Anda di halaman 1dari 9

RISET OPERASI

STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

ANALISIS KEPUTUSAN
Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan
informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-
pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari
satu. Jika sumber kerumitan itu adalah beragamnya kriteria, maka analytical hierarchy
process (AHP) merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah ini. AHP
diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 ketika di Wharton School.

Kuntoro Mangkusubroto dan C. Listiarini Trisnadi (1983) dalam Analisa Keputusan,


menyatakan analisa keputusan mengkombinasikan kemampuan untuk menangani sistem
yang kompleks dan dinamis dan kemampuan menangani ketidakpastian dalam satu
disipilin keilmuan. Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan tetapi
juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan.

MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM)

Secara sederhana pengambilan keputusan multikriteria dapat diselesaikan dengan kriteria


berikut:
1. DOMINASI, bila salah satu alternatif mendominasi alternatif lain untuk
semua kriteria keputusan yang ditetapkan.
2. LEKSIKOGRAFI, bila salah satu alternatif dapat memenuhi kriteria yang diprioritaskan.
3. PENGHAMPIRAN atau TINGKAT ASPIRASI, bila salah satu alternatif dapat
memenuhi kriteria minimal yang disyaratkan.

HADIJAH 1
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

CONTOH : KEPUTUSAN UNTUK MEMBELI LOKASI PABRIK BARU

KRITERIA KEPUTUSAN
ALTERNATIF
HARGA LUAS JARAK
(juta (m2) (km)
rupiah)
Pondong 560 2.500 30
Kuaro 490 3.000 50

KRITERIA DOMINASI :
Pondong : hanya unggul dalam JARAK
Kuaro : unggul dalam HARGA dan LUAS
Kesimpulan : Kuaro dipilih karena lebih dominan dalam
kriteria.

KRITERIA LEKSIKOGRAFI :
Harus ditetapkan dulu mana kriteria utama, kedua dan seterusnya. Bila nilainya sama
dengan kriteria pertama, maka dilanjutkan dengan kriteria berikutnya. Sebaliknya, bila
nilainya lebih jelek untuk kriteria ke-n maka keputusan diambil dari alternatif yang
memenuhi kriteria yang sebelumnya (n-1). Keputusan ditetapkan bila alternatif telah
memenuhi kriteria yang diprioritaskan.

LUAS (pertama) : KUARO


JARAK (kedua) : PONDONG
HARGA (ketiga) : tidak perlu pertimbangan lagi
 Kesimpulan : KUARO terpilih - cukup dari kriteria
LUAS
atau kriteria berbeda
HARGA (pertama) : KUARO
LUAS (kedua) : KUARO
JARAK (ketiga) : PONDONG
 Kesimpulan : KUARO terpilih - dari kriteria HARGA &
LUAS

HADIJAH 2
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

KRITERIA PENGHAMPIRAN (TINGKAT ASPIRASI)


Tetapkan dulu kriteria yang harus dipenuhi, kemudian pilih alternatif yang memenuhi
semua tingkat aspirasi (target). Misalnya ditetapkan sebagai berikut:

2
HARGA ≤ Rp 600 juta | LUAS ≥ 2.500 m | JARAK ≤ 40 km

maka diketahuilah sebagai berikut :

TINGKAT ASPIRASI
ALTERNATIF
HARGA LUAS JARAK
Pondong   
Kuaro   -

 Kesimpulan : PONDONG terpilih karena memenuhi kriteria yang diinginkan.

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)


Secara sederhana, AHP sering diartikan sebagai PEMBOBOTAN dari serangkaian
persoalan yang dihadapi, baik terhadap kriteria maupun alternatifnya. AHP dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks.
AHP dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Rancang struktur keputusan dari persoalan yang dihadapi.
2. Perhitungan berpasangan (pairwise comparison).
3. Sintesa Prioritas

HADIJAH 3
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

CONTOH : PERSOALAN MEMBELI MOBIL SEDAN KELAS 2.000 cc

KRITERIA ALTERNATIF
BIAYA OPERASIONAL
TOYOTA
MODEL
HONDA
KECEPATAN
MAZDA
KENYAMANAN

1. STRUKTUR KEPUTUSAN

HADIJAH 4
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

2. PERHITUNGAN BERPASANGAN (PAIRWISE COMPARISON)

Menggunakan skala perhitungan yang umum dalam metodologi penelitian. Dalam contoh ini
akan menggunakan skala rating 5 poin dimana 5 = sangat setuju sampai 1 = sangat tidak
setuju.

