Anda di halaman 1dari 27

TUGAS I

MEKANIKA BAHAN
{Besaran karakteristik penampang}

NAMA KELOMPOK:
Berto Paembonan (221 213 027)
Saprianus Palebangan( 221 213
Melti Senolinggi

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA (UKI TORAJA)
2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Luas tampang (A) merupakan luas bidang datar yang dihitung menurut
fungsi sumbu X dan Y, mewakili luas tampang melintang elemen struktur yang
menanggung beban di atasnya.

Titik berat suatu penampang dapat dipandang sebagai sebuah titik, yang jika
seluruh permukaan dipusatkan (lumped) di sana, akan memberikan momen statis
yang nilainya sama terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga,
dengan kata lain momen statis suatu penampang terhadap semua garis yang
melalui pusat berat penampang selalu bernilai nol.

Momen Statis Didefinisikan sebagai momen pertama luasan tampang yang


dihitung berdasarkan jarak pusat berat luasan (A) terhadap sumbu yang ditinjau
(X dan Y).
Inersia adalah kecenderungan benda untuk mempertahankan keadaannya
(tetap diam atau bergerak). Benda yang sulit bergerak dikatakan memilliki inersia
yang besar, perhitungan inersia atau momen inersia sangat diperlukan untuk
mengetahui besarnya inersia atau kecenderungan suatu bangunan untuk tetap pada
posisinya. Untuk keperluan tertentu perhitungan momen inersia dan titik berat
dapat digunkan misalnya untuk meruntuhkan gedung-gedung tinggi. Dengan
mengetahui titik berat dari gedung yang akan diruntuhkan maka proses peruntuhan
gedung dapat dilakukan melalui pengeboman secara aman, karena gedung yang
dibom tersebut akan runtuh searah vertical sumbu beratnya sehingga tidak
menimpa banguan dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Perhitungan inersia dan
titik berat juga dapat digunakan untuk mengetahui keseimbangan suatu bangunan
air misalnya ponton,Mega-floating buildingdan bangunan lainnya. Manfaat
perhitungan momen inersia dalam kehidupan sangat nyata dapat dirasakan
sehingga pengetahuan tentang momen inersia harus diketahui untuk menciptakan
suatu bangunan dan metode pengahncuran bangunan yang aman.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu luas penampang?
2. Apa itu momen statis?
3. Apa yang di maksud dengan titik berat?
4. Apa yang di maksud momen inersia?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan luas penampang
2. Mengetahui apa yang di maksud dengan titik berat
3. Mengetahui apa yang di maksud dengan momen statis
4. Mengetahui apa yang di maksud dengan momen inersia
BAB II
PENDAHULUAN

A. luas penampang
a.) Formulasi Umum Sifat Penampang Datar

Dalam analisis struktur, khususnya mekanika bahan sering kali muncul


kebutuhan untuk mendefinisikan sifat-sifat geometris (geometrical properties)
bidang datar yang digunakan. Misalnya, beban aksial yang bekerja pada suatu
batang akan menimbulkan intensitas gaya (tegangan) yang dihitung sebagai
besaran gaya per satuan luas penampang, sehingga muncul kebutuhan untuk
menentukan luas tampang datar dalam perhitungan tegangan.
Bahasan materi dalam bagian ini mencakup penyajian formulasi dan
langkah penghitungan beberapa sifat geometris bidang datar. Sifat-sifat geometris
tampang datar (cross-sectional properties) yang sering diterapkan dalam
mekanika bahan di antaranya; luas, momen statis dan momen inersia.
Semua besaran sifat tampang datar dapat diwakili oleh formulasi terpadu
yang ada di bawah ini.

M xm  A y dA
m

y 
M n  xndA
A
x 
M m yn y m x n dA
 A

Mn  2
 y2)n / 2
 r dA  (x dA
n
r

A A

di mana Mxm merupakan momen ke-m dari tampang datar terhadap sumbu X, My n
momen ke-n terhadap sumbu Y dan M r n adalah momen ke-n dari tampang datar
terhadap sumbu Z, sedangkan Mx my n merupakan momen sentrifugal tampang
datar.
a.) Luas penampang

Luas tampang (A) merupakan luas bidang datar yang dihitung menurut
fungsi sumbu X dan Y, mewakili luas tampang melintang elemen struktur yang
menanggung beban di atasnya. Rumus untuk menghitung luas tampang

merupakan kasus paling khusus dari Persamaan (1.1.) di mana m = n = 0,


sehingga diperoleh Persamaan

A  (1.2.)

dA
A

di mana dalam tata sumbu Kartesius misalnya, dapat digunakan bentuk diferensial
luas dA = dx.dy.

dx dA

x dy

y
X

Gambar. 1.1. Luasan Tampang datar


B. Momen statis

Didefinisikan sebagai momen pertama luasan tampang yang dihitung


berdasarkan jarak pusat berat luasan (A) terhadap sumbu yang ditinjau (X dan Y).
Rumus yang digunakan untuk menghitung momen statis ini didapatkan dengan
menggunakan Persamaan 1.1.a dan 1.1.b dengan nilai m = 1 dan n = 1, sehingga
diperoleh Persamaan berikut :

Sx  M x1   y dA
A
y

Sy  M 1  ꭍ x dA
A
C. Titik Berat

Titik berat suatu penampang dapat dipandang sebagai sebuah titik, yang jika
seluruh permukaan dipusatkan (lumped) di sana, akan memberikan momen statis
yang nilainya sama terhadap kedua sumbu atau terhadap sumbu manapun juga,
dengan kata lain momen statis suatu penampang terhadap semua garis yang
melalui pusat berat penampang selalu bernilai nol.
Koordinat pusat berat tampang dapat dihitung menggunakan Persamaan di
bawah ini;

X
0 
Sy 
A x.dA
A

A dA

Sx  y.dA
Y  A
0

A A dA

dx dA
x (X0, Y0)
dy

Sy y
X

Sx

Gambar. 1.2. Momen Statis Tampang datar


D. Momen Inersia
Momen Inersia (Ix dan Iy) merupakan momen kedua dari luasan tampang
(A) yang dihitung menurut kwadrat jarak antara pusat berat luasan (A) dengan
sumbu yang ditinjau (X dan Y), sedangkan momen inersia (J) yang dihitung
terhadap sumbu yang tegak lurus luasan tampang (sumbu Z) disebut sebagai
momen inersia polar. Nilai ketiga jenis momen inersia tersebut (Ix, Iy dan J)
selalu berharga positif. Momen sentrifugal (Ixy) yang dihitung berdasarkan jarak
luasan tampang terhadap sumbu X dan Y dapat mengambil semua nilai real
(positif, negatif maupun nol). Rumus yang digunakan untuk menghitung momen
statis ini didapatkan dengan menggunakan Persamaan 1.1.a dan 1.1.b dengan nilai
m = 2 dan n = 2, nilai m = n = 1 pada Persamaan 1.1.c dan nilai n = 2 pada
Persamaan 1.1.d, sehingga diperoleh Persamaan berikut :

Ix  M 2 
(1.5.a.)
A y dA
2
x

I y  M y2
(1.5.b.)
A x dA
2


x
Ixy  M 1 y1  yx dA (1.5.c.)
A

J M2 
dA  (x  y )dA  I y  Ix
2 2
(1.5.d.)
r
2
r

A A

r x
dA
y
X
Gambar. 1.3. Momen Inersia Tampang datar
Tabel 1.1. Momen Inersia Tampang yang Sering Digunakan

Bentuk Tampang _ _ Momen Inersia Tampang


X0 Y0

Empat Persegi b/2 h/2 Ix = b.h3/12


Panjang
h Iy = h.b3/12
Jo = (b.h3 + h.b3)/12

b Ixy = 0

Segitiga b/3 h/3 Ix = b.h3/36


Siku-Siku h Iy = h.b3/36
Jo = (b.h3 + h.b3)/36

b Ixy = -b2.h2/72

Lingkaran D = 2.R D/2 D/2 Ix = .D4/64 = .R4/4


Iy = .D4/64 = .R4/4
Jo = .D4/32 = .R4/2
Ixy = 0

Ellipse h b Ix = .b.h3/4
2.h Iy = .h.b3/4
Jo = .b.h(h2 + b2)/4
2.b Ixy = 0

Setengah D/2 4.R/3. Ix = .R4.(1/8 – 8/92)


Lingkaran
R Iy = .R4/8
D Jo = .R4.(1/4 – 8/92)
Ixy = 0

Semi-ellippse b 4.h/3. Ix = .b.h3.(1/8 – 8/92)

h Iy = .h.b3/8
b Jo = .b.h(h2/8 – 8h2/92 + b2/8)
Ixy = 0
1.2. Radius Girasi

Radius (jari-jari) girasi didefinisikan sebagai sebagai letak suatu titik


terhadap tata sumbu yang melalui pusat berat tampang, di mana apabila seluruh
permukaan dipusatkan di sana akan memberikan momen inersia yang sama
terhadap sumbu tersebut. Dalam bentuk Persamaan matematis dapat dinyatakan
bahwa :

2
rx .A  I x (1.6.a.)
2
ry .A  I (1.6.b.)

2
y rz .A  (1.6.c.)

Selanjutnya radius girasi rx, ry dan rz dinyatakan dalam rumus :

 Ix 1
r  2 (1.7.a.)
x  
 A
1
I  2
ry   A  (1.7.b.)
y 
 J 1
r  2 (1.7.c.)
z  
A

Besaran radius girasi memberikan indikasi tendensi penyebaran permukaan


tampang relatif terhadap pusat berat. Untuk luas tampang (A) yang sama dengan
nilai radius girasi yang lebih besar maka semakin jauh pula titik-titik permukaan
menyebar dari pusat permukaan tampang, dan semakin kecil jari-jari girasi maka
semakin dekat sebaran titik-titik permukaan dari pusat berat. Radius (jari-jari)
girasi terhadap sumbu X dan Y (rx dan ry) selalu bernilai positif.

1.3. Transformasi Sumbu

Pemutaran tampang melintang (cross-section) dengan kemiringan sudut


tertentu akan menyebabkan berubahnya nilai besaran sifat geometris tampang,
yang disebabkan terjadinya perubahan jarak antara pusat berat luasan tampang
terhadap sumbu Kartesian yang digunakan sebagai acuan perhitungan sifat
geometris tampang. Pemutaran sumbu pada suatu tampang datar dapat
digambarkan sebagai berikut :
Y

T S
s t
X

a
y
O
x

Gambar 1.4. Transformasi Sumbu Kartesian

Berdasarkan Gambar 1.4 yang mengilustrasikan perputaran sumbu


Kartesian dengan kemiringan sudut , dapat diperoleh Persamaan matematis
sebagai berikut :
s  x.cos  y.sin (1.8.a.)
t  x.sin  y.cos

Persamaan di atas jika diubah dalam bentuk matrix, dapat dinyatakan


sebagai berikut :
s  cos sin   x 
 
   
t  sin  cos  y (1.9.)

    

Selanjutnya sifat-sifat tampang datar dalam orientasi sumbu Kartesian baru,


yang meliputi momen statis (S) terhadap sumbu S maupun T dan momen inersia
(I) terhadap sumbu S maupun T juga berubah, sesuai dengan perubahan fungsi
jarak terhadap titik referensinya (O).
Momen statis terhadap sumbu yang baru berubah menjadi :
A

Ss  t.dA  x.sin.A  y.cos.A  Sx .cos  S y .sin (1.10.a.)


0

St   s.dA  x.sin.A  y.cos.A  Sx .cos  S y (1.10.b.)


.sin
0

Dalam bentuk Persamaan matrix dapat dituliskan menjadi :


Ss
   cos  sin Sx 
S sin cos S  (1.11.)
 t   y 

Momen inersia dalam perputaran tata sumbu dapat dituliskan dalam bentuk
Persamaan berikut :
A

Is   t 2.dA  (x.sin  y.cos )2.dA


0
A A A

Is  0 x .dA.sin    y2.dA.cos2   2. x.y.dA.sin.cos


2 2

0 0
Is  I y .sin   I x .cos   2.Ixy .sin.cos
2 2

 1  cos 2 1  cos 2  sin 2 


 
Is I   Ix.   2.Ixy. 
y.
 2   2   2 
 Ix  I y   Ix  I y 
Is    .cos 2  Ixy .sin (1.12.)

2 2 2
   

It  0 s .dA  (x.cos  y.sin ) .dA


2 2

A A A

It   x .dA.cos    y2.dA.sin2  2. x.y.dA.cos.sin


2 2

0 0 0
It  I y .cos   I x .sin   2.Ixy .sin.cos
2 2

 1  cos 2 1  cos 2  sin 2 


 
It  I   Ix.   2.Ixy. 
y.
 2   2   2 
 Ix  I y   Ix  I y 
It    .cos 2  Ixy .sin (1.13.)

2 2 2
   
Nilai momen inersia sentrifugal dapat diperoleh dari Persamaan berikut :
A

Ist  0 s.t.dA  (x.cos  y.sin ).(x.sin  y.cos ).dA


A A A A

Ist    x2.dA.cos.sin   y2.dA.sin.cos   x.y.dA.sin2   x.y.dA.cos2 


0 0 0 0
Ist  I y .cos.sin  I x .sin.cos  Ixy .sin   Ixy .cos 
2 2

 sin 2  sin 2  1  cos 2 1  cos 2 


  
I st      Ixy  
Iy. Ix. Ixy.
 2   2   2   2 
 Ix  I y 
Ist   .sin 2  Ixy .cos (1.14.)
 2
2 

Nilai ekstrim momen inersia serta arah tata sumbu yang bersangkutan (yang
ditentukan oleh sudut rotasi  relatif terhadap sumbu X) dapat diperoleh dengan
menyamakan turunan terhadap  dengan nol, sehingga diperoleh :

 Ix  I y   Ix  I y 
Is    2 .cos 2  Ixy .sin 2
2 
   
dIs  Ix  I y 
 2. .sin 2  2.Ixy .cos 2
d  2 
  Ix  I y  

0  2. I xy .cos 2  .sin 2 

 
  2  
 
2.I xy .cos 2  Ix  I y .sin 2  0
 
 2.Ixy .cos 2  Ix  I y .sin 2
sin
2.Ixy
2   (I  I )
x y
cos
2 2.Ixy
tan 2s   (1.15.)
(Ix  I y )

Analog Persamaan di atas maka diperoleh :


2.Ixy
tan 2t   )
(Ix  I y
(1.16.)
Sudut putar untuk mendapatkan nilai momen inersia sentrifugal ekstrim
dapat diperoleh menurut Persamaan di bawah ini :
 Ix  I y 
Ist   .sin 2  Ixy .cos 2
 2 
dIst  Ix  I y 
 2. .cos 2  2.Ixy .sin 2
d  2 
 I x  I y  

0  2.  .cos 2  Ixy .sin 2 
 
 2  
 
2.Ixy .sin 2  Ix  I y .cos 2
sin
Ix  I y
2   2.I
xy
cos
2
 Ix  I y
 (1.17.)

tan 2.Ixy
2st

Analisis sifat tampang datar akibat transformasi sumbu juga dapat dilakukan
dengan cara grafis yang dikenal dengan Metode Lingkaran Mohr. Keandalan
metode ini sangat tergantung pada kecermatan penggambaran, ketelitian
pengukuran skala dan sudut putar. Berikut ini disampaikan urutan langkah
penggambaran Lingkaran Mohr untuk analisis sifat tampang datar :
a.) Tentukan suatu tata sumbu Kartesius dengan besaran Ix dan Iy diukurkan
pada sumbu absis dan besaran Ixy pada ordinat dengan skala yang tepat.
b.) Tentukan titik O sebagai pusat lingkaran dengan nilai (Ix + Iy)/2 pada arah
sumbu mendatar.
c.) Pada titik dengan absis Ix dan Iy, masisng-masing diukurkan Ixy sebagai
ordinat, sehingga diperoleh titik A(Ix, Ixy) dan titik B(Iy, -Ixy).
d.) Gambarkan lingkaran dengan pusat titik O((Ix + Iy)/2,0) melalui titik A dan

 I  I 2 2
titik B. Jari-jari lingkaran ini dapat dihitung sebesar  2   I xy .
x y
 
e.) Perpotongan lingkaran dengan sumbu absis memberikan nilai Ix dan Iy
ekstrim (maksimum di sebelah kanan (C) dan minimum di sebelah kiri (A)).
f.) Arah sumbu ekstrim as=at untuk mendapatkan inersia maksimum
diberikan oleh setengah sudut AOC yang setara dengan besar sudut ADC,
atau setengah sudut BOD. Arah sumbu ekstrim ast diberikan sebagai
setengah sudut AOE atau setengah sudut BOF. Dalam hal ini perputaran
sumbu dianggap positif jika berlawanan dengan putaran jarum jam.

Ix  I y
2

D OO C

F
Ix  I
y
2
Keterangan :
A(Ix, Ixy) B(Iy, -Ixy) C(Is max, 0)
D(Is min, 0) E(0, Ist max) F(0, Ist min)

Gambar 1.5. Lingkaran Mohr untuk Analisis Inersia Tampang


Berdasarkan Gambar 1.5, ada beberapa hal penting yang dapat disampaikan
yaitu :
a.) Tata sumbu yang memberikan nilai Is dan It ekstrim membentuk sudut
sebesar /4 atau 45o terhadap sumbu yang memberikan nilai Ist
ekstrim.
b.) Pada saat nilai ekstrim untuk Is dan It tercapai, maka nilai Ist selalu
berharga nol.
c.) Untuk kasus dengan Ixy = 0, maka nilai Ix dan Iy pada sumbu absis juga
merupakan nilai Is dan It ekstrim.
d.) Pada kasus dimana nilai Ix = Iy dan Ixy = 0, maka nilai Is = It = Ix = Iy
untuk semua arah sumbu.
e.) Nilai Ist ekstrim sama dengan besarnya jari-jari lingkaran mohr yang
terbentuk, atau dapat juga dinyatakan sebagai setengah dari selisih
momen inersia non-silang maksimum dan minimum ((Is max – Is min)/2).

Selanjutnya nilai momen inersia ekstrim dapat dihitung dengan Persamaan


di bawah ini :

 I  I   I  I 2  12
Imax 2
 Ixy  (1.18.)
x y x y
    
s
 2   2  

 I  I 2  12
Imax    x y   I 2 (1.19.)
 xy
st  2  
 

1.4. Contoh Penerapan

Contoh 1.1. : Suatu balok yang memiliki bentuk tampang T, dengan ukuran
yang tercantum pada Gambar 1.6. Hitung nilai inersia ekstrim dari
tampang balok tersebut.
I 10 cm
dy2
II dy1 Y1
Y0 Y2 75 cm

45 cm 30 cm 45 cm

Gambar 1.6. Tampang Melintang Balok T

Penyelesaian
Untuk mempermudah penyelesaian soal, dapat digunakan tabel perhitungan
dengan membagi tampang melintang balok menjadi dua bagian luasan.

a. Perhitungan sifat tampang dengan acuan sumbu X

Bagian Luas A y Sx dy Ix0 A.dy2


(cm2) (cm) (cm3) (cm) (cm4) (cm4)

I 1200 80,00 96000,00 24,72 10000,00 733294,08

II 2250 37,50 84375,00 -17,78 1054687,50 711288,90

3450 - 180375,00 - 1064687,50 1444582,98

Sx 180375
Y   55,28 cm
A 3450
0
I X  I X  A.dy2  1064687,50  1444582,98 
cm4
2509270,48
b. Perhitungan sifat tampang dengan acuan sumbu Y

Bagian Luas A x Sy dx Iy0 A.dx2


(cm2) (cm) (cm3) (cm) (cm4) (cm4)

I 1200 60 72000 0 1440000 0

II 2250 60 135000 0 168750 0

3450 - 207000 - 1608750 0

Sy 207000
X  A  3450  60 cm
0
IY  IY  A.dx2  1608750,00  0,00 
cm4
1608750,00

c. Perhitungan momen inersia sentrifugal

Bagian Luas A x y dy dx A.dx.dy


(cm2) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm4)

I 1200 60 80,00 24,72 0 0

II 2250 60 37,50 -17,78 0 0

3450 - - - 0 0

I
 A.dx.dy  cm4
XY
0

d. Perhitungan momen inersia ekstrim cara analitis

tan 2s   a 00
(I s
=
2.Ixy x Iy


0
)

2509
270,4
8
1608
750,0
0
 Ix  I y   Ix  I y 
Is    2 .cos 2  Ixy .sin 2
2 
   
 Ix  I y   Ix  I y  0 0
Is    .cos  Ixy .sin 2.0
2  2 2.0
   
 2509720,48  1608750,00   2509270,48 1608750,00  0 0
I    .cos 0  0.sin 0
s  2   2 
 2509720,48  1608750,00   2509270,48 1608750,00 
I    .1  0.0
s  2   2 
I s  2059010,24  450260,24  0

Is  2509270,48 cm4

e. Perhitungan momen inersia sentrifugal ekstrim cara analitis

tan 2509270,48  1608750,00


2st 
2.0
tan 
2st

ast = 450

 Ix  I y 
Ist   .sin 2  Ixy .cos 2
 2 
 Ix  I y  0 0
Ist  .sin  Ixy .cos 2.45
 2.45
2 
 2509270,48 1608750,00  0 0
I st  .sin 90  0.cos90
 2 
 2509270,48 1608750,00 
I st  .1  0.0
 2 
I st  450260,24  0
Ist  450260,24 cm4
f. Penentuan momen inersia ekstrim dengan lingkaran Mohr

B A
O

D C

Gambar 1.7. Lingkaran Mohr

Berdasarkan Gambar di atas dapat ditentukan secara skalatis bahwa


i.) Besarnya momen inersia ekstrim pada titik C berimpit dengan titik A, maka
Is max = Ix = 2509270,48 cm4
ii.) Besarnya sudut putar untuk mendapatkan momen inersia ekstrim pada titik
C dapat diukur menurut sudut AOC
2.as = 00

as = 00
iii.) Besarnya momen inersia sentrifugal ekstrim pada titik E dapat diukur
menurut jari-jari lingkaran Mohr, atau sebesar

Ist max Imax  Imin 2509270,48  1609750,00


=R= 
2 2
= 450260,24 cm4
iv.) Besarnya sudut putar untuk mendapatkan momen inersia sentrifugal ekstrim
pada titik E dapat diukur menurut sudut AOE
2.ast = 900

ast = 450

Anda mungkin juga menyukai