Anda di halaman 1dari 26

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/361865076

FAKTOR-FAKTOR PEKERJA MIGRAN INDONESIA BEKERJA DI LUAR NEGERI:


STUDI KASUS KABUPATEN SAMBAS

Article · July 2022

CITATION READS

1 1,553

1 author:

Gigin Auliya
Tanjungpura University
1 PUBLICATION 1 CITATION

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Gigin Auliya on 09 July 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


FAKTOR-FAKTOR PEKERJA MIGRAN INDONESIA BEKERJA DI LUAR
NEGERI: STUDI KASUS KABUPATEN SAMBAS

Gigin Auliya1
Universitas Tanjungpura, Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan factor-faktor yang
mempengaruhi pekerja migran Indonesia bekerja di luar negeri yang berasal dari
Kabupaten Sambas. Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh
melalui kuisioner dan wawancara langsung dengan teknik snowball sampling sebanyak
35 orang responden. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
berganda dengan variable bebasnya adalah kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan,
upah di luar negeri dan jumlah tanggungan sedangkan variable terikat yang digunakan
adalah lamanya bekerja.
Karakterisitik pekerja migran Indonesia asal Kabupaten sambas didominasi oleh
pekerja migran Indonesia yang berumur 23-29 tahun (40 persen) dengan tingkat
pendidikan SD kebawah (54 persen) yang mempunyai beban tanggungan 0-2 orang (68
persen) dengn upah di luar negeri RM. 1501- RM.2000 (48 persen). Selain itu hasil
analisis regresi berganda menjelaskan bahwa faktoryang mempengaruhi secara
signifikan terhadap lamanya pekerja migran Indonesia bekerja di luarnegeri adalah
kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan, dan upah di luar negeri sedangkan jumlah
tanggungan responden tidak berpengaruh secara signifikan.

Kata Kunci : Lamanya bekerja, kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan, upah di
luar negeri dan jumlah tanggungan.

giginauliya19@student.untan.ac.id
1. PENDAHULUAN
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, setiap individu berusaha untuk memperoleh
penghasilan dengan cara mencari pekerjaan. Ketika perekonomian suatu daerah masih rendah
sedangkan pertumbuhan tenaga kerja terus meningkat, hal ini mengakibatkan kesempatan kerja
menjadi tidak seimbang. Penawaran tenaga kerja yang lebih tinggi dari pada permintaan tenaga
kerja menyebabkan banyak tenaga kerja yang lebih memilih bermigrasi ke luar negeri. Migrasi
adalah ketika seseorang berpindah tempat, namun tidak untuk tinggal menetap dan masih
memiliki keluarga atau memiliki kaitan dengan kampung halaman atau yang biasanya disebut
migrasi sirkuler (Adioetomo & Samosir, 2010).

Fenomena migrasi biasanya terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya


Indonesia. Migrasi yang terjadi disuatu negara merupakan proses alamiah yang menyalurkan
kelebihan tenaga kerja yang ada di daerah ke sektor industri yang daya serap tenaga kerjanya
lebih tinggi. Meskipun kenyataannya migrasi tenaga kerja telah melebihi tingkat penciptaan
lapangan pekerjaan, sehingga migrasi yang terjadi jauh melebihi kemampuan serap sektor
industri dan jasa di daerah perkotaan (Todaro, 2011). Indonesia menjadi salah satu negara
sumber utama pekerja migran di dunia yang bekerja di sektor upah rendah (IOM, 2010)

Kabupaten Sambas adalah salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan
Malaysia. Wilayah perbatasan ini mempunyai potensial yang cukup besar tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal. Selain karena adanya keterbatasan secara fisik maupun sosial
ekonomi di kawasan ini, juga dikarenakan selama ini kurang mendapat perhatian dari
pemerintah daerah dan pemerintah pusat (Suratman, 2008). Keadaan ekonomi yang rendah
mendorong sebagian besar tenaga kerja bermigrasi ke luar negeri untuk meningkatkan status
ekonomi diri dan keluarga. Tingkat pengangguran dan setengah pengangguran di Indonesia
mendorong masyarakat untuk mencari pekerjaan di luar daerah asalnya dan banyak yang
memutuskan ke luar negeri setelah mendengar tentang ketersediaan pekerjaan dari agen
perekrutan dan jejaring sosial serta gaji yang ditawarkan lebih tinggi di luar negeri (IOM, 2010).

Malaysia menjadi salah satu negara tujuan mayoritas pekerja migran Indonesia.
Tingginya permintaan tenaga kerja karena adanya demografi umum dan ketimpangan ekonomi
antara Malaysia dan Indonesia. Kemudian adanya calo, sponsor dan agen penempatan kerja
yang telah terlembaga, yang mengakibatkan semakin intensifnya arus pekerja migran Indonesia
ke Malaysia dan juga jarak yang cukup dekat serta hubungan bahasa, budaya, dan sejarah antara
kedua negara memungkinkan hubungan kerja yang lebih mudah antara majikan dan pekerja
migran Indonesia dibandingkan jika bekerja di negara lain (IOM,2010).
1286
1400
1200 1101
1000
752

800
2017
600
2018
220

400 171
146

220

134
132
115

111
144 117 2019

89
84
200

63
76
57

56
64
35

32
21
11
2020
0

Sumber: BP2MI 2021


Gambar 1. Grafik Jumlah Pekerja Migran Indonesia Asal Provinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan 5 Kabupaten-Kota Terbesar Tahun 2017-2020

Gambar 1 menunjukan menunjukan bahwa Kabupaten Sambas menempati jumlah


pekerja migran Indonesia paling tinggi dibandingkan kabupaten atau kota lainnya yang ada di
Provinsi Kalimantan Barat dari 2017 hingga 2020. Fakta di lapangan menunjukkan lebih banyak
pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri daripada yang terdata karena banyak
pekerja migran Indonesia yang dipekerjakan tanpa izin dan menghindari pemeriksaan. Seorang
individu pada akhirnya memutuskan bermigrasi ke luar negeri sebagai tujuan untuk
memperbaiki perekonomian keluarga dan tingginya pekerja migran Indonesia yang bekerja di
luar negeri juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki pekerja migran
Indonesia, keterbatasan ekonomi menyulitkan masyarakat di Kabupaten Sambas menyulitkan
penduduknya untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Tingginya jumlah pekerja
migran Indonesia di luar negeri ini disebabkan oleh beberapa factor yang diantaranya tingkat
pendidikan yang rendah.
176.97
173.243
200

180

160

140

120
Bekerja
100
Pengangguran
80
46.537
44.624

Jumlah Angkatan Kerja


38.231
36.233

60

16.018

15.369
14.106
40
14.04
3.727

1.998

1.978
1.913

1.263
20

0
≤ SD SMP SMA Umum SMA Perguruan
Kejuruan Tinggi

Gambar 2. Grafik Penduduk Berumur 15 Tahun Ke AtasMenurut Pendidikan Tertinggi Yang


Ditamatkan di Kabupaten Sambas Tahun 2020
Gambar 2 tahun 2020 tercatat jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Sambas sebesar
293.125 jiwa dengan jumlah yang bekerja sebesar 282.246 jiwa dan yang menganggur sebesar
10.879 jiwa. Angkatan kerja di Kabupaten Sambas didominasi oleh lulusan SD sebesar 61,4
persen yang diikuti oleh lulusan SMP sebesar 15,8 persen, lulusan SMA sebesar 12,8 persen,
lulusan SMK sebesar 5 persen dan lulusan perguruan tinggi sebesar 5 persen. Jika ditelusuri
lebih dalam terdapat 25,8 persen pekerja di Kabupaten Sambas yang tidak lulus SD bahkan 0,8
persen tidak pernah bersekolah.
Rendahnya tingkat pendidikan tentunya akan berdampak terhadap keterampilan dan
juga produktivitas dari tenaga kerja. Tingkat keterampilan yang rendah akan membuat
produktivitas turut menjadi rendah dan hal ini akan menyebabkan tingkat tabungan dan investasi
menjadi rendah pula. Rendahnya investasi yang dimiliki masyarakat dapat mengakibatkan pada
ketertinggalan dan begitu seterusnya hingga pada akhirnya suatu daerah akan tetap miskin dan
mengalami berbagai kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang tinggi. Serangkaian
inilah yang akan mengakibatkan masyarakat terjerumus dalam lingkaran setan kemiskinan
(Nurkse, 1953 dalam Kuncoro, 2006).
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
Laki-Laki
10000
Perempuan
0
Jumlah

