjir yang terjadi d Bandung, tidak jarang
disebabkan oleh sumbatan sampah sterofoam tersebut. Peraturan Daerah K3
(Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan) serta Undang-Undang No 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Mekanisme
penerapan peraturan tersebut berjalan atas laporan dari rakyat. Sehingga,
masyarakat diharap proaktif dalam rangka membantu penerapan peraturan
tersebut. Sanksi yang didapat, apabila masih ada produsen yang menggunakan
sterofoam dalam kegiatan produksinya maupun dagangannya, maka usahanya
dapat ditutup.
Selain itu, peraturan lain yang bertujuan untuk mengurangi banjir di
Bandung adalah, peraturan yang akan diterapkan pada tanggal 1 Januari 2016
terkait pemberlakuan Peraturan Walikota (Perwal) nomor 1023/2016 tentang
Bangunan Gedung Hijau. Isi dari peraturan ini, terkait hak dari Dinas Tata
Ruang dan Ciptakarya yang boleh untuk tidak memberikan izin mendirikan

21
bangunan (IMB) jika gedung atau bangunannya tidak menerapkan konsep
hijau.
Peraturan bangunan gedung hijau tersebut, mangacu pada standar
Internasional, dimana bangunan bintang satu atau yang wajib mengusung
konsep green building adalah gedung atau proyek komersial dengan luas lebih
dari 5000m2. Sementara, rumah tinggal tidak wajib mengusung konsep green
building. Tetapi, jika bangunan bintang dua atau bintang tiga berhasil
meningkatkan kualitas hijau lebih baik, akan diberi intensif berupa
pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Bangunan juga diperbolehkan lebih
tinggi, sesuai dengan kebutuhan komersialnya. Perwal green building kota
bandung tersebut, telah melalui penelitian selama dua tahun dengan bantuan
sponsor dari International Finance Corporation Bank Dunia. Pendaftar izin
mendirikan bangunan, nantinya akan diuji oleh lembaga independent yang
dibentuk oleh Distarcip dalam waktu 2 bulan. Penerapan green building,
tersebut selain diwajibkan untuk menanam tanaman hijau, isi dari peraturan
tersebut juga berkaitan dengan penerapan penguranagn konsumsi energi, emisi
CO2 dan konsumsi air dari gedung (Republika Online.com).

22
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab banjir di Bandung, yaitu
faktor hujan, faktor kurangnya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), dan
faktor pendangkalan sungai. Selain ketiga faktor tersebut, illegalloging
pada hutan juga bisa menjadi salah satu faktor bagaimana banjir bisa
terjadi di kota Bandung.
2. Permasalahan dari kasus bencana banjir yang ada di Bandung tersebut,
memberikan dampak yang nyata terhadap penyediaan air bersih yaitu
kualitas fisik air yang terdapat di kawasan tersebut menjadi menurun, baik
dari segi warna, bau maupun rasa.
3. Terdapat langkah pengendalian untuk mencegah banjir yaitu reboisasi
masal hulu dan hilir, meningkatkan daerah retensi, penerapan tol air,
karakter sosio – Hidrolik, pembuatan danau sementara, penerapan
peraturan,
4. Buruknya system drainase perkotaan tidak mampu untuk menampung
aliran air permukaan. Dengan terjadinya banjir, tentu pasokan untuk air
bersih menjadi berkurang ke masyarakat.
4.2 Saran
1. Pentingnya penerapan peraturan terkait penanggulangan masalah banjir.
2. Pentingnya himbauan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah
ke sungai.
3. Pentingnya melaksanakan reboisasi masal pada hulu dan hilir.
4. Pentingnya meningkatkan kualitas system drainase dan daerah retensi air.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Rahardjanto, Studi Pendahuluan Model Pengelolaan Sumber Daya


