Anda di halaman 1dari 7

Subsidi Pupuk: Permasalahan Kronis Jadi Temuan Lagi1

Oleh
Marihot Nasution
Rosalina Tinneke Kusumawadhani
Analis APBN Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian,
Sekretariat Jenderal DPR RI

Dalam rangka peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian, ketersediaan pupuk menjadi
salah satu faktor penentu. Untuk itu, pemerintah berupaya menjamin ketersediaan pupuk tersebut melalui
kebijakan subsidi pupuk. Subsidi pupuk merupakan komponen tertinggi dalam kebijakan subsidi non-energi
di APBN. Dalam kurun waktu tahun 2018 - 2021, realisasi subsidi pupuk berfluktuasi dari semula sebesar
Rp33.612,7 miliar pada tahun 2018 menjadi Rp27.155,3 miliar pada tahun 2021 (BPK, berbagai tahun).
Subsidi pupuk diberikan agar petani dapat melakukan usaha tani dengan biaya terjangkau sehingga dapat
meningkatkan produksi komoditas pertanian dan mewujudkan ketahanan pangan nasional serta
meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam perkembangannya, terdapat banyak laporan atas pelaksanaan
subsidi pupuk yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan sebelumnya. Kajian ini akan
memaparkan berbagai masalah dalam pelaksanaan subsidi pupuk dengan mengambil sumber informasi
dari hasil audit BPK. Diharapkan kajian ini dapat menjadi ukuran akuntabilitas pelaksanaan subsidi pupuk
yang telah berjalan sejak lama.
Perkembangan Subsidi Pupuk Periode 2016-2017

Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

Alokasi Anggaran (miliar 30.063,2 33.153,4 36.454.4 39.276,4 35.477,4 29.057,8 25.276,6 25.276,6
Rp)

Realisasi Anggaran 26.853,3 28.840,4 33.612,7 34.308,3 34.236,9 27.155,3


(miliar Rp)

Alokasi Jumlah (juta 9,55 9,55 9,55 9,55 9,04 9.04 dan
ton-untuk pupuk padat) 1,5 juta
liter
Pupuk
Organik
Cair
(POC)

Pelaksana Public Service PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan anak perusahaannya yaitu PT Pupuk Iskandar
Obligation (PSO). Muda (PT PIM), PT Pupuk Sriwijaya (PT PUSRI), PT Pupuk Kujang (PT PK), PT
Petrokimia Gresik (PT PKG) dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PT PKT).