Sumber: BPS (2021)


Gambar 3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di
Kabupaten Sambas Tahun 2020
Tingkat keterampilan yang rendah akan menyulitkan tenaga kerja untuk mendapat
pekerjaan. Berdasarkan Gambar 3 menunjukan penduduk yang bekerja di Kabupaten Sambas
dilihat dari status pekerjaan utamanya, didominasi oleh penduduk yang berusaha sendiri sebesar
26,7 persen. Menurut BPS (2021) penduduk yang berusaha sendiri sebagian besar bekerja di
sektor pertanian sebesar 62,1 persen dan yang diikuti oleh sektor perdagangan, rumah makan
dan akomodasi sebesar 22,1 persen. Menurut Jhingan (2008), jika suatu daerah terjadi
konsentrasi yang berlebihan di sektor pertanian, hal ini adalah indikasi dari kemiskinan,
pertanian yang dijadikan mata pencaharian utama mayoritas bersifat tidak produktif dan banyak
dijumpai pengangguran tersembunyi. Misalnya sebidang tanah yang digarap oleh tujuh orang
petani padahal dapat dilakukan oleh tiga orang saja, maka yang sebenarnya ketujuh orang
tersebut tidak bekerja secara penuh. Jika empat orang tersebut pindah atau memilih pekerjaan
lainnya maka tidak hanya mereka tetapi juga tiga orang lainnya akan menjadi pekerja penuh
tanpa mempengaruhi hasil pertaniannya.

Tabel 1.4
Rata-rata Pendapatan Pekerja Berusaha Sendiri Menurut Lapangan Pekerjaan,
Rata-rata UMR, Rata-rata Kebutuhan Minimum di Kabupaten Sambas Tahun
2014-2020 (dalam rupiah)

Tahun Rata-rata Pendapatan Pekerja Berusaha Rata-rata Rata-rata


Sendiri Menurut Lapangan Pekerjaan UMR Kebutuhan
Utama di Kab.Sambas Per bulan Kab.Sambas Hidup min
Pertanian Industri Jasa Per bulan Kab.Sambas
Per bulan
2014 - - - 1.450.000 1.659.000
2015 980.940 1.122.900 1.465.460 1.650.000 1.876.941
2016 1.014.700 1.805.400 1.711.300 1.876.941 -
2017 1.159.600 1.8266.500 2.204.500 1.839.750 2.084.441
2018 1.275.400 1.544.700 2.469.600 1.839.750 2.050.500
2019 1.117.000 1.920.000 2.197.000 2.275.000 -
2020 1.140.800 1.638.200 2.197.000 2.580.000 -
Sumber:Bappeda (2016) : RPJMD Kabupaten Sambas Tahun 2016-2021
Bappeda (2018): Profil Kab Sambas Tahun 2018
Satu Data Kalbar: http://data.kalbarprov.go.id/
BPS (2021): Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Sambas 2021.

Sulitnya mencari pekerjaan memaksa tenaga kerja melakukan pekerjaan dengan pendapatan
yang rendah. Berdasarkan Tabel 1.4 rata-rata upah pekerja berusaha sendiri menurut lapangan
pekerjaan dan rata-rata upah minimum perbulan di Kabupaten Sambas mengalami kenaikan,
namun kenaikan ini juga diikuti dengan kenaikan rata-rata kebutuhan hidup minimum
perbulannya sehingga penghasilan yang diperoleh oleh tenaga kerja tidak dapat memenuhi
segala kebutuhan anggota keluarganya.

Jika dibandingkan dengan upah di Malaysia sangat jauh berbeda, menurut salah satu
responden upah untuk pekerja sektor informal di Malaysia dapat mencapai RM.1500/bulan atau
jika dirupiahkan dapat mencapai Rp 5.142.000. Hal ini tentunya menjadi daya tarik bagi tenaga
kerja yang tidak memperoleh pekerjaan di daerah asalnya untuk di luar negeri.

Selain tingkat pendidikan dan upah di luar negeri, tingginya jumlah pekerja migran
Indonesia di luar negeri juga dikarenakan mereka harus menanggung keluarga mereka dalam
memenuhi kebutuhan hidup, semakin banyak anggota keluarga yang ditanggungnya maka
semakin tinggi pula tingkat kebutuhannya, sehingga mereka membutuhkan penghasilan yang
lebih tinggi.
70
56.77

55.42

54.22

53.61
56.2

52.12

50.94
50.43

49.95
48.88
47.53

47.33
46.49

45.78
60

43.41
57.22

50
54.53

53.9

53.87
53.48
51.73

51.27
50.98

50.35
49.64
49.25

48.58

47.76
46.98
40

43.6
30
20

47.55

53.71
56.95

54.28

51.54

53.28

46.78

49.05

50.76

48.36

49.46

53.67

51.09

43.49

50.14
10
0
2017
2018
2019
Gambar 3. Grafik Rasio Ketergantungan Berdasarkan Kabupaten/Kota diProvinsi Kalimantan
Barat Tahun2017-2020
Kabupaten Sambas menempati rasio ketergantungan tertinggi diantara kabupaten/kota
lainnya di Kalimantan Barat. Hal tersebut menunjukan tingginya tanggungan yang dipikul
penduduk angkatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk yang belum usia
produktif dan yang tidak lagi produktif di Kabupaten Sambas. Nilai rasio tertinggi terjadi pada
tahun 2017 sebesar 57,22 persen yang artinya setiap 100 jiwa penduduk dalam usia produktif
memiliki tanggungan 57 jiwa penduduk yang belum produktif dan yang tidak lagi produktif.
Berdasarkan yang telah dijelaskan bahwa keterbatasan lapangan pekerjaan, faktor
geografis, rendahnya upah untuk tenaga kerja yang berpendidikan rendah serta tingginya jumlah
anggota keluarga yang ditanggung oleh tenaga kerja di Kabupaten Sambas membuat hasrat
tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri menjadi cukup besar. Alasan ini
diperkuat dengan kemakmuran pekerja migran yang pulang dari luar negeri, yang sudah lebih
baik dalam status ekonomi sehingga mereka juga mengharapkan hal yang sama.

2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Teori Migrasi
Menurut Todaro (2011), migrasi terjadi sebagai respons terhadap perbedaan antara
suatu daerah dengan daerah lainnya dalam hal pendapatan yang diharapkan alih-alih pendapatan
yang sebenarnya. Model migrasi Todaro mempunyai empat karakteristik dasar sebagai berikut.
1. Migrasi utamanya didorong oleh perhitungan ekonomi rasional
2. Keputusan ber migrasi bergantung pada pertimbangan mengenai perbedaan antara upah di
desa dan upah di kota yang diinginkan.
3. Probabilitas memperoleh pekerjaan di kota secara langsung berhubungan dengan
ketersediaan lapangan kerja perkotaan,
4. Tingkat migrasi yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan ketersedian lapangan
pekerjaan di perkotaan tidak hanya mungkin terjadi, tetapi juga rasional dan bahkan
cenderung terjadi jika terdapat perbedaan yang besar antara penghasilan yang diharapkan di
perkotaan dan pedesaan.
Model skematik untuk menganalisis keputusan bermigrasi yang dikemukakan Todaro
(2011) berpendapat bahwa migran selalu mempertimbangkan kesempatan kerja yang tersedia
dari berbagai sector yang dipandang dapat memaksimalkan pendapatan yang mereka inginkan
dari bermigrasi
Faktor Komplementer
(misalnya, lahan) Pengaruh psikis
(Gemerlap kehidupan
Pendapatan di kota) daerah tujuan Hubungan
Kebijakan pemerintah daerah
didaerah pedesaan
(misalnya, pajak) asal-
(daerah asal)
tujuan

Sosial Pendidikan
(yang terlibat dalam , media,
pemilihan keputusannya) Manfaat
Jarak dan
bermigrasi
sebagainya

Pendidikan Pengiriman uang ke


daerah asal
Arus informasi

Upah perkotaan
Pendapatan Luar Nilai sekarang Persepsi nilai
Penghasilan swakarya Negeri yang diharapkan migrasi
dari migrasi
Probalitas untuk
mendapatkan perkerjaan
Keputusan
Migrasi
Biaya oportunitas Biaya
migrasi
Biaya hidup

Biaya transportasi

Biaya resiko(Resiko)

Gambar 2.1 Keputusan Migrasi


Sumber: Todaro (2011)
2.2 Teori Ketenagakerjaan
Fei-Ranis (1961) mengemukakan bahwa negara berkembang memiliki karakteristik
kelebihan tenaga kerja, sumber daya alam yang belum dapat diolah, mayoritas penduduknya
bekerja di sektor pertanian, pengangguran yang masih tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk
yang tinggi. Sektor tradisional perlu dilakukan investasi teknologi dengan upaya modernisasi
sistem dan budaya pertanian di negara berkembang akan berakibat pada kelebihan produksi dan
pengurangan input tenaga kerja. Kelebihan produksi ini akan meningkatkan perekonomian.
Sementara, kelebihan tenaga kerja dapat dikirim ke sektor modern.

2.3 Teori Upah


Menurut Ricardo(1817) dalam Faruq dan Mulyanto (2017), upah ditentukan oleh
interaksi penawaran dan permintaan akan buruh. Bila pendapatan pendduk bertambah di atas
tingkat produksi yang hanya cukup untuk kebutuhan mereka sendiri dan keluarga, maka
penduduk akan bertambah lebih cepat dari laju pertambahan makan dan kebutuhan lain. Jika
angkatan kerja bertambah maka akan bertambah pula tenaga kerja yang memasuki pasar kerja
dan yang mencari pekerjaan sehingga penawaran tenaga kerja menjadi lebih besar daripada
permintaan.

2.4 Kajian Empiris


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Trendyari dan Yasa (2014), berdasarkan hasil uji
regresi secara parsial menunjukan bahwa kesempatan kerja berpengaruh terhadap migrasi
masuk ke Kota Denpasar yang diperoleh nilai koefisien positif dengan signifikansi sebesar
0,025 yang lebih besar dari alpha 5 persen dan juga penelitian Ashari dan Mahmud (2018)
menunjukan bahwa kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap penduduk yang masuk ke
Kota Makassar sebab sebagian besar penduduk yang masuk ke Kota Makassar ialah penduduk
yang berinisiatif untuk mendapatkan perekonomian yang lebih baik dari daerah asalnya. Irawaty
dan Wahyuni (2011) menyatakan faktor penyebab perempuan Desa Pusakajaya melakukan
migrasi internasional tenaga kerja dipengaruhi oleh faktor penarik di negara tujuan yaitu
ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah tujuan dengan upah yang tinggi serta penyempitan
lahan pertanian sehingga lapangan pekerjaan tidak tersedia. Namun dalam penelitian yang
dilakukan oleh Irawan (2015) menunjukkan bahwa kesempatan kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap migrasi masuk di Kota Tarakan, dengan nilai t hitung 0,880 lebih kecil dari t
tabel sebesar 3,18245. Hubungan tidak signifikan menunjukan bahwa tidak semua masyarakat
yang melakukan migrasi ke kota mempunyai kesempatan kerja atau peluang kerja, skill atau
pengalaman yang diinginkan oleh perusahaan di Kota.
Dalam Penelitian Tanthowy dan Wardani (2018) menunjukan bahwa jarak Indonesia
dengan negara tujuan memiliki hubungan yang negatif terhadap migrasi PMI pada derajat
kepercayaan 1 persen dengan koefisien jarak memiliki nilai sebesar -1,609 dan penelitian
Sundari, Karismawan dan Salmah (2020) dengan nilai koefisien sebesar – 0,091 dengan nilai
signifikan 0,005 sehingga jarak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap minat pekerja
untuk migrasi sirkuler. Koefisien menunjukan arah negatif berarti semakin jauh jarak negara
asal dengan negara tujuan, maka semakin berkurang jumlah tenaga kerja yang melakukan
migrasi. Begitu juga penelitian Syamsiyah (2015) yang menunjukan bahwa variabel jarak
berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan tenaga kerja melakukan migrasi commuter
dengan nilai probabilitas 0,0006 dan nilai beta sebesar positif 2,2278 yang artinya semakin
dekat jarak yang harus ditempuh seorang tenaga kerja dari tempat tinggal ke tempat bekerja
maka probabilitas untuk melakukan migrasi commuter juga semakin meningkat.
Dalam penelitian Handayani (2018), hasil uji parsial variabel tingkat pendidikan
terhadap minat masyarakat Banyumas menjadi PMI adalah sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05
yang artinya variabel tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap minat menjadi PMI,
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi, rata-rata berminat untuk menjadi PMI,
dengan harapan dapat mendapat pekerjaan yang memiliki gaji yang tinggi yang sesuai dengan
pendidikannya. Sama halnya dengan penelitian Syamsiyah (2015) yang mengatakan bahwa
tingkat pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan tenaga kerja melakukan
migrasi commuter dengan nilai probabilitas 0,0267 dengan koefisien arah positif yang
menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan responden
maka probabilitas keinginan untuk melakukan migrasi akan semakin tinggi dibandingkan
dengan tenaga kerja dengan jenjang pendidikan lebih rendah.
Nurhalisa (2019) menyatakan dalam penelitiannya bahwa tingkat upah secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap migrasi masuk di Kota Makassar dengan nilai
signifikan 0,000 lebih besar dari 0,05. Hal ini dikarenakan upah dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, kenaikan tersebut membuktikan bahwa tingkat upah yang tinggi
menjadi faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan migrasi.
Sependapat dengan Handayani (2018) pendapatan berpengaruh signifikan terhadap minat tenaga
kerja untuk menjadi PMI dengan nilai signifikan sebesar 0,033 < 0,05. Kebanyakan rata-rata
calon PMI yang ingin bekerja ke luar negeri adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan atau
pengangguran di daerahnya dan calon tenaga kerja yang memiliki pendapatan < Rp. 500.000
sehingga tidak cukup memenuhi kebutuhannya. Hal ini juga dikemukakan oleh Fawaid (2016)
dengan hasil signifikansi 0,000< 0,05 yang berarti secara parsial upah di luar negeri
mempengaruhi minat mantan PMI untuk kembali ke luar negeri. Namun Syamsiyah (2015)
menyatakan bahwa pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan tenaga
kerja untuk melakukan migrasi dengan nilai probabilitas sebesar 0,1508 dengan nilai exp (B)
sebesar 1,000 dengan koefisien arah positif koefisien arah negatif menunjukan bahwa semakin
tinggi pendapatan yang diterima tenaga kerja di daerah asal maka probabilitas akan menurun,
begitu juga sebaliknya. Tidak signifikannya hasil penelitian karena responden yang tidak
berminat karena memiliki pendapatan yang hampir sama dengan jika mereka melakukan
migrasi.
Berdasarkan hasil penelitian Fawaid (2016) jumlah tanggungan secara parsial
mempengaruhi adanya minat mantan PMI untuk kembali ke luar negeri dengan odds ratio
sebesar 4,575 dan signifikansi 0,000 < 0,05. Sehingga jumlah tanggungan keluarga akan
meningkatkan peluang minat mantan PMI untuk bekerja kembali ke luar negeri, begitu juga
Prihatiningtyas (2018) mengatakan bahwa mereka yang memiliki beban tanggungan keluarga
berkisar antara 2-7 orang dan didominasi oleh mereka yang mempunyai beban tanggungan
keluarga 3-5 orang. Beberapa responden yang tidak memiliki minat migrasi didominasi oleh
mereka yang memiliki beban keluarga sebanyak 1-2 orang. Namun hal yang berbeda diteliti
oleh Pangaribuan, dan Handayani (2013) bahwa jumlah tanggungan dengan tingkat signifikansi
0,520 > 0,05 sehingga jumlah tanggungan tidak berpengaruh secara signifikan. Jika tenaga kerja
belum memiliki anak, cenderung akan memutuskan untuk melakukan migrasi sirkuler ke kota.
Purnomo(2009) yang menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan migrasi sirkuler untuk menetap. Variabel status perkawinan
dengan tingkat signifikansi 0,099 > α = 0,05, hal ini berarti seseorang yang belum menikah
cenderung akan memutuskan untuk bermigrasi ke kota dengan alasan untuk mencari
pengalaman baru di kota..
Kesempatan Kerja (X1)

Jarak (X2)
Lamanya Bekerja di Luar
Tingkat Pendidikan (X3)
Negeri
(Y)
Upah di Luar Negeri(X4)

Jumlah Tanggungan (X5)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual


Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis 1: Kesempatan kerja berpengaruh terhadap lamanya Pekerja Migran Indonesia
ke luar negeri.
2. Hipotesis 2: Jarak berpengaruh terhadap lamanya Pekerja Migran Indonesia bekerja ke
luar negeri.
3. Hipotesis 3: Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap lamanya Pekerja Migran
Indonesia bekerja ke luar negeri.
4. Hipotesis 4: Upah di luar negeri berpengaruh terhadap lamanya Pekerja Migran
Indonesia ke luar negeri.
5. Hipotesis 5: Jumlah tanggungan berpengaruh terhadap lamanya Pekerja Migran
Indonesia bekerja ke luar negeri.

3. METODE PENELITIAN
Berdasarkan Zikmund dkk (2013) penelitian ini adalah penelitin campuran dengan
menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer yang diperoleh dari survey dan wawancara serta data sekunder yang
diperoleh dari instansi yaitu Bada Pusat Statistik dan Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan
sampel snowball sampling sehingga diperoleh sebanyak 35 responden mantan pekerja migran
Indonesia.
Tabel 1. Definisi Variabel Operasional
Variabel Definisi Satuan
Lama Bekerja Jangka waktu bekerja responden di luar negeri mulai dari Tahun
ia bekerja sampai saat diwawancarai
Kesempatan Kerja Banyaknya ketersediaan lapangan pekerjaan untuk Skala linkert
tenaga kerja menurut persepsi responden
Jarak Ukuran seberapa jauh yang dilalui responden dari Skala linkert
wilayah asal ke wilayah tujuan diluar negeri menurut
persepsi responden
Tingkat pendidikan Pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden, yang Tahun
diketahui saat wawancara dilakukan
Upah di luar negeri Suatu penerimaan sebagai imbalan yang diterima Ringgit
responden untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan Malaysia
dilakukan
Jumlah Tanggungan Jumlah anggota keluarga ditanggung oleh responden Jiwa
sebagai penjamin kehidupan keluarga untuk mencukupi
segala kebutuhan anggota keluarga yang ditanggung

Metode analisis yang digunakan adalah regresi linerar berganda. Model persamaan
regresi linear berganda yang digunakan sebagai berikut:

Y = ß0 + ß1KK + ß2J + ß3TP + ß4U + ß5JT + ei.


Keterangan :
Y = Lama Bekerja PMI di Malaysia
KK = Kesempatan Kerja
J = Jarak
TP = Tingkat Pendidikan
U = Upah di luar negeri
JT = Jumlah tanggungan
β0 = Konstanta
β1, β2,β3, = Koefisien
ei = Residual
Dengan menggunakan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas yang bertujuan menguji
apakah variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak, analisisnya
menggunakan normal probability plot dan uji Klomogorov-Smirnov atau Uji K-S. kemudian di
lakukan uji heteroskedasitas untuk melihat ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam
persamaan regresi dengan menggunakan uji scatterplot dan uji glejser. Dan selanjutnya uji
Multikolinearitas, untuk melihat suatu hubungan linear yang sempurna antara beberapa atau
semua variable bebas. Dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Uji Asumsi Klasik
4.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah menguji ada tidaknya dalam model regresi, variabel terikat dan
variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis grafik, dengan secara Normal Probability Plot. Normalitas
data dapat dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik normal P-Plot.
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan gambar 4.1 Normal Probability Plot, menunjukan bahwa data menyebar
disekitar garis diagonal dan menunjukan pada distribusi normal, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa asumsi normalitas memenuhi dan layak dipakai untuk memprediksi lama
migrasi berdasarkan variabel bebasnya. Untuk lebih memastikannya, selain dengan uji
Normalitas Probability Plot dapat dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov (uji K-S). Berikut hasil
pengujiannya:
Tabel 4.10
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 35
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,42998301
Most Extreme Differences Absolute ,130
Positive ,080
Negative -,130
Test Statistic ,130
Asymp. Sig. (2-tailed) ,144c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Data primer, diolah.
Untuk uji normalitas berdasarkan Kolmogorov-Smirnov Test, data dapat dikatakan
normal jika hasil signifikan lebih besar dari 0,05, dan dalam hasil penelitian yang diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,144 yang berarti data dalam penelitian ini memiliki penyebaran data
normal.
4.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual dari satu variabel ke variabel lainnya.
Gambar 4.2 Scatter Plot
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan hasil output SPSS dengan menggunakan gambar scatterplot maka dapat
dilihat bahwa terdapat titik-titik data penyebaran diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
(nol), kemudian untuk penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola tertentu. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam model regresi berganda
penelitian ini. Untuk lebih memastikannya dilakukan uji Glejser, dan hasilnya sebagai berikut.
Tabel 4.11
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,521 1,184 -,440 ,663
Kesempatan Kerja -,462 ,425 -,373 -1,086 ,286
Jarak ,210 ,275 ,173 ,762 ,452
Tingkat Pendidikan ,069 ,051 ,257 1,351 ,187
Upah di luar negeri ,001 ,001 ,529 1,476 ,151
Jumlah Tanggungan 5,321E-5 ,137 ,000 ,000 1,000
a. Dependent Variable: ABS_RES_1
Sumber: Data Primer, diolah.

Berdasarkan Tabel 4.11 hasil uji heteroskedastisitas untuk nilai signifikan variabel
kesempatan kerja sebesar 0,286 jarak sebesar 0,452 tingkat pendidikan sebesar 0,187, upah di
luar negeri sebesar 0,151 dan jumlah tanggungan sebesar 1,00. Untuk dikatakan lulus uji
heteroskedastisitas apabila nilai signifikansi tiap variabel lebih besar dari 0,05. Sehingga dengan
demikian semua variabel independen dapat dikatakan lulus uji heteroskedastisitas.

4.1.3 Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya kolerasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi antara
variabel bebas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model regresi
adalah dengan melihat nilai signifikansi hasil pengujian data. Jika nilai signifikansinya di atas
nilai alpha 005 maka tidak terdapat korelasi antar variabel bebas dalam penelitian, sebaliknya
jika nilai signifikansi berada dibawah 0,05 maka terdapat korelasi antara variabel bebas. Berikut
merupakan hasil uji multikolinearitas dengan metode tolerance dan VIF.
Tabel 4.12
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 Kesempatan Kerja ,253 3,946
Jarak ,584 1,713
Tingkat Pendidikan ,826 1,211
Upah di luar negeri ,233 4,297
Jumlah Tanggungan ,726 1,376
a. Dependent Variable: Lama Bekerja di luar negeri
Sumber: Data Primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 4.12 diperoleh hasil tolerance dan VIF masing-masing variabel
kesempatan kerja sebesar 0,245 dan 3,946, variabel jarak nilai tolerance sebesar 0,584 dan VIF
sebesar 1,713, variabel tingkat pendidikan nilai tolerance sebesar 0,826 dan VIF 1,211 untuk
variabel upah di luar negeri tolerance sebesar 0,233 dan VIF sebesar 4,297 dan variabel jumlah
tanggungan nilai tolerance sebesar 0,726 dan VIF sebesar 1,376. Untuk syarat lulus dari
multikolinearitas, semua variabel untuk nilai tolerance harus diatas 0,1 dan VIF dibawah nilai
10 se hingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua data tidak terjadi
multikolinearitas.

4.2 Hasil Pengujian Hipotesis


Dalam menguji hipotesis digunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui
pengaruh lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Dimana dalam penelitian ini
yang dimaksud dengan variabel bebas terhadap variabel terikat adalah kesempatan kerja, jarak,
tingkat pendidikan, upah di luar negeri, jumlah tanggungan terhadap lama bekerja pekerja
migran Indonesia asal Kabupaten Sambas di luar negeri. Persamaan regresi berganda dalam
penelitian ini dibentuk berdasarkan hasil olahan SPSS 25 yang ditampilkan pada Tabel 4.14
Tabel 4.13
Hasil Estimasi Regresi Berganda
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -14,274 2,341 -6,097 ,000
Kesempatan Kerja 1,916 ,840 ,294 2,280 ,030
Jarak 2,012 ,544 ,314 3,696 ,001
Tingkat Pendidikan -,302 ,100 -,215 -3,009 ,005
Upah di luar negeri ,005 ,002 ,324 2,411 ,022
Jumlah Tanggungan ,103 ,272 ,029 ,381 ,706
a. Dependent Variable: Lama Bekerja di luar negeri
Sumber: Data Primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 4.13 bahwa besar nilai konstanta persamaan linear berganda sebesar
-14,274 dan adapun koefisien variabel kesempatan kerja sebesar 1,916, jarak sebesar 2,012,
tingkat pendidikan sebesar -0,302, upah di luar negeri sebesar 0,005 dan untuk jumlah
tanggungan sebesar 0,103. Berdasarkan nilai konstanta dan koefisien variabel tersebut maka
persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

Lama Bekerja di Luar Negeri = -14,274+ 1,916 KK + 2,012 J -0,302 TP + 0,005 U +


0,103 JT + ei

Hasil persamaan regresi berganda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Berdasarkan hasil regresi linear berganda diperoleh nilai konstanta sebesar – 14,274 artinya
bahwa jika variabel kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan, upah di luar negeri dan
jumlah tanggungan konstan pada angka 0 maka lama bekerja migran Indonesia di luar negeri
sebesar -14,274.
b. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien kesempatan kerja sebesar 1,916 yang
menunjukan bahwa jika kesempatan kerja naik 1 persen maka lama bekerja di luar negeri
meningkat 1,916 dengan asumsi jarak, tingkat pendidikan, upah di luar negeri, dan jumlah
tanggungan tetap.
c. Berdasarkan hasil regresi diperoleh bahwa nilai koefisien jarak sebesar 2,012 menunjukan
bahwa jika jarak naik 1 persen maka lama bekerja di luar negeri akan meningkat sebesar
2,012 dengan asumsi kesempatan kerja, tingkat pendidikan, upah di luar negeri dan jumlah
tanggungan tetap.
d. Berdasarkan hasil regresi diperoleh bahwa nilai koefisien tingkat pendidikan sebesar -0,302
yang artinya jika tingkat pendidikan naik 1 persen maka lama bekerja di luar negeri akan
turun sebesar 0,302 dengan asumsi kesempatan kerja, jarak, upah di luar negeri dan jumlah
tanggungan tetap.
e. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien upah di luar negeri sebesar 0,005
menunjukan bahwa jika upah di luar negeri meningkat 1 persen maka lama bekerja di luar
negeri akan meningkat 0,005 dengan asumsi kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan dan
jumlah tanggungan tetap.
f. Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai koefisien jumlah tanggungan sebesar 0,103 yang
menunjukan bahwa jika jumlah tanggungan naik 1 jiwa maka lama bekerja di luar negeri
akan meningkat sebesar 0,103 dengan asumsi kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan
dan upah di luar negeri tetap.

4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)


Tabel 4.14
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


1 ,899a ,809 ,776 1,938
a. Predictors: (Constant), Jumlah Tanggungan, Tingkat Pendidikan, Jarak, Kesempatan
Kerja, Upah di luar negeri
Sumber: Data Primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa nilai koefisien terminasi (R2) sebesar 0,809 hal
ini menunjukan bahwa kemampuan variabel bebas yaitu kesempatan kerja, jarak, tingkat
pendidikan, upah di luar negeri dan jumlah tanggungan dalam mempengaruhi lama bekerja di
luar negeri sebesar 80,9 persen sedangkan sisanya 19,1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor
yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

4.2.2 Uji F
Uji F statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
secara simultan, Pengaruh kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan, tingkat upah di luar
negeri dan jumlah tanggungan terhadap lama bekerja pekerja migran diluar negeri yang di uji
secara bersamaan.

Tabel 4.15
Hasil Uji F
ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 461,294 5 92,259 24,574 ,000b
Residual 108,877 29 3,754
Total 570,171 34
a. Dependent Variable: Lama Bekerja di luar negeri
b. Predictors: (Constant), Jumlah Tanggungan, Tingkat Pendidikan, Jarak, Kesempatan
Kerja, Upah di luar negeri
Sumber: Data Primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukan bahwa nilai probabilitas uji F statistik sebesar
0,000 lebih kecil dari taraf signifikan alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel
kesempatan kerja, jarak, tingkat pendidikan, upah di luar negeri dan jumlah tanggungan secara
simultan berpengaruh terhadap lama bekerja pekerja migran Indonesia asal Kabupaten Sambas
di luar negeri.

4.2.3 Uji T
Uji T bertujuan untuk menguji apakah variabel kesempatan kerja, jarak, tingkat
pendidikan, upah di luar negeri dan jumlah tanggungan masing-masing mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap variabel lama bekerja di luar negeri atau tidak. Dasar pengambilan
keputusan pada uji T adalah apabila tingkat signifikan > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
atau sebaliknya. Hasil uji T pada Tabel 4.14 menunjukan hasil pada masing-masing variabel
bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengaruh kesempatan kerja terhadap lama bekerja di luar negeri.


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa variabel kesempatan kerja memiliki nilai
probabilitasnya sebesar 0,030 atau lebih kecil dari taraf signifikan yang digunakan sebesar 5
persen atau 0,05. Dan berdasarkan pengambilan melalui T tabel diketahui nilai T hitung sebesar
2,280 dan T tabelnya sebesar 2,045. Maka nilai dari kesempatan kerja yaitu T hitung > T tabel
Artinya variabel kesempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap lama bekerja pekerja migran
di luar negeri. sehingga dapat disimpulkan bahwa kesempatan kerja berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri.

2. Pengaruh jarak terhadap lama bekerja di luar negeri


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa variabel jarak memiliki nilai probabilitas
sebesar 0,001 atau lebih kecil dari taraf signifikan yang digunakan sebesar 5 persen atau 0,05
dan berdasarkan pengambilan T tabel diketahui nilai T hitung sebesar 3,696 sehingga lebih
besar dari T tabel sebesar 2,045. Artinya variabel jarak berpengaruh signifikan dan positif
terhadap lama bekerja di luar negeri.

3. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap lama bekerja di luar negeri.


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa variabel tingkat pendidikan memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,005 lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05 dan nilai T hitung ke
arah negatif sebesar 3,009 lebih besar dari T tabel 2,045. Artinya variabel tingkat pendidikan
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri.

4. Pengaruh upah di luar negeri terhadap lama bekerja di luar negeri.


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa variabel upah di luar negeri memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,022 lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0,05 dan memiliki nilai T
hitung sebesar 2,411 lebih besar dari nilai T tabel sebesar 2,045. Artinya variabel upah di luar
negeri berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri.

5. Pengaruh jumlah tanggungan terhadap lama bekerja di luar negeri


Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukan bahwa variabel jumlah tanggungan memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,706 lebih besar dari taraf signifikansi sebesar 0,05 dan memiliki nilai T
hitung sebesar 0,381 lebih kecil dari T tabel sebesar 2,045. Artinya variabel jumlah tanggungan
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Kesempatan Kerja Terhadap Lama Bekerja di Luar Negeri
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa kesempatan kerja berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hubungan positif ini menunjukan
bahwa variabel kesempatan kerja menjadi faktor penarik tenaga kerja untuk bekerja di luar
negeri. Apabila kesempatan kerja di luar negeri meningkat maka lama bekerja di luar negeri
akan turut meningkat.
Keterbatasan lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja berketerampilan rendah di
Kabupaten sambas membuat hasrat masyarakat untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri
menjadi cukup besar salah satunya negara Malaysia. Djafar (2013) mengemukakan negara
Malaysia membutuhkan tenaga pekerja migran dikarenakan kurangnya pasokan tenaga kerja
didalam negeri terutama mereka yang bersedia bekerja di pekerjaan 3D (dirty,difficult and
dangerous). Tanggapan tenaga kerja terhadap perbedaan kemampuan ekonomi telah
memunculkan kesadaran untuk memilih bermigrasi ke tempat yang menjanjikan dengan
kesempatan kerja yang lebih baik.
Pada intinya migrasi tenaga kerja ini disebabkan oleh perbedaan perekonomian antar
negara. Sulitnya memperoleh pekerjaan yang memadai di negara berkembang serta adanya
kesempatan kerja yang tinggi di negara tujuan. Kesempatan bekerja di luar negeri seringkali
tersedia sebagai pekerja rumah tangga, pengasuh, operator atau pekerja perkebunan. Pekerja
migran Indonesia mendominasi semua sektor di Malaysia kecuali dibidang manufaktur dan jasa.
Pekerja migran Indonesia mayoritas tidak dilatih dengan baik dan juga tidak disadarkan
akan hak-hak mereka sehingga mereka memiliki risiko eksploitasi yang lebih tinggi. Salah satu
responden mengatakan bahwa mereka mendapat perlakuan kasar dari majikannya, namun
mereka harus tetap bertahan karena semua dokumen yang dimilikinya disimpan oleh
majikannya dan mereka juga takut tidak dibayar jika kabur. Namun ada juga pekerja migran
Indonesia yang betah bekerja di sana karena mendapat majikan yang baik dan sudah
menganggapnya seperti keluarga sendiri.
Hasil tersebut didukung oleh penelitian Tendyari dan Yasa (2014), Djafar (2013),
Irawaty dan Wahyuni (2011) yang menyatakan bahwa kesempatan bekerja di tempat tujuan
menjadi faktor penarik yang menyebabkan seseorang bermigrasi baik secara lokal maupun
internasional. Ananta (1996) juga menyatakan bahwa migrasi tenaga kerja dapat terjadi,
disebabkan oleh adanya perbedaan antar negara, terutama dalam mendapatkan kesempatan
kerja.

4.3.2 Pengaruh Jarak Terhadap Lama Bekerja di Luar Negeri


Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jarak berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hubungan positif ini menunjukan bahwa apabila
jarak semakin jauh maka lama tenaga kerja bekerja akan semakin lama juga. Bagi seorang
tenaga kerja jarak dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan mereka lama
bekerja di luar negeri karena jarak dapat diasumsikan dalam bentuk ekonomi yaitu berupa biaya
yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan atau dengan kata lain menggunakan ongkos
transportasi. Ketika jarak antara daerah asal dan tempat bekerja di luar negeri semakin jauh,
otomatis biaya yang dikeluarkan untuk pulang pergi menjadi lebih besar sehingga untuk itu
pengembalian biaya transportasi dan harapan uang yang dikumpulkan membutuhkan waktu
yang lebih lama. Dalam penelitian ini responden yang bekerja di Sibu, dengan lama bekerja
kurang lebih 2-5 tahun jarak dari Sibu diperkirakan menempuh waktu 13 jam perjalanan dengan
biaya sekitar RM.200, beberapa responden lain yang jaraknya lebih jauh seperti bekerja di Miri
yang menempuh waktu sekitar 19 jam perjalanan menggunakan bis dengan biaya sekitar
RM.400 rata-rata bekerja diatas 5 tahun.
Kabupaten Sambas yang berada di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Penduduk
Indonesia yang tinggal diperbatasan ini sangat bergantung pada Malaysia untuk hidup karena
aksesibilitas ke Malaysia lebih mudah dibandingkan dengan aksesibilitas ke kota-kota di
Indonesia (Djafar, 2012). Jarak menjadi faktor pendorong migrasi namun tidak berdiri sendiri
karena juga dipengaruhi faktor ekonomi potensial di luar negeri. Dalam hal bermigrasi
mayoritas tenaga kerja tertarik bermigrasi jarak pendek dan migrasi tidak tetap, hal ini
disebabkan oleh solidaritas antara penduduk dan keluarga mereka, teman-teman dan kampung
halaman yang ditinggalkan (Anggraini dan Fafurida, 2016). Masyarakat melihat migrasi sebagai
investasi yang mana biaya yang dikeluarkan untuk beberapa periode awal untuk mendapatkan
pengembalian selama periode waktu yang lama.
Jika manfaat yang diterima saat sudah bekerja melebihi biaya yang dikeluarkan, baik
secara finansial maupun psikis maka orang tersebut akan memutuskan untuk berganti pekerjaan
atau pindah. Namun jika manfaat yang diterima tidak sebesar biaya yang dikeluarkan maka
orang tersebut tidak akan berpindah pekerjaan (Ehrenberg & Smith, 2003). Penelitian ini
didukung oleh penelitian Thanthowy dan Wardani (2018), Karismawan dan Salmah (2020)
serta Syamsiyah (2015),
4.3.3 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Lama Bekerja di Luar Negeri
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hubungan negatif ini menunjukan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin menurun lama bekerja di luar negeri
begitu juga sebaliknya. Terlihat jelas bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi
probabilitas lama migrasi pekerja migran Indonesia asal Kabupaten Sambas. Ketika tenaga kerja
memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan tidak dapat bersaing dengan tenaga kerja lulusan
yang lebih tinggi di dalam negeri, namun di luar negeri mereka dapat memperoleh pekerjaan
dengan mudah, sehingga mereka betah bekerja di luar negeri yang dapat memenuhi kebutuhan
keluarga dibandingkan jika harus kembali ke asal, mereka tidak dapat bekerja secara tetap.
Sebagian besar pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia hanya lulusan SD.
Penyebab dari rendahnya tingkat pendidikan di Kabupaten Sambas adalah rendahnya tingkat
kesadaran akan pentingnya pendidikan dan juga biaya sekolah yang mahal sedangkan keperluan
hidup masih kurang, serta kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Seperti untuk di
Kabupaten Sambas rata-rata setiap kecamatan hanya memiliki satu SMA negeri dan baru dua
tahun terakhir yang digratiskan untuk tingkat SMA.
Dengan keterampilan yang rendah yang biasanya bekerja di sebagai buruh bangunan,
buruh perkebunan, buruh pabrik, asisten rumah tangga dan lain-lainnya. Pekerjaan yang lebih
banyak menggunakan tenaga dan kemauan pekerja migran. Tidak hanya itu, kenyataan
dilapangan menunjukan banyak pekerja migran Indonesia yang dibawah umur, beberapa
responden mengatakan mereka bekerja saat setelah tamat SD atau SMP, keterbatasan ekonomi
menyulitkan mereka untuk melanjutkan pendidikan sehingga memilih untuk menjadi pekerja
migran. Menjadi pekerja migran diumur dini mengharuskan mereka bekerja secara ilegal yang
hanya menggunakan paspor wisatawan. Jika mereka ingin bekerja secara resmi dengan
dokumen yang lengkap, mereka harus menaikkan umurnya untuk lolos administrasi.
Faktor utama yang menyebabkan pekerja migran Indonesia menjadi migran ilegal
adalah proses yang rumit, tidak praktis, membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama untuk
bermigrasi melalui jalur yang resmi. Beberapa pekerja migran Indonesia beranggapan bahwa
bermigrasi secara ilegal lebih menguntungkan, baik untuk diri sendiri dan juga majikan karena
akan lebih cepat, lebih murah dan lebih praktis. Selain itu, undang-undang tentang migrasi akan
menempatkan mereka dengan majikan tertentu, sehingga jika pekerja migran Indonesia yang
ilegal akan lebih bebas dalam memilih majikan dan jenis pekerjaan yang mereka inginkan.
Selain itu, banyak pekerja migran Indonesia yang resmi namun kondisi kerja yang eksploitatif,
penganiayaan fisik dan psikologis atau upah yang tidak dibayar membuat pekerja migran
Indonesia tidak memiliki pilihan selain meninggalkan majikan tersebut sehingga akan
mengakibatkan hilangnya status hukumnya sebagai pekerja migran Indonesia karena ijin kerja
yang terikat dengan majikannya.
Kasus di Malaysia menjadi sorotan terutama dengan diberlakukannya kontrol ketat
sejak 2002 dan pengenaan hukuman yang mencakup pemukulan dan pemenjaraan, tidak hanya
terhadap pekerja migran ilegal tetapi juga majikannya. Menyusul adanya pengaduan tentang
penganiayaan pekerja rumah tangga, pemerintah Malaysia sekarang membuat daftar hitam
majikan yang menganiaya pekerja migran dengan larangan mendapat pekerja lagi seumur hidup
(Kaur, 2007)
Pekerja migran Indonesia di luar negeri seringkali hanya memiliki sedikit informasi
tentang prosedur migrasi dan kondisi kerja di luar negeri. Kurangnya informasi membuat
pekerja migran Indonesia rentan terhadap penipuan dan potensi pelacakan oleh pihak Indonesia
maupun luar negeri. Pekerja migran Indonesia dapat ditipu selama proses migrasi dan secara
tidak sadar terlibat dalam migrasi ilegal dan beberapa pekerja migran Indonesia diberi informasi
tentang kondisi pekerjaan yang baik dan upah yang lebih tinggi dari kondisi yang sebenarnya
terjadi.
Todaro dalam teorinya menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan
positif terhadap keinginan seseorang untuk bermigrasi, dan didukung oleh penelitian Syamsiyah
(2015). Ini berlaku jika semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja, maka akan cenderung
berniat untuk menetap di daerah tujuan. Kondisi menerangkan mereka yang memiliki
pendidikan lebih tinggi mengharapkan pekerjaan yang lebih layak, dan pada akhirnya dapat
memberikan penghasilan besar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Berbeda dengan Teori Todaro dan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini
menunjukan bahwa pendidikan berpengaruh negatif disebabkan 35 responden yaitu pekerja
migran Indonesia yang bekerja di sektor informal. Pekerja migran Indonesia rata-rata bekerja di
luar negeri sebagai buruh bangunan atau buruh pabrik dan lainnya sehingga tidak memerlukan
pendidikan yang tinggi. Penelitian ini didukung juga oleh penelitian Handayani (2018).

4.3.4 Pengaruh Upah di Luar Negeri Terhadap Lama Bekerja di Luar Negeri.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa upah di luar negeri berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hubungan positif ini
menunjukan bahwa semakin tinggi upah yang didapatkan oleh pekerja migran Indonesia di luar
negeri akan semakin lama jangka waktu bekerja di luar negeri. Semakin tinggi upah di luar
negeri semakin lama kemungkinan untuk bekerja di luar negeri karena tenaga kerja merasa
hidupnya akan lebih terjamin dalam memenuhi kebutuhan. Minat migrasi tergantung dari
perbedaan upah dari dua jenis pasar tenaga kerja yang berbeda juga. Sesuai dengan teori Todaro
yang mengatakan bahwa pekerja migran memutuskan melakukan migrasi jika upah bersih di
daerah tujuan lebih besar dari upah bersih di daerah asal. Jika terjadi tingkat upah daerah tujuan
sama dengan upah daerah asal maka migran akan menghentikan arus mobilitasnya. Dengan
demikian seorang migran melakukan migrasi sirkuler agar pendapatan rumah tangganya lebih
baik.
Masyarakat di Kabupaten Sambas melihat menjadi pekerja migran Indonesia adalah
satu-satunya jalan keluar dari kemiskinan bagi mereka dan keluarga mereka. Oleh karena itu
sebagian besar pekerja migran Indonesia bermigrasi dengan tujuan bekerja di luar negeri dalam
jangka waktu tertentu guna menabung uang yang cukup untuk membuat rumah, membuka
usaha, atau menyekolahkan anak atau kerabatnya. Meskipun menjadi pekerja migran Indonesia
bersifat sementara karena hanya sedikit migran yang berangkat dengan niat menetap di negara
tujuan, umumnya mereka tidak memiliki kesempatan untuk tinggal. Namun demikian, karena
biaya tinggi sering dihubungkan dengan mendapat pekerjaan di luar negeri, masa migrasi
seringkali berubah menjadi masa tinggal yang lebih lama dari yang diharapkan dan dapat
berlangsung beberapa tahun (IOM, 2010)
Pekerja migran Indonesia yang mendapat upah diatas RM.1500 rata-rata bekerja di atas
4 tahun, mereka banyak bekerja sebagai buruh pabrik. Banyak faktor yang menyebabkan
mereka betah bekerja bertahun-tahun selain upah yang diterima tinggi, seperti tempat bekerja
yang nyaman, majikan baik, ada juga yang karena ikut sanak saudaranya sehingga mereka
seperti berada di kampung halaman. Namun dibalik itu, ada yang memiliki pengalaman buruk,
beberapa pekerja migran Indonesia terpaksa pulang ke kampung halamannya karena upah yang
tidak dibayar. Untuk pulang ke kampung halaman mengharuskan mereka meminjam uang
kepada teman yang berasal dari daerah yang sama, ada juga yang harus berjalan kaki menempuh
puluhan kilometer untuk ke menuju kedutaan Indonesia berharap dapat dipulangkan karena
tidak adanya biaya. Tidak dibayarnya upah adalah salah satu resiko yang harus ditanggung
pekerja migran Indonesia yang bekerja secara ilegal. Pengaruh positif upah di luar negeri
didukung oleh penelitian Djafar (2015) pendapatan di Malaysia menjadi faktor penarik para
pekerja migran Indonesia ke negara ini.

4.3.5 Pengaruh Jumlah Tanggungan Terhadap Lama Bekerja di Luar Negeri.


Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah tanggungan berpengaruh secara
positif dan tidak signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hal ini menyatakan bahwa
apabila seseorang belum memiliki anak, cenderung akan memutuskan untuk melakukan migrasi
keluar negeri. Pekerja migran Indonesia yang belum memiliki tanggungan cenderung akan
mencari pengalaman keluar negeri. Semakin sedikit jumlah tanggungan semakin lama
responden laki-laki bekerja di luar negeri. Hal ini menunjukan dengan rata-rata maupun jumlah
tanggungan dari responden sebanyak 2 orang namun banyak juga responden yang tidak
mempunyai tanggungan untuk bekerja di luar negeri. Dengan memutuskan bekerja lebih lama di
luar negeri untuk meningkatkan taraf hidupnya sehingga responden laki-laki cenderung lebih
banyak dibandingkan responden perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Purnomo (2009) dan Pangaribuan & Handayani (2013). Namun penelitian ini bertentangan
dengan penelitian Fawaid (2016) dan Prihatiningtyas (2018) yang mengatakan bahwa jumlah
tanggungan yang dimiliki oleh pekerja migran mempengaruhi probabilitas (kemungkinan) minat
migrasi seorang pekerja migran Indonesia bekerja ke luar negeri.
5. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang pengaruh kesempatan kerja,
jarak, tingkat pendidikan, upah di luar negeri, dan jumlah tanggungan terhadap lama bekerja
pekerja migran Indonesia di Kabupaten Sambas, diambil beberapa kesimpulan dari penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian uji secara parsial (Uji T) variabel kesempatan kerja diketahui nilai t hitung
2,280 > 2,045 dengan nilai signifikansi 0,03 < 0,05 maka variabel kesempatan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Semakin tinggi
kesempatan kerja diluar negeri maka semakin lama pekerja migran Indonesia bekerja di luar
negeri. Minimnya kesempatan kerja di daerah asal mengakibatkan tenaga kerja memilih
bekerja diluar negeri.
2. Hasil penelitian uji secara parsial variabel jarak (Uji T) diketahui nilai t hitung sebesar 3,696
> 2,045 dengan nilai signifikan sebesar 0,001 < 0,05. Sehingga variabel jarak berpengaruh
signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri, semakin jauh jarak yang ditempuh pekerja
migran Indonesia maka semakin lama pekerja migran bekerja di luar negeri. Hal ini
dikarenakan akan semakin tinggi biaya yang diperlukan untuk ongkos semakin lama waktu
untuk pengembalian biaya-biaya tersebut.
3. Hasil penelitian uji secara parsial (Uji T) variabel tingkat pendidikan diketahui nilai t hitung
ke arah negatif sebesar 3,009 > 2,045 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 < 0,05 sehingga
variabel tingkat pendidikan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap lama bekerja
di luar negeri, semakin rendah pendidikan pekerja migran maka lama bekerja diluar negeri
akan semakin meningkat, hal ini dikarenakan dengan pendidikan yang rendah pekerja
migran Indonesia akan kesulitan mencari pekerjaan di dalam negeri, sehingga ia harus tetap
bekerja di luar negeri dengan pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan keterampilan tetapi
menghasilkan upah yang tinggi.
4. Hasil penelitian uji secara parsial (Uji T) variabel upah di luar negeri diketahui nilai t hitung
sebesar 2,411 > 2,045 dengan nilai signifikan sebesar 0,022 < 0,05 sehingga variabel upah di
luar negeri berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri.
Semakin tinggi upah yang diterima di luar negeri maka akan semakin lama pekerja migran
bekerja di luar negeri. Hal ini dikarenakan para pekerja migran merasa terjamin kebutuhan
hidupnya dengan bekerja diluar negeri, dibandingkan kembali ke daerah asal, dengan
pekerjaan yang upahnya rendah.
5. Hasil penelitian uji secara parsial (Uji T) variabel jumlah tanggungan diketahui nilai t hitung
sebesar 0,381 < 2,045 dengan nilai signifikan sebesar 0,706 > 0,05 sehingga variabel jumlah
tanggungan tidak berpengaruh signifikan terhadap lama bekerja di luar negeri. Hal ini
dikarenakan banyak tenaga kerja yang tidak mempunyai tanggungan, bekerja lebih lama di
luar negeri untuk mencari pengalaman kerja dan uang. Rata-rata mereka adalah tenaga kerja
dengan rentang umur 16 tahun hingga 29 tahun dengan status belum menikah.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut rekomendasi yang dapat Penulis sampaikan adalah
Diharapkan pemerintah dapat lebih meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan untuk tenaga
kerja sehingga tenaga kerja tidak perlu keluar negeri untuk mendapat pekerjaan. Diharapkan
penyaluran pekerja migran Indonesia swasta atau semacam PJTKI memberikan kemudahan
pada biaya keberangkatan para calon pekerja migran Indonesia, serta ada banyaknya calo agensi
yang semakin menyulitkan pada biaya dan membuat calon pekerja migran Indonesia
mengeluarkan biaya lebih besar. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di Kabupaten Sambas sehingga dapat meningkatkan tenaga kerja pada bidang
profesional dan mengurangi tenaga kerja yang tidak terlatih serta masyarakat semakin sadar
akan pentingnya pendidikan, selain itu harapkan peningkatan upah minimum kabupaten dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak bagi para tenaga kerja dan diharapkan juga pemerintah dapat
melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia selama penempatan yang relevan dengan
karakteristik pekerja migran Indonesia yang seharusnya aturan tersebut dimuat dalam perjanjian
bilateral.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada majelis penguji serta pihak-pihak lain yang telah
membantu Penulis dalam menulis serta memperbaiki tulisan ini menjadi tulisan yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo, S. M., & Samosir, O. B. (2010). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta:
Salemba Empat

Badan Nasional Penempatan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. (2021). Data


Penempatan Dan Perlindungan PMI Periode Tahun 2020. Jakarta: BP2MI.
Retrieved from https://bp2mi.go.id/statistik-detail/data-penempatan-
danpelindungan -pmi-periode-tahun-2020.

Badan Pusat Statistik. (2021). Kabupaten Sambas Dalam Angka 2021. Sambas: BPS.
Retrieved from
https://sambaskab.bps.go.id/publication/2021/02/26/5db67f9b36ce1ec913f96ae0/k
abupaten-sambas-dalam-angka-2021.html

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Sambas 2020.


Sambas: BPS. Retrieved from
https://sambaskab.bps.go.id/publication/2021/08/17/0d011c8bc42ef060d905009a/s
tatistik-ketenagakerjaan-kabupaten-sambas-2020.html

Faruq, U. Al, & Mulyanto, E. (2017). Sejarah Teori-Teori Ekonomi. Banten: Unpam
Press.
Retrieved from http://eprints.unpam.ac.id/8552/2/PIE0033_MODUL
UTUH_SEJARAH TEORI-TEORI EKONOMI %281%29.pdf

Fei, J. C. H., & Ranis, G. (2008). The American Economic Review. American
Economic Review, 98(5), i–v. doi:10.1257/aer.98.5.i

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Ibm Spss.


Semarang: Bp Universitas Diponogoro.

Lee, E. S. (1966). A Theory of Migration. Population Association of America., 3(1),


47–57. https://doi.org/10.2307/2061645

Purnamasari, S. (2019). Penerapan Ekonomi Pembangunan. Banten: Unpam Press.


Retrieved from http://eprints.unpam.ac.id/8600/2/PIE06330_MODUL EKONOMI
PEMBANGUNAN.pdf
Sundari, N. P. F., Karismawan, P., & Salmah, E. (2020). Fenomena Migrasi Sirkuler Di
Kota Mataram. Ganec Swara, 14(1), 557-565. Retrieved from
Http://Journal.Unmasmataram.Ac.Id/Index.Php/Gara/Article/View/134

Suratman, E. (2008). Kawasan Perbatasan dan Pembangunan Daerah. Pontianak:


Untan Press.

Susilo, I. B. F. D., & Subchanifa, D. P. V. (2016). Asean Labor Market Integration and
its Sosial Effects for Unskilled Labor Migration. Jurnal Economia,12(1) April
2016. Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/economia
/article/download/8227/8149

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2011). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonisia Fakultas


Ekonomi UII.

World Bank. (2017). Indonesia’s Global Workers Juggling Opportunities & Risks. The
World Bank, 1–94. Retrieved from http://documents1.worldbank.org/
curated/en/946351511861382947/pdf/121691-Indonesias-Global-Workers-
Juggling-Opportunities-Risks.pdf

Zikmund, W. G., Babin, B. J., Carr, J. C., & Griffin, M. (2013). Business Research
Methods (8th ed.). New York: South- Western College Pub.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai