Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL EKOLOGI LINGKUNGAN

Analisis Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sebagai Penyerap Emisi Gas Karbon
Dioksida (CO2) Pada Kawasan Kampus UNM Parang Tambung

OLEH:
KELOMPOK 1
Fatimah Albatuul Majid (200110500009)
Rifqah Amalia Rahman (200110500002)
Nurlinda (200110500008)
Ajengworo Heryatni (200110502014)
Sri Wahyuni (200110500005)
Andi Gadis Al-Hijra (200110501006)
Aunillah Husmawati Sukwan (200110501005)
Imanuela Wira Dhika (200110502012)
Imam Muhajir Utama (200110501003)
Araspati Putra Perwira (200110502010)

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
BAB 1 PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kebutuhan akan ruang terbuka hijau saat ini menjadi hal yang krusial di tengah
pemukiman yang semakin padat. Menurut Talumepa dkk (2023) ruang terbuka hijau adalah
hal yang penting untuk dimiliki di suatu wilayah karena berfungsi sebagai paru paru dari
wilayah tersebut. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat menyerap karbon dioksida dan emisi gas
berbahaya dan menjadi penghasil oksigen bagi makhluk hidup disekitarnya. Selain itu, RTH
berfungsi menjaga kestabilan fungsi ekologi dan lingkungan dengan menurunkan suhu dan
memberikan suasana sejuk serta menormalkan area resapan air terutama di wilayah perkotaan
(Tarigan & Dewanti, 2023; Musdiana dkk, 2023; Azahra, 2023; Astuti dkk, 2022).
Kota Makassar merupakan salah satu Kota besar di wilayah Indonesia Timur yang
berkembang pesat dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi. Sari (2020)
menyebutkan Kota Makassar kini telah menjadi salah satu kota metropolitan yang juga disebut
Mamminasata. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembangunan infrastruktur dalam berbagai
bidang, baik perkantoran, perumahan, pusat perbelanjaan, dan infrastruktur penunjang
lainnya. Pembangunan ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan karena dapat
mengurangi ketersediaan ruang terbuka hijau. Ketersediaan ruang terbuka hijau semakin
berkurang menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan juga berkurang, sehingga jumlah
CO2 meningkat di udara (Kalalo, 2023).
Dari data Badan Pusat Statistik menyebutkan adanya peningkatan jumlah penduduk satu
tahun terakhir dari 1.423.877 jiwa pada tahun 2021 menjadi 1.427.619 jiwa pada tahun 2022.
Peningkatan jumlah penduduk ini menyebabkan meningkatnya konsumsi energi fosil (bahan
bakar minyak). Tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) ditandai dengan
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Makassar dari
tahun ke tahun tumbuh secara signifikan. Dari laman Harian Fajar (2022) menyebutkan
pertumbuhan kendaraan yang sangat pesat hingga mencapai 1,7 juta unit per tahun 2021.
Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2017 dari data Samsat yang jumlahnya sebesar
1.463.056 unit (Warta Ekonomi, 2020). Hal ini memungkinkan udara di Kota Makassar
menjadi tercemar dan dapat menurunkan kualitas lingkungan.
RTH menjadi salah satu penyelesaian dalam peningkatan kualitas lingkungan perkotaan
(Malioy, 2022). Komponen ruang terbuka hijau berupa jalur hijau, taman kota, tanaman
pekarangan, kebun, dan keberadaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat
meningkatkan produksi oksigen di udara, menyaring partikel debu dan partikel-partikel
pencemar lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Namun
demikian fungsi-fungsi yang diharapkan dari ruang terbuka hijau tidak akan terasa jika luasan
ruang terbuka hijau tidak mencukupi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total daya
serap emisi CO2 serta bagaimana kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam menyerap
emisi CO2 terutama di kawasan kampus UNParangtambung.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, adapun rumusan masalah sebagai berikut.
1. Berapa total daya serap emisi CO2 dari RTH di kawasan UNM Parangtambung?
2. Bagaimana kecukupan RTH dalam menyerap emisi CO2 di kawasan UNM
Parangtambung?
c. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui total daya serap emisi CO2 dari RTH di Kawasan UNM
Parangtambung.
2. untuk mengetahui kecukupan RTH dalam menyerap emisi CO2 di kawasan UNM
Parangtambung.
d. Manfaat
Adapun Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini :
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi instansi yang bersangkutan dan pemerintah
setempat dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
2. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang
memiliki keterkaitan dengan Analisis kecukupan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai
penyerap emisi gas Karbon Dioksida (C02)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Ruang terbuka hijau


Ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan adalah bagian dari hutan kota yang
sifatnya terbuka dan dipenuhi tanaman untuk menciptakan manfaat ekologi, sosial budaya,
ekonomi, dan estetika (Hasdin, dkk, 2021).Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan secara
substansial telah terbukti mampu menekan tingginya suhu udara dan memitigasi urban heat
island dampak urbanisasi (Zang, Biao et al. 2014). Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang bersifat alamiah
maupun sengaja ditanam. Luas area ruang terbuka hijau berdasarkan UU Nomor 26 Tahun
2007 tentang penataan ruang yakni sekurang-kurangnya 30% dari total luas ruang yang terdiri
dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau pribadi. Alasan mendasar
untuk ukuran 30% ruang terbuka hijau perkotaan adalah karena diyakini secara alami mampu
mengatasi lingkungan fisik kritis di wilayah tersebut.
RTH dapat menjadi solusi bagi permasalahan kualitas lingkungan perkotaan karena
komponennya berupa tanaman hijau, vegetasi pohon, taman kota, pekarangan, dan kebun
dapat menghasilkan oksigen, menyerap partikel debu serta polutan sehingga mampu menjaga
kualitas udara perkotaan (Sudarwani & Ekaputra, 2017; Malioy, dkk, 2022). Sejalan dengan
penelitian Laksono & Damayanti (2014) dalam Aly, dkk (2019), menyatakan bahwa polutan
yang dilepaskan ke lingkungan dapat direduksi oleh tutupan vegetasi, dimana pohon dapat
mengurangi dapat mengurangi polusi CO2 di udara sebanyak 569,07 ton/ha/tahun, lebih
banyak dari rumput yakni 12 ton/ha/tahun. Oleh sebab itu RTH memiliki peranan sebagai
faktor penting pengendali keseimbangan ekosistem daerah perkotaan. Pertimbangan akan
keseimbangan ekologi daerah perkotaan dilakukan untuk menahan pembangunan fisik agar
destruksi lahan atau konversi lahan produktif dapat diminimalisir (Miharja, dkk, 2019).

