Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/307858675

Analisis Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Transjakarta sebagai Alternatif


Perpaduan Infrastruktur dengan Ruang Terbuka Hijau melalui Pemanfaatan
Sistem Informasi Geografis (SIG)...

Conference Paper · January 2013

CITATIONS READS
0 985

1 author:

Lady Kautsar
University of Indonesia
5 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Climate and Development Knowledge Network (CDKN) View project

All content following this page was uploaded by Lady Kautsar on 06 September 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Geo-Environment Scholars Championship 2013 (SubTema: “Green Life Perkotaan dan Pedesaan”)

Analisis Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Transjakarta sebagai


Alternatif Perpaduan Infrastruktur dengan Ruang Terbuka Hijau
melalui Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG)
dan Penerapannya di DKI Jakarta
Lady Hafidaty Rahma Kautsara, Siti Hamimab
a
Mahasiswa, Departemen Geografi, Fakultas FMIPA UI, lady.hafidaty@gmail.com
b
Mahasiswa, Departemen Geografi, Fakultas FMIPA UI, siti.hamima04@gmail.com

ABSTRAK

Dampak perubahan iklim akibat pemanasan global yang parah dan lebih awal, diprediksi diterima
kawasan tropis, termasuk Indonesia. DKI Jakarta diperkirakan mencapai suhu terpanas di tahun 2029 [1].
Tanda perubahan perubahan cuaca terpanas tercepat di ibukota negara, DKI Jakarta, telah ditandai dengan
peningkatan suhu sebesar 12,52oC dari tahun 1940 (26,48 oC) hingga tahun 2012 (39oC) [2,3,4]. Sebagai
respon adaptasi dan mengurangi pemanasan global, pemerintah mencanangkan Program Pengembangan
Kota Hijau (P2KH) [5]. Namun, RTH, salah satu fokus utama P2KH, terkendala keterbatasan lahan,
perubahan atau penyimpangan fungsi RTH [6].
Di Jakarta, luas RTH dari 35% pada tahun 1970-an menjadi 10% pada tahun 2009 [7], kemudian
pada tahun 2011 menjadi 9,8% [8]. Padahal fungsi pengendali keseimbangan ekologis struktur kota dapat
terjadi apabila RTH memiliki proporsi minimal 30% dari keseluruhan kota [7]. Berkaitan kendala dan
fungsi RTH di Jakarta, perlu strategi pemanfaatan “celah” ruang yang memiliki potensi lahan, seperti
jalur jembatan pejalan orang (JPO).
Penelitian membahas prioritas lokasi JPO Transjakarta untuk RTH Taman Atap melalui metode
overlay dengan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (GIS). Matriks penentuan prioritas ialah suhu
permukaan, sebaran CO, Indeks Vegetasi, persebaran JPO Transjakarta. Sesuai tujuan penelitian aplikatif
yaitu untuk penerapan RTH Taman Atap di JPO Transjakarta, dilakukan penelitian persepsi dan
preferensi pengguna JPO dengan metode kuisioner.
Hasil persebaran prioritas RTH Taman Atap di JPO Transjakarta berada di wilayah Jakarta Barat,
Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Prioritas tinggi di JPO koridor 4, 6, 8, 9; prioritas sedang di JPO
koridor 1, 2; prioritas rendah di JPO koridor 3, 5, 7, 10, 11. Diketahui selanjutnya bahwa pengguna JPO
Transjakarta kurang mengetahui UHI, tetapi menyatakan ketidaknyaman terhadap UHI dari indikator
suhu dan kuantitas polutan. Preferensi menunjukkan persetujuan terhadap adanya Taman Atap di JPO
Transjakarta, terutama untuk tanaman anti polutan dengan pilihan tanaman Lidah Mertua (Sansiviera),
bunga, tanaman merambat, dan tanaman perdu.

1. PENDAHULUAN
Kawasan tropis, termasuk Indonesia, tahun 1940 (26,48 oC) hingga tahun 2012 (39oC)
diprediksi akan menerima perubahan iklim yang [2,3,4]. Sebagai respon adaptasi dan
parah dan jauh lebih awal di dunia mengurangi pemanasan global, pemerintah
dibandingkan kawasan Artik dan lainnya. Kota mengantisipasi melalui percepatan Program
pertama di Indonesia yang mengalami dampak Pengembangan Kota Hijau (P2KH)[5].
yaitu di Kota Manokwari, Propinsi Papua, Salah satu P2KH ialah penyediaan Open
dengan perkiraan suhu terpanas di tahun 2020. Green Space atau Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Sedangkan kota kedua ialah DKI Jakarta dengan Di perkotaan, implementasi RTH minimal
suhu terpanas di tahun 2029 [1]. sebesar 30% (RTH publik 20% dan RTH privat
Tanda perubahan cuaca terpanas tercepat di 10%) [7]. Namun, pelaksanaannya terkendala
ibukota negara, DKI Jakarta, telah ditandai dengan keterbatasan lahan, perubahan atau
dengan peningkatan suhu sebesar 12,52oC dari penyimpangan fungsi RTH, kerusakan akibat
ulah masyarakat dan pencemaran lingkungan Vegetasi dari RTH berfotosintesis menyerap
serta keterbatasan dana dan fasilitas bagi energi matahari lebih besar, efek bayangan dan
pengelolaan dan pemeliharaan RTH (NKLD, evapotranspirasi meningkatkan kelembaban
2002; Setiawan, 2006) [6]. Untuk RTH publik udara sehingga suhu menjadi lebih rendah
selama 30 tahun terakhir pun menurun (Vooght, 2004; US EPA, 2006; Apsari, 2007)
kuantitasnya secara signifikan, termasuk di [11].
Jakarta dari awal 1970-an RTH sebesar 35% Guna memperluas nilai manfaat RTH
menjadi 10% pada tahun 2009 (Siahaan, 2010; sebagai mereduksi GRK serta merespon
Dwihatmojo, 2013)[7], kemudian pada tahun pemanasan global, perlu dilakukan strategi
2011 menjadi 9,8% [8]. penempatan RTH. Keterbatasan lahan dan
Padahal proporsi minimal 30% RTH penerapan tata ruang yang tidak konsisten
merupakan ukuran minimal untuk merupakan permasalahan utama RTH di
mengendalikan keseimbangan ekologis struktur perkotaan [7]. Oleh karenanya diperlukan
kota, termasuk diantaranya menjamin strategi RTH secara maksimal di lahan
keseimbangan ekosistem kota, sistem hidrologi minimalis.
dan sistem mikroklimat, sistem ekologis Berkaitan dengan hal tersebut dikenal
lainnya, yang selanjutnya meningkatkan konsep teknik lanskap Taman Atap (Roof
ketersediaan udara bersih yang diperlukan Garden atau Roof Landscape). Konsepnya ialah
masyarakat [9]. memberdayakan potensi ruang atap atau teras
Akibat ketidaksesuaian proporsi minimal rumah atau gedung sebagai lokasi ruang terbuka
dengan RTH, timbul berbagai hijau berupa taman yang dapat memberikan
ketidaknyamanan, seperti ketidaknyamanan banyak manfaat baik dalam skala mikro maupun
suhu perkotaan yang ditandai kutub-kutub panas skala kota (Pramukanto, 2006; Apsari,
di pusat kota. Keterkaitan kutub-kutub panas ini 2007)[11].
dengan suhu di daerah sekitarnya kemudian Beberapa manfaatnya ialah membuat
disebut sebagai fenomena urban heat island pemandangan lebih asri, teduh, sebagai
(UHI). Umumnya suhu udara tertinggi berada di insulator panas, menyerap gas polutan,
pusat kota dan menurun secara bertahap ke arah mencegah radiasi ultraviolet dari matahari
pinggir kota (sub urban) hingga ke desa langsung masuk ke dalam rumah, dan
(Lansberg, 1981; Adiningsih, et.al 2001) [10]. merendam kebisingan. Taman Atap bersifat
UHI merupakan ancaman bagi warga kota, intensif (dimana kegiatan yang didalamnya aktif
karena berakibat gangguan kesehatan baik fisik dan variatif serta menampung banyak orang)
dan psikologis hingga dapat menyebabkan dan bersifat ekstensif (dimana mempunyai satu
pingsan serta kematian. Efek panas UHI pun jenis kegiatan dan tidak melibatkan banyak
meningkatkan pemakaian pendingin ruangan orang, atau tidak diperuntukkan untuk kegiatan
(AC) sebagai adaptasi terhadap panas manusia). Konsep ini sesuai untuk tanaman
((Neiburger et al (1995), Voogt (2004) dan US yang tidak terlalu besar dengan sistem
EPA (2006); Apsari (2007) dengan perakaran yang mampu tumbuh pada lahan
perubahan)[11]. terbatas, tahan hembusan angin dan tidak
Dampak langsung emisi dari aktivitas memerlukan banyak air [13].
perkotaan memicu peningkatan UHI. Emisi Pemerintah dapat melakukan langkah
perkotaan yang dimaksud ialah yang terutama strategis dengan memanfaatkan ruang publik
menyumbangkan GRK, yaitu sektor yang sebenarnya memiliki potensial “lahan”
transportasi. Di Jakarta transportasi untuk RTH melalui konsep Taman Atap. Dalam
menyumbang 70% emisi, antara lain partikulat hal ini peneliti memilih “jembatan” penerapan
debu (PM10 atau TSP), Nitrogen Oksida (NOx), konsep Taman Atap dalam ruang publik.
Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida Jembatan merupakan salah satu bangunan
(CO), Hidrokarbon (HC)[12]. pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur
Kurangnya RTH bukanlah penyebab lalu lintas[14]. Pada dasarnya, jembatan adalah
semata-mata timbulnya UHI. Keberadaan RTH, bangunan pelengkap jalan yang berfungsi
yang terdiri dari berbagai vegetasi sebagai melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua
organisme pereduksi GRK, merupakan solusi ujung jalan akibat adanya hambatan berupa
guna memperbaiki iklim mikro perkotaan. sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta
jelanan dan jalan kereta api yang menyilang. untuk RTH. Dalam jangka panjang, hasil ini
Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang dapat dimasukkan kedalam pengembangan
(JPO) adalah fasilitas pejalan kaki untuk wilayah Jakarta guna merespon
menyeberang jalan yang ramai dan lebar atau ketidaknyamanan suhu akibat pemanasan global
menyeberang jalan tol dengan menggunakan serta mengurangi polutan udara tidak hanya di
jembatan, sehingga orang atau lalu lintas ibukota tetapi juga di kota-kota besar lainnya di
kendaraan dipisah secara fisik. Taman Atap Indonesia.
pada JPO berada di jalur penghubung jalan
untuk pejalan kaki. Taman Atap JPO, mirip DASAR TEORI
seperti jalur hijau tetapi berada di atas bangunan Penentuan lokasi prioritas JPO Taman Atap
serta memiliki sifat ekstensif Taman Atap. dapat dilakukan dengan memanfaatkan Sistem
Berdasarkan observasi peneliti, beberapa Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan
JPO di Jakarta selain sebagai sarana suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat
penghubung, telah berfungsi ganda untuk keras komputer (hardware), perangkat lunak
publikasi pada sisi jembatan. Namun rekayasa (software), data geografis, dan personil yang
teknik lanskap dengan teknik konstruksi dirancang secara efisiien untuk memperoleh,
jembatan dapat membuat ganda guna keperluan menyimpan, memperbarui, memanipulasi,
RTH. Ada manfaat langsung pada pejalan kaki menganalisis dan menampilkan semua bentuk
yang melintasi jembatan. Pertama, RTH di informasi bereferensi geografis[15]. Penyediaan
jembatan meningkatkan kualitas udara data SIG dapat dibantu dengan penginderaan
konsumsi pejalan kaki saat melintasi jembatan. jauh melalui interpretasi citra digital.
Penyebabnya, RTH mengurangi polutan di Penginderaan jauh merupakan ilmu dan
udara dari emisi transportasi yang melintas di seni untuk memperoleh informasi tentang
bawah jembatan. Kedua, pejalan kaki dapat obyek, daerah, atau gejala dengan cara
lebih nyaman melintasi jembatan, karena RTH menganalisis data yang diperoleh dengan
memperbaiki iklim mikro. menggunakan alat tanpa kontak langsung
Penelitian di wilayah Jakarta ini dibatasi terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji.
pada JPO di halte Transjakarta. Pada halte Perekaman atau pengumpulan data
Transjakarta, JPO berfungsi ganda sebagai penginderaan jauh dilakukan dengan
tempat pemberhentian bis Transjakarta, serta menggunakan alat pengindera (sensor) yang
sarana penyeberangan bagi pejalan kaki dipasang pada pesawat terbang atau satelit.
pengguna Transjakarta maupun non–pengguna Interpretasi citra, dapat dilakukan manual
Transjakarta. maupun digital. Interpretasi citra digital
Pembahasan diutamakan pada penentuan merupakan evaluasi kuantitatif tentang
lokasi prioritas JPO yang perlu segera diberikan informasi spektral yang disajikan dalam citra,
Taman Atap, dengan memanfaatkan Sistem dan dapat dilakukan dengan bantuan komputer
Informasi Geografis (SIG) melalui metode malalui pengenalan pola spectral (Lillesand dan
overlay pada suhu permukaan daratan, indeks Kiefer, 1994) [16].
vegetasi, buffering CO di koridor jalan utama, Guna menunjang perencanaan kota (city
serta lokasi halte Transjakarta yang memiliki plan) berupa Taman Atap di Transjakarta JPO,
JPO. Kemudian, hasil yang diperoleh perlu dilakukan penelitian persepsi dan
dideskripsikan melalui perspektig analisis preferensi dari pejalan kaki pengguna jembatan.
spasial. Dikarenakan penelitian bersifat Persepsi merupakan suatu proses psikologis
aplikatif, dilakukan penelitian tambahan guna yang menandai kemampuan seseorang untuk
perancangan kota (city plan) melalui penelitian mengenal dan mendeskripsikan suatu objek
persepsi dan preferensi pejalan kaki apabila yang ada di lingkungannya (Sutaat, 2005;
Taman Atap diterapkan di JPO. Apsari, 2007) [11]. Sedangkan preferensi adalah
Diharapkan paper ini dapat dipakai sebagai suatu hal yang harus didahulukan, dan
acuan awal pemerintah berwenang dalam diutamakan daeriapada yang lain, prioritas,
menerapkan konsep kota hijau melalui pilihan, kecenderungan dan yang lebih disukai
memperbesar nilai manfaat ruang publik JPO (Wojowasino, 1980; Subiakto, 2009)[17].
2. ISI
Di Jakarta, keterkaitan antara RTH dengan umum, semakin cepat laju kendaraan maka gas
UHI yaitu setiap pengurangan 50% RTH CO yang dilepaskan akan semakin besar[22].
menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar Untuk indikator CO di Jakarta, Yuniharto
0,4 hingga 1,8oC, sedangkan penambahan RTH (2007) menyebutkan bahwa pencemaran udara
50% menurunkan suhu udara sebesar 0,2 hingga karbon monoksida (CO) di DKI Jakarta
0,5oC (Effendy, 2007) [18]. Namun, RTH di memiliki persebaran tinggi dibagian tengah
Jakarta dinamika proporsi RTH berkurang (pusat), dan semakin berkurang ke pinggir kota.
sepanjang tahun, yakni 28,8% (tahun 1984), Dalam penelitian tersebut, RTH memiliki
9,12% (tahun 2003), 6,2% (tahun 2007) [19]. keterkaitan di 14 koridor jalan utama di DKI
Padahal, hasil kajian Purnomoadi (1995) Jakarta. Apabila RTH cenderung kurang atau
menjelaskan RTH berperan dalam pengendalian sedikit di koridor tersebut maka kadar CO
kualitas udara di DKI Jakarta. RTH mampu meningkat, dan sebaliknya. Disebutkan bahwa
menekan emisi CO, NOx dan Pb (melampaut luas CO yang tinggi (lebih 1,7 mg/m3) meliputi
baku mutu KepMenLH 02/1998) dari sektor radius 500 dan 1000 meter di 14 koridor jalan
transportasi (90%), industry (7%), sampah kota utama dengan persebaran CO tinggi antara lain
(3%) dan rumah tangga (<1%) masing-masing koridor Pulo Gadung–Bunderan HI, Kalideres–
sebesar 3%, 2% dan menekan emisi Pb sebesar Harmoni, Pulo Gadung-Harmoni, Kp.Melayu-
2% terhadap boot emisi. Kehadiran RTH lewat Cawang-Cideng, Tanjung Priok-Cawang.
reduksi emisi gas seperti NOx (termasuk gas Disebutkan bahwa ada 2 koridor jalan yang
rumah kaca, yang mempunyai kemampuan menjadi Wilayah Prioritas Utama yaitu wilayah
menyerap panas 300 kali dibandingkan CO2) yang harus segera dilakukan penambahan luas
akan mengurangi dampak pemanasan lokal dan RTH dalam bentuk Jalur Hijau Jalan (JHJ),
regional seperti UHI (Purnomoadi, 1995) [13]. yaitu koridor 9 (ruas Jalan Warung Jati-
UHI dapat dapat dikurangi melalui Menteng) dan koridor 12 (ruas Jalan Lebak
pembangunan berkelanjutan. Beberapa cara Bulus-Kebayoran Lama) [23].
tersebut ialah mengurangi penggunaan material, Penyediaan Bus Rapid Transit (BRT)
mengurangi emisi dari sektor transportasi Transjakarta sejak 15 Januari 2001 membantu
dengan pengendalian emisi (uji emisi), penyediaan JPO di kotamadya Jakarta,
memperbanyak penanaman vegetasi yaitu meskipun tidak semua halte Transjakarta
dengan menggalakkan RTH [20]. Penanaman tersedia JPO, seperti di halte Halimun.
vegetasi dianggap yang paling mudah dan Persebaran dan integrasi koridor dengan halte
memiliki banyak manfaat. Pengurangan gas-gas Transjakarta sekaligus JPO memiliki potensi
merugikan penyebab UHI dapat dikurangi oleh pengembangan untuk penambahan pemerataan
mekanisme dari tanaman. Beberapa gas dari fungsi RTH. Tutupan vegetasi di sekitar
transportasi pun dapat dikurangi dengan BRT Transjakarta dapat menjadi indikator
mekanisme ini, khususnya dengan menanam perlunya pengembangan RTH di JPO.
tanaman anti polutan.
Pengendalian terhadap emisi di udara dari METODOLOGI
sektor transportasi, khususnya kendaraan Penentuan lokasi prioritas Taman Atap
bermotor di darat, merupakan upaya pada JPO Transjakarta melalui metode overlay
menurunkan UHI, serta meningkatkan kualitas dengan pemanfaatan Sistem Informasi
kesehatan warga kota. Perlu adanya peningkatan Geografis (SIG) melalui software ArcGIS 9.3.
RTH pada titik-titik lokasi penghasil emisi. Sebagian data dikumpulkan dengan interpretasi
Penentuan prioritas RTH selain dengan digital berbasis penginderaan jauh dengan
indikator tinggi volume serta kepadatan lalu software ENVI 4.7. Data penginderaan jauh
lintas, dapat diketahui melalui sebaran tingginya diperoleh gratis dari website resmi United States
emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor. Geological Survey (USGS).
Penelitian Asmawani (1996) menyebutkan Berikut deskripsi keseluruhan data untuk
bahwa semakin cepat kendaraan melaju, penentuan lokasi prioritas:
semakin tinggi emisi yang dihasilkan [21]. 1. Peta Suhu Permukaan Daratan.
Penelitian lain menjelaskan bahwa secara Sumber data menggunakan Citra Landsat 7
dengan tutupan awan 0% tanggal 29 Juli 2012
[24]. Pencarian data 0% dikarenakan apabila Sumber data melalui metode manual digitasi
masih terdapat awan akan mempengaruhi pengumpulan data dari Peta Transjakarta dari
nilai interpretasi suhu. Olah data dengan website resmi Transjakarta [25], Peta
ENVI 4.7 memanfaatkan band 4 dan band 3, Megapolitan Jakarta-Bogor-Tangerang-
yang dikonversikan ke dalam Radian, lalu Bekasi-Depok-Kawarawang-Kota Cianjur
Kelvin, kemudian suhu Celcius, melalui suatu Tahun 2013 [26], data digital jalan serta
rumus algoritma. Klasifikasi terdiri atas 10 bangunan di sekitar di Jakarta dari BPN dan
suhu yakni 0-20oC, 20-22 oC, 22-24 oC, 24-26 Open Steet Map.
o
C, 26-28 oC, 28-30 oC, 30-32 oC, 32-34 oC,
34-36 oC. Berikut ini matriks Taman Atap JPO
2. Peta Tutupan Vegetasi. Transjakarta
Sumber data ialah Citra Landsat 8 OLI TIRS RTH Cukup Butuh Sangat
L1T perekaman 25 Agustus 2013 (tutupan Variabel Butuh Butuh
awan 9%) [24]. Pembuatan peta dibantu olah Suhu 0-24 24-30 >30
data di ENVI 4.7 dengan metode NDVI (UHI)
(Normalized Difference Vegetation Index). Vegetasi -0,01 s/d 1 -1 s/d -0,0.9 dan
NDVI ialah metode untuk mengukur tingkat (RTH) (ada -0.09 s/d -0.01 dan
kehijauan vegetasi (indeks -1 hingga 1), vegetasi) (tidak ada vegetasi)
dengan representasi tingkat kehijauan daun CO Buffer Buffer Buffer
dari fluktuasi konsentrasi klorofil. Tingkat >1000 m 1000 m 500 m
kehijauan daun berfluktuasi sesuai perubahan JPO Terjangkau matriks masing-
kondisi vegetasi selama perkembangan dan Busway masing diatas
pertumbuhannya. Semakin mendekati 1,
tingkat kehijauan daun semakin tinggi dan Pembuatan peta berdasarkan matriks diatas
semakin negatif menunjukkan daerah bukan dibantu model builder dengan ArcGIS 9.3.
vegetasi. Klasifikasi awal otomatis ada 8 Kemudian hasil dianalisa untuk menentukan
klasifikasi (-0.15 hingga 0.06), lalu prioritas RTH berkonsep Taman Atap di JPO
diklasifikasi ulang sesuai kebutuhan. Dibantu Transjakarta.
interpretasi band 321 serta google earth Untuk penelitian tambahan persepsi
didapatkan klasifikasi: 0.01 hingga -0.09 dan preferensi terhadap penerapan Taman Atap
(bangunan bervegetasi rendah), -0.09 hingga - di JPO melalui metode kuisioner. Sampel
0.01 (badan air dan jalan), -0.01 hingga - mempergunakan 50 responden yang mewakili
0.01(tanpa vegetasi), 0.01 hingga 1 (vegetasi pengguna jembatan Transjakarta. Daftar
sedang atau tinggi). pertanyaan disusun untuk mengetahui kondisi
3. Peta Karbon Monoksida Jakarta suhu (UHI) dan polutan (salah satu penyebab
Sumber data dari hasil penelitian Yuniharto UHI) di JPO, serta preferensi desain roof garden
(2007) [23], kemudian dilakukan digitasi di jembatan.
jalan utama dengan CO tinggi, dan dilakukan
buffer 500 m dan 1000 m
4. Peta Jembatan Transjakarta.

3. ANALISIS
Berdasarkan hasil overlay sesuai matriks, Kuningan TImur, Kuningan Barat, Patra
prioritas JPO Transjakarta yang membutuhkan Kuningan, Tegal Parang, Depkes,
JPO Taman Atap yakni: SetiabudiAini, Latuharhari, Kuningan
1. Pada kategori sangat membutuhkan Madya, Dukuh Atas 2
(tinggi) RTH Taman Atap yaitu di JPO 2. Pada kategori membutuhkan (sedang)
Transjakarta Tanah Kusir Kodim, RTH Taman Atap yaitu di JPO
Kebayoran Lama Bungur, Kebayoran Transjakarta Simprug, Pos Pengumben,
Lama, Kelapa Dua Sasak, Pondok Pinang, Pondok Indah 2, Gambir 2, RSPAD,
SMK 57, Pejaten Philips, Jati Padang, Sarinah, Bunderan HI, Lebak Bulus,
Buncit Indah, Warung Jati, Imigrasi, Jamsostek Gatsu, Pasar Rumput, Halimun,
Mampang Prapatan, Duren Tiga,
BI (Bank Indonesia), Dukuh Atas, Balai Latumeten Stasiun Grogol, Jembatan Besi,
Kota, Kwitang, Pondok Indah 1. Jembatan 2, Jembatan Tiga, Penjaringan,
3. Pada kategori cukup membutuhkan Pluit Cawang Sutoyo, Tj.Priok, Enggano,
(rendah) RTH Taman Atap yaitu di JPO Permai Kota, Walikota Jakarta Utara,
Transjakarta diluar jangkauan JPO Plumpang Pertamina, Sunter Kelapa
Transjakarta yang sangat membutuhkan Gading, Yos Sudarso Kodamar, Cempaka
serta membutuhkan Taman Atap selain Mas 2, Cempaka Putih, Pulomas Bypass,
yang disebutkan, yaitu JPO di Blok M, Kayu Putih Rawasari, Pemuda Pramuka,
Masjid Agung, Bunderan Senayan, Utan Kayu Rawamangun, Ahmad Yani
Gelora Bung Karno, Polda Metro, Bea Cukai, Stasiun Jatinegara, Pedati
Bendungan Hilir, Karet, Setiabudi, Tosari, Prumpung, Cipinang Kebon Nanas, Penas
Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Kalimalang, Cawang Sutoyo, BKN, PGC,
Olimo, Glodok, St.Kota, Pulogadung, Walikota Jakarta Timur, Penggilingan,
Bermis, Pulomas, ASMI, Pedongkelan, Perumnas Klender, Flyover Radin Inten,
Cempaka Timur, Rs.Islam, Cempaka Buaran, Kampung Sumur, Flyover
Tengah, Pasar Cempaka Putih, Rawa Klender, Cipinang, Imigrasi Jakarta
Selatan, Galur, Senen, Atrium, Deplu, Timur, Pasar Enjo, Flyover Jatinegara,
Gambir 1, Istiqlal, Juanda, Pecenongan, Stasiun Jatinegara 2, Kampung Melayu.
Monumen Nasional, Kalideres, Pesakih,
Sumur Bor, Rawa Buaya, Jembatan Baru ,
Dispenda Samsat Barat, Jembatan
Gantung, Taman Kota, Indosiar, Jelambar,
Grogol, Rs. Sumber Waras, Ps.Baru, Pasar
Pulo Gadung, TU Gas, Layur, Pemuda
Rawamangun, Velodrome, Sunan Giri,
UNJ, Pramuka BPKP, Pramuka LIA, Utan
Kayu, Pasar Genjing, Matraman,
Manggarai, Ancol, Pademangan, Gunung
Sahari, Jembatan Merah, Pasar Baru
Timur, Budi Utomo, Senen Sentral, Pal
Putih, Kramat Sentiong NU, Salemba UI,
Salemba Carolus, Matraman 1, Tegalan,
Slamet Riyadi, Kebon Pala, Pasar
Jatinegara, Jatinegara RS Premier,
Kp.Melayu, Ragunan, Dep.Pertanian,
GOR Sumantri, Karet Kuningan,
Setiabudi Utara, Kp.Rambutan, Tanah
Merdeka, Flyover Raya Bogor, RS
Harapan Bunda, Ps.Induk Kramat Jati,
Cililitan, BKN, BNN, Cawang Otista,
Gelanggang Remaja, Bidaracina,
Kampung Melayu; Lebak Bulus, Permata
Hijau, Permata Hijau RS Medika, Kebon
Jeruk, Duri Kepa, Kedoya Assiddiqiyah,
Kedoya Green Garden, Grogol 2, Tomang
Taman Anggrek, Tomang Mandala, RS
Tarakan, Petojo, Pinang Ranti, Garuda
Taman Mini, Cawang UKI, Cawang
Ciliwung, Cikoko Stasiun Cawang, Tebet
BKPM, Pancoran, Pancoran Barat, Gatot
Subroto LIPI, Semanggi, Senayan JCC,
Slipi Petamburan, Slipi Kemanggisan, RS
Harapan Kita, Tomang Taman Anggrek,
Secara spasial, persebaran prioritas RTH
Taman Atap di JPO berada di wilayah Jakarta
Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Pada
JPO Transjakarta pada kategori sangat
membutuhkan sebagian berada di koridor
Transjakarta busway 4, 6, 8, 9. Sedangkan
untuk Transjakarta pada kategori
membutuhkan sebagian berada di koridor 1, 2,
4, 6, 8, 9. Untuk kategori kategori cukup
membutuhkan berada di sebagian koridor di
seluruh JPO Transjakarta pada koridor 3, 5, 7,
10, 11.
Berikut untuk hasil penelitian persepsi
UHI, Taman Atap, kenyamanan JPO (berkait
UHI dengan indikator kenyamanan suhu dan
kuantitas polutan), serta preferensi Taman
Atap di JPO Transjakarta. Karakteristik
responden 64% perempuan, 36% laki-laki.
rentang usia remaja 86% dan dewasa 14%.
pekerjaan 24% karyawan, 60%
mahasiswa/pelajar, lainnya 8%.

4. Persepsi Taman Atap


1. Persepsi UHI
a. Pengetehuan
a. Pengetahuan

b. Cara mengatasi b. Manfaat

2. Persepsi kenyamanan JPO Transjakarta


a. Suhu

5. Preferensi Penerapan Taman Atap di JPO


a. Persetujuan dan kemungkinan
b. Polutan

3. Persepsi memperbanyak tanaman di JPO


d.tanaman
b. Preferensi fungsi tanaman

c. Desain

Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan penerapan Taman Atap di JPO. Preferensi
bahwa pengguna JPO Transjakarta sebagian responden menurut fungsi tanaman cenderung
besar kurang memiliki pengetahuan mengenai memilih tanaman anti polutan, serta desain
UHI, tetapi memiliki persepsi bahwa suhu di wadah menyatu pada luar jembatan. Untuk jenis
JPO tinggi (panas), serta banyak polutan. tanaman sebagian besar responden tidak
Mayoritas pun setuju dengan adanya tanaman di mengetahui (74%), tetapi beberapa
JPO. Meskipun mayoritas responden tidak merekomendasikan Lidah Mertua (Sansiviera)
mengetahui Taman Atap serta manfaatnya, (8%), bunga (12%), tanaman merambat (2%),
tetapi seluruh responden setuju dengan tanaman perdu (2%).

4. KESIMPULAN
 Prioritas RTH Taman Atap di JPO Selain itu preferensi menunjukkan
Transjakarta secara spasial berada di persetujuan terhadap adanya Taman Atap di
wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan JPO Transjakarta, terutama untuk tanaman
Jakarta Selatan. Oleh karenanya JPO anti polutan dengan pilihan tanaman Lidah
Transjakarta prioritas tinggi di JPO Mertua (Sansiviera), bunga, tanaman
koridor 4, 6, 8, 9 (kategori sangat merambat, tanaman perdu.
membutuhkan dan membutuhkan di
beberapa JPO); prioritas sedang di JPO REKOMENDASI
koridor 1, 2 (kategori dibutuhkan di Sebagai rekomendasi, perlu ada penelitian
beberapa JPO); prioritas rendah di JPO lanjutan mengenai pembebanan pada JPO,
koridor 3, 5, 7, 10, 11 (kategori cukup serta tanaman yang cocok untuk JPO
dibutuhkan di seluruh JPO). Transjakarta. Ini pun berlaku pada JPO
 Pengguna JPO Transjakarta memiliki lainnya. Kemudian untuk tanaman anti
persepsi kurang terhadap UHI, tetapi polutan dapat ditinjau lebih lanjut
menyatakan ketidaknyaman terhadap UHI kesesuaian tanaman anti polutan untuk
dari indikator suhu dan kuantitas polutan. Taman Atap JPO Transjakarta.

6. REFERENSI
[1] ____, Penelitian: Indonesia, Negeri Paling Awal di Dunia Akan Mengalami Dampak Ekstrim
Perubahan Iklim, http://dishut.jabar.go.id/mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=3475
[2] Wibowo, Adi (2005) Evaluasi Kondisi Daya Dukung Lingkungan Hidup Kota Jakarta,
http://lib.ui.ac.id/harvest/index.php/record/view/403003
[3] Djatmiko, Hadi Tirto (2013) kutipan wawancara pada Perubahan Musim-Cuaca Panas di Jakarta
Masih Normal, http://koran-sindo.com/node/32710
[4] Rohmah, Fathu (2012), Urban Heat Island, http://greenkompasiana.com/iklim/2012/12/24/urban-
heat-island-518659.html
[5] _____ (2013). Percepatan Penyelesaian Kegiatan P2KH bagi 25 Kota/Kabupaten,
http://www.pu.go.id/berita_satmikal/go/412
[6] Setiawan (2006) Nilai Konservasi Keanekaragaman dan Rosot Karbon Pohon pada Ruang
Terbuka Hijau Kota: Studi Kasus Pada Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40610/2006agu.pdf?sequence=10
[7] Roswidyatmoko, Dwihatmojo (2013) Ruang Terbuka Hijau yang Semakin Terpinggirkan,
www.bakosurtanal.go.id/assets/download/artikel/BIGRuangTerbukaHijauyangSemakinTerpinggir
kan.pdf
[8] Joga, Nirwono (2012) dikutip dari pernyataan pada Ruang Terbuka Hijau Jakarta Baru 9,8%,
http://property.okezone.com/read/2012/10/31/471/711743/redirect
[9] Joga, Nirwono, dkk (2011), RTH 30 Persen! Resolusi (Kota) Hijau, PT Gramedia Pustaka Utama
(hal.36)
[10] Adiningsih, S.A.,dkk (2001) Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan
Penutup Lahan Studi Kasus Cekungan Bandung, Warta LAPAN, Vol.3 No.1 Maret 2001.
[11] Juwita Apsari (2007) Kajian Pengembangan Roof Garden di Metropolitan dalam Upaya
Mengatasi Fenomena Urban Heat Island (Studi Kasus: DKI Jakarta, Program Studi Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian IPB,
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44638/A07jap.pdf
[12] Pemantauan BPLHD DKI Jakarta tahun (2000)
[13]Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di 21 Kawasan Perkotaan diakses dari
http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_peraturan_uu/permenPU5-2008.pdf
[14] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2011diakses dari
www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20130415165931.pdf
[15] ESRI (1997), Overview: What’s GIS?, diakses dari www.esri.com/what-is-
gis/overview#overview_panel
[16] Lillesand dan Kiefer (1994), Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
[17] Subiakto (2009) Preferensi Pegguna dan Penyedia Jasa Terhadap Sistem Jaringan Transportasi
Jalan (JTJ) yang Mendukung Pelabuhan di Kabupaten Belitung, UNDIP, hal.7, diakses dari
www.eprints,undip.ac.id/24163/1S/SUBIAKTO-01/pdf
[18] Effendy, Sobri (2007), Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah
JABOTABEK. Sekolah Pascasajana. Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40861/COver_2007sef.pdf?sequence=1
[19] Asian Development Bank (2010), Prosiding Hasil PKM1 Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-
Cidurian-CIliwung-Cisadane-Citarum- (WS 6 Ci) di Wilayah Ciliwung, Cisadane. September
2010, http://sda.pu.go.id5333/sites/default/files/Dokumen%20Report/02-
TA%20B1/TA20%Package%20B1%20-
%20Prosiding%20PKM%201%20di%20Wilayah%202%20Ci.pdf
[20] ___, Green City”, http://werdhapura.penataanruang.net/pusat-informasi/saya-ingin-tahu-greencity
[21] Asmawi, Achmad Djohan (1996), Emisi Gas buang Kendaraan Bermotor: Suatu Eksperimen
Penggunaan Bahan Bakar Minyak Solar dan Substitusi Bahan Bakar Minyak Solar-Gas.
Pascasarjana Ilmu Lingkungan, UI.
[22] Bachtiar, Vera Surtia (___), Kajian Hubungan Antara Variasi Kecepatan Kendaraan dengan
Emisi yang Dikeluarkan pada Kendaraan Bermotor Roda Empat. Teknik Lingkungan-UNAND,
http://repository.unand.ac.id/3579/2/Vera_Surtia_bachtiar_Teknik.pdf
[23] Yuniharto, Khresno (2007), Penentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Provinsi DKI Jakarta
Ditinjau dari Aspek Pencemaran Udara, Tesis Program Studi Magister Ilmu Geografi, FMIPA UI
[24] http://glovis.usgs.gov
[25] www.transjakarta.co.id
[26] Manstra, Riadika (2012) Megapolitan: Map & Street Guide 2013, Jakarta: PT Gramedia

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai