Anda di halaman 1dari 5

KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA KONSTRUKSI INFORMAL DI KELURAHAN “X” KOTA

SAMARINDA
Pendahuluan
Industri konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang
cukup tinggi, hal ini dikaitkan de-ngan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja
yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang ter-batas, dinamis dan
menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
Implementasi sistem manaje-men keselamatan dan kesehatan kerja yang lemah pada sektor ini
telah menempatkan tenaga kerja pada risiko tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja. Untuk
memperkecil risikokecelakaan kerja ini, sejak awal tahun 1980an pemerintah Republik Indonesia
telah mengeluarkan suatu peraturan ten-tang keselamatan kerja khusus untuk sektor kons- truksi,
yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kecelakaan kerja sektor konstruksi masih
menjadi masalah keselamatan kerja baik di dunia maupun di Indonesia yang memerlukan perhatian
dari berbagai pihak. 5 kali lebih tinggi daripada sektor manufaktur, sementara itu biaya yang harus
dikeluarkan akibat kecelakaan kerja sektor ini diperkirakan menghabiskan 10 miliar USD lebih per
tahun.
Menurut Multiple Causation Theoryyang diperkenalkan oleh Petersen, penyebab ke-celakaan kerja
dapat dikelompokan menjadi dua golongan besar, yaitu Unsafe act dan Unsafe Condition. Unsafe
condition adalah kondi-si lingkungan kerja yang tidak aman dan dapat menyebabkan kecelakaan
kerja secara langsung maupun tidak langsung. 4Di Indonesia, pekerja sektor konstruksi se-cara garis
besar dibagi dua, yaitu pekerja konstruk-si formal artinya bekerja pada perusahaan kon-struksi yang
mempunyai badan hukum dan pekerja konstruksi informal. Wa-laupun telah berjasa menyerap
tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal, kondisi tenaga kerja sektor informal masih
memprihatinkan kare-na masih belum banyak tersentuh oleh program pemerintah.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di Kelurahan X Samarinda, sebagian besar
penduduk menggunakan jasa pekerja kons- truksi informal untuk membangun rumah atau ba-
ngunan fisik lainnya, pekerja konstruksi informal sebagian besar berstatus tenaga kerja harian lepas
atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan suatu perusahaan (dengan
sendirinya secara formal tidak ada jaminan bagi kesehatan maupun keselamatan kerjanya), ke-
celakaan yang sering terjadi adalah tertimpa benda, terjatuh dari ketinggian, terpeleset,
tertusuk/tersayat benda tajam namun belum ada kejadian hingga mengakibatkan kematian, cidera
yang di-alami oleh para pekerja antara lain adalah patah tulang,
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk mempelajari ko-relasi antara faktor-faktor risiko dengan efek
yang dilakukan dengan cara observasi atau pengumpu-lan data sekaligus pada satu saat atau secara
bersa-maan.5 Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei

2015 dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang pekerja, seluruh anggota populasi dijadikan
sam-pel penelitian (total sampling).Variabel bebas terdiri dari perilaku pekerja yang tidak aman
(unsafe act) dan kondisi lingku-ngan kerja yang tidak aman (unsafe condition), sementara variabel
terikat adalah kecelakaan ker-ja. Alat ukur penelitian menggunakan kuesioner yang disusun
mengacu pada Loss Causation Mo-del menurut Bird dan telah teruji cukup valid dan reliabel.
Analisa data menggunakan uji statistik chi square dengan batas kemaknaan α=0,05. Pe-
nyajian data menggunakan narasi, tabel silang dan grafik histogram.
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan karakteris-tik responden penelitian sebagai berikut kelom-pok
umur responden terbanyak berada pada umur antara 18-23 tahun, yaitu sebesar 21 responden
(52,2%), pendidikan responden sebagian besar (42,5%) adalah lulusan SLTA dan masa kerja res-
ponden sebagian besar (65%) berada pada rentang 1 sampai 6 tahun (Tabel 1).Hasil analisis
univariate menunjukkan se-bagian besar responden pernah mengalami ke-celakaan kerja yaitu
sebanyak 25 orang (62%), se-bagian besar responden responden sering melaku-kan tindakan tidak
aman sebanyak 30 orang (75%) dan sebagian besar responden bekerja di lingku-ngan kerja yang
tidak aman sebanyak 26 orang (65%). Jenis tindakan tidak aman paling banyak
PASCA

Kecelakaan konstruksi terulang lagi, pengamat sebut ada 'kegagalan


manajemen'

Untuk kesekian kalinya kecelakaan konstruksi terjadi. Yang terbaru, alat berat proyek
pembangunan empat jalur kereta atau (double-double track) yang menghubungkan Manggarai
dan Jatinegara ambruk pada Minggu (04/02) pagi.
Pengamat konstruksi menilai kecelakaan konstruksi yang berulang, lantaran kegagalan manajemen
konstruksi.
Ambruknya alat berat crane di proyek pembangunan empat jalur kereta terjadi di Mataraman,
Jakarta Pusat, pada Minggu pagi, ketika lima orang pekerja sedang menaikkan bantalan rel Lantaran
posisinya tidak pas bantalan rel jatuh dan menimpa pekerja, menewaskan empat orang.
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH), Manlian Ronald Simanjuntak,
mengusulkan perbaikan manajemen konstruksi untuk mencegah kecelakaan dengan melibatkan
semua pihak.
"Sudah beberapa kali terjadi, seharusnya belajar banyak ya. Ini bukan cuma kegagalan teknis tapi
kegagalan manajemen konstruksi," kata Ronald kepada BBC Indonesia pada Minggu (04/02).
Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Arie Setiadi
Moerwanto, mengaku insiden ini bukanlah yang pertama, dan menyebutkan minimnya pengawasan
jadi penyebab kecelakaan dalam proses kontruksi. "Pengawasan yang kurang ketat ya yang kemarin-
kemarin ini terjadi, dan kasusnya girder, itu ada juga workability dari sistem itu yang perlu
ditindaklanjuti. Artinya, di atas kertas bagus, alat tersebut bagus, namun pada proses pengerjaan
perlu ketelitian yang sangat tinggi," ujar Arie
Untuk mencegah kecelakaan dalam proyek infrastruktur sebenarnya telah dibentuk Komite
Keselamatan Konstruksi (KKK), dengan salah satu tugasnya adalah pengawasan.
Bantalan rel tidak pas

Berdasarkan informasi dari pihak Kepolisian Sektor Jatinegara, insiden ambruknya alat berat crane di
proyek DDT terjadi pada
Minggu (04/02) pukul 05:00
WIB, ketika lima orang
pekerja sedang menaikkan
bantal rel dengan
menggunakan alat berat
jenis crane.
Ketika bantalan rel sudah
berada di atas namun
dudukannya tidak pas
sehingga bantal rel jatuh
menimpa korban yang
mengakibatkan keempat
korban meninggal dunia.
Adapun keempat korban meninggal adalah Jaenudin (44 tahun) dengan luka di kepala, Dami
Prasetyo (25 tahun) dengan kondisi badan hancur, Jana Sutisna (44 tahun) dengan luka di kepala dan
Joni (34 tahun) dengan luka di kepala, serta tangan kiri dan kanan patah.

Apa langkah selanjutnya? (PASCA)


Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mencatat ada 13 kecelakaan
konstruksi terjadi sejak Agustus
tahun lalu.
Di bulan Januari 2018 saja,
tercatat empat kecelekaan kerja
di sektor konstruksi, yakni pada
proyek pembangunan jalan tol
Depok-Antasari,
jatuhnya girder dan tiang pada
proyek LRT serta runtuhnya atap
Manhataan Mall dan
Kondominium di Medan.
Menindaklanjuti maraknya kasus kecelakaan konstruksi yang marak terjadi akhir-akhir ini,
kementerian membentuk Komite Keselamatan Konstruksi (KKK) pada akhir bulan lalu.

Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi
Moerwanto yang juga Ketua Sub-komite Jalan dan Jembatan Konstruksi Keselamatan Konstruksi
mengungkapkan untuk memastikan kecelakaan konstruksi tak lagi terulang, Arie menegaskan
pentingnya bekerja sesuai prosedur selama proses konstruksi.
"Yang pasti semua prosedur kerja itu kita tekankan untuk dilakukan dengan baik. Kemudian juga
sertifikasi semua pekerja dan peralatan," ujar Arie.

Anda mungkin juga menyukai