Anda di halaman 1dari 91

Pertemuan I

I. Titik Berat dan Momen Inersia

1.1 Titik Berat Penampang


Momen pertama suatu luasan elemen terhadap suatu sumbu di dalam
bidang luasan diberikan dengan produk luasan elemen dan jarak tegak lurus
antara elemen dengan sumbu.

Titik berat atau pusat suatu luasan adalah suatu titik dimana luasan
terkonsentrasi dan tetap meninggalkan momen yang tidak berubah terhadap
sembarang sumbu. Pada umumnya leyak titik berat dinyatakan sebagai jarak
pada koordinat “x” dan “y”. Momen pertama dQx elemen da terhadap sumbu
x adalah dQx = yda, dan terhadap sumbu y adalah dQy = xda.

Gambar 4.1 Koordinat Suatu Elemen

Momen pertama luasan terhingga terhadap suatu sumbu di dalam bidng


luasan diberikan dengan jumlah momen pertama terhadap sumbu yang sama
dari semua elemen luasan yang terdapat dalam luasan. Ini sering dievaluasi
dengan cara integral. Jika momen pertama suatu luasan terhingga dinyatakan
dengan Qx, maka :

QX = ∫ dQx .......... (4.1a)


Q y = ∫ dQ y ......... (4.1b)

I1
ÿþ
Jadi letak titik berat atau pusat suatu luasan dengan koordinat sebagai berikut:

xda Q y
x=∫ = .......... (4.2a)
A A
yda Qx
y=∫ = ......... (4.2b)
A A

dimana A adalah luasan

Luasan dan titik berat beberapa bentuk penampang :


a. Empat persegi panjang

b. Segi tiga sama kaki

c. Segi tiga siku-siku

I2
ÿþ
d. Segi tiga tidak sama kaki

e. Lingkaran

f. Setengah lingkaran

Untuk luasan bidang yang tersusun atas n sub-luasan Ai, dengan


masing-masing koordinat “x” dan “y” diketahui, titik berat dapat ditentukan
dengan cara menganggap luasan penampang sebagai berat, kemudian
berdasarkan jumlah momen dari bagian-bagian luasan penampang terhadap
garis sembarang sama dengan momen keseluruhan penampang terhadap garis
yang sama, maka letak titik berat dapat ditentukan :

I3

n
⎛ n ⎞
∑i =1
Ai . x i = ⎜ ∑ Ai ⎟ x
⎝ i =1 ⎠
dan .......... (4.3a)

n
⎛ n ⎞

i =1
Ai . y i = ⎜ ∑ Ai ⎟ y
⎝ i =1 ⎠
.......... (4.3b)

sehingga,

∑ x i . Ai
xi = i =1
n
dan .......... (4.3c)
∑ i =1
Ai

∑ y i . Ai
yi = i =1
n
.......... (4.3d)
∑i =1
Ai

1.2 Momen Inersia Penampang

Gambar 4.2 Momen Inersia Luasan Hingga

I4

Momen inersia suatu luasan terhingga terhadap suatu sumbu di dalam
bidang luasan diberikan dengan jumlah momen inersia terhadap sumbu yang
sama dari seluruh elemen yang ada pada luasan terhingga tersebut, dinyatakan
dalam bentuk integral :

Momen inersia suatu luasan elemen terhadap suatu sumbu di dalam


bidang luasan diberikan dengan produk luasan elemen dan kuadrat jarak
(tegak lurus) antara elemen dengan sumbu. Momen inersia elemen terhadap
sumbu x adalah dlx = y2da dan terhadap sumbu y adalah dly = x2da

I x = ∫ dl x = ∫ y 2 da dan .......... (4.4a)

I y = ∫ dl y = ∫ x 2 da .......... (4.4b)

Untuk suatu bidang yang tersusun atas n sub-bidang Ai , dimana


masing-masing momen inersianya terhadap sumbu x dan sumbu y diketahui,
maka bentuk integral dapat diganti dengan bentuk penjumlahan :

n
I x = ∑ ( I x )i dan .......... (4.5a)
i =1

n
I y = ∑ ( I y )i
i =1 ......... 4.5b).

Satuan untuk momen inersia adalah pangkat empat dari satuan panjang.

Momen inersia terhadap sumbu yang melalui titik berat beberapa bentuk
penampang :

I5

a. Empat persegi panjang

1
Ix = b.h 3
12
1
I y = h.b 3
12

b. Segi tiga sama kaki

1
Ix = b.h 3
36
1
I y = b.h 3
48

c. Segi tiga siku-siku

1
Ix = b.h 3
36
1
I y = b.h 3
48

d. Segi tiga tidak sama kaki

1
Ix = b.h 3
36
1
I y = b.h(b 2 − b.b2 + b2 )
2

36

I6

e. Lingkaran

1
Ix = I y = πd 4
64

f. Setengah lingkaran

1
I x = I y = πr 4
8

Momen inersia suatu elemen terhadap sumbu yang bergeser dari titik
berat, maka momen inersia terhadap sumbu x dan sumbu y adalah :

Gambar 4.3 Elemen Sumbu Yang Bergeser

I x = I xG + A. y1
2
.......... (4.6a)

I y = I yG + A. x1 .......... (4.6b)
2

Jari-jari putaran, jika momen inersia luasan A terhadap sumbu x dinyatakan


dengan Ix, maka jari-jari putaran rx dapat didefinisikan dengan :

I7

Ix
rx =
A .......... (4.7a)
dan jika momen inersia luasan A terhadap sumbu y dinyatakan
dengan Iy, maka jari-jari putaran ry adalah :
I
ry =
y

A .......... (4.7b)

1.3 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan


Soal 1. Sebuah balok berlubang di tengah lebar balok dengan ukuran dalam
cm seperti ditunjukkan pada gambar. Tentukan letak titik berat dan
momen inersia balok penampang tersebut.

60

30
20

30

Penyelesaian :
a. Letak titik berat.

x1 . A1 − x 2 . A2
x=
A1 − A2
15 .( 30 x 60 ) − 15 .( 1 4 .π .20 2 )
x= = 15 .cm
(30 x 60 ) − ( 1 4 .π .20 3 )

y1 . A1 − y 2 . A2
y=
A1 − A2
30 .( 30 x 60 ) − 40 .( 1 4 .π .20 2 )
y= = 27 ,89 cm
(30 x 60 ) − ( 1 4 .π .20 3 )

I8

b. Momen inersia penampang.

I x = I x1 − I x 2
Ix = (1
12 ) (
.b1 .h1 + A1 . y1 ' 2 −
3 1
64 .π .d 4 + A2 . y 2 ' 2 )
Ix = (1
12 . 30 . 60 + ( 30 x 60 ). 27 ,89
3 2
)− ( 1
64 .π . 20 4 + ( 1 4 .π . 20 2 ) ). 40 , 79 2 )
I x = 536355 ,33 .cm 4

I y = I y1 − I y 2
Iy = ( 1
12 ) (
.b1 .h1 + A1 . x1 ' 2 −
3 1
64 .π .d 4 + A 2 . x 2 ' 2 )
Iy = ( 1
12 . 30 3. 60 + ( 30 x 60 ). 0 2 − ) ( 1
64 .π . 20 4 + ( 1 4 .π . 20 2 ) ). 0 2 )
I y = 127146 , 02 .cm 4

I9
ÿþ
Pertemuan II,III, IV
I. Tegangan dan Regangan

I.1 Tegangan dan Regangan Normal


1. Tegangan Normal
Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan
regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling
mendasar dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya
aksial. Batang prismatis adalah sebuah elemen struktur lurus yang
mempunyai penampang konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial
adalah beban yang mempunyai arah yang sama dengan sumbu elemen,
sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada batang. Kondisi
tarik atau tekan terjadi pada struktur, misalnya pada elemen di rangka batang
di jembatan, dan kondisi tekan terjadi pada strukur, yaitu pada elemen kolom
di gedung. Pembebanan batang secara aksial dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Pembebanan Batang Secara Aksial

I‐1
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1, suatu batang dengan luas
penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya
linier dengan arah saling berlawanan yang berimpit pada sumbu longitudinal
batang dan bekerja melalui pusat penampang melintang masing-masing.

Untuk keseimbangan statis besarnya gaya-gaya harus sama. Gaya-gaya


diarahkan menjauhi batang, maka batang disebut ditarik, sedangkan gaya-
gaya diarahkan pada batang, maka batang disebut ditekan. Aksi pasangan
gaya-gaya tarik atau tekan, hambatan internal terbentuk di dalam bahan dan
karakteristiknya dapat dilihat pada potongan melintang di sepanjang batang.
Intensitas gaya (gaya per satuan luas) disebut tegangan dan diberi
notasi σ (sigma). Jadi gaya aksial P yang bekerja pada penampang adalah
resultan dari teganagan yang terdistribusi kontinu.
Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata di seluruh
potongan penampang, kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama
dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang tersebut.
Dengan demikian, besarnya tegangan dapat dinyatakan dengan rumus:

P
σ = .......... (1.1)
A

Jadi dapat didefinisikan bahwa tegangan normal adalah intensitas gaya


normal per unit luasan, yang dinyatakan dalam satuan N/m2 disebut juga
pascal (Pa)) atau N/mm2 disebut juga megapascal (MPa).

Apabila gaya-gaya dikenakan pada ujung-ujung batang dalam arah


menjahui dari batang, sehingga batang dalam kondisi tertarik, maka terjadi
suatu tegangan tarik pada batang, selanjutnya dapat dinyatakan dengan
rumus:
Ptr
σ tr =
A .......... (1.1a)

I‐2
Jika batang -gaya dikenakan pada ujung-ujung batang dalam arah
menuju ke batang, sehingga batang dalam kondisi tertekan, maka terjadi
tegangan tekan, batang, selanjutnya dapat dinyatakan dengan rumus:

Ptk
σ tk = .......... (1.1b)
A

2. Regangan Normal
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani
secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek
jika mengalami tekan. Sebagai contoh diperlihatkan pada Gambar 1.2,
perpanjangan dari batang tersebut adalah hasil komulatif dari perpanjangan
semua elemen bahan di seluruh volume batang.

Gambar 1.2 Pertambahan Panjang Batang

Pertambahan panjang pada batang dinotasikan dengan ∆ (delta), s


dimana satu satuan panjang dari batang akan mempunyai perpanjangan yang
sama dengan 1/L kali perpanjangan total ∆. Perpanjangan pada batang dapat
diukur untuk setiap kenaikan tertentu dari beban aksial. Dengan demikian
konsep perpanjangan per satuan panjang, atau disebut regangan, yang diberi
notasi ε (epsilon) dapat dihitung dengan persamaan:
ΔL
ε = .......... (1.2)
L

I‐3
Jadi Perpanjangan per unit panjang disebut regangan normal,
dinyatakan tidak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan.
Regangan ε disebut regangan normal karena regangan ini berkaitan dengan
tegangan normal. Jika batang mengalami tarik, maka regangannya disebut
regangan tarik, yang menunjukkan perpanjangan bahan. Demikian juga
halnya jika batang mengalami tekan, maka regangannya disebut regangan
tekan, dan batang tersebut memendek. Regangan tarik biasanya bertanda
positif dan regangan tekan bertanda negatif.

3. Kurva Tegangan-Regangan
Hasil-hasil pengujian biasanya tergantung paada benda uji. Karena
sangat kecil kemungkinannya kita menggunakan struktur yang ukurannya
sama dengan ukuran benda uji, maka kita perlu menyatakan hasil pengujian
dalam bentuk yang dapat diterapkan pada elemen struktur yang berukuran
berapapun. Cara sederhana untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
mengkonversikan hasil pengujian tersebut ke tegangan dan regangan.
Setelah melakukan uji tarik atau tekan dan menentukan tegangan dan
regangan pada berbagai taraf beban, kita dapat memplot diagram tegangan
dan regangan. Diagram tegangan-regangan merupaka karakteristik dari bahan
yang diuji dan memberikan informasi penting tentang besarab mekanis dan
jenis perilaku.
Bahan baja struktural, yang dikenal dengan baja lunak atau baja
karbon rendah. Baja struktural adalah salah satu bahan metal yang paling
banyak digunakan untuk gedung, jembatan, menara, dan jenis struktur lain.
Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang mengalami
tarik diperlihatkan pada Gambar 1.3.
Dimana diagram dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu 0 ke titik
A, yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah
ini linier dan proporsional, dimana titik A tegangan maksimum, tidak terjadi
perubahan bentuk ketika beban diberikan disebut batas elastis, jadi tegangan
di A disebut limit proporsional, dan OA disebut daerah elastis.

I‐4
Gambar 1.3 Kurva Tegangan-Regangan Baja Struktural

Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional,


maka regangan mulai meningkat secara lebih cepat untuk setiap pertambahan
tegangan. Dengan demikian kurva tegangan-regangan mempunyai
kemiringan yang berangsur-angsur semakin kecil sampai pada titik B kurva
tersebut menjadi horisontal. Mulai dari titik B terjadi perpanjangan yang
cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke
C), fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Di
daerah antara B dan C, bahan menjadi plastis sempurna, yang berarti bahwa
bahan terdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Sesudah mengalami
regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai
mengalami pengerasan regang (strain hardening). Perpanjangan benda di
daerah ini membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga diagram
tegangan-regangan mempunyai kemiringan positif dari C ke D, dan beban
pada akhirnya mencapai harga maksimum, dan tegangan di titik D disebut
tegangan ultimit. Penarikan batang lebih lanjut akan disertai dengan
pengurangan beban dan akhirnya terjadi putus/patah di suatu titik yaitu pada
titik E.

I‐5
Tegangan luluh dan tegangan ultimit dari suatu bahan disebut juga
masing-masing kekuatan luluh dan kekuatan ultimit. Kekuatan adalah
sebutan umum yang merujuk pada kapasitas suatu struktur untuk menahan
beban. Sebagai contoh kekuatan luluh dari suatu balok adalah besarnya
beban yang dibutuhkan untuk terjadinya luluh di balok tersebut, dan kekuatan
ultimit dari suatu rangka batang adalah beban maksimum yang dapat
dipikulnya, yaitu beban gagal. Tetapi dalam melakukan uji tarik untuk suatu
bahan, didefinisikan kapasitas pikul beban dengan tegangan di suatu benda
uji, bukannya beban total yang bekerja pada benda uji. Karena itu, kekuatan
bahan biasanya dinyatakan dalam tegangan. Berikut ini dapat dilihat kurva
tegangan-regangan untuk berbagai bahan baja lainnya dan karet pada Gambar
1.4 sampai dengan Gambar 1.8.

Gambar 1.4 Kurva Tegangan-Regangan Baja Karbon Medium

Gambar 1.5 Kurva Tegangan-Regangan Baja Campuran

I‐6
Gambar 1.6 Kurva Tegangan-Regangan Baja Karbon Tinggi

Gambar 1.7 Kurva Tegangan-Regangan Besi Kasar

Gambar 1.8 Kurva Tegangan-Regangan Karet

I‐7
4. Bahan Liat dan Bahan Rapuh
Bahan-bahan logam biasanya diklasifikasikan sebagai bahan liat
(ductile) atau bahan rapuh (brittle). Bahan liat mempunyai gaya regangan
(tensile strain) relatif besar sampai dengan titik kerusakan, misalnya baja atau
aluminium. Sedangkan bahan rapuh mempunyai gaya regangan yang relatif
kecil sampai dengan titik yang sama, misalnya besi cor dan beton. Batas
regangan 0,05 sering dipakai untuk garis pemisah di antara bahan liat dan
bahan rapuh.

5. Hukum Hooke
Hubungan tegangan-regangan untuk nilai regangan yang cukup kecil
adalah linier. Hubungan linier antara pertambahan panjang dan gaya aksial
yang menyebabkannya, hal ini dinyatakan oleh Robert Hooke, yang disebut
Hukum Hooke

6. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas yaitu rasio unit tegangan terhadap unit regangan,
sering disebut Modulus Young, Nilai modulus elastisitas setiap bahan
berbeda-beda. Unit regangan merupakan bilangan tanpa dimensi (rasio dua
satuan panjang), maka modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama
dengan tegangan, yaitu N/m2. Untuk banyak bahan-bahan teknik, modulus
elastisitas dalam tekanan mendekati sama dengan modulus elastisitas dalam
tarikan

7. Sifat-Sifat Mekanis Bahan


Batas proporsional (proportional limit), yaitu tegangan maksimum
yang terjadi selama diberikan beban, sehingga tegangan merupakan fungsi
linier dari regangan. Batas elastis (elastic limit), yaitu tegangan maksimum
yang terjadi selama diberikan beban, sehingga tidak terjadi perubahan bentuk
atau deformasi ketika pembebanan dipindahkan.

I‐8
Untuk kebanyakan bahan nilai batas elastis dan batas proporsional
hampir sama. Nilai batas elastis selalu sedikit lebih besar dari pada batas
proporsi. Selang elastis (elastic ranges) yaitu rentang kurva tegangan-
regangan yang terjadi dari origin sampai batas proporsi. Selang plastis
(plastic ranges), yaitu rentang kurva tegangan-regangan yang ditarik dari
batas proporsi sampai runtuh.
Titik leleh, yaitu titik dimana terjadi peningkatan atau penambahan
regangan tanpa adanya penambahan tegangan. Setelah pembebanan
mencapai titik leleh, maka selanjutnya dikatakan terjadi kelelehan.
Tegangan maksimum, terjadi dimana titik maksimum pada kurva diketahui
sebagai tegangan maksimum atau tegangan puncak dari bahan. Sedangkan
Tegangan putus, terjadi di titik dimana tegangan putus dari bahan.
Modulus Kekenyalan, keuletan (modulus of resilence), yaitu
kemampuan bahan menyerap energi pada selang elastisnya. Sedangkan batas
kekenyalan, yaitu kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan dengan gaya
tarikan yang dinaikan secara bertahap dari nol sampai batas proporsi. Dan
Modulus Kekerasan (modulus of toughness), yaitu kerja yang dilakukan
suatu unit bahan dari nol sampai keruntuhan. Kekerasan bahan adalah
kemampuan untuk menyerap energi pada selang plastis dari bahan.
Persentase pengurangan luas penampang, yaitu penurunan luas
penampang dari luasan awal pada bagian patah dibagi dengan luasan awalnya
dikalikan dengan seratus. Sedangkan persentase pertambahan panjang
(elongation), yaitu pertambahan panjang setelah patah dibagi dengan panjang
awal dan dikalikan dengan seratus.
Kekuatan lelah (yield strength), sisa regangan, yaitu dimana bahan
mengalami perubahan bentuk atau deformasi yang tetap ketika pembebanan
dipindahkan. Perubahan bentuk biasanya diambil 0,0035. Modulus tangen,
yaitu laju perubahan tegangan terhadap perubahan regangan, dan merupakan
bentuk modulus sesaat. Koefisien ekspansi linier, yaitu perubahan panjang
per unit panjang suatu batang lurus karena perubahan suhu sebesar satu
derajat.

I‐9
Rasio poisson, yaitu rasio regangan pada arah lateral (tegak lurus
terhadap pembebanan) terhadap arah aksial. Kebanyakan logam mempunyai
nilai rasio poisson (μ) antara 0,25 sampai 0,35.Kekuatan spesifik, yaitu rasio
tegangan maksimum terhadap berat spesifik (berat per unit volume).
Modulus spesifik, yaitu perbandingan modulus young terhadap berat spesifik
bahan.

Tabel 1.1 Sifat-Sifat Bahan Teknik pada suhu 20oC

8. Klasifikasi Bahan
Homogen, yaitu mempunyai sifat elastis (E, μ) yang sama pada
keseluruhan titik pada bahan. Isotropis, yaitu mempunyai sifat elastis yang
sama pada semua arah pada setiap titik dalam bahan. Tidak semua bahan
mempunyai sifat isotropis. Apabila suatu bahan tidak memiliki suatu sifat
simetri elastik, maka bahan disebut anisotropis

I‐10
I.2 Tegangan dan Regangan Geser
1. Tegangan Geser
Tegangan geser bekerja di sepanjang atau sejajar bidang. Tegangan
geser merupakan tegangan yang bekerja dalam arah tangensial terhadap
permukaan bahan, dan dapat dilihat pada Gambar 1.9. Tegangan geser

dinotasikan dengan τ (tou), yaitu gaya gesek dibagi luasan, dengan satuan
N/m2 atau N/mm2, dan dinyatakan dengan persamaan:
Fs
τ = .......... (1.3)
A

Gambar 1.9 Tegangan Geser Pada Bidang

Gambar 1.10 Sambungan dengan Baut

I‐11
Aksi tegangan geser, misalnya terjadi pada sambungan dengan baut
dengan menggunakan plat pengapit, dimana akibat aksi beban yang bekerja
pada batang dan plat pengapit akan cendrung menggeser baut, dan
kecendrungan ini ditahan oleh tegangan geser pada baut, bentuk sambungan
dengan baut dapat dilihat pada Gambar 1.10. Diagram benda menunjukkan
bahwa ada kecendrungan untuk menggeser baut, terlihat juga bahwa gaya
gesr V bekerja pada permukaan potongan dari baut. Pada gambar di atas ada
dua bidang geser (mn dan pq), sehingga baut dikatakan mengalami geser
ganda (dua irisan). Dalam geser ganda, masing-masing gaya geser sama
dengan setengah dari beban total yang disalurkan oleh baut, artinya Fs = V =
P/2.
Gambaran lebih lengkap tentang aksi tegangan geser, dapat dilihat pada
elemen dari suatu bahan berbentuk persegi panjang, sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 1.11. Muka depan dan belakang dari elemen

tidak bertegangan, asumsikan bahwa tegangan geser τ terbagi rata di seluruh


muka atas. Agar elemen berada dalam keseimbangan dalam arah x, maka
gaya geser total di muka atas harus diimbangi oleh gaya geser yang sama
besar tetapi berlawanan arah di muka bawah. Oleh karena luas muka atas dan
bawah sama, maka tegangan geser di kdua muka tersebut sama.

Gambar 1.11 Elemen Persegi Panjang Mengalami Tegangan Geser

I‐12
2. Regangan Geser
Tegangan geser yang bekerja pada suatu elemen bahan yang diserta
regangan geser, dimana tegangan geser tidak mempunyai kecendrungan
untuk memperpanjang atau memperpendek elemen, dengan kata lain panjang
sisi tidak berubah. Tegangan geser menyebabkan perubahan bentuk elemen,
dimana elemen semula berbentuk persegi panjang, berubah bentuk atau
terdeformasi menjadi miring, sehingga sudut antara muka samping berubah.
Jadi perubahan sudut pada bagian pokok elemen empat persegi panjang awal
disebut sebagai regangan geser, dan merupakan sudut yang dinyatakan dalam

derajat atau radian dan dinotasikan dengan γ.

Gambar 1.12 Perubahan Sudut Elemen Persegi Panjang

Gambar 1.13 Perubahan Bentuk Elemen Persegi Panjang

I‐13
3. Modulus Elastisitas Geser

Rasio antara tegangan geser (τ) dengan regangan geser (γ) disebut

modulus elastisitas geser, dan biasanya dinotasikan dengan G, dinyatakan


dengan persamaan:
τ
G =
γ .......... (1.4)

Modulus elastisitas geser disebut juga modulus kekakuan (modulus of rigity).


Satuan untuk modulus elastisitas geser sama dengan satuan tegangan geser,
yaitu N/m2 atau N/mm2.

I.3 Tegangan Pada Potongan Miring


Suatu batang yang mengalami gaya aksial P, dan dipotong miring
melintang di tengah, maka tegangan yang bekerja di seluruh potongan
tersebut dapat berupa tegangan normal (persamaan 1.5a) dan tegangan geser
(persamaan 1.5b), asalkan distribusi tegangan terbagi secara merata di seluruh
luas potongan melintang.

Gambar 1.4 Komponen Gaya Pada Potongan Miring

Komponen gaya pada potongan miring, diuraikan atas dua komponen,


yaitu gaya normal N yang berarah tegak lurus bidang miring, dan gaya geser
V yang berarah tangensial pada bidang miring. Jadi komponen gaya tersebut
adalah :
N = P cos α dan V = Psin α .......... (1.5)

I‐14
Gambar 1.5 Diagram Tegangan Pada Potongan Miring

Berkaitan dengan gaya N dan V, terjadi tegangan normal dan tegangan


geser yang mempunyai distribusi terbagi rata di seluruh potongan melintang.
Tegangan normal sama dengan gaya normal N dibagi luas potongan A1, dan
tegangan geser sama dengan gaya geser V di bagi dengan luas potongan A1.
Jadi kedua tegangan tersebut adalah:

N V
σ= dan τ = .......... (1.6)
A1 A1

dimana A1 adalah luas potongan miring:

A
A1 = .......... (1.6a)
cos α

I‐15
1.4 Tegangan Batas, Tegangan Luluh, Tegangan Izin dan Beban Izin
1. Tegangan Batas (σu)
Setiap bahan mempunyai batas kekuatan masing-masing. Jika gaya
yang bekerja sudah melebihi batas kekuatan bahan, maka benda akan putus.
Perencanaan dengan metode tegangan batas, cocok untuk bahan yang getas,
seperti beton.

2. Tegangan Luluh (σy)


Untuk sebagian besar struktur, bahannya harus berada dalam daerah
plastis linier untuk mencegah terjadinya deformasi permanen apabila beban
dihilangkan. Luluh mulai terjadi apabila tegangan luluh tercapai di semua
titik sembarang di dalam struktur.

3. Tegangan Izin
Tegangan izin merupakan batas yang aman dalam perencanaan
konstruksi. Penerapan faktor keamanan pada tegangan luluh (atau kekuatan
luluh), diapatkan tegangan izin (atau tegangan kerja) yang tidak boleh
dilampaui dimanapun di dalam struktur, jadi,

σy
Untuk tarik : σ izin = .......... (1.7a)
n

τy
Untuk geser : τ izin = .......... (1.7b)
n

σy dan τy adalah tegangan luluh dan n adalah faktor keamanan, untuk disain
gedung, faktor keamanan untuk luluh tarik adalah 1,67.

Untuk bahan yang tegangan luluhnya tidak didefinisikan dengan jelas,


seperti kayu dan baja berkekuatan tinggi, maka faktor keamanan diterapkan
pada tegangan ultimit.

I‐16
σu
Untuk tarik : σ izin = .......... (1.8a)
n

τu
Untuk geser : τ izin = .......... (1.8b)
n

σu dan τu adalah tegangan ultimit dan n adalah faktor keamanan. Faktor

keamanan terhadap kekuatan ultimit dari suatu bahan biasanya lebih besar
daripada yang didasarkan atas kekuatan luluh. Untuk baja lunak, faktor
keamanan sebesar 1,67 terhadap luluh sebanding dengan faktor keamanan
sebesar kira-kira 2,8 terhadap kekuatan ultimit.

4. Beban Izin
Sesudah tegangan izin ditetapkan untuk struktur dan bahan, maka beban
izin pada struktur dapat ditetapkan. Hubungan antara beban izin dengan
tegangan izin bergantung pada jenis struktur. Beban izin juga disebut beban
yang diperbolehkan atau beban aman, sama dengan tegangan izin dikalikan
dengan luas dimana beban bekerja.
Untuk batang yang mengalami tarik : Pizin = σ izin.A .......... (1.9a)

Untuk batang yang mengalami geser : Pizin = τ izin . A .......... (1.9b)

Untuk batang yang mengalami tumpu : Pizin = σ b .Ab .......... (1.9c)

σizin adalah tegangan normal izin, τu adalah tegangan geser izin σb


adalah tegangan tumpu izin, dan A adalah luas penampang batang, Ab adalah
luas bidang tumpu dimana tegangan tumpu bekerja.

I‐17
I.5 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan

Soal 1. Sebuah batang baja yang berdiameter 20 mm dengan panjang 0,5 meter,
mengalami beba tarik sebesar 25 kN, sehingga panjangnya menjadi 0,505
meter. Tentukan tegangan dan regangan normal yang terjadi pada
batang.

Penyelesaian :
a. Tegangan normal :

Ptr 25000
σ tr = = = 79 ,58 N/mm2
A 1 π .20 2
4

b. Regangan normal :

ΔL L − Lo 0 , 505 − 0 ,5
ε = = = = 0 , 01
L L 0 ,5

Soal 2. Bata standar yang mempunyai ukuran 20,31 cm x 10,16 cm x 6,35 cm,
ditekan dengan mesin uji pada arah memanjang. Jika tegangan tekan
yang terjadi pada bata adalah sebesar 0,115 MPa. Tentukan tekan
maksimum yang mampu ditahan bata tersebut.

I‐18
Penyelesaian :

Ptk
σ tk = ⇒ P = σ tk . A
A

P = 0,115 x (101,6 x 63,5) = 741,9 N

Soal 3. Suatu sambungan dengan baut, memikul gaya tarik sebesar 30 kN.
Apabila diameter baut 10 mm, tentukan tegangan geser yang terjadi
pada sambungan tersebut.

Penyelesaian :

Fs
τ =
A
τ =
P1
2
=
1
2 (30000 ) = 192 . MPa
1 π .d 2 1 π . 10 2
4 4

Soal 4. Suatu plat dengan tebal 0,16 cm dan lebar 4,5 cm, disambung dengan las,
dimana sudut pengelasannya adalah 45o. Jika plat terebut menerima gaya
tarik sebesar 50 kN, tentukan tegangan geser yang terjadi pada
sambungan las tersebut.

I‐19
Penyelesaian :
a. Tegangan normal :

N
σ =
A1
P cos α 50000 cos 45 o
σ = = = 347 , 23 .MPa
b.t 45 x1,6
cos α cos 45 o

b. Tegangan geser :

V
τ =
A1
P sin α 50000 sin 45 o
τ = = = 347 , 23 .MPa
b.t 45 x1,6
cos α cos 45 o

I‐20
Pertemuan V
II. Torsi

2.1 Definisi Torsi


Torsi mengandung arti puntir yang terjadi pada batang lurus apabila
dibebani momen (torsi) yang cendrung menghasilkan rotasi terhadap sumbu
longitudinal batang, contoh memutar obeng, dimana tangan yang memutar
obeng memberikan torsi ke obeng.

Gambar 2.1 Torsi Pada Obeng

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang, seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 2.1, disebut momen torsi atau momen puntir.
Sebuah batang lurus yang dipikul di satu ujungnya dan dibebani oleh dua
pasang gaya sama besar dan berlawanan arah yang bekerja pada bidang tegak
lurus sumbu batang. Batang tersebut dikatakan dalam kondisi kena torsi.

T = P.d .......... (2.1)

P adalah gaya (N), dan d adalah diameter lengan putar (m). Jadi :

T1 = P1 .d 1 .......... (2.1a)

T2 = P2 .d 2 ........... (2.1b)

II‐1
Gambar 2.2 Batang Yang Mengalami Torsi

Untuk suatu batang bulat berlobang (pipa) dengan diameter luar d2 dan
diameter dalam d1, momen kutub inersia penampang melintang luasnya,
dinotasikan dengan I.

Gambar 2.3 Resulan Tegangan Geser Pada Penampang

Momen inersia polar untuk penampang lingkaran :

I p = ∫ p 2 dA .......... (2.2a)
A

II‐2
Lingkaran dengan jari-jari r dan diameter d, momen inersia polar adalah :

πd 4
.......... (2.2b)
Ip =
32

2.2 Torsi Tegangan Geser


Tegangan geser yang terjadi pada penampang yang mengalami torsi
diperlihtkan pada Gambar 2.4. Torsi T cendrung untuk memutarkan ujung
kanan batang berlawanan jarum jam apabila dilihat dari kanan, sehingga
tegangan geser τ bekerja dalam arah seperti terlihat pada gambar terebut.

Gambar 2.4 Tegangan Geser Pada Batang Lingaran

Besarnya tegangan geser dapat ditentukan dari hubungan tegangan


regangan untuk bahan pembentuk batang tersebut. Jika bahannya elastis
linier, maka dapat digunakan Hukum Hooke untuk geser.

τ = G.γ .......... (2.3a)

Dimana G adalah modulus geser elastis dan γ adalah regangan geser yang
dinyatakan dalam radian. Dengan menggabungkan persamaan Hukum Hooke
dengan persamaan untuk regangan geser, maka diperoleh τmak, dimana τmak
adalah tegangan geser dipermukaan luar batang (jari-jari r), τ adalah tegangan

II‐3
geser di titik interior, dan ϴ adalah laju puntiran. Dengan demikian dapat
ditunjukkan bahwa tegangan geser bervariasi secara linier terhadap jarak dari
pusat batang.

Tegangan geser yang bekerja di bidang penampang disertai dengan


tegangan geser yang besarnya sama yang bekerja pada bidang longitudinal.
Jika bahan batang lemah terhadap geser pada arah longitudinal dibandingkan
dengan pada bidang penampang seperti yang terjadi pada kayu dengan serat
yang berarah sumbu batang, mka retak pertama akibat torsi akan muncul pada
permukaan dalam arah longitudinal.

Gambar 2.5 Tegangan Geser Longitudinal dan Transversal

Torsi tegangan geser pada jarak p dari titik pusat poros, dinyatakan
dengan :
Tp .......... (2.3b)
τ=
Ip

dan untuk torsi tegangan maksimum adalah :

16 T .......... (2.3c)
τ maks =
πd 3

II‐4
2.3 Torsi Regangan Geser
Elemen batang antara dua penampang yang jaraknya satu sama lain
seperti terlihat pada Gambar 2.6, diamana elemen ini ditunjukkan terisolasi.
Selama terjadi puntir pada batang, penampang kanan berotasi terhadap
penampang kiri dengan sudut puntir kecil, sehingga masing-masing titik
bergerak. Panjang sisi elemen tidak berubah selama rotasi, namun sudut-
sudut di pojok tidak lagi 90o, jadi elemen ini ada dalam keadaan geser murni,
dan besar regangan geser γmak sama dengan berkurangnya sudut yang
dinyatakan dalam radian.

Gambar 2.6 Deformasi Batang Yang Mengalami Torsi

Gambar 2.7 Regangan Geser Pada Permukaan Poros

Suatu garis membujur a-b digambarkan pada permukaan poros tanpa


beban. Setelah suatu momen  unter T dikenakan pada poros, garis a-b
bergerak menjadi a-b’. Sudut ɣ, yang diukur dalam radian, diantara posisi

II‐5
garis akhir dengan garis awal didefinisikan sebagai regangan geser pada
permukaan poros, yang berlaku sama untuk setiap titik pada batang poros

2.4 Modulus Elastisitas Geser Puntir

Rasio tegangan geser τ terhadap regangan geser γ disebut modulus


elastisitas geser, dinyatakan dengan persamaan :

τ
G= .......... (2.4)
γ

Dimana G adalah sama dengan dimensi tegangan geser, karena regangan


geser tak berdimensi.

2.5 Sudut Puntir


Jika suatu poros dengan panjang L dikenai momen puntir T secara
konstan dikeseluruhan panjang poros, maka sudut puntir yang terbentuk pada
ujung poros dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.5.

Gambar 2.8 Penampang Melintang Poros Dalam Kondisi Elastis

T .L
θ= .......... (2.5)
G.I p

2.6 Kekakuan dan Fleksibilitas Torsional


Kekakuan torsional batang, yaitu torsi yang diperlukan untuk
menghasilkan satu sudut rotasi, dinyatakan dengan persamaan :

G.I p
kT = .......... (2.6)
L

II‐6
Fleksibilitas torsional adalah kebalikan dari kekakuan, dan didefinisikan
sebagai sudut rotasi yang dihasilkan oleh torsi satuan, diperlihatkan dengan
persamaan berikut :
L
fT =
G.I p ..........(2.7)

2.7 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan


Soal 1. Sebuah batang baja penampang lingkaran, mempunyai diameter 3,75
cm, panjang 1,5 m, modulud elastisitas geser 11,5 x 106 N/m.
Batang ini mengalami torsi yang bekerja di ujung-ujungnya.

a. Jika torsi besarnya 250 Nm, berapakah teganagan geser


maksimum di batang tersebut, dan berapa sudut puntir antara
kedua ujungnya.
b. Jika teganagan izin 6000 N/m2 dan sudut puntir 2,5o, berapakah
torsi izin maksimum.

Penyelesaian :
a. Tegangan geser maksimum ;
16.T 16.250
τ mak = = = 24,14 x106.N / m 2
π .d 3
π .(0,0375) 3

b. Sudut puntir :

π .d 4 π .(0,0375) 4
Ip = = = 1,94 x10 −7.m 4
32 32

II‐7
T .L 250.1,5
θ= = = 168,09.rad
G.I p (11,5 x106 ).(1,94 x10 −7 )

c. Torsi izin maksimum

π .d 3 .τ izin π .(0,0375) 3 (6000)


T1 = = = 0,0621.Nm
16 16

G.I p .θ izin
T2 =
L
(11,5 x10 6 ).(1,94 x10 −7 ).(2,5o )(πrad / 180 o )
T2 =
1,5
T2 = 0,094.Nm

Jadi yang menentukan adalah nilai terkecil, yaitu T = 0,0621 Nm

Soal 2. Sebuah batang perunggu yang berdiameter 30 mm dibebani torsi.


Tegangan geser izin di perunggu adalah 80 Mpa. Berapakah torsi
izin maksimum.

Penyelsaian :
16.T π .d 3 .τ izin
τ mak = → T =
π .d 3 16

π .(30) 3 .(80)
= = 424.115.Nmm
16

II‐8
Pertemuan VI,VII
III. Gaya Geser dan Momen Lentur

3.1 Tipe Pembebanan dan Reaksi


Beban biasanya dikenakan pada balok dalam bentuk gaya. Apabila
suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil atau terkonsentrasi (bekerja
pada satu titik), maka disebut sebagai beban terpusat, yang merupakan gaya
tunggal, dinotasikan dengan P dan besarnya dinyatakan dalam satuan gaya
yaitu Newton (N). Apabila suatu beban tersebar pada sumbu balok dan beban
terdistribusi terbagi rata atau seragam, dinotasikan dengan q, dan besarnya
dinyatakan dalam satuan gaya per satuan panjang yaitu Newton per meter
(N/m), atau beban bervariasi seragam. Disamping itu balok juga dapat
dibebani dengan kopel atau momen, dinotasikan dengan M, besarnya
dinyatakan dalam satuan Newton meter (Nm).

Gambar 3.1 Balok Dibebani Gaya Lateral

Balok merupakan elemen struktur yang mengalami beban lateral, yaitu


gaya-gaya atau momen bekerja dalam arah tegak lurus sumbu batang. Jika
semua beban bekerja di bidang yang sama, dan jika semua defleksi (yang
ditunjukkan dengan garis putus-putus) terjadi di bidang tersebut, maka bidang
tersebut disebut bidang lentur.
Besarnya beban yang bekerja di balok menentukan besaran-besaran
gaya geser dan momen yang terjadi. Mencari gaya geser dan momen lentur

III‐1
merupakan langkah penting dalam mendisain suatu balok. Gaya geser dan
momen lentur yang terjadi di balok perlu diketahui nilai maksimum dan
variasi besaran-besaran tersebut di sepanjang sumbu balok. Apabila gaya
geser dan momen lentur telah diketahui, maka dapat ditentukan tegangan,
regangan, dan defleksi yang terjadi pada balok.
Mencari reaksi merupakan merupakan langkah pertama dalam analisis
suatu balok. Apabila reaksi telah diketahui, gaya geser dan momen lentur
dapat diperoleh. Jika sutau balok ditumpu dengan secara statis tertentu, maka
semua reaksi dapat diperoleh dari diagram benda bebas dan persamaan
keseimbangan. Pengecekan hasil reaksi yang diperoleh apakah sudah benar,
yaitu dengan menggunakan persamaan keseimbangan dalam arah vertikal.

Gambar 3.2 Beban dan Reaksi Pada Balok Sederhana

Suatu balok dengan tumpuan sendi di satu ujung dan tumpuan rol di
ujung lainnya disebut balok sederhana (simple beam). Di ujung A dari
balok, tumpuan sendi tidak dapat bergerak dalam arah horisontal atau
vertikal tetapi sumbu batang dapat berotasi dalam bidang gambar. Karena itu,
tumpuan sendi dapat memberikan reaksi berupa gaya dengan komponen
horisontal dan vertikal (HA dan RA), tetapi tidak dapat memberikan reaksi
momen. Di ujung B dari balok, tumpuan rol mencegah translasi dalam arah
vertikal tetapi tidak dalam arah horisontal, sehingga tumpuan rol dapat
menahan gaya vertikal (RB) tetapi tidak gaya horisontal.

III‐2
Gambar 3.3 Beban dan Reaksi Pada Balok Kantilever

Balok yang dijepi di salah satu ujung dan bebas di ujung lainnya,
disebut balok kantilever (cantilever beam). Di tumpuan jepit balok tidak
dapat bertranslasi maupun berotasi, sedangkan di ujung bebas balok tersebut
dapat bertranslasi dan berotasi. Dengan demikian, di tumpuan jepit ada reaksi
dan momen.

Gambar 3.4 Beban dan Reaksi Pada Balok Gantung

Balok gantung adalah balok dengan overhang (bagian overstek), yang


ditumpu sederhana di titik A dan B (tumpuan sendi di A dan tumpuan rol di
B), tetapi ada bagian yang menerus (overstek). Di tumpuan B. Bagian
overstek ini mirip dengan balok kantilever, tetapi dalam hal inisumbu balok
dapat berotasi di titik B.

III‐3
3.2 Tipe Perletakan

Gambar 3.5 Konstruksi Aktual dan Representasi Tumpuan Rol

Sebuah balok sayap lebar yang ditumpu oleh dinding beton dan titahan
oleh baut angkur yang menembus lubang slot di flens bawah balok.
Konstruksi ini menahan balok terhadap gerakan vertikal (ke atas atau ke
bawah) tetapi tidak mencegah gerakan horisontal. Tumpuan ini
direpresentasikan sebagai rol.

Gambar 3.6 Konstruksi Aktual dan Representasi Tumpuan Sendi

Sambungan balok ke kolom, dimana balok terpasang di flens kolom


dengan menggunakan siku yang dibaut. Konstruksi menahan balok terhadap
gerakan horisontal dan vertikal, tetapi tidak menahan rotasi. Tumpuan ini
direpresentasikan sebagai sendi.

III‐4
Gambar 3.7 Konstruksi Aktual dan Representasi Tumpuan Jepit

Tiang metal yang dilas ke plat landasan yang diangkur ke pir beton
yang tertahan di tanah. Dasar dari tiang dikekang penuh terhadap translasi
dan rotasi. Tumpuan ini direpresentasikan sebagai jepit.

3.3 Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur


Pada saat suatu balok dibebani oleh gaya atau kopel, tegangan dan
regangan akan terjadi di seluruh bagian interior balok. Untuk menentukan
besarnya tegangan dan regangan, harus ditentukan gaya internal dan kopel
internal yang bekerja pada balok

Gambar 3.8 Gaya Geser dan Momen Lentur Pada Balok

III‐5
Balok dipotong melintang mn yang terletak pada jarak x dari ujung
bebas. Resultan dari tegangan yang bekerja di penampang adalah gaya geser
V dan momen lentur M. Beban P beban berarah transversal terhadap sumbu
balok, maka tidak ada gaya aksial pada penampang. Gaya geser dan momen
lentur dihitung dari persamaan keseimbangan :

ΣV = 0 → P − V = 0 → V = P .......... (3.1a)

ΣM = 0 → M − P.x = 0 → M = P.x ......... (3.1b)

Gaya dan momen bekerja pada elemen balok yang dipotong antara dua
penampang yang jaraknya berdekatan satu sama lain. Pada balok, gaya geser
positif bekerja searah jarum jam terhadap bahan dan gaya geser negatif
bekerja berlawanan jarum jam terhadap bahan. Momen lentur positif menekan
bagian atas balok dan momen lentur negatif menekan bagian bawah balok.

Gambar 3.9 Perjanjian Tanda Untuk Gaya Geser dan Momen Lentur

Gaya geser positif cendrung mengubah bentuk elemen dengan muka


kanan bergerak ke bawah relatif terhadap muka kiri .Momen lentur positif
menekan (dan memperpendek) bagian atas dan menarik bagian bawah balok.

Gambar 3.10 Deformasi Akibat Gaya Geser dan Momen Lentur

III‐6
Gambar 3.11 Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur Beban Terpusat

Reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam (gaya geser dan momen lentur) :

Pb Pa .......... (3.2a)
RA = ; RB =
L L

Pb
V = RA = → (0 < x < a ) .......... (3.2b)
L
Pbx
M = RA x = .......... (3.2c)
L

Pb Pa .......... (3.2d)
V = RA − P = −P= → (a < x < L)
L L
Pbx
M = RA x − P( x − a) = − P( x − a) .......... (3.2e)
L
Pa
M= ( L − x) .......... (3.2f)
L
Pab
M maks = .......... (3.2g)
L

III‐7
q.L2
8

Gambar 3.12 Diagram Gaya Geser dan Momen Lentur Beban Terbagi Rata

Reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam (gaya geser dan momen lentur) :

q.L
R A = RB = .......... (3.3a)
2

qL .......... (3.3b)
V = R A − qx = − qx → (0 < x < L)
2
qL
M = R A x − qx = − qx .......... (3.3c)
2
qL2
M maks =
8 .......... (3.3d)

3.4 Hubungan Antara Intensitas Beban, Gaya Geser dan Momen Lentur
Hubungan penting antara beban, gaya geser, dan momen lentur di
balok, berguna dalam menyelidiki gaya geser dan momen lentur di seuruh
panjang balok dan khususnya berguna dalam membuat diagram gaya geser dan
momen lentur.

III‐8
Gambar 3.13 Hubungan Antara Beban, Gaya Geser dan Momen Lentur

Suatu elemen balok yang dipotong antara dua penampang yang terletak
sejauh dx satu sama lain. Beban terbagi rata dan beban terpusat positif apabila
bekerja ke bawah di balok dan negatif jika bekerja ke atas. Kopel yang
bekerjaa sebagai beban di balok adalah positif jika berlawanan arah jarum jam
dan negatif jika searah jarum jam. Gaya geser dan momen lentur yang bekerja
di sisi-sisi elemen ditunjukkan dalam arah positif. Pada umumnya, gaya geser
dan momen lentur bervariasi disepanjang sumbu balok.
Untuk beban terbagi rata, pertambahan V dan M kecil sekali, sehingga
ditulis sebagai dV dan dM. Resultan tegangan di muka kanan adalah V + dV
dan M + dM . Untuk beban terpusat atau kopel, pertambahan V dan M
mungkin terhingga, sehingga diberi notasi V1 dan M1 Resultan tegangan di
muka kanan adalah V + V1 dan M + M1
Untuk setiap jenis pembebanan, ditulis dua persamaan keseimbangan
untuk elemen – satu untuk persamaan keseimbangan gaya dalam arah vertikal
dan satu persamaan keseimbangan momen. Persamaan pertama memberikan
hubungan antara beban dan gaya geser, dan persamaan kedua memberikan
hubungan antara gaya geser dan momen lentur.

III‐9
3.5 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan
Soal 1. Hitung dan gambarkan diagram gaya geser dan momen lentur balok
sederhana yang dibebani beban terpusat.

P = 3 kN
a=4m
b=2m
L=6m

Penyelesaian :
Reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam :

3.2
RA = = 1.kN
6
3.4
RB = = 2.kN
6

(0 < x < 4m)


x = 0 → V = 1.kN ; M = 1.0 = 0
x = 4m → V = 1.kN ; M = 1.4 = 4.kNm

( 4m < x < 6 m)
x = 4m → V = 1.kN ; M = 1.4 − 3(4 − 4) = 4.kNm
x = 6m → V = 1.kN ; M = 1.6 − 3(6 − 4) = 0

Diagram gaya geser dan momen :

=1

= ‐1

=4

III‐10
Soal 2. Hitung dan gambarkan diagram gaya geser dan momen lentur balok
sederhana yang dibebani beban terbagi rata.

q = 2 kN
L=6m

Penyelesaian :
Reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam :

2,6
RA = = 6kN
2
2.6
RB = = 6.kN
2

(0 < x < 6 m)
x = 0 → V = 6.kN ; M = 6.0 = 0
x = 6m → V = 6 − 2.6 = −6.kN ; M = 6.3 − 2.1,5.6.4 = 0.kNm
M mak = 1
8 .2.6 2 = 9.kNm

Diagram gaya geser dan momen :

=6

= ‐6

III‐11
Pertemuan VIII
V. Ujian Tengah Semester

Contoh Soal dan Penyelesaian (UTS November 2013)


Soal 1. Sebuah batang baja dengan penampang empat persegi panjang (4cm x
6cm) memikul beban tarik P seperti pada gambar. Jika tegangan izin
tarik 110,BP MPa dan geser 65,BP Mpa, tentukan beban izin maksimum.

4 cm
P 6 cm P

Soal 2. Sebuah elemen tekan di rangka batang gedung harus dapat menyalurkan
gaya aksial P = 6,BP kN. Tebal dinding batang pipa adalah 12 mm.
Berapakah diameter luar minimum yang diperlukan, jika tegangan tekan
izin 10,BP MPa.

Soal 3. Dua buah papan yang mempunyai lebar 30 cm dan tebal 2 cm,
digabungkan dengan menggunakan lem disepanjang scarf joint. Sudut
diantara bidang joint dan muka-muka di papan sebesar 45o. Akibat
beban P, tegangan normal di papan adalah 6,BP MPa. Tentukan
tegangan normal dan geser yang bekerja di joint yang dilem jika α = 30o.

Catatan : BP adalah dua angka terakhir nomor BP saudara

*Selamat Ujian*

V‐1
Penyelesaian :

Soal 1. Menentukan P maksimum :

Berdasarkan tegangan tarik :


P
σ= → P = σxA = 110 x(60 x 40) = 264.000.N
A

Berdasarkan tegangan geser :


P
τ= → P = τxA = 65 x(60 x 40) = 156.000.N
A

Jadi yang menentukan nilai terkeci, yaitu : 156.000 N

Soal 2. Mementukan diameter luar minimum

P P 6000
σ = →A = = 6000 .mm 2
A σ 10

A= 1
4 ( )
.π d 22 − d 12 → d 1 = d 2 − 24; d 2 = d 1 + 24
600 = 1
4 (
.π . (d 1 + 24 ) − d 12
2
)
600 = 1
4 (
.π d 12 + 48 d 1 + 576 − d 1 )
600 = 37 ,7 d 1 + 452 ,4
d 1 = 3,9.mm
d 2 = 3,9 + 24 = 27 ,.mm

Soal 3. Menentukan tegangan normal dan tegangan geser.

Untuk α = 45o

N ⎛ bxt ⎞ ⎛ 300 x 20 ⎞
σ = → N = σxA1 = σx⎜ ⎟ = 6.⎜ 0 ⎟
= 50911,69 N
A1 ⎝ cos α
⎠ ⎝ cos 45 ⎠
N 50911,69
N = P cos α → P = = = 72000 .N
cos α cos 45 o

V‐2
Untuk α = 30o

N P cos α 72000 cos 30 o


σ = = = = 9 .MPa
A1 ⎛ bxt ⎞ ⎛ 300 x 20 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ o ⎟
⎝ cos π ⎠ ⎝ cos 30 ⎠

V P sin α 72000 sin 30


τ = = = = 5, 2 .MPa
A1 ⎛ bxt ⎞ ⎛ 300 x 200 ⎞
⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ cos α ⎠ ⎝ cos 30 ⎠

V‐3
Pertemuan IX,X,XI
VI. Tegangan Pada Balok

6.1 Lenturan Pada Balok


Pembebanan yang bekerja pada balok menyebabkan balok melentur,
sehingga sumbunya terdeformasi membentuk lengkungan yang disebut kurva
defleksi (lendutan) balok. Defleksi suatu balok di sembarang titik di
sepanjang sumbu balok merupakan peralihan titik tersebut dari posisi semula,
diukur dalam arah y.

Gambar 6.1 Lentur Pada Balok Kantilever

Balok kantilever AB tanpa dibebani, balok kantilever AB memikul


beban P di ujung bebas. Sumbu yang semula lurus akan melentur membentuk
lengkungan, yang disebut kurva defleksi (lendutan) balok yang besarnya
tergantung pada besar beban yang bekerja.

Dalam menganalisis suatu balok, seringkali dibutuhkan pembedaan


antara lentur murni dan lentur tak seragam. Lentur murni mengandung arti
lentur pada suatu balok akibat momen lentur konstan. Dengan demikian,
lentur murni terjadi hanya diadaerah balok dimana gaya geser adalah nol.
Sebaliknya lentur tak seragam mengandung arti lentur yang disertai adanya
gaya geser, yang berarti bahwa momen lentur berubah pada saat kita
menyusuri sepanjang sumbu balok.

VI‐1
Gambar 6.2 Lentur Murni Balok Sederhana

Gambar 6.3 Lentur Murni Balok Kantilever

Gambar 6.4 Lentur Tak Seragam Pada Balok Sederhana

Pada suatu balok yang dibebani, kemungkinan balok akan melengkung


akibat gaya momen yang bekerja. Regangan longitudinal di suatu balok dapat
diperoleh dengan menganalisis kelengkungan suatu balok beserta
deformasinya.

VI‐2
Gambar 6.5 Deformasi balok Yang Mengalami Lentur Murni

Karena adanya deformasi lentur seperti terlihat pada Gambar 6.5,


penampang mn dan pq berputar satu sama lain terhadap sumbu yang tegak
lurus bidang xy. Garis longitudinal pada bagian cembung (bawah) dai balok
memanjang, sedangkan pada bagian cekungnya (atas) dari balok memendek.
Jadi bagian bawah balok mengalami tarik dan bagian atas mengalami tekan.
Antara bagian atas dan bawah balok terdapat permukaan dengan garis
longitudnal yang tidak berubah panjangnya yang disebut garis permukaan
netral balok. Perpotongannya dengan bidang penampang disebut sumbu
netral penampang.

6.2 Diagram Tegangan Lentur


Elemen logitudinal dari suatu balok hanya mengalami tarik atau tekan,
maka kita dapat menggunakan kurva tegangan-regangan bahan tersebut untuk
menentukan tegangan kalau diketahui regangan. Tegangan bekerja di seluruh
bagian penampang dari suatu balok dan intensitasnya bervariasi berantung
pada bentuk diagram tegangan-regangan dan dimensi penampang.
Sumbu netral suatu balok, selalu melewati pusat berat suatu penampang
apabila bahannya mengikuti hukum Hooke dan tidak ada gaya aksial yang
bekerja di penamapang tersebut, sehingga kita mudah menetukan sumbu
netral. Balok dengan sumbu y adalah sumbu simetri, karena itu sumbu y juga

VI‐3
melewati pusat berat. Dengan demikian, pusat sumbu koordinat 0 terletak di
pusat berat penamapang.
Distribusi tegangan untuk kasus dimana momen lentur M adalah positif
dan balok melentur dengan kelengkungan positif. Apabila kelengkungan
adalah positif, maka tegangan σx adalah negatif (tekan) di atas permukaan
netral dan positif (tarik) di bawahnya, sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 6.6.

Gambar 6.6 Diagram Tegangan Pada Balok Akibat Momen Positif


Distribusi tegangan untuk kasus dimana momen lentur M adalah negatif
dan balok melentur dengan kelengkungan negatif. Apabila kelengkungan
adalah negatif, maka tegangan σx adalah positif (tarik) di atas permukaan
netral dan negtif (tekan) di bawahnya, sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 6.7.

VI‐4
Gambar 6.7 Diagram Tegangan Pada Balok Akibat Momen Negatif

6.3 Tegangan Lentur


Setelah lokasi sumbu netral ditentukan dan hubungan momen-
kelengkungan sudah didapatkan, maka dapat ditentukan tegangan yang
dinayakan dalam momen lentur.
Tegangan lentur menunjukkan bahwa tegangan sebanding dengan
momen lentur dan berbanding terbalik dengan momen inersia penampang,
besarnya tegangan bervariasi secara linier terhadap jarak y dari sumbu netral.
Tegangan lentur dinyatakan dengan persamaan :

M .y
σ=
I .......... (6.1)
Dimana M adalah besarnya momen yang bekerja, y adalah jarak dari serat
yang ditinjau terhadap garis netral, I adalah momen inersia penampang.

VI‐5
Rumus lentur memberikan hasil yang hanya akurat di daerah balok,
dimana distribusi tegangan tidak terganggu oleh perubahan bentuk balok atau
diskontiniutas pembebanan. Rumus tidak dapat digunakan di dekat tumpuan
balok atau dekat beban terpusat. Ketidakteraturan seperti ini menimbulkan
tegangan lokal, atau konsentrasi tegangan, yang jauh lebih besar dari
tegangan yang diperoleh dari rumus lentur.

6.4 Tegangan Geser


Kebanyakan balok mengalami bebana yang menghasilkan momen
lentur dan gaya geser (lentur tak seragam). Pada kasus seperti ini tegangan
normal dan tegangan geser timbil di dalam balok.
Tegangan geser τ yang bekerja di penampang dapat diasumsikan sejajar
dengan gaya geser, yaitu sejajar dengan sisi vertikal penampang. Juga dapat
diasumsikan bahwa tegangan geser mempunyai distribusi terbagi rata di
seluruh lebar balok, meskipun tegangan terebut bervariasi terhadap tingginya.

Gambar 6.8 Tegangan Geser Disuatu Balok Penampang Persegi Panjang

VI‐6
Tegangan geser menunjukkan bahwa tegangan sebanding dengan gaya
geser dan berbanding terbalik dengan momen inersia penampang, besarnya
tegangan bervariasi secara kuadratik terhadap jarak y dari sumbu netral,
dinyatakan dengan persamaan berikut.

V .Q .......... (6.2)
τ=
I .b
Dimana V adalah besarnya gaya geser yang bekerja, Q adalah statis momen
dari tegangan geser pada serat yang ditinjau terhadap garis netral, I adalah
momen inersia penampang, b adalah lebar penampang pada serat yang
ditinjau.

6.5 Distribusi Tegangan Geser


Distribusi teganagan geser disuatu balok dengan berbagai bentuk
penampang. Momen pertama atau statis momen Q dari bagian penampang
yang digelapkan diperoleh dengan mengalikan luas dengan jarak titik
beratnya ke sumbu netral.
1. Distribusi tegangan geser pada balok persegi panjang

Gambar 6.9 Diagram Tegangan Geser Pada Balok Persegi

Tegangan geser yang terjadi :

V ⎛ h2 ⎞
τ= ⎜⎜ − y12 ⎟⎟ .......... (6.3)
2I ⎝ 4 ⎠

VI‐7
2. Distribusi tegangan geser pada balok lingkaran

Gambar 6.10 Diagram Tegangan Geser Pada Balok Lingkaran

Tegangan geser yang terjadi pada garis netral :


⎛ 2r 3 ⎞
V ⎜⎜ ⎟
V .Q mak ⎝ 3 ⎟⎠ 4V 4V
τ mak = = = =
I .b ⎛ πr ⎞ 4
3π r 2
3A
⎜⎜ ⎟⎟ (2 r )
⎝ 4 ⎠

Dimana,

⎛ πr 2 ⎞⎛ 4r ⎞ 2r 3
Qmak = ⎜⎜ ⎟⎟⎜ ⎟ =
⎝ 2 ⎠⎝ 3π ⎠ 3
πr 4
I= ; b = 2r
4

3. Distribusi tegangan geser pada balok lingkaran berlobang

Gambar 6.11 Diagram Tegangan Geser Pada Balok Lingkaran Berlobang

VI‐8
Tegangan geser yang terjadi pada garis netral :

V .Qmak 4V ⎛ r22 + r2 r1 + r12 ⎞


τ mak = = ⎜ ⎟⎟
I .b 3 A ⎜⎝ r22 + r12 ⎠
(
A = π r22 − r12 )
Dimana,

Q mak =
2 3
3
(
r2 − r13 )
π
I =
4
(r 2
4
− r14 )
b = 2 (r2 − r1 )

4. Distribusi tegangan geser pada balok T

Gambar 6.12 Diagram Tegangan Geser Pada Balok T

Tegangan geser yang terjadi :


V .Q 1
τ1 =
I .t
⎛ h ⎞
Q 1 = t .h1 ⎜ c 2 − 1 ⎟
⎝ 2 ⎠
⎛c ⎞
Q mak = t .c 2 ⎜ 2 ⎟
⎝ 2 ⎠

VI‐9
Tegangan geser yang terjadi pada garis netral :

⎛ ⎛ c ⎞⎞ 2
V ⎜ t .c 2 ⎜ 2 ⎟ ⎟ V . c 2
V .Q mak ⎝ 2 ⎠⎠
τ mak = = ⎝ = 2
I .t I .t I

5. Distribusi tegangan geser pada balok I

Gambar 6.13 Diagram Tegangan Geser Pada Balok I

Tegangan geser yang terjadi :

V .Q
τ =
I .t
Q =
b
8
(
h 2 − h 12 + )
t
8
(
h 12 − 4 y 12 )
I =
1
b .h 3 −
(b − t )h 13 = 1 b . h 3 − b . h 3 + t . h 3
( )
1 1
12 12 12

Tegangan geser yang terjadi pada pertemuan flens dan badan :

τ min =
V .b
8 I .t
(
h 2 − h12 )

VI‐10
Tegangan geser yang terjadi pada garis netral :

τ mak =
V .Q mak
I .t
=
V
8 I .t
(
b .h 2 − b .h12 + t .h12 )

6.6 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasaan

Soal 1. Sebuah balok sederhana AB dengan panjang L = 6 m, memikul beban


terbagi rata q = 1 kN/m dan beban terpusat P = 5 kN yang terletak di
tengah bentang. Tentukan tegangan tarik dan tekan maksimum di
balok akibat lentur.

30 cm

20 cm

Penyelesaian :
• Momen maksimum :

M mak = 1
8 .q.L 2 + 1 4 .P .L
M mak = 1
8 .1 .6 2 + 1
4 .5 .6 = 12 .kNm = 12 x10 6 Nmm

• Titik barat dan momen inersia :

x = 1
2 . 20 = 10 .cm = 100 . mm
ya = 1
2 . 30 = 15 .cm = 150 . mm
y b = 150 . mm

Ix = 1
12 . 200 . 300 3
= 4 , 5 x 10 8
mm 4

VI‐11
• Tegangan tekan maksimum.

σ1 =
+
M mak .ya
=
( )
12 x10 6 .150
= 4.N / mm 2
Ix 4,5 x10 8

• Tegangan tarik maksimum.

σ2 =
+
M mak . yb
=
( )
12 x10 6 .150
= 4.N / mm 2
8
Ix 4,5 x10

Soal 2. Sebuah balok gantung ABC dengan panjang L = 6 m, dan panjang


bagian yang menggantung 2 m, memikul beban terbagi rata q = 1
kN/m. Tentukan tegangan tarik dan tekan maksimum di balok akibat
lentur.

q
20 cm

A B 80 cm

6m 2m
40 cm
40 cm 40 cm

VI‐12
Penyelesaian :
• Reaksi perletakan dan momen maksimum :

1x8 x 2
RVA = = 2,67.kN
6
1x8 x 4
RVB = = 5,33.kN
6
M x = RVA .x − 1 2 .q.x 2
dM x R 2,67
= 0 → RVA − qx = 0 → x = VA = = 2,67 m
dx q 1
M mak = (2,67.2,67) − ( 1 2 .1.(2,67 2 )) = 3,564.kNm
M B = −1x 2 x1 = −2.kNm

• Titik barat dan momen inersia :

90.(120 x 20) + 40.(40 x80)


yb = = 61,43.cm
(120 x 20) + (40 x80)
y a = 100 − 61,43 = 38,57.cm
y1 = 28,57.cm
y 2 = 21,43.cm

I x = 121 .1200.200 3 + (1200 x 200).28,57 2 + 121 .400.800 3 + (400 x800).21,43 2


I x = 1,74 x1010.mm 4

• Tegangan tekan maksimum, akibat momen positif maksimum.

σ 1(tekan ) =
+
M mak .ya
=
( )
3,564 x10 6 .38,57
= 0,008.N / mm 2
Ix 1,74 x1010
+
M mak . y b (3,564 x10 6 ).61,43
σ 2(tarik ) = = 10
= 0,013.N / mm 2
Ix 1,74 x10

• Tegangan tekan maksimum, akibat momen positif maksimum.

σ 1(tarik ) =

M mak .ya
=
( )
2 x10 6 .38,57
= 0,004.N / mm 2
10
Ix 1,74 x10

M mak . y b (2 x10 6 ).61,43
σ 2(tekan ) = = = 0,007.N / mm 2
Ix 1,74 x1010

VI‐13
Soal 3. Sebuah balok sederhana AB dengan panjang L = 6 m, memikul beban
terbagi rata q = 1 kN/m dan beban terpusat P = 5 kN yang terletak di
tengah bentang. Tentukan geser maksimum di balok akibat gaya
geser.

30 cm

20 cm

Penyelesaian :
• Gaya geser maksimum

V mak = R VA = R VB = 1
2. .q . L + 12 . P
V mak = 1
2 . 1 . 6 + 12 . 5 = 5 ,5 .kN

• Titik barat dan momen inersia :

x = 1 2 .20 = 10.cm = 100.mm


y a = 1 2 .30 = 15.cm = 150.mm
y b = 150.mm

I x = 121 .200.300 3 = 4,5 x10 8 mm 4

• Tegangan geser maksimum yang terjadi di garis netral :

V ⎛ h2 ⎞
τ = ⎜⎜ − y12 ⎟⎟
2I ⎝ 4 ⎠
5,5 x10 3 ⎛ 300 2 ⎞
τ = 8 ⎜
⎜ − 75 2 ⎟⎟ = 0,103 . N / mm 2
2 .( 4,5 x10 ) ⎝ 4 ⎠

VI‐14
Soal 4. Sebuah balok gantung ABC dengan panjang L = 6 m, dan panjang
bagian yang menggantung 2 m, memikul beban terbagi rata q = 1
kN/m. Tentukan tegangan geser maksimum di balok akibat gaya
geser

q
20 cm

A B 80 cm

6m 2m
40 cm
40 cm 40 cm
Penyelesaian :
• Reaksi perletakan dan gaya geser maksimum :

1x8 x 2
R VA = = 2 , 67 .kN
6
1x8 x 4
R VB = = 5 ,33 .kN = V mak
6

• Titik barat dan momen inersia :

90.(120 x 20) + 40.(40 x80)


yb = = 61,43.cm
(120 x 20) + (40 x80)
y a = 100 − 61,43 = 38,57.cm

I x = 121 .1200.200 3 + (1200 x 200).28,57 2 + 121 .400.800 3 + ( 400 x800).21,43 2


I x = 1,74 x1010.mm 4

• Statis Momen
⎛ h ⎞ ⎛ 800 ⎞
Q1 = t .h1 ⎜ c 2 − 1 ⎟ = 400 .800 ⎜ 614 ,3 − ⎟ = 68576000 .mm
3

⎝ 2 ⎠ ⎝ 2 ⎠
⎛c ⎞ ⎛ 614 ,3 ⎞
Q mak = t .c 2 ⎜ 2 ⎟ = 400 .614 ,3⎜ ⎟ = 75472898 .mm
3

2
⎝ ⎠ ⎝ 2 ⎠

V .Q1 5500 .68576000


τ1 = = 8
= 2 ,1 . N / mm 2
I .t ( 4 ,5 x10 ) 400

VI‐15
• Tegangan yang terjadi :

V .Q1 5500 .68576000


τ1 = = 8
= 2,1 . N / mm 2
I .t ( 4 ,5 x10 ) 400

⎛ ⎛ c ⎞⎞ 2
V ⎜⎜ t .c 2 ⎜ 2 ⎟ ⎟⎟ V . c 2
V .Q mak ⎝ 2 ⎠⎠
τ mak = = ⎝ = 2
I .t I .t I
5500 x 75472898
τ mak = 8
= 2 , 3 . N / mm 2
( 4 , 5 x 10 ) 400

VI‐16
Pertemuan XII
VII. Defleksi Elastis Balok

7.1 Definisi Defleksi Pada Balok


Balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi.

Gambar 7.1 Balok Kantilever

Gambar 7.2 Balok Sederhana

Balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi.

Gambar 7.3 Balok Kantilever Terdeformasi

Gambar 7.4 Balok Sederhana Terdeformasi

VII‐1
Defleksi atau lendutan adalah peralihan dalam arah y dari sembarang
titik di sumbu balok. Balok yang dirancang dengan baik tidak hanya mampu
memikul beban yang akan diterimanya tetapi juga harus mampu mengatasi
terjadinya defleksi sampai batas tertentu. Persamaan differensial dasar untuk
kurva defleksi suatu balok :

d2y M
=
dx 2 EI .......... (7.1)

y adaah defleksi balok, M adalah momen tekuk pada jarak x dari salah satu
ujung balok, E adalah modulus elastisitas balok, dan I adalah momen inersia
penampang melintang balok terhadap sumbu netral yang melalui titik berat
penampang melintang.
Perjanjian tanda :
1. Sumbu x positif ke kanan dan sumbu y positif ke atas,
2. Defleksi y ke atas positif dan ke bawah negative,
3. Kemiringan dy/dx dan sudut rotasi θ positif apabila berlawanan arah
putaran jarum jam terhadap sumbu x positif,
4. Kelengkungan k positif apabila balok melentur cekung ke atas,
5. Momen lentur M positif jika menghasilkan tekan dibagian atas
balok

7.2 Penentuan Deflleksi Pada Balok


Metode integrasi ganda, dimana integasi pertama menghasilkan
kemiringan (slope) dy/dx di sembarang titik pada balok. Integrasi kedua
memberikan defleksi y pada setiap nilai x.
Setiap integrasi menghasilkan satu konstanta integrasi.Ada dua
konstanta integrasi untuk setiap daerah pada balok, ditentukan dari tiga
kondisi yang diketahui mengenai kemiringan dan defleksi, yaitu :
a. Kondisi batas, berkaitan dengan defleksi dan kemiringan di tumpuan suatu
balok.

VII‐2
Gambar 7.5 Syarat Batas Tumpuan Sederhana

Gambar 7.6 Syarat Batas Tumpuan Jepit

b. Kondisi kontiniutas, terjadi di titik dimana daerah integrasi bertemu

Gambar 7.7 Kondisi kontiniutas di titik C

Dimana yAC = yCB dan y’AC = y’CB

c. Kondisi simetri untuk balok yang memikul beban terbagi rata di


seluruh panjangnya kemiringan dari kurva defleksi di titik tengah
haruslah nol.

VII‐3
Gambar 7.8 Kondisi Simetri Balok Sederhana

7.3 Contoh Soal dan Pembahasaan

Soal. Tentukan defleksi pada sembarang titik pada balok kantilever yang
dibebani beban terpusat.
y L

PL
P

Penyelesaian :
• Persamaan momen lentur :

M = − PL + Px

VII‐4
• Persamaan differensial :

d2y
EI = − PL + Px → (0 ≤ x ≤ L)
dx 2

• Integrasi pertama menghasilkan kemiringan :

dy Px 2
EI = − PLx + + C1 → (0 ≤ x ≤ L)
dx 2
C1 adalah konstanta integrasi pertama, dan C1 = 0

• Integrasi kedua menghasilkan defleksi :

PLx 2 Px 3
EIy = − + + C 2 → (0 ≤ x ≤ L )
2 6
C2 adalah konstanta integrasi pertama, dan C2 = 0

Defleksi maksimum terjadi pada x = L, maka :

PLL2 PL3 3PL3 PL3 PL3


EIy mak = − + =− + =−
2 6 6 6 3

PL3
y mak =−
3EI

Nilai negatif menunjukkan kurva defleksi terletak di bawah sumbu x.

VII‐5
Pertemuan XIII
VIII. Balok Elastis Statis Tak Tentu

8.1 Definisi Balok Statis Tak Tentu


Balok dengan banyaknya reaksi melebihi banyaknya persamaan
kesetimbangan, sehingga reaksi pada balok tidak dapat ditentukan hanya
dengan menggunakan persamaan statika. Dalam hal ini diperlukan tambahan
persamaan kesetimbangan, yaitu persamaan deformasi balok. Pada kasus-
kasus demikian balok dikatakan sebagai statis tak tentu.

8.2 Tipe-Tipe Balok Statis Tak Tentu


Beberapa tipe balok statis tak tentu dapat diperlihatkan, meskipun
dalam praktek variasinya sangat banyak, bentuk-bentuk balok statis tak tentu
berikut ini dapat mewakili sistem tak tentu.
1. Balok kantilever yang ditopang.

Gambar 8.1 Balok kantilever yang ditopang

Reaksi pada balok terdiri atas gaya horisontal, gaya vertikal, dan
momen di ujung A, serta gaya vertikal di ujung B. Ada empat persamaan
pada balok, sedangkan persamaan kesetimbangan yang tersedia hanya ada
tiga, yaitu ΣV = 0, ΣH = 0, dan ΣM = 0. Dengan demikian pada balok
kelebihan satu persamaan, maka disebut balok statis tak tentu berderajat satu.

2. Balok kantilever yang ditopang dengan beban vertikal saja.


Semua beban bekerja dalam arah vertikal, maka reaksi horisontal di
tumpuan A tidak ada. Reaksi pada balok adalah gaya vertikal, dan momen di

VIII‐1
ujung A, serta gaya vertikal di ujung B Ada tiga persamaan pada balok,
namun persamaan kesetimbangan yang tersedia hanya ada dua, yaitu ΣV =
0,dan ΣM = 0. Dalam hal ini pada balok kelebihan satu persamaan, maka
disebut balok statis tak tentu berderajat satu.

Gambar 8.2 Balok kantilever yang ditopang dengan beban vertikal saja.

3. Balok berujung jepit

Gambar 8.3 Balok berujung jepit

Pada balok ada enam reaksi, yaitu masing-masing di ujung A dan B ada
gaya vertikal, gaya horisontal dan momen. Ada enam persamaan pada balok,
sedangkan persamaan kesetimbangan yang tersedia hanya ada tiga, yaitu ΣV
= 0, ΣH = 0, dan ΣM = 0. Dengan demikian pada balok kelebihan tiga
persamaan, maka disebut balok statis tak tentu berderajat tiga.

4. Balok berujung jepit dengan beban vertikal saja.

Gambar 8.4 Balok berujung jepit dengan beban vertikal

VIII‐2
Pada balok ada empat reaksi, dengan satu gaya vertikal dan momen di
setiap tumpuan. Ada empat persamaan pada balok, sedangkan persamaan
kesetimbangan yang tersedia hanya ada dua yaitu ΣV = 0, dan ΣM = 0
Dengan demikian pada balok kelebihan dua persamaan, maka disebut balok
statis tak tentu berderajat dua.

5. Balok menerus.

Gambar 8.5 Balok menerus

Balok mempunyai lebih dari satu bentangan dan menerus di atas


tumpuan dalam. Pada balok ada empat reaksi, dengan gaya vertikal di
masing-masing tumpuan, dan gaya horisontal di tumpuan A. Ada empat
persamaan pada balok, sedangkan persamaan kesetimbangan yang tersedia
hanya ada tiga, yaitu ΣV = 0, ΣH = 0, dan ΣM = 0. Dengan demikian pada
balok kelebihan satu persamaan, maka disebut balok statis tak tentu berderajat
satu

8.3 Contoh Soal dan Pembahasan


Soal. Suatu balok kantilever yang ditopang dengan beban merata. Tentukan
reaksi, gaya geser, dan momen lentur.

VIII‐3
Penyelesaian :
• Balok mempunyai tiga reaksi (RVA, RVB, dan MA). Hanya dua
persamaaan keseimbangan yang tersedia untuk menentukan reaksi,
yaitu ΣV = 0, dan ΣM = 0, maka disebut balok statis tak tentu berderajat
satu.

• Reaksi dalam RVB :


RVA = q.L − RVB ........................a )
q.L2
MA = − RVB .L...................b)
2
• Momen lentur, pada jarak x dari tumpuan jepit :

q.x 2
M = RVA .x − M A − ...............c)
2
Sustitusikan persamaan a) dan b) ke dalam persamaan c), maka
diperoleh :

⎛ q.L2 ⎞ q.x 2
M = (q.L − RVB )x − ⎜⎜ − RVB .L ⎟⎟ =
⎝ 2 ⎠ 2
qL2 qx 2
M = qLx − RVB x − + RVB L − ..........d )
2 2

• Persamaan differensial :

d2y qL2 qx 2
EI 2 = qLx − RVB x − + RVB L − ........e)
dx 2 2

• Integrasi pertama menghasilkan kemiringan :

dy qLx 2 RVB x 2 qL2 x qx 3


EI = − − + RVB Lx − + C1 ........ f )
dx 2 2 2 6

• Integrasi kedua menghasilkan defleksi :

qLx 3 RVB x 3 qL2 x 2 RVB Lx 2 qx 4


EIy = − − + − + C1 + C 2 ........g )
6 6 4 2 24

VIII‐4
• Syarat batas :
- Defleksi di tumpun jepit adalah nol
- Kemiringan di tumpuan jeit adalah nol
- Defleksi di tumpuan sederhana adalah nol

Pada x = 0, dy/dx = 0, sehingga C1 = 0, dan pada x = 0, y = 0,


sehingga C2 = 0, dan pada x = L, y = 0, maka diperoleh :

qLL3 RVB L3 qL2 L2 RVB LL2 qL4


y= − − + − =0
6 6 4 2 24
qL4 RVB L3 qL4 RVB L3 qL4
y= − − + − =0
6 6 4 2 24

RVB L3 3RVB L3 4qL4 6qL4 qL4


− = − −
6 6 24 24 24
− 2 RVB L3
− 3qL4
=
6 24
3qL
RVB =
8

Jadi reaksi :
3qL 5qL
RVA = qL − =
8 8
2
q.L 3qL qL2
MA = − .L =
2 8 8

Gaya geser :
5qL
V = RVA − qx = − qx
8

Momen Lentur :

qx 2 5qLx qL2 qx 2
M = RVA x − M A − = − −
2 8 8 8

VIII‐5
q

qL2
MA = L
8
5qL 3qL
RVA = RVB =
8 8

5qL
8

3qL

8
− qL2
=
8

9qL2
128

2
5qL 5L qL2 q ⎛ 5L ⎞ 9qL2
M max = . − − ⎜ ⎟ =
8 8 8 2⎝ 8 ⎠ 128

VIII‐6
Pertemuan XIV
IX. Kolom

9.1 Kolom Dengan Beban Aksial Tekan


Suatu batang langsing yang dikenai tekanan aksial disebut dengan
kolom. Terminologi kolom biasanya digunakan untuk menyatakan suatu
batang vertikal. Sedangkan untuk batang horisonatl dan batang miring
disebut dengan istilah strul.

Gambar 9.1 Kolom Dengan Beban Aksial Tekan

Keruntuhan pada kolom terjadi karena tekukan, yaitu deformasi arah


lateral dari suatu batang. Keruntuhan suatu balok pendek terjadi karena
kelelahan bahan. Tekukan dan juga keruntuhan suatu kolom dapat terjadi
walaupun tegangan maksimum pada balok lebih rendah dari titik lelah bahan.

9.2 Beban Kritis

Beban kritis suatu balok langsing yang dikeni tekanan aksial adalah
nilai gaya aksial yang hanya cukup untuk mempertahankan batang dalam
kondisi sedikit terdefleksi dan biasanya dinotasikan dengan Pcr.

Peralihan antara kondisi stabil dan kondisi tidak stabil terjadi pada gaya
aksial khusus yang disebut beban kritis kolom (Pcr). Rasio panjang kolom

IX‐1
terhadap terhadap jari-jari minimum penampang melintang kolom disebut
kelangsingan kolom = L/r dan tidak berdimensi.

Apabila suatu kolom adalah bebas berputar pada ujung-ujungnya, maka


tekukan akan terjadi pada suatu sumbu dimana jari-jari adalah minimum.

Jika suatu kolom panjang yang mempunyai luas penampang tetap


ditumpu di kedua ujungnya dan dikenai tekanan aksial, beban kritis kolom
langsing panjang yang akan menyebabkab terjadiya tekukan dinyatakan
dengan :

π 2 EI
Pcr =
L2 .......... (9.1a)
atau
π 2 EI
Pcr = .......... (9.1b)
(KL) 2

Dimana E adalah modulus elstisitas, I adalah momen luasan minimum


penampang melintang terhadap sumbu yang melalui titik berat, L adalah
panjang kolom, dan KL adalah panjang efektif kolom yang tergantung pada
koefisien tekuk K.

Tabel 9.1 Beban kritis, panjang efektif, dan faktor panjang efektif kolom ideal

IX‐2
9.3 Rancang Bangun Kolom Dengan Beban Eksentris
Derivasi pernyataan yang menghasilkan model pembebanan tekuk Euler
mengasumsikan bahwa beban adalah konsentris. Jika suatu gaya aksial P
dikenakan dengan tingkat eksentrisitas e, puncak tegangan pada batang terjadi
pada serat-serat yang lebih luar pada bagian tengah panjang batang dan
dinyatakan dengan persamaan :

P ⎡ ec ⎛ L P ⎞⎤ .......... (9.2)
σ mak = ⎢1 + sec⎜⎜ ⎟⎥
A ⎣⎢ r 2 ⎝2 AE ⎟⎠⎦⎥

Dimana c adalah jarak dari suatu sumbu netral ke serat luar, r adalah jari-jari
putar, L adalah panjang kolom, A adalah luas potonga melintang.

Pernyataan pembebanan tekukan Euler dapat diperluas untuk selang


inelastis dari aksi dengan menggntikan modulus Young E dengan modulus
tangen Et. Dengan demikian formula tekukan kolom sama dengan Pcr.

Suatu batang yang dikenai beberapa gaya bersamaan dengan tekanan


aksial dan pembebanan lateral disebut dengan beam-columns

Persamaan differensial untuk tekuk kolom, suatu kolom ideal yang


berujung sendi, dengan persamaan momen lentur :

d2y
EI =M .......... (9.3a)
dx 2
Dari keseimbangan momen terhadap salah satu ujungnya, diperoleh

M + P. y = 0 → M = − P. y .......... (9.3b)

dimana y = defleksi dipotongan melintang


Jadi,
d2y
EI = − P. y .......... (9.3c)
dx 2

P P
k2 = →k =
EI EI .......... (9.3d)

IX‐3
Sehingga,

d2y
2
+ k 2.y = 0 .......... (9.3e)
dx

Penyelesaian persamaan :

y = c1 . sin kx + c 2 . cos kx .......... (9.3f)

c1 dan c2 adalah konstanta integrasi

Kondisi batas ujung-ujung kolom, yaitu defleksi adalah nol, apabila x = 0 dan
x = L, Kondisi pertama menghasilkan c2 = 0, sehingga :

y = c1 . sin kx .......... (9.3g)

Kondisi kedua menghasilkan :


c1. sin kL = 0
.......... (9.3h)

c1 = 0 atau sin kL = 0 .......... (9.3i)

Persamaan dipenuhi apabila kL = 0, π, 2π, …

kL = nπ n = 1, 2, 3, ….

atau
n 2 .π 2 .EI
P= ......... (9.3j)
L2
n = 1, 2, 3, …

Dengan disubstitusikan
P
k= .......... (9.3k)
EI

P .......... (9.3l)
.L = n.π
EI

IX‐4
diperoleh :

atau n 2 .π 2 .EI .......... (9.3m)


P=
L2
Beban kritis

Apabila n = 1, beban kritis dapat dinyatakan dengan


π 2 .EI .......... (9.3n)
Pcr = 2
L
Persamaan ini disebut beban tekuk Euler, dan didefleksinya dinyatakan
dengan
⎛ P ⎞
y = c. sin ⎜⎜ .x ⎟⎟
EI .......... (9.3o)
⎝ ⎠

Atau π .x .......... (9.3p)


y = c. sin
L

Pcr π 2 .EI
Tegangan kritis : σ cr = = .......... (9.4a)
A A.L2

sehingga σ = π .E
2
Dimana I .......... (9.4b)
r=
A
cr
L ( )
r
2

9.4 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan

Soal 1. Suatu kolom baja berlobang dengan tinggi 2 m, mempunyai diameter


luar 16 cm da tebal dinding 3 cm. Tentukan beban kritis kolom.

IX‐5
Penyelesaian :
d 1 = 16 − 2 . 3 = 10 .cm
E = 2 ,1 x10 6 kc / cm 2
1 1
I = π .( d 22 − d 12 ) = π .(16 2 − 10 2 ) = 7 , 66 .cm 4
64 64

π 2 ( 2 ,1 x10 6 )( 7 , 66 )
Pcr = 2
= 3969 , 06 .kg
200

Soal 2. Suatu tiang kayu 8/12 dengan tinggi 1,5 m, Kayu mempuyai
modulus elastisitas lentur 26000 MPa. Tentukan beban kritis
tian dan tegangan kritis yang terjadi.

Penyelesaian :
E = 26000 .MPa
1
I = 80 . 120 3 = 11520000 .mm 4

12

π 2 ( 26000 )(11520000 )
Pcr = 2
= 1313841 . N
1500

Pcr 1313841
σ cr = = = 136 ,86 . N / mm 2

A 80 x120

IX‐6
Pertemuan XV
X. Tegangan Gabungan

10.1 Beban Gabungan


Pada kebanyakan struktur, elemennya harus mampu menahan lebih
dari satu jenis beban, misalnya suatu balok dapat mengalami aksi simultan
momen lentur dan gaya aksial. Kondisi pembebanan gabungan banyak
terjadi pada struktur gedung dan jenis struktur lainya.
Suatu elemen struktur yang mengalami pembenan gabungan seringkali
dapat dianalisis dengan superposisi tegangan dan regangan yang diakibatkan
oleh setiap beban yang bekerja secara terpisah. Namun superposisi
tegangan dan regangan hanya diizinkan pada kondisi tertentu.
Salah satu persyaratannya adalah bahwa tegangan dan regangan harus
merupakan fungsi linier dari beban yang bekerja, yang pada gilirannya
mengharuskan bahannya mengikuti hukum Hooke dan peralihannya tetap
kecil. Persyaratan lain adalah tidak boleh ada interaksi antara berbagai
beban, artinya tegangan dan regangan akibat satu beban tidak boleh
dipengaruhi oleh adanya beban lain. Kebanyakan struktur biasanya
memenuhi kondisi-kondisi ini, sehingga penggunaan superposisi sangat
umum dalam dunia teknik.

10.2 Metode Analisis


Ada banyak cara untuk menganalsis suatu struktur yang mengalami
lebih dari satu jenis beban. Prosedur yang biasa dilakukan meliputi
beberapa langkah :
1. Pilih titik pada struktur dimana tegangan dan regangan akan ditentukan
(titik pada penampang yang tegangannya besar, yaitu pada penampang
yang momen lentur mencapai harga maksimum).

2. Untuk setiap beban pada struktur, tentukan resultan tegangan di


penampang yang mengandung titik yang dipilih. (resultan tegangan yang

X‐1
mungkin adalah gaya aksial, momen puntir, momen lentur, dan gaya
geser).

3. Hitunglah tegangan normal dan geser di titik yang telah dipilih akibat
setiap kondisi tegangan, dengan persamaan :

P
σ= .......... (10.1a)
A

Tp
τ= .......... (10.1b)
Ip

M .y .......... (10.1c)
σ=
I

V .Q .......... (10.1d)
τ=
I .b
.......... (10.1e)
pr
σ=
t

4. Gabungkan masing-masing tegangan untuk mendapatkan tegangan


resultan di titik yang dipilih, dengan perkataan lain dapatkan tegangan :
σx, σy, dan τxy yang bekerja dielemen tegangan di titik tersebut.

5. Tentukan tegangan utama dan tegangan geser maksimum di titik yang


dipilih dengan menggunakan persamaan transformasi atau lingkaran
Mohr. Jika perlu tentukan tentukan tegangan-tegangan yang bekerja di
bidang miring lain.

6. Tentukan regangan di titik tersebut dengan menggunakan huku Hooke


untuk tegangan bidang.

7. Pilih titik lain dan ulangi prosedurnya. Teruskan sampai informasi


tegangan dan regangan cukup memadai untuk maksud analisis.

X‐2
10.3 Tegangan Pokok
Pada umumnya jika satu elemen bidang dipindahkan dari induk
(body), maka akan dikenai tegangan normal σx, dan σy, bersama dengan
tegangan geser τxy. Untuk tegangan normal, tegangan tarik diberi tanda
positif dan tegangan tekan diberi tanda negatif. Untuk tegangan geser, arah
positif.

Gambar 10.1 Konvensi Tanda Tegangan Gabungan

Apabila σx, σy, dan τxy sudah diketahui, maka untuk penjabaran suatu
bidang miring dengan sudut ϴ terhadap sumbu x berada pada suatu balok,
seperti pada Gambar 10.1 di atas. Tegangan normal dan tegangan geser
untuk bidang tersebut dinyatakan dengan σ dan τ seperti ditunjukkan pada
Gambar 10.2, dan diperoleh Persamaan 10.2.

X‐3
Gambar 10.2 Tegangan Gabungan Pada Bidang Miring

σ x +σ y σ x −σ y
σ= − cos 2θ + τ xy sin θ .......... (10.2a)
2 2

σ x −σ y .......... (10.2b)
τ= sin 2θ + τ xy cosθ
2
Tegangan pokok, dimana terdapat beberapa nilai sudut ϴ yang
memberikan nilai tegangan maksimum untuk satu kumpulan tegangan σx, σy,
dan τxy. Nilai maksimum dan minimum tegangan ini disebut tegangan
pokok (principal stresses) dan dinyatakan dengan persamaan :

σ x +σ y ⎛ σ x −σ y
2

σ mak = + ⎜⎜ ⎟⎟ + (τ xy )2
2 ⎝ 2 ⎠ .......... (10.3a)

σ x +σ y ⎛ σ x −σ y
2

σ min = − ⎜⎜ ⎟⎟ + (τ xy )2 ......... (10.3b)
2 ⎝ 2 ⎠

Arak tegangan pokok, dalam hal ini suatu sudut dilambangkan dengan
ϴp, yang terletak antara sumbu-x dan suatu bidang dimana terjadi tegangan
pokok yang dinyatakan denga persamaan :
− τ xy
tan 2θ p =
⎛ σ x −σ y ⎞ .......... (10.4)
⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 2 ⎠

10.4 Tegangan Geser


Tegangan geser maksimum, yang mana terdapat beberapa nilai sudut
ϴ yang memeberikan nilai tegangan geser maksimum untuk suatu kumpulan
teganagan σx, σy, dan τxy. Nilai maksimum dan minimum tegangan geser ini
dinyatakan dengan persamaan :

⎛σ x −σ y
2

τ mk . min = ± ⎜⎜ ⎟⎟ + (τ xy )2 .......... (10.5)
⎝ 2 ⎠

X‐4
Arah tegangan geser maksimum, dalam hal ini suatu sudut
dilambangkan dengan ϴs, yang terletak antara sumbu-x dan suatu bidang
dimana terjadi tegangan geser maksimum yang dinyatakan denga persamaan
:
⎛σ x −σ y ⎞
⎜⎜ ⎟⎟ .......... (10.6)
tan 2θ s = ⎝ ⎠
2
τ xy

10.5 Lingkaran Mohr


Informasi-informasi yang terkandung dalam persamaaan-persamaan di
atas dapat dinyatakan dalam bentuk grafis yang dikenal dengan Lingkaran
Mohr. Tegangan normal digambarkan di sepanjang sumbu horisontal dan
tegangan geser digambarkan di sepnjang sumbu vertikal. Tegangan-
tegangan σx, σy, dan τxy diplot dalam skala dan suatu lingkaran digambarkan
mellui titik dimana pusatnya terletak pada sumbu horisontal. Pada Gambar
10.3 ditunjukkan lingkaran mohr untuk suatu elemen yang dikenai berbagai
bentuk tegangan.

Gambar 10.3 Lingkaran Mohr Elemen Dengan Berbagai Tegangan

X‐5
Konvensi tanda pada lingkaran Mohr, dimana tegangan tarik adalah
positif dan tegangan tekan adalah negatif. Tegangan tarik diplotkan di
sebelah kanan titik pusat dan tegangan tekan di sebelah kiri titik pusat.
Untuk tegangan geser terdapat perbedaan dengan tanda yang digunkan pada
persamaan-persamaan di atas. Tegangan geser adalah positif jika cendrung
memutar elemen searah jarum jam, dan negatif jika memutar elemen
berlawanan jarum jam. Untuk elemen tersebut tegangan geser pada
permukaan vertikal adalah positif, dan pada permukaan horisontal adalah
negatif.

10.6 Contoh-Contoh Soal dan Pembahasan


Soal 1. Sebuah papan tanda yang berukuran 2,0 m x 1,2 m ditumpu oleh
tiang lingkaran berlubang yang mempunyai diameter luar 220 mm
dan diameter dalam 180 mm. Papan tanda ini berjarak 0,5 m dari
tiangnya dan tepi bawahnya terletak 0,6 di atas permukaan tanah.
Tentukanlah tegangan utama dan tegangan geser di titik A dan B di
dasar tiang akibat tekanan angin sebesar 2,0 kPa terhadap papan
tanda.

X‐6
Penyelesaian :
W = p . A = 2 .( 2 x1, 2 ) = 4 ,8 .kN

T = W .b = 4 ,8 x1,5 = 7 , 2 .kNm

M = W .h = 4 ,8 x 6 , 6 = 31 , 68 .kNm

π π
I =
64
(d 4
2 − d c4 = ) 64
(220 4
)
− 180 4 = 63 , 48 x10 − 6 m 4

M .d 2 31 , 68 x 220
σA = = = 54 ,92 .MPa
2I 2 ( 63 , 48 x10 − 6 )

π
Ip =
32
(d 4
2 )
− d 14 = 2 I = 126 ,92 x10 − 6 m 4

τ1 =
T .d 2
=
(7 , 2 x 220 ) = 6 , 24 .MPa
2I p 2 (126 ,92 x10 − 6 )

r2 = d 2 / 2 = 110 .mm → r1 = d 1 / 2 = 90 .mm

( )
A = π r22 − r12 = 12 . 570 .mm 2

4V ⎛ r22 + r2 r1 + r12 ⎞
τ2 = =⎜ ⎟⎟ = 0 , 76 .MPa
3 A ⎜⎝ r22 + r12 ⎠

σ x = 0 → σ y = σ A = 54 ,91 .MPa → τ xy = τ 1 = 6 , 24 .MPa

σ x = σ y = 0 → τ xy = τ 1 + τ 2 = 7 , 0 .MPa

X‐7

Anda mungkin juga menyukai