Acc Lapres Ikt 2B
Acc Lapres Ikt 2B
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2B
Kelompok : 2
Jurusan : S1 PETERNAKAN
Mengetahui,
Menyetujui,
Koordinator Praktikum Mata Kuliah
Ilmu Kesehatan Ternak
BIOSECURITY
1. Biosecurity
penyakit, dimana tujuannya adalah untuk mencegah penularan atau kontak dengan
ternak yang terinfeksi, sehingga penyebaran penyakit dapat diminimalkan. Hal ini
2. Konsep Biosecurity
operasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryantoro dan Kusumanti (2016)
kontrol lalu lintas, sanitasi, dan isolasi. Hal ini sama dengan pendapat Ulum dan
Sugiharto (2017) yang menyatakan bahwa menggambarkan hal yang serupa,
Sektor 3 terdiri dari peternakan rakyat atau small farmers dengan biosecurity
terbatas. Hal ini sama seperti penyataan Setiawan (2017) yang menyatakan bahwa
kandang terbuka, meningkatkan risiko kontak dengan hewan liar. Sektor 4, yang
merupakan peternakan tradisional (backyard poultry). Hal ini sama seperti yang
penularan penyakit
NO Permasalahan Keterangan
1 Kelayaan lokasi Layak karena dekat dengan sumber air, listrik, dan
pembuangan limbah
2 Perizinan sudah mempunyai perizinan karena milik fakultas,
usaha
peternakan sehingga peternakan ini layak untuk didirikan
No Permasalahan Keterangan
2 Apakah fasilitas sebagian besar sudah sesuai tapi pada paling kandang
bangunan sudah
memenuhi masih berbentuk kotak dan bersudut
standar
No Permasalahan Keterangan
1 Apakah lalu lintas ada SOP yang diterapkan untuk mengatur lalu lintas
masuk wilayah
peternakan yang ada di sekitar perkandangan. selain itu SOP
terdapat aturannya,
untuk menggunakan desinfektan juga ada ketika ada
ternak
1 Biosekuriti - Terlalu
Konseptual - Akses lalu banyak Minimnya kontrol
lintas masuk aktivitas lalu lintas untuk
wilayah manusia di keluar dan masuk
peternakan sekitar lingkungan
mudah kandang peternakan seperti
masuknya
- Jauh dari kendaraan dan
pemukiman manusia dengan
keadaan tanpa
-Lingkungan
pemberlakuan
mendukung
desinfeksi dapat
- Sudah menjadi menjadi sumber
teaching farm penyebaran
penyakit dari
lingkungan luar
peternakan. Hal ini
sesuai dengan
pendapat
Nurmalasari dan
Murwani (2017)
yang menyatakan
bahwa kontrol lalu
lintas diperlukan
kontrol secara ketat
sebagai tindakan
pencegahan
terhadap penularan
penyakit dari
lingkungan luar
kandang.
2 Biosekuriti
Struktural - Terdapat area - Tidak adaDiperlukan
parkir, kamar mess untuk pembangunan mess
susu, gudang pegawai untuk pegawai
pakan dan lain- piket yang bertugas
lain - Atapnya untuk mengawasi
masih keadaan ternak
menggunaka secara penuh.
n asbes Penggunaan atap
asbes kurang sesuai
sebagai salah satu
konstruksi kandang
yang digunakan
untuk tempat
berlindung dan
memberikan
kenyamanan untuk
ternak. Hal ini
sesuai dengan
pendapat dari
Sholecha (2022)
yang menyatakan
bahwa atap
merupakan bagian
konstruksi kandang
yang berfungsi
untuk memberikan
tempat berteduh
bagi ternak, maka
penggunaan bahan
atap yang ringan
namun kuat lebih
sesuai untuk atap
kandang. Selain itu,
penggunaan asbes
sebagai atap dinilai
lebih berat
sehingga jika
penopang atau
kerangka kandang
tidak kuat dapat
menyebabkan atap
rubuh dan menimpa
ternak.
3 Biosekuriti
Operasional - Terdapat aturan - Belum ada Belum
lalu lintas ternak desinfeksi terlaksananya
dan manusia kegiatan desinfeksi
keluar masuk seperti
wilayah penyemprotan
peternakan kendaraan dan
desinfeksi manusia
- Sudah ada (baik pengurus/
tempat isolasi pekerja maupun
untuk ternak mahasiswa) ketika
yang sakit memasuki wilayah
kandang. Hal ini
sesuai dengan
pendapat
Dharmawibawa et
al. (2022) yang
menyatakan bahwa
pemberlakuan
desinfeksi terhadap
setiap peralatan
kandang dan
peternak sebelum
memasuki wilayah
kandang diperlukan
untuk mencegah
penyebaran
penyakit yang
dapat terbawa dan
dapat menulari
ternak.
ACARA 2
I. ANAMNESA
Pakan yang diberikan dan Konsentrat dan setelah 2 jam diberi hijauan
11.
waktu pemberian
Pagi dan sore
Cara membersihkan tubuh - disiram pakai air (pagi dan sore)
12.
ternak - disikat
Sanitasi pagi dan sore dengan menyemprot
13. Cara membersihkan kotoran
menggunakan air
mengenai kondisi dan penyakit ternak dari penjaga ternak. Hal ini sesuai dengan
ternak dapat diperoleh dari kegiatan wawancara antara pemilik ternak dengan
dokter yang biasa disebut anamnesa. Berdasarkan anamnesa yang telah kami
lakukan dapat diketahui bahwa untuk mengetahui ternak yang sedang sakit adalah
dengan ciri-ciri nafsu makan menurun, bulunya berdiri dan jika terkena PMK
kuku sapi akan memerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nuraini et al. (2020)
bahwa sapi yang sakit dapat dilihat dari perilaku yang tidak normal seperti mata
sayu, lemah, lesu dan nafsu makan menurun. Penyakit PMK ditandai dengan
menerapkan suatu sistem atau aturan tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lestari et al. (2019) yang menyatakan bahwa biosecurity merupakan suatu sistem
perkandangan yang meliputi vaksinasi, sanitasi, dan manajemen lalu lintas ternak
yang bertujuan untuk mencegah ternak terkena penyakit berbahaya yang dapat
diketahui bahwa jarak dari kandang ke pemukiman cukup jauh, terdapat kamar
susu, area parkir, dan tempat mengolah pakan yang artinya memenuhi syarat
biosecurity konseptual. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz et al. (2021)
bahwa salah satu biosecurity konseptual adalah lokasi kandang harus jauh dari
pemukiman warga.
kandang yang meliputi pembersihan sisa pakan dan kotoran ternak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sirat et al. (2021) bahwa sanitasi kandang adalah suatu kegiatan
Sanitasi oleh peternak di FPP dilakukan pada pagi dan sore. Sanitasi juga salah
satu upaya untuk mencegah penyakit pada ternak. Limbah kotoran ternak pada
kandang sapi perah FPP biasanya dialiri ke kebun di belakang kandang dan juga
dimanfaatkan untuk biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Paramita et al. (2017)
bahwa biogas dihasilkan dari aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-
pemukiman warga adalah 500 meter sampai 1 kilometer yang artinya sesuai
dengan jarak minimal antara pemukiman dengan kandang. Hal ini sesuai dengan
adalah 0,5 sampai 1 kilometer. Kondisi kandang sapi perah di FPP dapat
dan kandang bersifat permanen. Namun masih ada yang kurang yaitu sebaiknya
menggunakan atap tipe monitor dan tidak ada desinfektan kandang yang berfungsi
untuk membasmi bakteri atau bibit penyakit dan menjaga kandang agar tetap
bersih. Hal ini didukung oleh pendapat Nuraini et al. (2020) bahwa untuk
terhadap kondisi fisik dan kesehatan hewan ternak. Hal ini sesuai pendapat dari
Sirat et al. (2022) bahwa pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan dengan cara
investigasi tubuh sapi secara menyeluruh dari bagian kepala sampai ekor.
laku sapi normal, tidak memiliki kelainan pada tubuh, status fisiologis normal
yang menendakan sapi dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ginting et al. (2019) bahwa ternak sapi yang sehat akan terlihat aktif, nafsu makan
baik dan tidak ada penyimpangan dari kondisi ternak sapi yang normal.
Ternak yang sehat memiliki beberapa indikator seperti perilaku yang aktif
dan waspada, mata jernih, hidung bebas sekresi, bulu dan kulit tanpa cacat. Hal ini
sesuai pendapat Nuraini et.al (2020) bahwa ciri sapi yang sehat dan sakit dapat
dilihat melalui tingkah laku abnormal seperti mata sayu, penurunan nafsu makan,
kenaikan frekuensi nafas, dan adanya leleran berlendir di hidung. sapi yang sehat
kulitnya kencang dan permukaan tubuhnya mulus. jika saat disentuh, kulitnya
terasa hangat, lembek, tidak halus, dan tidak tampak berkilau, ini bisa menjadi
indikasi bahwa sapi tersebut tidak dalam keadaan baik. Permukaan kulit sapi yang
sehat ditandai dengan kulit yang berwarna cerah dan bersih. Hal ini sesuai
pendapat Cahyani et.al (2022) bahwa sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan
Ruminasi pada sapi adalah proses pencernaan yang unik, dimana sapi
mengunyah kembali makanan yang telah mereka telan sebelumnya. Hal ini sesuai
pendapat Nenobota et.al (2022) bahwa ruminasi adalah pengeluaran makanan dari
adanya bolus. Setelah makanan dikonsumsi, sapi akan menelan makannya dengan
cepat dan makanan tersebut masuk ke rumen dan retikulum. Makanan akan
kembali. Setelah dikunyah dengan baik, makanan akan kembali ditelan dan
lebih lanjut terjadi. Hal ini sesuai pendapat Faza et.al (2017) bahwa omasum
berfungsi untuk digesti, menyaring partikel pakan yang besar, absorpsi dan
Pupil pada sapi bisa menjadi indikator kesehatan sapi. Biasanya pupil sapi
berwarna hitam gelap atau coklat gelap. Jika terjadi perubahan warna menjadi
abu-abu, biru, atau warna lainnya yang tidak biasa menandakan adanya gangguan
kesehatan. Hal ini sesuai pendapat Septiana et.al (2023) bahwa mata membengkak
yang sering nampak saat terjadi penyakit . Beberapa masalah kesehatan yang bisa
inflamasi, atau keracunan. Jika mata sapi menunjukkan perubahan warna seperti
merah atau tampak berdarah, segera konsultasikan dengan dokter hewan untuk
diagnosis dan pengobatan yang sesuai. . Hal ini sesuai dengan pendapat Sabri
(2018) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat memiliki sorot matanya bersih
dan cerah, kondisi bola mata baik, bersih dan tidak terdapat kelainan-kelainan
mata, seperti berair, bercak kemerahan pada kornea mata, adanya selaput putih
adalah 32/menit. Frekuensi nafas pada sapi bisa menjadi indikator yang berguna
untuk menilai status kesehatan umum hewan ternak. Sapi dewasa yang normal
frekuensi nafasnya berkisar 12-16 kali setiap menit dan sapi muda normalnya
antara 27-37 kali per menit. Hal ini sesuai pendapat Jumaryoto et.al (2020) bahwa
frekuensi nafas sapi sehat adalah antara 18-34 kali per menit. Apabila terjadi
peningkatan yang mencolok pada tarikan nafas sapi atau melebihi batas normal,
ini bisa menjadi indikator bahwa ada masalah kesehatan, baik itu infeksi saluran
pernafasan, suhu tubuh yang tinggi, tekanan psikologis dan aktivitas fisik yang
berlebihan. Hal ini sesuai pendapat Serang et.al (2016) bahwa frekuensi nafas
mengalami fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Marlissa et al. (2020) yang
fermentasi oleh mikroba. Berdasarkan hasil praktikum, diamati bahwa rumen sapi
PFH bergerak sekitar 2 kali per menit. Gerakan ini dapat dipengaruhi oleh
tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya konsumsi bahan kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat Astuti et al. (2015) yang menyatakan bahwa pemberian
hijauan terlebih dahulu menghasilkan konsumsi bahan kering yang lebih rendah,
rumen.
Denyut jantung adalah salah satu parameter yang penting untuk memantau
kesehatan ternak serta membantu dalam menjaga suhu tubuh mereka. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa denyut jantung ternak sapi adalah 52 denyut per
menit, yang menandakan bahwa kondisinya tidak normal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hamaratu et al. (2018) yang menyatakan bahwa kisaran denyut jantung
normal pada sapi dewasa dan anak sapi adalah 60-80 denyut per menit. Faktor
ternak, khususnya dalam kondisi stres panas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rinca et al. (2022) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan dan
dalam satu menit, merupakan indikator penting dalam menilai kesehatan sapi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Gholami et al. (2020) yang menyatakan bahwa
pentingnya denyut nadi sapi sebagai penilaian kesehatan dan kesejahteraan hewan
tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, denyut nadi ternak ini adalah 53 kali per
menit, menunjukkan kondisi yang tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bouk et al. (2022) yang menetapkan rentang normal denyut nadi sapi FH antara
60-70 kali per menit. Faktor-faktor seperti aktivitas fisik, kondisi lingkungan, dan
dimasukkan ke dalam rektum atau anus ternak merupakan metode penting dalam
menilai kondisi kesehatan hewan. Hal ini sesuai pendapat Rinca et al. (2022) yang
38,1°C, menandakan sapi berada pada kondisi normal. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Masood et al. (2021) yang menyatakan bahwa kisaran suhu rektal
normal pada sapi dewasa antara 37,5-39,5°C. Lingkungan, seperti suhu dan
kelembaban, dapat mempengaruhi suhu rektal ternak. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Foeh et al. (2021) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan
mempengaruhi variasi suhu tubuh hewan, terutama antara pagi dan sore hari.
dapat mempercepat terjadinya penyakit pada ternak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wandira et al. (2018) yang menyatakan bahwa sanitasi kandang yang
predisposisi juga mencakup iklim, pakan, kebersihan lingkungan, dan sumber air.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fatmawati et al. (2019) yang menyatakan
bahwa upaya pencegahan terhadap predisposisi dapat dilakukan dengan menjaga
termasuk saluran air, tempat pakan, dan lingkungan sekitar. Kebersihan ini
susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihutomo et al. (2015) yang menyatakan
bahwa kualitas susu sapi berhubungan erat antara kebersihan kandang dan kualitas
susu sapi perah. Selain itu, kualitas pakan dan air di peternakan juga cukup baik,
yang sangat penting bagi kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Hadi dan Subkhan (2019) yang menyatakan bahwa pakan yang rendah kualitasnya
dapat mengganggu produksi dan kesehatan ternak karena kurangnya nutrisi yang
baik, seperti aktif dalam bergerak, memiliki nafsu makan dan minum yang
normal, serta tidak ada bagian tubuh yang menunjukkan keadaan tidak aktif. Hal
ini sesuai dengan pendapat Widaputra dan Mulyadi (2023) yang menyatakan
bahwa ciri sapi yang sehat atau sakit dapat dilihat dari tingkah laku abnormal,
seperti mata sayu, serta gejala gangguan kesehatan yang dapat diidentifikasi
hidung yang berlebihan. Selain itu, ciri-ciri kesehatan ternak juga dapat terlihat
dari bulu yang berkilau, tubuh yang normal dan bebas cacat. Hal ini sesuai dengan
pandangan Sirat et al. (2022) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat memiliki
bulu yang mengkilap, tubuh yang proporsional, bebas dari cacat, dan bagi ternak
betina, menunjukkan sifat keibuan yang baik. Kesehatan ternak juga tercermin
melalui kondisi kulit yang bersih, tidak merah, tidak kusam, dan tidak kasar.
ACARA 3
I. Nekropsi
mengetahui penyakit yang ada di ternak unggas dan penyebab kematiannya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Bana et al. (2021) bahwa nekropsi merupakan
hidup. Hal ini sama dengan pendapat dari Etriwati et al. (2017) bahwa tujuan
nekropsi adalah untuk memeriksa bagian eksternal dan internal unggas pada tiap-
interior sebelum dan setelah kematian. Hal ini sama dengan pernyataan dari
untuk mengetahui kondisi kesehatan ternak unggas setelah kematian dengan cara
melakukan pembedahan dan pengamatan langsung pada organ eksterior dan organ
interior. Prosedur nekropsi diperlukan pada ayam yang diduga sakit, dimana
membuka bangkai ternak yang telah mati untuk mengevaluasi kondisi organ
Hasil Pengamatan:
ayam dalam keadaan tidak sehat atau dalam keadaan sakit dengan kondisi bulu
kotor, tingkah laku lemah, dan tidak ada benjolan di kepala. Hal ini sama dengan
pernyataan Fakihuddin et al. (2020) bahwa kondisi kesehatan ayam dipengaruhi
oleh kegiatan yang dilakukan setiap hari dan jika menunjukkan perilaku lemah
serta tubuh kotor dapat diasumsikan bahwa ayam berada dalam kondisi tidak
sehat. ayam kelompok kami menunjukkan ciri-ciri lainnya yaitu paruh tidak
mengeluarkan lendir, dan kondisi kloaka tidak mengalami kemerahan atau luka.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Etriwati et al. (2017) bahwa unggas yang
3. Pelaksanaan Nekropsi
b. Periksa kaki
Potong paruh dibagian distal/ dekat dengan lobang hidung, maka akan
dibawahnya
Guntinglah mulai pertemuan rongga mulut atas dan bawah menuju ujung
menutupi trakea
tengkorak/pembungkus otak
f. Pemeriksaan persendian
Dengan gunting kuakkan jaringan yang menutupi persendian kaki dan
sayap
j. Pemeriksaan Hati
l. Periksa jantung
Kelainan yg terlihat Di bagian
Ukurannya membesar ukuran jantung normal
Pembungkus jantung pembungkus jantung normal
penuh air
Permukaan jantung tidak terdapat radang pada permukaan jantung
meradang
m. Periksa Limpa
p. Periksa Paru
Pembahasan:
dinyatakan sehat
dilakukan nekropsi pada hidung, laring, trakea, rongga dada, kantung udara, dan
pada saluran organ pernapasan pada unggas. Ciri-ciri saluran pernafasan yang
normal pada unggas yaitu tidak terdapat lendir pada saluran sinus, tidak terdapat
lendir pada saluran pernafasan serta paru paru mengapung pada saat di uji apung.
Hal ini sesuai pendapat Rahmaniar et al., (2021) yang menyatakan bahwa hasil
yang baik pada uji apung paru-paru adalah terapung. Kemudian ketika paru-paru
ayam yang diamati ditekan tidak terdapat lendir ataupun cairan sehingga dapat
disimpulkan jika paru-paru ayam dalam kondisi normal. Hal ini sesuai pendapat
Zainuddin (2014) yang menyatakan bahwa apabila paru-paru ayam ditekan dan
penyakit
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
organ pencernaan pada ayam dalam keadaan normal. Tidak terdapat bintik-bintik
esophagus, proventrikulus, ventrikulus, usus halus, sekum, usus besar, dan kloaka.
Ciri-ciri organ pencernaan ayam yang sehat adalah tidak mengalami peradangan
pada usus. hal ini sama dengan pernyataan Woli et al. (2022) bahwa ayam yang
memiliki radang usus adalah ayam yang tidak sehat. Faktor yang mempengaruhi
kesehatan pencernaan ayam adalah lingkungan, pakan, dan air minum yang
ayam tersebut mengalami kondisi yang sehat dan juga tidak terdapat kelainan
maupun gejala penyakit. Akan tetapi, sering dijumpai penyakit yang bernama
Infectious Bursal Disease (Gumboro), penyakit ini sering kali menyerang organ-
organ imunitas pada ayam. ayam yang terkena penyakit Infectious Bursal Disease
atau gumboro ini mengalami gejala-gejala seperti paruh turun ke bawah, duduk
membungkuk, diare putih, dan ayam tampak lesu. hal ini sesuai dengan pendapat
Rahmah et al. (2020) yang menyatakan bahwa gejala penyakit gumboro yang
terdapat pada ternak ayam diantaranya diare putih sekitar anus, turunnya paruh ke
bawah, ayam tampak lesu, serta ayam duduk membungkuk. penyebab penyakit ini
karena adanya virus Infectious Bursal Disease. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wiedosari et al. (2015) yang menyatakan bahwa ayam yang terkena penyakit
ayam tersebut mengalami kondisi yang sehat dan juga tidak terdapat kelainan
maupun gejala penyakit. Akan tetapi, sering dijumpai penyakit yang bernama Egg
umum seperti penurunan produksi maupun kualitas telur yang buruk seperti warna
kulit telur hilang, kulit telur lunak, dan ukuran telur yang kecil. Hal ini sesuai
dengan pendapat Khasanah et al. (2021) yang menyatakan bahwa warna kulit
telur yang hilang, tekstur kulit telur lunak kadang tipis sampai-sampai tidak ada
kulit nya, dan ukuran telur mengecil merupakan beberapa gejala terkena penyakit
Egg Drop Syndrome. Adanya penyakit ini disebabkan karena adenovirus. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kencana et al. (2017) yang menyatakan bahwa virus yang
III. Vaksinasi
tertentu, dan merupakan salah satu metode paling efektif dan efisien untuk
mengendalikan serta memberantas penyakit pada hewan ternak. Hal ini sesuai
bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh hewan ternak dan menjaga
menimbulkan penyakit itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Fattah et al. (2024) yang menyatakan bahwa tujuan vaksinasi adalah untuk
memberikan pemahaman kepada peternak mengenai manajemen pemeliharaan
dan kesehatan unggas yang baik dan benar, serta untuk mendorong pencegahan
yang paling umum digunakan dengan cara menginjeksi kedalam otot. Hal ini
atau paha unggas. Jenis vaksin terbagi menjadi 2 yaitu vaksin aktif dan vaksin
inaktif. vaksin aktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme yang sudah
yang dimatikan. jenis vaksin yang diberikan pada ayam petelur biasanya
merupakan vaksin kombinasi Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI),
dengan tujuan untuk mencegah kedua penyakit tersebut secara bersamaan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kencana et al. (2016) yang menyatakan bahwa vaksin
kombinasi ND-AI efektif dalam memicu respons imun protektif terhadap kedua
penyakit tersebut pada ayam petelur. Secara umum, vaksinasi pada ayam dapat
dilakukan dengan berbagai jadwal dan metode, misalnya vaksin ND-IB yang
dapat diberikan pada ayam usia 4 hari melalui tetes mata, dan vaksin Gumboro-A
yang diberikan melalui air minum pada usia sekitar 10 hari, sesuai dengan
pandangan Layli (2014). yang menyatakan bahwa vaksin Newcastle Disease dapat
diberikan pada ayam pada usia 5-7 hari dan kemudian diulang pada usia 18-21
hari.
ACARA 4
PARASIT
1. Parasit
Parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada inang lain untuk
bertahan hidup dan mendapatkan nutrisi tanpa memberikan manfaat bagi inang
hidup lain untuk menggunakan sumber daya dan nutrisi inang tanpa memberikan
finansial yang signifikan bagi peternak, seperti yang telah dikemukakan oleh
Amaliah et al. (2018). Infeksi parasit dapat secara serius mengurangi pendapatan
peternak.
Menurut Paramitha et al. (2017), nematoda adalah jenis parasit yang termasuk
dalam kategori cacing. Nematoda dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun)
dan kelas cestoda (cacing pita), sementara protozoa merupakan parasit bersel satu
yang hidup di dalam tubuh ternak dan tidak mampu membuat makanannya
sendiri. Jenis protozoa ini, seperti yang dijelaskan oleh Husein et al. (2021),
termasuk Eimeria sp, yang merupakan parasit uniseluler yang menginfeksi ternak
luar organ dalam tubuh inang, menempel di permukaan tubuh dan dapat terlihat
dengan mata. Contoh ektoparasit yang umum ditemukan pada hewan ternak
meliputi kutu, caplak, tungau, lalat, dan nyamuk. Hal ini juga diperkuat oleh
pendapat Meriana et al. (2022), yang menyatakan bahwa beberapa ektoparasit dari
kelas Insekta yang sering ditemukan pada hewan ternak termasuk Echidnophaga
ditemukan di berbagai organ dalam tubuh inang, termasuk otak, hati, paru-paru,
jantung, ginjal, kulit, otot, darah, dan saluran pencernaan. Contoh parasit yang
termasuk dalam kategori endoparasit meliputi cacing hati yang berada di hati dan
cacing pita yang ditemukan dalam saluran pencernaan. Temuan ini konsisten
2.1. Natif
objek glass, cover glass, mortar, dan mikroskop. Metode ini sering dipilih karena
untuk infeksi berat, namun sulit untuk mendeteksi infeksi ringan. Kelebihannya
adalah kesederhanaan dan kecepatan dalam mendeteksi telur cacing dari berbagai
spesies, serta biaya dan peralatan yang minimal. Sarung tangan digunakan untuk
melindungi tangan dari infeksi, objek glass digunakan untuk menempatkan
penempatannya di atas objek glass bersih. Kemudian, air ditambahkan dan sampel
mikroskop.
2.2. Sentrifuse
dalam feses dengan menggunakan proses filtrasi untuk memisahkan telur cacing
dari sampel feses. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Kamilah dan
deteksi parasit dalam feses dengan cara memfiltrasi telur cacing dari bahan tinja.
yang diperlukan termasuk mortar untuk menghaluskan sampel feses, pipet tetes
sentrifuge untuk pengolahan sampel, larutan gula jenuh atau NaCl untuk
pemisahan partikel padat dan cair, preparat parasit untuk identifikasi, dan gelas
tabung sentrifuge hingga tiga per empat penuh. Tabung kemudian diputar dalam
sentrifuge selama 5 menit. Setelah itu, dituangkan air di atas sampel dan
tegak lurus pada rak tabung reaksi, ditetesi dengan larutan gula jenuh hingga
penuh, lalu gelas objek diletakkan di atas tabung untuk menarik sampel. Sampel
(Akmaluddin dan
Zulfikar, 2022)
3.2. PEMERIKSAAN PREPARAT PARASIT
A. Ektoparasit
(Akmaluddin dan
Zulfikar, 2022)
cacing pada feses sapi perah karena kandang yang bersih dan didukung dengan
telur/cacing. Tetapi tetap memiliki kemungkinan pada feses sapi perah terdapat
cacing/telur. Untuk menguji sampel feses yaitu menggunakan metode secara natif
dan sentrifuse.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A., Erwanto dan P. E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat-
hijauan terhadap respon fisiologis dan performa sapi peranakan
Simmental. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4): 201-207.
Cahyani, D. N. A., Sahro, H., dan S. A. Rahman. 2022. Strategi peningkatan taraf
hidup petani Trenggalek dengan metode pola bagi hasil ternak sapi perah.
J. Pemberdayaan Masyarakat. 7(2): 885-893.
Foeh, N., F. U. Datta, N. Ndaong, A. Detha dan R. Akal. 2021. Pengaruh pakan
terhadap status fisiologi kambing kacang (Capra aegragus hircus) dengan
pola pemeliharaan insentif di daerah lahan kering. J. Kajian Veteriner. 9(1)
:8-12.
Hadi, S. N. dan A. Subkhan. 2019. Optimasi formulasi pakan sapi potong dengan
menggunakan linear programming model. J. Pengembangan Penyuluhan
Pertanian. 16 (30): 17-24.
Khoirillah, F., D. F. Lestari dan S. Istiqomah. 2023. Identifikasi telur cacing pada
feses sapi peranakan ongole dan sapi bali dengan metode natif dan
sedimentasi. J. Biologi dan Pendidikan Biologi. 1(2): 230-242.
Kusumadewi, S., Tiuria, R., & Arif, R. (2020). Prevalensi Kecacingan pada Usus
Ayam Kampung di Pasar Tradisional Jakarta dan Kota Bogor. Acta
Veterinaria Indonesiana, 8(1), 1-9.
Nenobota, A., Amalo, D., Benu, I., dan I. G. N. Jelantik. 2022. Pemberian
Konsentrat Ekstrak Serat Buah Lontar dan Ekskreta Ayam Terfermentasi
terhadap Tingkah Laku Makan Ternak Kambing yang Mengkonsumsi
Rumput Botriochloa pertusa. J. Peternakan Lahan Kering. 4(4):2444-2451.
Nuraini, N., D. R. P. Mudiono dan M. A. Rachma. 2020. Analisis kualitatif
dokumen rekam medis rawat inap pada pasien tuberkulosis paru. J. Rekam
Medik Dan Informasi Kesehatan. 1(2): 77-93.
Sabri, M. 2018. Manajemen Kesehatan Perah dan Ternak Potong. Syiah Kuala
University Press, Banda Aceh.
Septiana, R., Sofiana, A., Maghfiroh, K., dan L. P. N. Santika. 2023. Case Report
of Pink Eye in Sapera Goats. J. Agribisnis Peternakan (JINAK), 1(1), 17-
21.
Sholecha, T. 2022. Ta: Kontruksi Kandang Sapi Potong di Pt Indo Prima Beef
Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Fakultas
Peternakan. Politeknik Negeri Lampung, Lampung. (Skripsi).
Sukoco, I. 2014. Pemberian vaksin subkutan dalam menangani wabah flu burung
pada ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta. J.Ilmu-Ilmu Peternakan.
24(2): 37-43.