Air Partisifatif Akomodatif Guna Antisipasi Konflik Pembagian Air (kasus
sumberawan Kecamatan Singosari Malang). Jurnal, Universitas Indonesia,
2010.
Ade Saptono, Pengelolaan Sumber Daya Alam Antar Pemerintah Daerah dan
Implikasi Hukumnya, Studi kasus Konflik Sumber Daya Air Sungai Tanang
Sumatra Barat. Jurnal Ilmu Hukum, fakultas Hukum dan Pasca Sarjana,
Universita Andalas Padang, 2006.
Asdak, Chay. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 2001. Penanggulangan
Pencemaran Air. Bandung: Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup.
Bandung.Pojoksatu. 2016. Musim Hujan Bandung Disergap Banjir, Penyebab
Drainase Buruk. [online].
http://bandung.pojoksatu.id/read/2015/11/14/musim-hujan-bandung-
disergap-banjir-penyebabnya-drainase-buruk. [13 November 2016]./
Banjarmasin.Tribunnews.com. 2016. Sungai Tak Mampu Tampung Air Hujan
Penyebab Banjir Bandung.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2016/10/24/sungai-tak-mampu-
tampung-air-hujan-penyebab-banjir-di-bandung. [13 November 2013].
BBC.com. 2016. Banjir di Bandung Mulai Surut, Lumpur Menumpuk. [online].
[13 November 2016].
Candra, B. (2010). Penanganan Erosi dan Sedimentasi di Sub DAS Cacaban
Bangunan Check Dam. Semarang: Universitas Diponegoro.
Damanik, Caroline.2016. Semua Sungai yang Lewat Bandung Rusak. [online].
http://regional.kompas.com/read/2016/10/26/18041351/semua.sungai.yang.l
ewati.bandung.rusak. [12 November 2016].
Edukasi. 2010. Macam-macam Pencemaran Lingkungan, (Online),
(http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/macam-macam-pencemaran-
lingkungan-upaya.html) diakses pada tanggal 8 november 2016

24
Gunawan, Restu. 2010. Gagalnya sistem kanal. Jakarta: PT kompas Media
Nusantara.
Jabar.Tribunnews.com. 2016. Waspada Banjir Hujan Lebat Intai Bandung
Hingga Maret 2017 Ini Penjelasan BMKG.[online].
http://jabar.tribunnews.com/2016/10/26/waspada-banjir-hujan-lebat-intai-
bandung-hingga-maret-2017-ini-penjelasan-bmkg. [13 November 2016].
Jasin, Ihasn et all. 2015. Analisis Sistem Drainase Kota Tondano. Universitas
Sam Ratulangi Manado. Volume 3, nomor 9 September 2015.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:c8KNflzDpKIJ:ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jss/article/
download/9815/9401+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. [Diakses 9 Novemver
2016].
Kirnoto, Bambang A. 1994. Hidrolies of Sediment Transport. Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., Roestam Sjarief. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air
terpadu (Edisi 2). Yogyakarta: Andi Offset
Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberapa penyebab dan
metode pengendaliannya dalam perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Kurnia, Ade. 2014. Konsep Pengelolaan Drainase sebagai Sarana dan Prasarana
Perkotaan Secara Terpadu. Volume 1. Nomor 1 tahun 2014.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:dTcqWzMGu7IJ:ejournal.usi.ac.id/downlot.php%3Ffile%3D2-
ade.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id [Diakses 9 Novemver 2016].
Ligal Sebastian, Pendekatan Pencegahan dan Penanggulangan Banjir. Jurnal,
Universitas Sriwidjaja Palembang, 2008
Maryono, Agus. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Gadjah
Mada University Press
Nasional.tempo.co.2016. BMKG Ingatkan Banjir Bandung Bisa Terulang.
[online]. https://nasional.tempo.co/read/news/2016/10/24/058814715/bmkg-
ingatkan-banjir-bandung-bisa-terulang. [13 November 2016].
Prfmnews.com.2016. Sedimentasi dan Sampah Disinyalir Jadi Penyebab Banjir
di Pasteur. [online]. http://www.prfmnews.com/berita.php?
detail=sedimentasi-sungai-dan-sampah-disinyalir-jadi-penyebab-banjir-di-
pasteur. [13 November 2016].

25
Republika.co.id. 2016. Bandung Bangun Danau Resapan di Daerah Potensi
Banjir. [online].
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/11/06/og75th366-
bandung-bangun-danau-resapan-di-daerah-potensi-banjir .[13 November
2016]
Sagala, Saut. 2014. Adaptasi Non Struktural Penduduk Penghuni Permukiman
Padata terhadap Bencana Banjir : Studi kasusu Kecamatan Baleendah,
Kabupaten Bandung. http://www.rdi.or.id/file/pdf/5.pdf [Diakses 9
Novemver 2016].
Samadi. 2007. Geografi SMA Kelas X. Jakarta: Yudistira
Samidjo Jacobus. (2014). Pengelolaan Sumber Daya Air. Semarang : Fpips Ikip
Veteran
Sukayasa, Komang. Makalah Sistem Drainase.13 Oktober 2016.
https://www.academia.edu/6475912/Makalah_tentang_sistem_drainase
Supriyani, Endah et all. 2012. Studi Pengembangan Sistem Drainase Perkotaan
Berwawasan Lingkungan. Universitas Brawijaya Malang. Volume 3, nomor
2, Desember 2012, hlm 112-121.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:4n935ItnY64J:jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/jtp/article/
download/156/152+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id. [Diakses 9 Novemver
2016].
Suryanti, Irma et all. 2013. Kinerja Sistem Drainase Kota Semarang di
Kabupaten Klungkung. Volume 1, nomor 1 Januari 2013.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:BVawmhKIxvMJ:download.portalgaruda.org/article.php
%3Farticle%3D14247%26val%3D957+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
[Diakses 9 Novemver 2016].
Syarifudin, K. 2004. Analisis Gerusan dan Endapan Sedimen pada Sungai Palu.
Tempo.co. 2016. Puluhan Ton Sampah di Sungai Citarum Berhasil Diangkut.
[online]. https://m.tempo.co/read/news/2016/03/25/206756911/puluhan-ton-
sampah-di-sungai-citarum-berhasil-diangkut. [13 November 2016].
Teropongsenayan.com. 2016. Ridwan Kamil Terapkan Teknologi Tol Air Atasi
Banjir, [online]. [13 November 2016].
Tempo.co. 2016. BMKG Ingatkan Banjir Bandung Bisa Terulang. [online].
https://m.tempo.co/read/news/2016/10/24/058814715/bmkg-ingatkan-
banjir-bandung-bisa-terulang. [12 November 2016].

26
Untari, Adelia. 2011. Studi Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap
Debit Di Das Citepus, Kota Bandung. Pascasarjana Fakultas Teknik Dan
Lingkungan Institut Teknologi Bandung

27
LAMPIRAN

Sungai Tak Mampu Tampung Air Hujan Penyebab Banjir di Bandung


Senin, 24 Oktober 2016 23:16

dok. PT Jasa Marga Persero Tbk


Banjir di pintu tol Pasteur, tepatnya di depan Bandung Trade Center, Kota
Bandung.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANDUNG - Kepala Dinas Bina Marga
Kota Bandung, Iskandar Zulkarnaen mengungkapkan penyebab banjir di sejumlah
titik di Kota Bandung.
Zul, sapaan akrabnya, mengatakan, hujan deras membuat aliran sungai tak mampu
menahan tingginya debit air.
Dalam kasus banjir di Jalan Pasteur, luapan air mengalir sejajar di Jalan
Sukamulya ke arah Hotel Topas Pasteur dan bermuara ke Sungai Citepus.
"Karena hujannya terlalu besar, jadi sungainya tidak bisa menampung aliran air,"
ucap Zul kepada wartawan, Senin (24/10/2016).
Buruknya drainase di kawasan Pasteur juga menjadi penyebab air cepat meluap ke
jalan. Kondisi itu diperparah dengan tingginya laju sedimentasi di daerah tersebut.
Ia pun mengakui ada keterlambatan dalam pengerukan sedimentasi di saluran air
di belakang pusat perbelanjaan Bandung Trade Mall (BTC).
"Sebenarnya sudah akan kami keruk tapi hujannya keburu besar. Sebagai
solusinya, kita akan membuat tol air dan pompa air seperti arahan Pak Wali
Kota," jelasnya.
Hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Kota Bandung, Senin,
menyebabkan banjir di sejumlah wilayah.

28
Banjir menerjang jalan-jalan vital Kota Bandung seperti Jalan Dr Djunjunan
(Pasteur) dan kawasan Pagarsih, Kota Bandung.
Berbeda dengan banjir yang biasa hanya menggenang permukaan jalan, kali
ini banjir cukup ekstrem lantaran luapan air cukup deras hingga menyeret
sejumlah kendaraan. (Kompas.com)

29

Anda mungkin juga menyukai