BIAYA
KRITERIA MODEL KECEPATAN KENYAMANAN
OPERASIONAL
BIAYA
3,00 1,00 2,00 4,00
OPERASIONAL
MODEL 1,00 2,00 3,00 4,00

KECEPATAN 2,00 3,00 1,00 2,00

KENYAMANAN 4,00 4,00 2,00 4,00

Σ 10,00 10,00 8,00 14,00

BIAYA OPERASIONAL TOYOTA HONDA MAZDA


TOYOTA 4,00 2,00 3,00
HONDA 2,00 3,00 1,00
MAZDA 3,00 1,00 2,00
Σ 9,00 6,00 6,00

MODEL TOYOTA HONDA MAZDA


TOYOTA 1,00 4,00 3,00
HONDA 4,00 4,00 3,00
MAZDA 3,00 3,00 2,00
Σ 8,00 11,00 8,00

KECEPATAN TOYOTA HONDA MAZDA


TOYOTA 2,00 3,00 1,00
HONDA 3,00 3,00 3,00
MAZDA 1,00 3,00 1,00
Σ 6,00 9,00 5,00

KENYAMANAN TOYOTA HONDA MAZDA


TOYOTA 2,00 3,00 1,00
HONDA 3,00 4,00 3,00
MAZDA 1,00 3,00 3,00
Σ 6,00 10,00 7,00

HADIJAH 5
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

3. SINTESA PRIORITAS
Dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
 Hitung jumlah tiap kolom dari matriks nilai berpasangan
 Buatkan matriks baru dengan elemen berupa hasil bagi antara nilai lama dengan jumlah
kolom tersebut (lakukan per kolom)
 Jumlahkan elemen baru tersebut pada tiap barisnya.
 Hasil dari kolom baru ini dibagi dengan total kolomnya untuk mendapatkan prioritas
(bobot) yang diharapkan.

BIAYA
KRITERIA MODEL KECEPATAN KENYAMANAN Σ PRIORITAS
OPERASIONAL
BIAYA
0,30 0,10 0,25 0,29 0,94 0,23
OPERASIONAL

MODEL 0,10 0,20 0,38 0,29 0,96 0,24

KECEPATAN 0,20 0,30 0,13 0,14 0,77 0,19

KENYAMANAN 0,40 0,40 0,25 0,29 1,34 0,33

Σ 1,00 1,00 1,00 1,00 4,00 1,00

Dari hasil tabel di atas maka diketahui hasil prioritas kriteria tersebut, yaitu :
 KENYAMANAN = 0,33 atau 33%
 MODEL = 0,24 atau 24%
 BIAYA OPERASIONAL = 0,23 atau 23%
 KECEPATAN = 0,19 atau 19%

HADIJAH 6
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

BIAYA
TOYOTA HONDA MAZDA Σ PRIORITAS
OPERASIONAL

TOYOTA 0,44 0,33 0,50 1,28 0,43

HONDA 0,22 0,50 0,17 0,89 0,30

MAZDA 0,33 0,17 0,33 0,83 0,28

Σ 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

Dari hasil tabel di atas maka diketahui hasil prioritas alternatif berdasarkan kriteria BIAYA
OPERASIONAL, yaitu :
 TOYOTA = 0,43 atau 43%
 HONDA = 0,30 atau 30%
 MAZDA = 0,28 atau 28%

MODEL TOYOTA HONDA MAZDA Σ PRIORITAS

TOYOTA 0,13 0,36 0,38 0,86 0,29

HONDA 0,50 0,36 0,38 1,24 0,41

MAZDA 0,38 0,27 0,25 0,90 0,30

Σ 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

Dari hasil tabel di atas maka diketahui hasil prioritas alternatif berdasarkan kriteria MODEL,
yaitu :
 HONDA = 0,41 atau 41%
 TOYOTA = 0,29 atau 29%
 MAZDA = 0,30 atau 30%

HADIJAH 7
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

KECEPATAN TOYOTA HONDA MAZDA Σ PRIORITAS

TOYOTA 0,33 0,33 0,20 0,87 0,29

HONDA 0,50 0,33 0,60 1,43 0,48

MAZDA 0,17 0,33 0,20 0,70 0,23

Σ 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

Dari hasil tabel di atas maka diketahui hasil prioritas alternatif berdasarkan kriteria
KECEPATAN, yaitu:
 HONDA = 0,48 atau 48%
 TOYOTA = 0,29 atau 29%
 MAZDA = 0,23 atau 23%

KENYAMANAN TOYOTA HONDA MAZDA Σ PRIORITAS

TOYOTA 0,33 0,30 0,14 0,78 0,26

HONDA 0,50 0,40 0,43 1,33 0,44

MAZDA 0,17 0,30 0,43 0,90 0,30

Σ 1,00 1,00 1,00 3,00 1,00

Dari hasil tabel di atas maka diketahui hasil prioritas alternatif berdasarkan kriteria
KENYAMANAN, yaitu :
 HONDA = 0,44 atau 44%
 MAZDA = 0,30 atau 30%
 TOYOTA = 0,26 atau 26%

HADIJAH 8
RISET OPERASI
STIE WIDYA PRAJA TANA PASER

SINTESA PRIORITAS AKHIR

BIAYA
MODEL KECEPATAN KENYAMANAN PRIORITAS
ALTERNATIF OPERASIONAL ∑
0,23 0,24 0,19 0,33 1,00

TOYOTA 0,43 0,29 0,29 0,26 1,27 0,32

HONDA 0,30 0,41 0,48 0,44 1,63 0,41

MAZDA 0,28 0,30 0,23 0,30 1,11 0,27

1,00 1,00 1,00 1,00 4,00 1,00

Dari hasil perhitungan di atas maka diperoleh keputusan pembelian mobil sedan
2.000 cc diurutkan sebagai berikut :
 HONDA = 0,41 atau 41%
 TOYOTA = 0,32 atau 32%
 MAZDA = 0,27 atau 27%

HADIJAH 9

Anda mungkin juga menyukai