b. Emisi Gas Karbon


Emisi adalah salah satu dari beberapa aspek lingkungan yang berbahaya yang dapat
berdampak terhadap perubahan global di dunia. Bahan bakar minyak yang digunakan dalam
infrastruktur transportasi dikenal sebagai hal yang paling utama yang menghasilkan intensitas
emisi yang tinggi bagi kota besar seperti Jakarta .Dampak yang nyata adalah dengan tingginya
jumlah penduduk yang menderita sakit dari polusi udara. Tutupan lahan atau kota hijau,
termasuk apa yang disebut sebagai 'hutan kota¶ atau ruang terbuka akan memberikan harapan
baru di masa depan sebagai unsur kota untuk mengurangi polusi udara dan emisi ( Herman
Edyanto., 2013).
Emisi karbon dioksida (CO2) adalah salah satu jenis emisi gas rumah kaca yang menjadi
faktor utama timbulnya fenomena pemanasan global. Produksi emisi gas karbon dioksida
(CO2) erat kaitannya dengan aktivitas manusia (anthropogenic activities). Menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), terdapat 5 sektor yang penggunaan
produk, PKPL (pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan), serta limbah (Rypdal, dkk.,
2006).
Perkembangan kota merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan salah satu hal
krusial yang mempengaruhinya adalah aksesibilitas (Putri dan Zain, 2010). Semakin padat
penduduk kota maka kualitas lingkungan semakin rendah (Todaro dan Smith, 2006) atau disaat
pertumbuhan populasi penduduk kota sudah melebihi kapasitas daya dukung lingkungannya.
Pertumbuhan populasi penduduk kota memicu isu-isu lingkungan yang umumnya dibahas
mengenai pemanasan global. Salah satu penyebab pemanasan global adalah adanya gas efek
rumah kaca. Gas efek rumah kaca ini salah satunya adalah gas CO2. Aktifitas penduduk kota
turut mengkontribusi emisi CO2. Secara umum, pencemaran yang diakibatkan oleh emisi CO2
bersumber dari 2 kegiatan yaitu alam (natural) dan manusia (antropogenik) seperti emisi CO2
yang berasal dari transportasi, sampah dan konsumsi energi listrik rumah tangga. Emisi CO2
yang dihasilkan dari kegiatan manusia konsentrasinya relatif lebih tinggi sehingga
mengganggu sistem kesetimbangan di udara dan pada akhirnya merusak lingkungan dan
kesejahteraan manusia (Y. Fujita, H. Matsumoto, H.C. Siong, 2009).
Jasa ekosistem berupa penyediaan (Provisioning) sangat berpengaruh dalam menentukan
area-area yang berpotensi untuk pengembangan ruang terbuka hijau (Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, 2016). Oleh karena itu, penting untuk menanggulangi emisi CO2 pada
Kota Banjarmasin. Salah satu alternatif penyelesaian permasalahan kota yang berkembang di
Indonesia adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau (Green City) sebagai bagian dari
proses pembangunan dan peremajaan kota. Menurut Ernawi (2012) konsep kota hijau memiliki
makna strategis karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan kota
yang begitu cepat dan berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan
seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan
ruang terbuka hijau.
Penghitungan emisi karbon dioksida dimaksudkan untuk mengukur besarnya nilai karbon
dioksida yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap energi fosil.
Dalam perhitungan ini akan diukur beberapa aspek seperti: konsumsi listrik (yang berasal dari
PLN), konsumsi minyak tanah oleh masyarakat, konsumsi bahan bakar premium dan konsumsi
bahan bakar solar (Herman Edyanto., 2013)
c. Karbon dioksida
Karbon adalah komponen penting dari sitem bumi. Karena kemampuannya untuk
bergabung dengan unsur-unsur penting lainnya seperti oksogen, nitrogen, fosfor, hydrogen dan
lainnya. Hasil dari gabungan karbon dan unsur-unsur itu membentuk molekul organic yang
penting untuk metabolism dan pembentukan sel. Karbon atmosfer yang berbentuk karbon
dioksida (CO2) dan metana (CH4) mengurung panas di atmosfer untuk membantu mengatur
iklim di bumi. Perangkap energi ini sering disebut dengan istilah efek rumah kaca. Selain itu
karbon juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan karena pembakaran bahan bakar fosil
berbasis karbon saat ini merupakan cara global dominan dalam produksi energi (Bruhwiler et
al,. 2018).
Siklus karbon global, yaitu proses transportasi karbon ke atmosfer melalui proses
mekanisme, kimiawi, dan biologis. Istilah “kumpulan” atau “cadangan” merupakan jumlah
karbon dalam sistem bumi, sedangkan istilah “fluks” merupakan transfer kabrbon antar
atmosfer. Beberapa fluks karbon sensitive terhadap iklim dan respons mereka terhadap
perubahan iklim dikenal sebagai "siklus karbon". Siklus karbon global terdiri dari siklus karbon
cepat, yang memiliki pertukaran yang relatif cepat di antara lautan, biosfer terestrial, dan
atmosfer, dan siklus karbon lambat, yang melibatkan pertukaran dengan geologis seperti tanah
yang dalam, laut yang lebih dalam, dan bebatuan (Bruhwiler et al. 2018).
Pada proses fotosintesis dan respirasi terjadi pertukaran karbon antara atmosfet dan
biosfer. Karbon yang dikeluarkan dari atmosfer oleh proses fotosintesis akan di difiksasi oleh
akar, batang, daun dan kayu. Kemudian dikembalikan ke atmosfer melalui proses respirasi
autotrofik (tanaman) dan respirasi heterotrofik (mikroba) tanaman dan karbon tanah.
Penguraian CO2 oleh fotosintesis dianggap sedikit lebih tinggi di atmosfer praindustrial
daripada emisi yang ditambahkan dari respirasi dan gangguan alam. (Ciais et al., 2013).
Pertukaran gas antara atmosfer dan lautan tergantung pada perbedaan antara tekanan
parsial CO2 di air permukaan dan CO2 di atmosfer. Karbon dioksida larut dalam air laut untuk
membentuk asam karbonat , yang kemudian membentuk bikarbonat dan karbonat . Reaksi
berpasangan ini secara kimia menyangga air laut, sehingga mengatur pCO2 dan pH lautan.
Karena pCO2 dapat bervariasi secara spasial, karbon keluar dari perairan laut di beberapa
daerah dan diambil di daerah lain. Di daerah dimana terdapat air yang kaya nutrisi dan perairan
laut yang hangat jumlah karbon lebih besar .
BAB III METODE PENELITIAN

a. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan jenis deskriptif kuantitatif. Area pengambilan data dalam
penelitian ini yaitu pada kawasan Kampus UNM Parang Tambung. Metode deskriptif
digunakan untuk menggambarkan kondisi yang ada di area penelitian. Metode kuantitatif
digunakan untuk menentukan luasan dan kemampuan ruang terbuka hijau yang ada saat ini
untuk menyerap CO2 dan besarnya CO2 yang dilepaskan.
b. Lokasi penelitian
Lokasi Penelitian Berada di Kampus Parang Tambung, Universitas Negeri Makassar, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan.

c. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data kuantitatif dapat diperoleh dalam pengambilan data dalam
bentuk survey. Pada penelitian ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu menentukan
nilai CO2 menggunakan CO2 meter untuk mengetahui jumlah emisi CO2 yang ada saat ini.
Kemudian menginventarisir jenis vegetasi di lokasi penelitian untuk melihat perbandingan
emisi CO2 yang berbeda lokasi sampel. Dari hasil pengambilan sampel CO2 di beberapa
lokasi penelitian, akan diolah dengan teori kebutuhan ruang terbuka hijau untuk mengetahui
kebutuhan ruang terbuka hijau saat ini (Suwarna, 2020).
d. Analisis Data
Dalam tahapan analisis data diawali dengan pembuatan kerangka penelitian, melakukan
studi terhadap berbagai literatur, melakukan pengumpulan data, serta menuangkan data
kedalam hasil dan pembahasan untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Adapun penjabaran
analisis data sebagai berikut.
a. Pengukuran Lalu lintas : berupa perhitungan terhadap jenis kendaraan, jumlah kendaraan
setiap jenisnya, rerata jumlah per jamnya dan per harinya
b. Proyeksi kendaraan di tahun 2023, menggunakan asumsi jumlah mahasiswa aktif ,
pegawai, dan dosen 5-10 tahun terakhir. Perhitungan proyeksi menggunakan regresi baik
geometrik, aritmatik, ataupun least square
c. Perhitungan Beban Emisi menggunakan rumus
Q = Ni x Fei x Ki x L (KMLH, 2012)
KMLH, Pedoman penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional Buku II Volume
1 Metodologi perhitungan tingkat emisi gas rumah kaca pengadaan dan penggunaan
energi. Indonesia, Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup (2012)
Keterangan:
Q = Jumlah emisi (gr/jam)
Ni = Jumlah kendaraan bermotor tipe-i (kendaraan/jam)
Fi = Faktor emisi yang dapat dilihat pada Tabel 3
Ki = Konsumsi energi spesifik tipe-i (liter/100km)
L = Panjang jalan (km) y
d. Perhitungan Daya Serap RTH Eksisting : dimana tahapan ini ialah melakukan pengalian
skala faktor terhadap daya serap jenis tumbuhan dengan jumlah pepohonnnya dalam
lingkup kampus
e. Evaluasi RTH yaitu tahapanuntuk evaluasi kemampuan RTH dengan cara mengurangi
total emisis CO2 aktual (g/jam) dengan total daya serap Co2 oleh RTH jlan (g/jam)
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W., Putri, B. L. R., Anwar, K., Yanti, N., & Pambudi, P. (2022). Estimasi Kebutuhan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berdasarkan Urban Heat Island (UHI) di Kota Semarang.
Jurnal Riptek, 16(2), 97-100.
Azahra, S. D., Kartikawati, S. M., & Pramulya, M. (2023). Potensi Jenis Pohon pada Ruang
Terbuka Hijau Kota Pontianak dalam Ameliorasi Iklim Mikro. JURNAL BIOS LOGOS,
13(1), 27-35.
Bruhwiler, L., A. M. Michalak, R. Birdsey, J. B. Fisher, R. A. Houghton, D. N. Huntzinger,
and J. B. Miller, (2018): Chapter 1: Overview of the global carbon cycle. In Second
State of the Carbon Cycle Report (SOCCR2): A Sustained Assessment Report
[Cavallaro, N., G. Shrestha, R. Birdsey, M. A. Mayes, R. G. Najjar, S. C. Reed, P.
Romero-Lankao, and Z. Zhu (eds.)]. U.S. Global Change Research Program,
Washington, DC, USA
Ciais, P., C. Sabine, G. Bala, L. Bopp, V. Brovkin, J. Canadell, A. Chhabra, R. DeFries, J.
Galloway, M. Heimann, C. Jones, C. Le Quéré, R.B. Myneni, S. Piao and P. Thornton,
(2013) Carbon and Other Biogeochemical Cycles. In: Climate Change 2013: The
Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fifth Assessment
Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Stocker, T.F., D. Qin, G.-
K. Plattner, M. Tignor, S.K. Allen, J. Boschung, A. Nauels, Y. Xia, V. Bex and P.M.
Midgley (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New
York, NY, USA.
Ernawi, I.S. (2012). Gerakan Kota Hijau: Merespon Perubahan Iklim dan Pelestarian
Lingkungan. Bulletin Tata Ruang. (Januari-Pebruari 2012): 4-7
Harian Fajar (2022), https://harian.fajar.co.id/2022/03/21/17-juta-kendaraan-di-makassar-
penduduknya-15-juta/
Herman Edyanto.( 2013) Emisi karbon sebagai dasar implementasi penyediaan ruang terbuka
hijau di DKI Jakarta (8 April 2013).
Kalalo, J., Rondonuwu, D. M., & Syafriny, R. (2023). Preferensi Masyarakat Terhadap
Pemanfaatan Taman Kota Sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Manado. JURNAL
BIOS LOGOS, 13(1), 7-15.
Kota Makassar, (2019). https://makassarkota.bps.go.id/indicator/12/72/1/jumlah-penduduk-
menurut-kecamatan-dan-jenis-kelamin-di-kota-makassar.html
Malioy, V. I., Boreel, A., & Loppies, R. (2022). ANALISIS KEBUTUHAN RUANG
TERBUKA HIJAU DALAM MENYERAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA
AMBON. JURNAL HUTAN PULAU-PULAU KECIL, 6(1), 109-118.
Miharja, F. J., Husamah, H., & Muttaqin, T. (2018). Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau
sebagai penyerap emisi gas karbon di kota dan kawasan penyangga Kota Malang.
Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (Journal of Environmental
Sustainability Management), 165-174.
Musdiana, S. N., & Priyana, Y. (2023). Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di
Kecamatan Bekasi Barat Kota Bekasi Tahun 2021 (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Rypdal, K., Paciornik, N., Eggleston, S., Goodwin, J., Irving, W., Penman, J., & Woodfield,
M. (2006). Chapter 1 Introduction to the 2006
Sari, Y. P. (2020). Peluang dan Tantangan Makassar Sebagai Kota Dunia (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).
Suwarna, M., Saragih, G. M., & Pratomo, S. (2020). Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
sebagai Penyerap Gas CO2 (Studi Kasus: Kecamatan Telanaipura Kota Jambi). Jurnal
Daur Lingkungan, 3(1), 18-22.
Talumepa, R. A., Benu, O. L. S., & Lumingkewas, J. R. (2023). Persepsi Masyarakat Terhadap
Ruang Terbuka Hijau Di Kecamatan Singkil Kota Manado. AGRI-SOSIOEKONOMI,
19(1), 1015-1022.
Tarigan, P. L., & Dewanti, F. D. (2023). KOMPOSISI VEGETASI DI RUANG TERBUKA
HIJAU DATARAN RENDAH, SURABAYA TIMUR. Plumula: Berkala Ilmiah
Agroteknologi, 11(1), 71-81.
Warta Ekonomi (2021), https://wartaekonomi.co.id/read148010/jumlah-kendaraan-bermotor-
di-makassar-tembus-146-juta-unit
Y. Fujita, H. Matsumoto, H.C. Siong., “Assessment of CO2 emissions and resource
sustainability for housing construction in Malaysia,” International Journal of Low-
Carbon Technologies 2009, Vol. 4 (2009, Mar.) 16-26.

Anda mungkin juga menyukai