Jumlah Temuan Hasil 3 6 6 1 6 3 - -


Audit BPK

Jumlah Rekomendasi 6 13 13 2 10 10 - -
BPK Atas Temuan Hasil
Audit

Perencanaan yang Belum Memadai


Subsidi pupuk adalah subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok tani (poktan)/petani
untuk memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau dalam rangka mendukung ketahanan pangan.
Fasilitas pupuk bersubsidi tersebut diberikan kepada petani dengan syarat petani yang dimaksud 1)
bergabung dalam Kelompok Tani, 2) terdaftar dalam sistem e-RDKK, 3) menunjukkan identitas (kartu tanda
penduduk) dan 4) mengisi form penebusan pupuk bersubsidi. Selain itu petani yang berhak mendapatkan
pupuk bersubsidi memiliki luas lahan paling luas 2 Ha (dua hektare) setiap musim tanam untuk petani yang
1
Kajian ini disajikan pula dalam infografis menarik yang dapat diakses pada link:
https://public.flourish.studio/story/1836635/
1
melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan/atau peternakan, serta
memiliki luasan usaha budidaya paling luas satu hektare setiap musim tanam untuk pembudidaya ikan.
Penetapan anggaran subsidi pupuk salah satunya didasarkan pada rencana kebutuhan pupuk bersubsidi.
Untuk meningkatkan efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi, maka kebutuhan pupuk harus berdasarkan
kebutuhan riil petani, pekebun, peternak dan petambak yang disusun dalam bentuk Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK). Rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun
berdasarkan musyawarah anggota Kelompok Tani (Poktan) dalam bentuk RDKK.
RDKK juga berperan sebagai dasar dalam melakukan pemesanan pupuk bersubsidi kepada distributor
atau penyalur yang ditetapkan secara manual dan/atau melalui sistem elektronik (e-RDKK)2. Informasi
yang diperoleh dari RDKK tersebut antara lain berupa luas areal usaha tani yang diusahakan oleh petani,
pekebun, peternak, dan pembudidaya ikan dan/atau udang kelompok tani dengan rekomendasi
pemupukan berimbang spesifik lokasi. Mekanisme penyusunan RDKK diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) No. 67 Tahun 2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani. Dalam lampiran
peraturan tersebut disampaikan bahwa RDKK Pupuk Bersubsidi, merupakan rencana kebutuhan pupuk
Poktan selama satu tahun, yang selanjutnya dilakukan rekapitulasi secara berjenjang dari desa/kelurahan
sampai Pusat dhi. Kementerian Pertanian. Hasil rekapitulasi tersebut digunakan sebagai dasar usulan
kebutuhan pupuk bersubsidi tingkat nasional tahun berikutnya. Komponen dalam penyusunan RDKK
sebagai berikut:
1. Musim tanam;
2. Provinsi/Kab/Kota/Kec/Desa;
3. Nama kelompok tani;
4. Komoditi;
5. Nama distributor/pengecer resmi;
6. Nama petani dan Nomor Induk Kependudukan (NIK);
7. Luas tanam;
8. Tanam membutuhkan pupuk bersubsidi;
9. Jumlah kebutuhan pupuk: jumlah pupuk yang dibutuhkan sesuai komoditi dan luas areal tanam
usaha tani, dan rekomendasi dosis pemupukan untuk wilayah setempat;
10. Waktu penggunaan: disesuaikan dengan jadwal tanam/penggunaan pupuk tersebut.
Permasalahan tentang perencanaan dan penganggaran alokasi pupuk bersubsidi dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) No. 13/LHP/XVII/05/2018, No. 19/LHP/XVII/05/2019 dan No.
16/LHP/XVII/05/2020 menyimpulkan hasil berupa: a) RDKK yang dijadikan dasar penyaluran pupuk
bersubsidi berindikasi tidak valid; b) basis data perencanaan/penganggaran alokasi volume pupuk
bersubsidi belum dapat diidentifikasi secara rinci, sesuai sasaran penyaluran pupuk bersubsidi; dan c)
penyusunan RDKK pupuk bersubsidi tidak sesuai ketentuan, secara berurutan. Meskipun hasil temuan di
atas telah selesai ditindaklanjuti, dalam pemeriksaan atas pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021 atau LHP
No. 15/LHP/XVII/05/2022, masalah yang sama tetap muncul.
Dalam pelaksanaan penyusunan RDKK, sumber data yang menjadi input adalah data Sistem
Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) yang dimiliki oleh BPPSDMP. Dalam Permentan
No. 49 Tahun 2020, RDKK yang digunakan untuk penebusan pupuk bersubsidi adalah RDKK yang
ditetapkan melalui sistem elektronik (e-RDKK) yang dapat didownload di setiap kecamatan. Hasil temuan
menunjukkan data petani yang terdaftar dalam e-RDKK tidak valid karena: 1) data petani dalam e-RDKK
tidak padan dengan data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Ditjen Dukcapil sebanyak
29.736 NIK petani pada 33 provinsi; 2) satu NIK dalam e-RDKK dengan identitas yang berbeda sebanyak
51 data NIK; dan 3) petani yang telah meninggal masih terdaftar dalam e-RDKK sebanyak 23.380 NIK
petani .
Temuan lain terkait e-RDKK yang tidak valid diantaranya:
● petani yang terdaftar dalam e-RDKK tidak dapat menebus pupuk bersubsidi karena rencana tanam
atau luas lahannya nol, sehingga tidak mempunyai alokasi pupuk;
● petani yang terdaftar dengan memiliki luas lahan/luas tanam namun tidak memiliki kuota pupuk;
● petani yang terdaftar dengan luas lahan 0 (nihil) hektare di musim tanam 1, 2, dan 3 namun
diperhitungkan kebutuhan pupuknya;

2
e-RDKK adalah bentuk lain dari RDKK yang berupa web base dengan tambahan atribut antara lain berupa Nomor
Induk Kependudukan (NIK).
2
● perhitungan alokasi kebutuhan pupuk dalam e-RDKK yang tidak sesuai dengan satuan kemasan
pupuk subsidi;
● e-RDKK belum mengakomodasi kebutuhan pupuk organik cair (POC);
● data luas lahan dan luas tanam yang ditetapkan dalam RDKK belum didukung bukti/ referensi yang
valid;
● formula perhitungan kebutuhan pupuk sesuai komoditas atas rencana luas tanam belum dapat
didukung referensi atas komposisi pemupukan berimbang; dan
● kesalahan sistem e-RDKK yang melampaui kebutuhan petani sesuai luas tanamnya.
e-RDKK juga menjadi dasar alokasi pupuk bersubsidi ditetapkan dengan mempertimbangkan:
● Luas baku lahan sawah yang dilindungi dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan
(LP2B);
● Usulan kebutuhan pupuk dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang disampaikan secara
berjenjang;
● Penyerapan pupuk bersubsidi tahun sebelumnya.
Penghitungan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian No. 49/2020 sebagaimana
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36 Tahun 2021, namun dalam LHP No.
15/LHP/XVII/05/2022 ditemukan bahwa perhitungan alokasi dan realokasi pupuk bersubsidi tidak
berdasarkan data yang memadai. Dalam penghitungan alokasi pupuk bersubsidi, volume kebutuhan pupuk
ditetapkan sebesar 9.041.475 ton (tidak termasuk kebutuhan POC sebanyak 1.500.000 liter):
- ditentukan faktor pengurang persentase dari e-RDKK 2020 tanpa perhitungan yang memadai
dengan mempergunakan faktor pengurang persentase dari e-RDKK tahun 2020 yaitu 77%, 55%,
40% dan 30% serta pengurang 10.842 ton. Hal yang sama juga terjadi di penghitungan volume
pupuk NPK formula khusus, organik granul dan organik cair;
- penyesuaian kebutuhan alokasi pupuk per masing-masing provinsi, juga tidak didukung dokumen
dan perhitungan yang memadai;
- perhitungan alokasi pupuk bersubsidi per masing-masing provinsi belum mempertimbangkan luas
baku lahan sawah yang dilindungi dan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B);
dan
- Dalam hal realokasi pupuk bersubsidi yang dilakukan apabila terjadi kekurangan atau kelebihan
pupuk pada salah satu wilayah dengan memperhatikan alokasi yang tersedia dan usulan kebutuhan
pupuk diketahui bahwa proses penghitungan realokasi belum memadai yaitu provinsi yang
mendapatkan tambahan alokasi pupuk (realokasi) namun realisasi penyaluran masih lebih rendah
dibandingkan alokasi awal.
Gambar 1. Perbedaan Luas Tanam Padi dalam RDKK dengan Luas Tanam Daftar Sebaran Padi

Sumber: LHP BPK No. 15/LHP/XVII/05/2022 (BPK, 2021, diolah)

3
Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa data petani dalam e-RDKK belum sesuai dengan
sasaran lahan yang akan memperoleh pupuk bersubsidi; perencanaan kebutuhan pupuk bersubsidi belum
sepenuhnya tepat sasaran, tepat jumlah, tepat jenis untuk pupuk organik cair, dan tepat tempat/lokasi;
kebutuhan volume pupuk bersubsidi dalam RDKK belum menggambarkan kondisi yang riil; dan petani di
daerah lain kehilangan kesempatan untuk memperoleh alokasi pupuk bersubsidi.
Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan agar Menteri Pertanian untuk:
● merumuskan langkah pemutakhiran data Simluhtan yang akan diintegrasikan dengan e-RDKK;
● melakukan pengujian pemadanan atas validitas data e-RDKK dengan data kependudukan milik
Ditjen Dukcapil; dan
● menyusun suatu formulasi alokasi pupuk bersubsidi yang baku sesuai ketentuan
(mempertimbangkan luas baku lahan sawah dan LP2B, usulan kebutuhan dari pemerintah provinsi,
serapan pupuk tahun sebelumnya, dan alokasi anggaran).

Penyaluran Tidak Sesuai Ketentuan, Tetap Terjadi.


Seperti disampaikan sebelumnya, bahwa untuk meningkatkan efektivitas penyaluran pupuk
bersubsidi, kebutuhan pupuk didasarkan pada kebutuhan petani, pekebun, dan peternak yang disusun
secara berkelompok dalam bentuk e-RDKK Pupuk Bersubsidi. Penyaluran pupuk bersubsidi dilaksanakan
secara tertutup melalui produsen di bawah PT Pupuk Indonesia (PT PI) kepada distributor (penyalur di Lini
III), selanjutnya distributor menyalurkan kepada pengecer resmi (penyalur di Lini IV) dan pengecer
menyalurkan kepada petani sebesar Harga Eceran Tertinggi (HET). Penyaluran pupuk bersubsidi kepada
petani dilakukan oleh pengecer resmi yang telah ditunjuk di wilayah kerjanya berdasarkan data cetak
e-RDKK yang dibatasi oleh alokasi pupuk bersubsidi di wilayahnya. Pengecer resmi yang ditunjuk wajib
menjual pupuk bersubsidi kepada petani yang terdaftar pada sistem e-RDKK.
Dalam mempermudah pemantauan penyaluran pupuk bersubsidi oleh pengecer kepada petani
yang terdaftar dalam e-RDKK maka Kementerian Pertanian mengembangkan aplikasi Transaksi Pupuk
Bersubsidi (T-Pubers) yang mulai diberlakukan pada bulan Juni 2021. Aplikasi ini mengharuskan pengecer
pupuk melakukan proses penginputan realisasi penyaluran setiap bulannya. Aplikasi T-Pubers adalah
suatu aplikasi berbasis android yang digunakan di kios pengecer untuk menginput data penyaluran pupuk
bersubsidi tiap bulannya yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Verval (e-Verval). Aplikasi e-Verval
adalah aplikasi yang digunakan oleh tim verifikasi dan validasi (tim verval) kecamatan untuk memvalidasi
transaksi penyaluran pupuk bersubsidi oleh kios/pengecer. Proses verifikasi dan validasi dalam penyaluran
pupuk bersubsidi dilakukan oleh tim verval yang ditetapkan oleh Kementan pada tingkat pusat dan
ditetapkan oleh kepala dinas kabupaten/kota pada tingkat kecamatan. Tim verval akan melakukan verifikasi
dan validasi melalui aplikasi e-Verval atas data penyaluran pupuk bersubsidi yang diinput oleh
kios/pengecer melalui aplikasi T-Pubers. Basis data pada aplikasi T-Pubers dan e-Verval adalah data
e-RDKK sehingga ketiga sistem informasi tersebut terintegrasi satu sama lain. Data utama pada e-RDKK
adalah NIK petani penerima pupuk bersubsidi.
Sebelum diberlakukannya aplikasi T-Pubers, temuan perihal lemahnya proses verifikasi dan validasi
penyaluran pupuk bersubsidi di LHP BPK tahun 2017-2020 selalu terjadi. Berikut rinciannya:
- Temuan LHP Tahun 2017 – pendampingan dan pelaksanaan verifikasi dan validasi penyaluran
pupuk bersubsidi belum sesuai ketentuan yang berakibat pada penyaluran pupuk bersubsidi di
tingkat pengecer kepada petani dan/kelompok tani belum dapat diyakini kewajarannya dan tidak
terdapat pengawasan yang memadai atas penyaluran pupuk bersubsidi pada tingkat provinsi.
- Temuan LHP Tahun 2018 – pengendalian atas pelaksanaan kontrak pengadaan dan penyaluran
pupuk bersubsidi berupa upaya verifikasi dan validasi belum memadai yang berakibat pada
penyaluran subsidi pupuk yang tidak tepat sasaran.
- Temuan LHP Tahun 2019 – pelaksanaan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi di
tingkat kecamatan belum memadai yang berakibat tidak dapatnya diketahui secara akurat jumlah
pupuk yang disalurkan.
- Temuan LHP Tahun 2020 – mekanisme verifikasi oleh tim verval pusat tidak dapat mengidentifikasi
kesesuaian perhitungan volume penyaluran dengan ketersediaan bukti penyaluran, alokasi, dan
HPP yang berlaku dan hasil verifikasi Tim Verval Kecamatan tidak didukung dokumen validasi oleh
kepala dinas. Selain itu, tidak ada penunjukan pejabat yang berwenang untuk melakukan validasi
hasil verifikasi Tim Verval Pusat. Hal ini berakibat pada volume pupuk bersubsidi yang disalurkan
dan tagihan pupuk bersubsidi belum sepenuhnya akurat.
4
Tahun 2021, permasalahan perihal verifikasi dan validasi masih menjadi masalah meskipun
dengan adanya T-Pubers. Jumlah petani yang terdaftar melakukan penebusan pupuk bersubsidi pada data
aplikasi T-Pubers sebanyak 9.751.236 petani dengan jumlah penebusan pupuk bersubsidi secara
keseluruhan sebanyak 7.763.001 ton. Permasalahan yang muncul dari penggunaan T-Pubers tersebut
diantaranya:
● Data NIK dalam T-Pubers tidak padan dengan data SIAK, yang mana terdapat 1) NIK petani dalam
data T-Pubers tidak ditemukan dalam data SIAK; 2) penebusan pupuk bersubsidi pada data
T-Pubers dilakukan oleh petani yang mana menurut data SIAK sudah meninggal; 3) penebusan
pupuk bersubsidi dilakukan oleh petani yang masih berumur di bawah 17 tahun atau belum cukup
umur; dan 4) terdapat NIK petani yang menebus pupuk bersubsidi pada data T-Pubers tidak
terdaftar dalam e-RDKK.
● Penebusan dan penyaluran pupuk bersubsidi pada kios pengecer dan petani tidak sesuai dengan
kondisi sebenarnya, contohnya data hasil stock opname (data riil di lapangan) tidak sama ketika
dilakukan cross-check dengan aplikasi T-Pubers.
● Form penebusan pupuk bersubsidi petani yang ada di pengecer tidak diisi dengan informasi yang
lengkap antara lain tidak diisi dengan angka volume yang ditebus, tidak dilengkapi dengan fotokopi
KTP dan/atau tidak ditandatangani oleh petani.
Hal ini mengakibatkan penyaluran pupuk bersubsidi berpotensi tidak diterima personil yang tepat
sesuai sasaran dan/atau diterima oleh yang tidak berhak sesuai sasaran dan beberapa penyaluran pupuk
bersubsidi tidak dapat diakui dan dibayarkan belanja dan tidak dapat diakui sebagai beban subsidi tahun
tersebut. Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Pertanian agar:
● mengoptimalkan verifikasi dan validasi menggunakan pengolahan big data penyaluran pupuk
subsidi;
● melakukan koordinasi dalam pemutakhiran data NIK petani yang terdaftar dalam e-RDKK dan
mengintegrasikan dengan data Simluhtan; dan
● meningkatkan pengawasan atas penyaluran pupuk bersubsidi melalui Tim Pengawas Pupuk
Subsidi Tingkat Pusat serta melalui tim KP3 di masing-masing wilayah.
Kartu Tani, Metode Penebusan Pupuk Bersubsidi Sering Menjadi Kendala
Sejak tahun 2017, pemerintah menerapkan kebijakan penebusan pupuk bersubsidi oleh peserta
kelompok tani dalam e-RDKK dengan menggunakan Kartu Tani pada beberapa daerah. Kebijakan ini
diharapkan akan terus dijalankan secara bertahap dan diharapkan pada tahun 2024, Kartu Tani dapat
digunakan dalam penebusan pupuk bersubsidi secara nasional. Kartu Tani sendiri sejak pertama kali
diluncurkan di tahun 2017 dilakukan uji coba penggunaannya pada lima provinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya, pada tahun 2018,
uji coba penggunaan Kartu Tani diperluas ke 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Lampung, Aceh, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi
Tengah. Namun hingga tahun 2022 penggunaan Kartu Tani secara nasional belum terwujud. Hal tersebut
merupakan salah satu masalah dalam pelaksanaan subsidi pupuk. Pada hasil audit BPK tahun 2020
ditemukan bahwa penggunaan Kartu Tani belum menjamin penyaluran secara transparan, akuntabel dan
tepat sasaran. Atas permasalahan tersebut, tindak lanjut atas rekomendasi BPK belum seluruhnya
ditindaklanjuti diantaranya rekomendasi untuk menetapkan suatu mekanisme koordinasi dengan Himpunan
Bank Milik Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI dalam rangka pemanfaatan
database dashboard Kartu Tani secara periodik sebagai salah satu acuan verifikasi tagihan subsidi pupuk.
Pada tahun 2021, jumlah petani yang terdaftar dalam e-RDKK adalah sebanyak 17.049.733 orang,
sedangkan petani yang telah menerima distribusi Kartu Tani hanya sebanyak 9.147.118 petani atau
sebesar 53,65%. Adapun Kartu Tani yang digunakan untuk menebus pupuk bersubsidi di pengecer hanya
sebanyak 2.943.478 petani atau 32,18% dari Kartu Tani yang telah didistribusikan. Dari kondisi tersebut,
persentase nilai transaksi dari tagihan subsidi pupuk hanya sebesar 18,53% dari total tagihan berasal dari
transaksi Kartu Tani. Berdasarkan volumenya, transaksi Kartu Tani tahun 2021 mencapai 1.521.538 ton
dari 7.763.000,01 ton atau 19,60% dari volume tertagih.
Terlihat dari Gambar 2 di bawah, bahwa sebaran Kartu Tani yang tercetak dan terdistribusi di Pulau
Jawa masih lebih rendah dari jumlah petani yang tergabung dalam poktan dan masuk dalam e-RDKK.
Perlu diingat bahwa 3 provinsi di Pulau Jawa merupakan provinsi dimana Kartu Tani diujicobakan sejak
tahun 2017. Gambar 2 juga menunjukkan tingkat penggunaan Kartu Tani pun masih rendah meskipun di
wilayah Jawa yang kendala infrastruktur dan teknologi tergolong rendah. Transparansi, akuntabilitas dan

5
ketepatan sasaran penggunaan Kartu Tani pun masih ditemui di tahun 2021. Hasil pemeriksaan atas
penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani menunjukkan temuan sebagai berikut:
● tim verval kecamatan, dan tim verval pusat tidak melakukan verifikasi dan validasi transaksi Kartu
Tani sesuai ketentuan, verval hanya dilakukan dengan membandingkan dashboard Kartu Tani
dengan tagihan;
● masih terdapat kendala atas transaksi dengan Kartu Tani karena error saat transaksi dan Kartu Tani
yang belum ter-inject kuota;
● transaksi Kartu Tani sesuai database dashboard Himbara dan hasil verifikasi tim verval tidak dapat
direkonsiliasi;
● terdapat penebusan pupuk dengan Kartu Tani oleh petani yang tidak terdaftar dalam e-RDKK;
● realisasi penebusan melalui Kartu Tani melebihi kuota e-RDKK;
● penebusan pupuk melalui Kartu Tani sekaligus aplikasi T-Pubers melebihi kuota e-RDKK; dan
● terjadi pembayaran atas transaksi berulang.
Gambar 2. Sebaran Kartu Tani Tahun 2021 di Pulau Jawa

Sumber: LHP BPK No. 15/LHP/XVII/05/2022 (BPK, 2021, diolah)


Temuan di atas menyebabkan penggunaan Kartu Tani oleh petani tidak efektif; ketidakvalidan data
e-RDKK, database Kartu Tani dan kelemahan sistem oleh Himbara menghambat capaian tepat sasaran
dalam penyaluran pupuk bersubsidi; dan penyaluran pupuk bersubsidi tidak sesuai ketentuan dan terjadi
kelebihan pengakuan belanja dan beban negara. Atas kondisi di atas, BPK merekomendasikan Menteri
Pertanian agar:
● melakukan verifikasi dan validasi transaksi Kartu Tani melalui pengolahan database Kartu Tani;
● melakukan koordinasi dengan pihak Himbara yang masih bermasalah dalam pemanfaatan Kartu
Tani terkait pengelolaan database Kartu Tani termasuk sarana prasarana maupun teknis
penggunaannya; dan
● menyusun SOP yang mengatur tentang verifikasi dan validasi Kartu Tani serta integrasi data
e-RDKK dengan Kartu Tani.

6
Bagaimana Tindak Lanjut Temuannya?
Temuan tahun-tahun sebelumnya yang kembali berulang di tahun 2021 menunjukkan lemahnya
penegakan Kementan dalam menjalankan prosedur demi terlaksananya subsidi pupuk yang tepat sasaran.
Sejak 2017, masih terdapat beberapa temuan BPK yang tindak lanjutnya belum sesuai rekomendasi BPK
dan bahkan masih terdapat temuan yang belum ditindaklanjuti. Hal ini mencerminkan kinerja pelaksanaan
subsidi pupuk tidak sesuai dengan harapan bahkan tidak sesuai azas yang ditetapkan di awal yaitu, 6
tepat/6T (tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat harga, tepat tempat, dan tepat waktu).
Untuk temuan tahun 2021 sendiri, seperti terlihat di Gambar 3 bahwa dari 10 rekomendasi yang
diberikan BPK, baru ditindaklanjuti 3 tindak lanjut. Enam tindak lanjut yang lain masih belum sesuai
rekomendasi BPK dan satu rekomendasi belum ditindaklanjuti. Rekomendasi yang telah ditindaklanjuti
berupa penertiban verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi. Sementara itu, rekomendasi yang
sedang dalam proses ditindaklanjuti berupa: perlunya revisi regulasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk
petani yang menggunakan Kartu Tani; pelaporan dan pemutakhiran data di Kementan perihal data
persediaan pupuk bersubsidi di distributor dan pengecer; penguatan koordinasi dengan Himbara dalam
pemanfaatan dashboard Kartu Tani secara periodik sebagai alat verifikasi; dan penetapan berbagai
alternatif mekanisme pembayaran penebusan pupuk bersubsidi oleh petani dan mengintegrasikan
transaksi pembayaran dengan e-RDKK.
Gambar 3. Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Temuan dan Rekomendasi Hasil Audit BPK

Sumber: LHP BPK No. 15/LHP/XVII/05/2022 (BPK, 2021, diolah)


Belajar dari temuan BPK sebelumnya, diharapkan Kementan memperbaiki pengelolaan subsidi
pupuk lebih baik lagi dimulai dengan menindaklanjuti rekomendasi dari BPK dan memperbaiki beberapa
kelemahan perangkat pupuk bersubsidi yaitu e-RDKK, T-Pubers, e-Verval, dan Kartu Tani dan
mengintegrasikannya satu sama lain. Hal ini diperlukan agar perangkat tersebut mencerminkan kondisi riil
di lapangan demi subsidi pupuk yang tepat sasaran dan memberikan kontribusi optimal bagi produktivitas
pangan dan mendorong ketahanan pangan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai