Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS SPASIAL ARCGIS 10.

8 SEBAGAI ALAT IDENTIFIKASI


MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR DALAM
PENGEMBANGAN PARIWISATA GEOPARK KALDERA TOBA,
INDONESIA
Arga Abdi Rafiud Darajat Lubis1, Khairina Azni2
1,
Author: Direktorat Internasionalisasi dan Kerjasama Global, Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia
2
Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Correspondence Author*: argalubis@usu.ac.id


Abstrak
Penelitian ini membahas pengembangan mitigasi bencana longsor untuk
pengembangan pariwisata di wilayah kaldera toba, Kabupaten Toba. Empat
parameter, termasuk kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, dan penggunaan
lahan, mengungkapkan empat tingkat kerentanan longsor: rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Analisis spasial menggunakan ArcGIS 10.8 mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya tanah lonsgsor. Analisis MSP+DM mengategorikan potensi
pariwisata di desa-desa ini sebagai "Embrio". Upaya pembangunan berkelanjutan
dari pemerintah setempat dan partisipasi aktif masyarakat dalam melestarikan
kearifan lokal, objek wisata alam, dan warisan budaya sangat penting. Rekomendasi
meliputi pembaruan berkala data kerentanan bencana, pembentukan rute evakuasi
dan tempat perlindungan, sistem peringatan dini, dan pelatihan masyarakat. Regulasi
penggunaan lahan terbuka untuk pembangunan fisik perlu mendapatkan perhatian,
sementara pemerintah sebaiknya mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur
pariwisata. Memastikan sinergi antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pemangku
kepentingan pariwisata adalah kunci untuk pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan di area ini.
Keywords: Mitigasi bencana longsor, Pengembangan pariwisata, analisis spasial,
MSP+DM, Kalder Toba

I. PENDAHULUAN
Pariwisata, sebagai sektor ekonomi yang menjanjikan, seringkali menghadapi risiko
bencana alam, terutama tanah longsor, yang dapat merugikan keberlanjutan dan
perkembangan pariwisata (Bayuaji et al., 2016). Wilayah Kaldera toba menjadi fokus
penelitian karena jampir mengalami kejadian tanah longsor setiap tahun, menimbulkan
ancaman serius terhadap fasilitas umum, sarana transportasi, dan infrastruktur pariwisata .
Penelitian ini muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan pemahaman lebih
mendalam tentang sebaran dan tingkat kerentanan terhadap tanah longsor. Hasil penelitian
Bayuaji et al. (2016) menjadi relevan, menunjukkan bahwa sekitar 73,244% wilayah
Kabupaten Banjarnegara memiliki tingkat ancaman tinggi terhadap tanah longsor.
Penelitian lain oleh Hamidah dan Widyasamrati (2019) menekankan pentingnya
identifikasi risiko bencana secara rinci, khususnya dalam konteks kawasan pariwisata,
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Penerapan metode identifikasi menggunakan ArcGIS, yang mencakup teknologi Drone,
menandai keandalan dalam memetakan variabel di wilayah penelitian. Adopsi metode
analisis MSP+DM oleh Priatmoko (2019) memberikan kontribusi signifikan dalam
perencanaan pengembangan kawasan wisata. Dalam konteks mitigasi bencana, penerapan
Weighted Overlay pada pemetaan probabilitas zona rawan longsor di Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat, oleh Muhammad Farhan Yassar et al. (2020) menunjukkan bahwa
Kabupaten Sumedang memiliki tingkat kemungkinan sedang sampai tinggi terjadinya
bencana tanah longsor.
Pentingnya pemetaan risiko bencana tanah longsor dan pengembangan pariwisata di
kawasan rawan menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Studi sebelumnya memberikan
dasar yang kuat untuk merumuskan pertanyaan penelitian yang lebih terfokus, termasuk
sejauh mana sebaran dan tingkat kerentanan longsor di Kecamatan Baktiraja, serta
bagaimana upaya mitigasi bencana dapat dirancang untuk mendukung pengembangan
pariwisata. Dengan mengintegrasikan konsep MSP+DM, penelitian ini berusaha
memberikan pandangan holistik dan solusi berkelanjutan dalam mengelola risiko bencana
dan pengembangan pariwisata di wilayah tersebut.
II. Literatur
Banyak faktor yang memengaruhi stabilitas lereng dan dapat menyebabkan terjadinya
tanah longsor. Faktor-faktor penyebab longsor meliputi morfologi permukaan bumi,
penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Aktivitas
manusia seperti pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan
juga turut berperan sebagai penyebab longsor (Mubekti dan Alhasanah, 2008).
Suatu daerah yang berpotensi mengalami longsor dapat diklasifikasikan menjadi tiga
tingkatan kerawanan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah, berdasarkan ciri-ciri seperti jenis
tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng (Peraturan Menteri PU, 2007). Beberapa faktor
penyebab longsor melibatkan elemen seperti jenis tanah, curah hujan, kemiringan lereng,
dan penggunaan lahan (Wati, 2010; Arsyad.S, 2010; Sheila, 1995).
Mitigasi bencana melibatkan upaya untuk mengurangi risiko bencana, termasuk dalam hal
ini tanah longsor. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 menyebutkan bahwa mitigasi
bencana melibatkan pembangunan fisik dan peningkatan kesadaran. Potensi bahaya
utama, seperti tanah longsor, diidentifikasi sebagai fokus mitigasi bencana. Dua
pendekatan utama dalam mitigasi bencana mencakup struktural, yang melibatkan
pembangunan fisik dan teknologi, serta non-struktural, yang melibatkan kebijakan,
peraturan, dan penguatan kapasitas masyarakat.
Pemetaan kawasan bencana dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)
menjadi kunci dalam upaya mitigasi bencana. SIG berbasis komputer memfasilitasi
integrasi data, analisis spasial, dan pemetaan hasil studi pengembangan pemanfaatan
lahan. Metode Overlay, yang merupakan metode analisis spasial dalam SIG, digunakan
untuk menentukan kesesuaian lahan berdasarkan variabel seperti kemiringan lereng, jenis
tanah, curah hujan, topografi, penggunaan lahan, dan potensi bencana longsor.
Dalam konteks pengembangan pariwisata, interaksi multidimensi dan multidisiplin antara
wisatawan, masyarakat setempat, pemerintah, dan pengusaha menjadi kunci.
Pengembangan kawasan pariwisata bukan hanya mengubah, tetapi juga memperbaiki dan
mengemasnya agar menarik bagi wisatawan. Model analisis MSP+DM (Marketibility,
Sustainibility, Participatory, Disaster Mitigation) memberikan alternatif yang lebih
objektif dalam mengukur kelayakan dan potensi pengembangan kawasan pariwisata,
melibatkan aspek pemasaran, keberlanjutan, partisipasi masyarakat, dan mitigasi bencana.
Beberapa penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Bayuaji et al. (2016),
Hamidah dan Widyasamrati (2019), Priatmoko et al. (2019), dan Muhammad Farrel
Syuhada et al. (2022), menunjukkan bahwa pemetaan risiko bencana dan analisis
kerentanan dengan menggunakan SIG dapat memberikan informasi yang relevan dan
mendalam.
Penelitian yang dipaparkan oleh Astri (2023) menyoroti urgensi pengelolaan mitigasi
bencana sebagai langkah antisipatif terhadap potensi kejadian alam yang dapat berdampak
pada sektor pariwisata di Kecamatan Bakit Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Source: Data Analisis Kemungkinan Longsor oleh Astri (2023)

Dalam kerangka konseptual penelitian ini, peneliti menggunakan parameter kondisi fisik
wilayah kaldera toba sebagai dasar untuk menentukan tingkat kerawanan longsor. Proses
ini mencakup pemetaan risiko dengan metode overlay, skoring, dan pembobotan, serta
menghasilkan zonasi daerah rawan longsor. Analisis pengembangan pariwisata di
Kecamatan Baktiraja juga mempertimbangkan variabel kepemasaran, keberlanjutan,
partisipasi, dan mitigasi bencana.
III. Metode Penelitian
Rancangan metode penilitian ini menggunakan Penelitian ini menggunakan berbagai data
spasial dan non-spatial, termasuk peta tutupan lahan, peta kelerengan, peta jenis tanah,
peta curah hujan rata-rata, peta administrasi desa, dan peta sebaran lokasi wisata.
Berbagai alat dan bahan penelitian yang digunakan melibatkan peta tersebut, serta Global
Positioning System (GPS), kompas, kamera, perekam suara, tally sheet, dan alat tulis. Alat
analisis data mencakup penggunaan software seperti Excel dan ArcGIS. Dalam
menganalisis tingkat kerentanan longsor di Kawasan kadera toba. Metode spasial berbasis
SIG diterapkan dengan mempertimbangkan variabel kritis seperti curah hujan, kemiringan
lereng, penutupan lahan, dan jenis tanah. Parameter ini diambil dari berbagai sumber
terpercaya seperti Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan, Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat, serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Metode Indeks Storie digunakan untuk menentukan potensi longsor dan tingkat
kerentanannya, dengan penilaian parameter-parameter yang dikumpulkan.
Kemudian dilakukan analisis Indeks Storie yang disajikan pada rumus berikut ini:
B C D
L= A × × ×
10 10 10
Keterangan
L = Potensi Longsor
A = Curah Hujan
B = Kemiringan Lereng
C = Tutupan Lahan
D = Jenis Tanah

IV. Hasil
Hasil analisis spasial menggunakan ArcGIS 10.8 menunjukkan bahwa wilayah Kaldera
Toba, khususnya Kabupaten Toba, memiliki empat tingkat kerentanan terhadap bencana
tanah longsor: rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Faktor-faktor seperti kemiringan
lereng, curah hujan, jenis tanah, dan penggunaan lahan telah diidentifikasi sebagai
parameter kunci dalam menentukan tingkat kerentanan tersebut. Pemetaan risiko
menggunakan metode overlay dan skoring memungkinkan penentuan zona rawan longsor
yang secara rinci menggambarkan sebaran potensi bencana di desa-desa di sekitar Kaldera
Toba. Desa-desa ini dikelompokkan sebagai "Embrio" potensi pariwisata, menyoroti
tantangan dan peluang yang dapat memengaruhi pengembangan pariwisata di masa depan.
Selanjutnya, analisis MSP+DM (Marketibility, Sustainibility, Participatory, & Disaster
Mitigation) telah mengkategorikan potensi pariwisata di desa-desa tersebut. Temuan
menunjukkan bahwa upaya pembangunan berkelanjutan dari pemerintah setempat dan
partisipasi aktif masyarakat memiliki peran krusial dalam menjaga keberlanjutan objek
wisata alam dan warisan budaya. Rekomendasi dari penelitian ini melibatkan pembaruan
berkala data kerentanan bencana, pembentukan rute evakuasi dan tempat perlindungan,
implementasi sistem peringatan dini, serta pelatihan masyarakat terkait mitigasi bencana.
Selain itu, regulasi yang mendukung penggunaan lahan terbuka untuk pembangunan fisik
perlu mendapatkan perhatian serius, dan alokasi anggaran untuk infrastruktur pariwisata
dianggap penting bagi kesuksesan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di area
ini.
Pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pemangku kepentingan
pariwisata muncul sebagai kunci untuk mencapai tujuan pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan di wilayah Kaldera Toba. Dengan mengevaluasi potensi risiko bencana dan
mengembangkan strategi mitigasi yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata,
penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan dan
peluang di lintasan antara keberlanjutan lingkungan, kelestarian budaya, dan pertumbuhan
ekonomi.

V. Diskusi
Diskusi hasil penelitian ini memperdalam pemahaman tentang dampak dan implikasi
temuan terhadap pengembangan pariwisata di wilayah Kaldera Toba. Identifikasi
kerentanan terhadap tanah longsor sebagai tantangan utama menyoroti urgensi
pengembangan strategi mitigasi bencana yang terintegrasi dalam rencana pengembangan
pariwisata. Penerapan metode MSP+DM menggambarkan bahwa keberlanjutan dan
pemasaran pariwisata dapat terwujud melalui keterlibatan aktif masyarakat, terutama
dalam pelestarian kearifan lokal, objek wisata alam, dan warisan budaya. Sinergi antara
kepentingan lokal, pemerintah, dan pemangku kepentingan pariwisata menjadi elemen
penting dalam mencapai kesuksesan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Dalam konteks mitigasi bencana, rekomendasi untuk pembaruan berkala data kerentanan,
pembentukan rute evakuasi, dan sistem peringatan dini memperkuat perlunya sistem yang
responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi. Pelatihan masyarakat menjadi faktor
kunci untuk membangun kapasitas lokal dalam menghadapi dan merespons bencana
potensial. Regulasi terkait penggunaan lahan perlu diperbarui dan diperketat untuk
menghindari risiko pembangunan fisik yang dapat memperburuk tingkat kerentanan
terhadap tanah longsor.
Selain itu, pengalokasian anggaran untuk infrastruktur pariwisata menjadi langkah
strategis guna mendukung pertumbuhan sektor pariwisata. Diskusi ini menunjukkan
bahwa pengelolaan risiko bencana dan pengembangan pariwisata tidak dapat dipisahkan,
dan integrasi antara kedua aspek tersebut diperlukan untuk mencapai pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan. Kesimpulannya, pengembangan pariwisata di wilayah
Kaldera Toba perlu diarahkan dengan pendekatan yang holistik, mempertimbangkan
kelestarian lingkungan, kearifan lokal, serta keberlanjutan ekonomi dan sosial untuk
mencapai manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat dan pemangku kepentingan
pariwisata.

Daftar Pustaka
Arifin, S. et al. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh Dan SIG Untuk Inventarisasi
Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh,
3(1) : 77-86.
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah Dan Air. Bogor : IPB Press.

Bayuaji, D. G.et al. 2016. Analisis Penentuan Zonasi Risiko Bencana Tanah Longsor
Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kabupaten Banjarnegara).
Jurnal Geodesi Undip, 5(1), ISSN : 2337-845X.
Hamida, F. N. dan Widyasamratri, H. 2019. Risiko Kawasan Longsor dalam Upaya
Mitigasi Bencana Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Pondasi, 24(1) : 67.
Mubekti dan Alhasanah,F. 2018. Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan
Teknik Pemodelan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS; Studi Kasus: Kecamatan
Sumedang Utara dan Sumedang Selatan. Jurnal Teknik Lingkungan, 9(2):118-126.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Jakarta
Priatmoko, S. 2018. Analysis of Marketability, Sustainability, Participatory and Disaster
Mitigation (MSP+DM) for the development of rural Community-Based Tourism
(CBT) destinations Case study: Depok beach, Bantul, Yogyakarta. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science.
Sheila, B. 1995. Penghantar Tentang Bahaya III. Program Pelatihan Manajemen Bencana.
Jakarta : UNDP.
Sitompul, A. 2023. Strategies for Landslide Disaster Mitigation in Baktiraja’s Tourism
Zones, Humbang Hasundutan Regency, Indonesia. Asian Journal of Environment
& Ecology. 23(1) : 24-41. DOI: 10.9734/AJEE/2024/v23i1519
Syuhada, M.F et al. 2022. Analisis Kerentanan Bencana Berbasis SIG (Sistem Informasi
Geografis) Menggunakan Metode Weighted Overlay dengan Scoring di
Kecamatan Sekitar Gunung Api Semeru. Jurnal Teknologi dan Inovasi Industri,
3(2) : 013-017, ISSN 2722-0184, e-ISSN 2722-0192.
Wati et al. 2010. Landslide Susceptibility Mapping With Heuristic Approach in
Mountainous Area a Case Study in Tawangmangu Sub District, Central Java,
Indonesia. International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and
Spatial Information Science, 38(8).
Yassar et al. 2020. Penerapan Weighted Overlay Pada Pemetaan Tingkat Probabilitas
Zona Rawan Longsor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jurnal Geosains dan
Remote Sensing (JGRS), 1(1) : 1-10

Anda mungkin juga menyukai