BAB I
NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENG GARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian
koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-
kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas
beberapa kementerian sebagai berikut.
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
a) Kementerian Dalam Negeri
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup
dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang
baik
Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan
bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi
kultural, dan dimensi institusional.
a. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam
falsafah negara.
b. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah
negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.
c. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama
untuk mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan
prinsip keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan
adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan
hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai
penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan
tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhannya
di dalam pelaksanaan tugasnya.
Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama sesungguhnya dapat
memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika
seseorang harus melakukan korupsi atau penyelewengan harta negara lainnya dan perilaku
negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang
selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Nilai
spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai yang seharusnya dapat teraktualisasi
dalam tata kelola pemerintahan.
BAB II
KETENTUAN UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG WARGA NEGARA, PENDUDUK,
AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME
A. Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia
Perbedaan Antara Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia.
a. Penduduk dan Bukan Penduduk.
Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu negara,
sedang yang bukan penduduk adalah orang yang berada di suatu wilayah suatu negara
dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah negara tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, asas kewarganegaraan apa yang dianut oleh negara kita ? Menurut
penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan menganut asas-
asas sebagai berikut.
a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunan, bukan bersasarkan negara tempat dilahirkan.
b. Asasiussolisecaraterbatas,yaituasasyangmenentukankewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur undang-undang.
c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2).
a. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
b. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2)
disebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa harus khawatir
negara akan mengurangi kemerdekaan itu. Hal ini dikarenakan kemerdekaan beragama tidak
boleh dikurangi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan
hal-hal sebagai berikut.
a. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama- agama yang dipeluk oleh
warga negara.
b. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara
dan pemerintahan.
c. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila
terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan
menentukan agama yang ia kehendaki.
d. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan
hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang
berhubungan dengan eksistensi agama masing- masing.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan
amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih
bisa ditolerir. Dengan kata lain dengan sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk
saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus dikembangkan sikap
saliang menghargai, menghomati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan
tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut.
Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk mempersatukan
dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan
pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini
perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan
keamanan, dan ketertiban umum.
BAB III
KETENTUAN UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG WILAYAH, PERTAHANAN DAN
KEAMANAN NEGARA
Berdasarkan hukum laut internasional wilayah laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam
sebagai berikut.
a. Zona Laut Teritorial
Batas laut teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut
lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu
kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing
negara tersebut.
b. Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan
lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter.
Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan
landasan kontinen Australia.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona ekonomi eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur
dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan
pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut.
Wilayah daratan Indonesia juga memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting bagi
tegaknya kedaulatan Republik Indonesia. Wilayah daratan merupakan tempat pemukiman
atau kediaman warga negara atau penduduk Indonesia. Selain wilayah lautan dan daratan,
Indonesia juga mempunyai kekuasaan atas wilayah udara. Wilayah udara Indonesia adalah
ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan lautan Republik Indonesia.
Negara Republik Indonesia masih mempunyai satu jenis wilayah lagi, yaitu wilayah
ekstrateritorial. Wilayah ekstrateritorial yang merupakan wilayah negara dimana wilayah ini
diakui oleh hukum internasional. Perwujudan dari wilayah ini adalah kantor-kantor
pewakilan diplomatik Republik Indonesia di negara lain.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran bahwa usaha
pertahanan dan kemanan negara dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta (Sishankamrata). Sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta
pada hakikatnya merupakan segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara yang
seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta
seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan sebagai berikut.
a. Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan kemanan negara diabdikan oleh dan untuk
kepentingan seluruh rakyat.
b. Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
c. Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara menyebar di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan kondisi geografi sebagai
negara kepulauan.
2. Kesadaran Bela Negara dalam Konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara
Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Ikut serta dalam
kegiatan bela negara diwujudkan dengan berpartisipasi dalam kegiatan penyelenggaraan
pertahanan dan kemanan negara, sebagaimana di atur dalam Pasal 30 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Kesadaran bela negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti pada negara dan
berkorban demi membela negara. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar juga
merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Sebagai
warga negara sudah sepantasnya ikut serta dalam bela negara sebagai bentuk kecintaan kita
kepada pada negara dan bangsa.
Kesadaran bela negara banyak sekali cara untuk untuk mewujudkannya, membela negara
tidak harus dalam wujud perang atau angkat senjata, tetapi dapat juga dilakukan dengan cara
lain seperti ikut dalam mengamankan lingkungan sekitar, membantu korban bencana,
menjaga kebersihan, mencegah bahaya narkoba, mencegah perkelahian antar perorangan atau
antar kelompok, meningkatkan hasil pertanian, cinta produksi dalam negeri, melestarikan
budaya Indonesia dan tampil sebagai anak bangsa yang berprestasi baik pada tingkat nasional
maupun internasional, termasuk belajar dengan tekun dan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler
seperti pramuka dan lain sebagainya.
BAB IV
KEWENANGAN LEMBAGA – LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NEGARA RI
TAHUN 1945
Garis besar tugas dan wewenang lembaga negara yang merupakan kekuatan suprastruktur
politik di Indonesia adalah sebagai berikut.
2. Presiden
a. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat dalam satu pasangan calon
(Pasal 6 A(1) UUD 1945).
b. Syarat menjadi presiden lainnya diatur lebih lanjut dalam Undang- Undang pasal 6 (2)
UUD 1945 Amandemen.
c. Kekuasaan presiden meliputi menurut UUD 1945 amandemen adalah sebagai berikut.
1) Membuat undang-undang bersama DPR (Pasal 5 (1) dan Pasal 20)
2) Menetapkan peraturan pemeriontah (Pasal 5 (2))
3) Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut dan udara (Pasal 10)
4) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain atas
persetujuan DPR (Pasal 11)
5) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)
6) Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan
DPR (Pasal 13)
7) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Pasal 14
(1))
8) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14
(2))
9) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15)
10) Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan pertimbangan dan
nasehat kepada Presiden (Pasal 16)
11) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (Pasal 17)
12) Mengajukan RUU APBN (Pasal 23)
6. Mahkamah Konstitusi
a. Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan :
1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir UU terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus hasil perselisihan tentang Pemilu (Pasal 24C (1) UUD 1945)
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24C (2) UUD 1945).
b. Mahkamah konstitusi beranggotakan sembilan orang, 3 anggota diajukan MA, 3 anggota
diajukan DPR dan 3 anggota diajukan presiden.
Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik
maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Dalam tatakelola pemerintahan yang baik, terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang bersifat sinergis
sebagai berikut.
a. Unsur pemerintah yang dipercaya menangani administrasi negara pada suatu periode
tertentu.
b. Unsur swasta/wirausaha yang bergerak dalam pelayanan publik.
c. Unsur warga masyarakat (stakeholders).
Menurut Laode Ida (2002), tata kelola pemerintahan yang baik memiliki sejumlah ciri dan
karakteristik sebagai berikut.
a. Terwujudnya interaksi yang baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, terutama
bekerja sama dalam pengaturan kehidupan sosial politik dan sosio-ekonomi
b. Komunikasi, yakni adanya jaringan multi sistem (pemerintah, swasta, dan masyarakat)
yang melakukan sinergi untuk menghasilkan output yang berkualitas
c. Proses penguatan diri sendiri (self enforcing process), dimana ada upaya untuk mendirikan
pemerintah (self governing) dalam mengatasi kekacauan dalam kondisi lingkungan dan
dinamika masyarakat yang tinggi
d. Keseimbangan kekuatan (balance of force), di mana dalam rangka mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), ketiga elemen yang ada
menciptakan dinamika, kesatuan dalam kompleksitas, harmoni, dan kerjasama
e. Independensi, yakni menciptakan saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintah,
swasta, dan masyarakat melalui koordinasi dan fasilitasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, tata pemerintahan yang baik berkaitan dengan struktur
pemerintahan yang mencakup antara lain sebagai berikut.
a. Hubungan antara pemerintah dan pasar.
b. Hubungan antara pemerintah dan rakyatnya.
c. Hubungan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
d. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat- pejabat yang diangkat
(pejabat birokrat).
e. Hubunganantara lembaga pemerintahandaerahdanpenduduk perkotaan/ pedesaan.
f. Hubungan antara legislatif dan eksekutif.
g. Hubungan pemerintah nasional dan lembaga-lembaga internasional.
a. Di Lingkungan Sekolah
Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, setiap siswa dapat menampilkan pola perilaku
politik yang mencerminkan pelaksanaan demokrasi langsung, antara lain melalui
kegiatan sebagai berikut.
1) Pemilihan ketua kelas, ketua OSIS dan ketua organisasi ekstrakurikuler seperti
pramuka, pecinta alam, PMR, paskibra dan sebagainya.
2) Pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga OSIS atau organisasi
ekstrakurikuler yang diikuti.
3) Forum-forum diskusi atau musyawarah yang diselenggarakan di sekolah.
b. Di Lingkungan Masyarakat
Perilaku politik yang merupakan cerminan dari demokrasi langsung dapat ditampilkan
warga masyarakat melalui beberapa kegiatan antara lain adalah sebagai berikut.
1) Forum warga.
2) Pemilihan ketua RT, RW, kepala desa, ketua organisasi masyarakat dan sebagainya.
3) Pembuatan peraturan yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga bagi
organisasi masyarakat, koperasi, RT-RW, LMD dan sebagainya.
Warga masyarakat dapat menampilkan perilaku politiknya yang mencerminkan pelaksanaan
demokrasi tidak langsung melalui penyampaian pendapat atau aspirasi baik secara lisan
ataupun tertulis melalui lembaga perwakilan rakyat atau melalui media massa seperti koran,
majalah dan sebagainya. Agar dalam pelaksanaan perilaku politik tersebut sesuai dengan
aturan, maka harus diperhatikan berbagai ketentuan seperti berikut.
1) Pancasila dan UUD RI 1945.
2) Peraturan perundang-undangan yang terkait, misalnya undang- undang HAM, undang-
undang partai politk dan sebagainya.
3) Peraturan yang berlaku khusus di lingkungan setempat, seperti peraturan RT-RW,
Peraturan Desa dan sebagainya.
4) Norma-norma sosial yang berlaku.
c. Di Lingkungan Negara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perilaku politik yang dapat kita tampilkan secara
langsung di antaranya melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif dan presiden
2) Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada)
3) Aksi demonstrasi yang tertib, damai dan santun
Sedangkan perilaku politik yang tidak langsung diwujudkan dengan penyampaian aspirasi
melalui lembaga perwakilan rakyat, partai politik, organisasi masyarakat dan media massa.
Supaya perilaku yang ditampilkan mencerminkan perilaku politik yang sesuai aturan, maka
harus menaati ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1) Pancasila
2) UUD RI 1945
3) Undang-Undang seperti Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2002 tentang Pemilu,
Undang-Undang RI Nomor 31 tentang Partai Politik, Undang-Undang RI Nomor 9 tahun
1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan sebagainya
4) Peraturan Pemerintah
5) Keputusan Presiden
6) Peraturan Daerah
BAB V
HUBUNGAN STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL PEMERINTAH PUSAT DAN
DAERAH
A. Desentralisasi atau otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari Bahasa Belanda, yaitu de yang
berarti ‘lepas’, dan ‘centerum’ yang berarti pusat. Desentralisasi adalah sesuatu hal yang
terlepas dari pusat. Desentralisasi pada dasarnya adalah suatu proses penyerahan
sebagian wewenang dan tanggung jawab dari urusan yang semula adalah urusan
pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga- lembaga pemerintah daerah agar
menjadi urusan rumah tangganya sehinggga urusan- urusan tersebut beralih kepada
daerah dan menjadi wewenang serta tanggung jawab pemerintah daerah.
2. Otonomi Daerah
Berikut adalah beberapa definisi tentang otonomi daerah yang dikemukakan para ahli di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. C. J. Franseen, mendefinisikan otonomi daerah adalah hak untuk mengatur urusan-
urusan daerah dan menyesuaikan peraturan- peraturan yag sudah dibuat dengannya.
b. J. Wajong, mendefinisikan otonomi daerah sebagai kebebasan untuk memelihara dan
memajukan kepentingan khusus daerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum
sendiri dan pemerintahan sendiri.
c. Ateng Syarifuddin, mendefinisikan otonomi daerah sebagai kebebasan atau kemandirian
tetapi bukan kemerdekaan. Namun kebebasan itu terbatas merupakan perwujudan dari
pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
d. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1) Prinsip Kesatuan
Pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakya gunat
memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.
2) Prinsip Riil dan Tanggung Jawab
Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab bagi kepentingan seluruh warga daerah. Pemerintah daerah berperan mengatur
proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di daerah.
3) Prinsip Penyebaran
Asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi. Caranya dengan
memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk kreatif dalam membangun daerahnya
4) Prinsip Keserasian
Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping
aspek pendemokrasian.
5) Prinsip Pemberdayaan
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam aspek pembangunann dan
pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa.
Pemerintah pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, memiliki 3 (tiga) fungsi sebagai
berikut.
a. Fungsi Layanan (Servicing Function)
Fungsi pelayanan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara
tidak diskriminatif dan tidak memberatkan serta dengan kualitas yang sama. Dalam
pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih kasih, melainkan semua orang memiliki hak
sama, yaitu hak untuk dilayani, dihormati, diakui, diberi kesempatan (kepercayaan), dan
sebagainya.
b. Fungsi Pengaturan (Regulating Function)
Fungsi ini memberikan penekanan bahwa pengaturan tidak hanya kepada rakyat, tetapi
juga kepada pemerintah. Artinya, dalam membuat kebijakan lebih dinamis yang mengatur
kehidupan masyarakat dan sekaligus meminimalkan intervensi negara dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, fungsi pemerintah adalah mengatur dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga negara.
c. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi ini dijalankan pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Masyarakat
tahu, menyadari diri, dan mampu memilih alternatif yang baik untuk mengatasi atau
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Pemerintah dalam fungsi ini hanya sebagai
fasilitator dan motivator untuk membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam
menghadapi setiap persoalan hidup.
Ada beberapa tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah pusat dalam pelaksanaan
otonomi daerah, meliputi tujuan umum sebagai berikut.
a. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Pemerataan dan keadilan.
c. Menciptakan demokratisasi.
d. Menghormati serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
e. Memperhatikan potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.
Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan secara luas,
utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi pada semua aspek pemerintahan. Indikator untuk menentukan serta menunjukkan
bahwa pelaksanaan kewenangan tersebut berjalan dengan baik, dapat diukur dari 3 tiga
indikasi berikut.
a. Terjaminnya keseimbangan pembangunan di wilayah Indonesia, baik berskala lokal
maupun nasional.
b. Terjangkaunya pelayanan pemerintah bagi seluruh penduduk Indonesia secara adil dan
merata.
c. Tersedianya pelayanan pemerintah yang lebih efektif dan efisien.
Sebaliknya, tolok ukur yang dipakai untuk merealisasikan ketiga indikator di atas, aparat
pemeritah pusat dan daerah diharapkan memiliki sikap sebagai berikut.
a. Kapabilitas (kemampuan aparatur), (b). Integritas (mentalitas),
b. Akseptabilitas (penerimaan), dan
c. Akuntabilitas ( kepercayaan dan tanggung jawab).
Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah diberi kesempatan untuk
membentuk lembaga-lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.