Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

PENERAPAN TAMAN ATAP (ROOFTOP GARDEN) SEBAGAI ALTERNATIF RUANG TERBUKA HIJAU PERMUKIMAN KAWASAN PADANG BULAN/SELAYANG, MEDAN
REVIEW JURNAL

Oleh: Pandu Aditya (080911002)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA NOVEMBER 2012

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

PENDAHULUAN

Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan sebagai ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya tanpa bangunan (Anonim, 1988). Secara sistem, ruang terbuka hijau kota pada dasarnya adalah bagian dari kota yang tidak terbangun yang berfungsi menunjang kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam yang umumnya terdiri dari ruang pergerakan linier atau koridor dan ruang pulau atau oasis (Spreign, 1965 dalam Sembiring, 2008). Meningkatnya pembangunan fisik kota, pertumbuhan penduduk serta berbagai aktivitas kota menyebabkan berkurangnya RTH dan menurunnya kualitas lingkungan hidup yang mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem alami. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di ruas-ruas jalan tertentu. Salah satu aktivitas pembangunan di kota yang mendominasi adalah pembangunan lahan permukiman. Permukiman menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk tinggal dan melangsungkan kegiatan sehari-hari. Angka kebutuhan lahan akan permukiman akan semakin meningkat seiring pertambahan penduduk tiap tahunnya. Kondisi semacam ini memicu terjadinya konversi lahan-lahan tertentu sebagai lahan permukiman mengingat adanya keterbatasan lahan. Konversi lahan yang dijadikan sebagai lahan permukiman umumnya adalah lahan-lahan kosong, misalnya RTH. Menurut Anonim1 (2007), luasan RTH yang telah ditetapkan adalah minimal harus memiliki luasan 30% dari luas total wilayah, dengan proporsi 20% sebagai RTH publik. Maka dari itu, upaya memperluas dan meningkatkan fungsi RTH perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan.

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

PEMBAHASAN

I.

Alih Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kawasan Padang Bulan, Medan Kawasan Padang Bulan, Medan, merupakan kawasan dengan luasan RTH yang

cukup besar berupa persawahan. Selain fungsinya sebagai RTH, wilayah persawahan sebagai juga memiliki fungsi lain khususnya pada nilai ekonomi. Persawahan dipergunakan masyarakat sekitar untuk melakukan cocok tanam yang merupakan sumber mata pencaharian bagi beberapa masyarakat, khususnya masyarakat kota Medan. Masalah yang terjadi pada kawasan Padang Bulan ini adalah banyaknya lahan terbuka atau lahan persawahan yang dialihfungsikan secara perlahan-lahan menjadi lahan permukiman dan bangunan-bangunan komersial. Dalam bahasan ini, obyek yang diobservasi oleh peneliti dititikberatkan pada daerah Jalan Abdul Hakim dan Jalan Pembangunan, Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan. Pada daerah tersebut masih terdapat areal persawahan yang cukup luas bagi sebuah kota besar seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 1 Peta Wilayah Padang Bulan/Selayang (Simanjuntak dan Hutasuhut, -)

Pembangunan perumahan yang terjadi pada wilayah tersebut dilakukan secara bertahap yang dimulai dari lahan satu dan diikuti oleh lahan lain yang berada di sekitarnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi RTH tersebut diantaranya: keterbatasan lahan yang hendak dibangun pada daerah RTH yang mengalami perubahan, kebutuhan akan pemenuhan fasilitas yang ingin dibangun untuk melayani penduduk, kurangnya pengawasan dari pemerintah terhadap perubahan RTH, tingkat pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan akan RTH, dan
Pandu Aditya (080911002) 2

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

kondisi perekonomian. Beberapa contoh kegiatan alih fungsi lahan persawahan menjadi permukiman yang dilakukan masyarakat Padang Bulan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.

Gambar 2 Perumahan yang Sedang Dibangun (Simanjuntak dan Hutasuhut, -)

Gambar 3 Persawahan yang Sedang Dibangun (Simanjuntak dan Hutasuhut, -)

Adanya perubahan fungsi kawasan persawahan menjadi permukiman di wilayah Padang Bulan dikhawatirkan akan merusak fungsi RTH sebagai penyeimbang ekosistem dan membawa dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri. Selama ini diyakini bahwa lahan persawahan di wilayah tersebut mampu menampung genangan air hujan melalui proses infiltrasi atau peresapan sehingga menghindari terjadinya bencana banjir pada musim penghujan. Kegiatan alih fungsi yang terjadi dimungkinkan dapat memperburuk keadaan mengingat adanya gangguan yang terjadi pada sistem drainase di wilayah tersebut.

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

II. Alternatif Aplikasi Taman Atap sebagai Tambahan Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Permukiman Menanggapi permasalahan alih fungsi lahan RTH sebagai permukiman yang terjadi di Padang Bulan, sudah tidak sepatutnya kegiatan tersebut dilakukan. Hal ini dikarenakan RTH di wilayah tersebut memiliki fungsi yang sangat vital, yakni sebagai pencegah terjadinya banjir. Oleh karena itu perlu kiranya untuk dicari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut sebelum terlambat. Salah satu solusi terhadap permasalahan alih fungsi lahan RTH sebagai permukiman adalah dengan menerapkan taman atap (roof garden) sebagai pengganti atau substituen RTH yang semakin menyempit. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 2007, tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, taman atap telah dikategorikan sebagai salah satu jenis RTH. Taman atap bisa menjadi pilihan untuk mewujudkan ketentuan luas RTH sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (Some, 2011). Taman atap adalah taman yang memanfaatkan atap atau teras rumah atau gedung sebagai lokasi taman. Taman ini berfungsi untuk membuat pemandangan lebih asri, teduh, sebagai insulator panas, menyerap gas polutan, mencegah radiasi ultraviolet dari matahari langsung masuk ke dalam rumah, dan meredam kebisingan. Taman atap ini juga mampu mendinginkan bangunan dan ruangan dibawahnya sehingga bisa lebih menghemat energi seperti pengurangan pemakaian AC. Tanaman yang sesuai adalah tanaman yang tidak terlalu besar dengan sistem perakaran yang mampu tumbuh pada lahan terbatas, tahan hembusan angin, dan tidak memerlukan banyak air (Anonim2, 2007). Taman atap mempunyai dua fungsi, yaitu bersifat intensif, di mana kegiatan yang dilakukan didalamnya aktif dan variatif serta menampung banyak orang. Fungsi yang kedua bersifat ekstensif, yaitu mempunyai satu jenis kegiatan dan tidak melibatkan banyak orang atau bahkan tidak diperuntukkan untuk kegiatan manusia. Taman atap mempunyai pemandangan yang berbeda dengan taman konvensional (Anonim2, 2007). Taman atap dapat berperan dalam rangka meningkatkan luasan ruang terbuka hijau dan meminimasi banjir (Purnomohadi, 2006 dalam Hastuti, 2011). Taman atap dapat berperan ekologis, penyerap kontaminan udara maupun retensi air hujan. Taman atap kurang berperan dalam proses penyerapan air ke bumi, namun berkat taman atap asupan air hujan dapat diserap dan disimpan secara optimal sampai 30%. Bahkan air hasil buangan (drain-off water) masih bisa digunakan untuk menyiram tanaman atau
Pandu Aditya (080911002) 4

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan lain. Penelitian di negara sub tropis menunjukkan, taman atap dapat menyerap 50-95 % limpasan air hujan, untuk dipertimbangkan mengantisipasi dampak meluasnya lahan perkerasan diperkotaan dan kegagalan sistem drainase (Hastuti, 2011). Lahan dengan KDB diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas, RTH dapat disediakan pada atap bangunan. Untuk itu bangunan harus memiliki struktur atap yang secara teknis memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah (Anonim, 2008): 1) struktur bangunan; 2) lapisan kedap air (waterproofing); 3) sistem utilitas bangunan; 4) media tanam; 5) pemilihan material; 6) aspek keselamatan dan keamanan; 7) aspek pemeliharaan peralatan tanaman

Gambar 4 Contoh Struktur Lapisan pada Roof Garden (Anonim, 2008)

Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

banyak air. Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman atap menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut: a) tanaman tidak berakar dalam sehingga mampu tumbuh baik dalam pot atau bak tanaman; b) relatif tahan terhadap kekurangan air; c) perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu struktur bangunan; d) tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi; e) mudah dalam pemeliharaan. Adapun contoh tanaman untuk roof garden dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Contoh Tanaman untuk Roof Garden

Sumber: Anonim (2008)

Walaupun demikian, pemanfaatan taman atap memiliki berbagai keterbatasan dibandingkan dengan RTH pada umumnya. Penerapan taman atap di perumahan masih terbatas karena desain awal bangunan belum memperhitungkan beban media tanam dan pepohonan. Keberadaan taman diatas atap dapat menimbulkan beban mati, beban angin, dan beban air pada atap bangunan, sehingga sistem drainase sangat penting. Kemampuan penyerapan air taman atap juga diduga cukup kecil sehingga kurang maksimal mencegah terjadinya banjir. Maka dari itu, disamping pembentukan taman atap,

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

dibutuhkan pula solusi pendukung agar fungsi RTH dapat termanfaatkan dengan baik. Adapun solusi pendukung yang dimaksud yaitu: 1. Menetapkan kawasan persawahan yang masih tersisa sebagai kawasan milik daerah sebagai RTH Terjadinya alih fungsi lahan RTH yang terjadi pada wilayah tersebut salah satunya disebabkan oleh tidak adanya peraturan yang menetapkan terhadap pelestarian RTH tersebut. RTH berupa wilayah persawahan pada umumnya merupakan kepemilikan pribadi yang dapat sewaktu-waktu diubah menjadi lahan dengan peruntukan lain sesuai dengan kuasa pemilik lahan. Untuk menghindari pemerataan kegiatan alih fungsi, maka sebaiknya dilakukan penetapan kawasan persawahan sebagai RTH milik daerah. Penetapan ini ditujukan agar terjadi penekanan jumlah pembangunan permukiman dan didasarkan atas kesesuaian peruntukan lahan RTH. Melalui upaya ini, diharapkan dapat memaksimalkan fungsi RTH yang masih tersisa. 2. Memberikan penyuluhan dan pendidikan untuk meningkatkan peran stake holders Stake holders memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pelestarian fungsi RTH. Oleh karena itu, apabila masyarakat sekitar tidak mengetahui seberapa penting keberadaan RTH, maka akan terjadi pengrusakan terhadap lahan persawahan. Sebaliknya, apabila masyarakat tersebut sungguh-sungguh memahami keuntungankeuntungan yang diperoleh dari RTH, maka keberadaan RTH akan selalu terpelihara dan terjaga dari segala macam bentuk pengrusakan. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan stake holders terhadap RTH, berbagai cara penyuluhan dan pendidikan perlu dicoba dan ditanamkan kepada masing-masing individu. Penyuluhan tersebut disamping menjaga fungsi RTH, juga menghindari terjadinya konflik antara pihak pemerintah dengan masyarakat setempat.

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penjabaran di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kegiatan alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai permukiman di wilayah Padang Bulan/Selayang, Medan perlu dikendalikan agar tidak semakin merusak fungsi RTH sebagai pendukung aktivitas kehidupan. 2. Taman atap (rooftop garden) dapat dijadikan sebagai alternatif RTH di kawasan permukiman Padang Bulan/Selayang yang sudah terbangun. Taman atap dapat membantu mengendalikan limpasan (run off) air hujan sehingga dapat mencegah banjir walaupun kemampuannya terbatas. 3. Diperlukan solusi-solusi pendukung taman atap untuk memaksimalkan fungsi RTH di kawasan Padang Bulan/Selayang, diantaranya yaitu dengan menetapkan kawasan persawahan yang tersisa sebagai RTH daerah dan meningkatkan peran stake holders melalui penyuluhan atau pendidikan khusus mengenai RTH.

Pandu Aditya (080911002)

Penerapan Taman Atap (Rooftop Garden) sebagai Alternatif Ruang Terbuka Hijau Permukiman Kawasan Padang Bulan, Medan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Jakarta. Anonim1, 2007. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta. Anonim2, 2007. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007. Jakarta. Anonim, 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen PU. Jakarta. Hastuti, E., 2011. Kajian Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perumahan sebagai Bahan Revisi SNI 03-1733-2004. Jurnal Standardisasi, Vol. 13, No. 1 Tahun 2011. Puslitbang Permukiman, Kementerian PU. Bandung. Sembiring, E., 2005. Analisis Tentang Ruang Terbuka Hijau. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan. Simanjuntak, B. D. dan Hutasuhut, S. D., -. Alih Fungsi Lahan Terbuka Hijau Menjadi Perumahan pada Kawasan Padang Bulan/Selayang. Universitas Sumatera Utara. Medan. Some, H., 2011. Taman Atap Alternatif Ruang Terbuka Hijau di http://wawansome.blogspot.com/2011/02/taman-atap-alternatif-ruangterbuka.html. Diakses tanggal 11 November 2012. Kota.

Pandu Aditya (080911002)

Anda mungkin juga menyukai