Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ILMU KESEHATAN TERNAK

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2B

MUHAMMAD WILDAN MUKHOLLADUN 23010122140192


ARYA NUR WICAKSONO
23010122120018
HAFIDZ ANJAR PURWASAPUTRA 23010122141075
DAHLIA WINDA PRASASTI 23010122130077
YAZKY RAMIZA KHULKAN 23010122140179

DIVISI KESEHATAN TERNAK DAN KESEHATAN MASYARAKAT


VETERINER
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN BIOKIMIA
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : LAPORAN PRAKTIKUM ILMU


KESEHATAN TERNAK

Kelompok : 2

Jurusan : S1 PETERNAKAN

Tanggal Pengesahan : 26 April 2024

Mengetahui,

Koordinator Umum Asisten Asisten Pembimbing

Arib Ainur Ridho Afa Ufia Muthialmira


23010121140144 23010121120023

Menyetujui,
Koordinator Praktikum Mata Kuliah
Ilmu Kesehatan Ternak

Drh. Ikania Agusetyaningsih, M.Pt.


NIP. 0013089001
ACARA 1

BIOSECURITY

1. Biosecurity

Biosecurity kandang adalah langkah pertama dalam upaya mengendalikan

penyakit, dimana tujuannya adalah untuk mencegah penularan atau kontak dengan

ternak yang terinfeksi, sehingga penyebaran penyakit dapat diminimalkan. Hal ini

sama dengan pernyataan Khasanah et al. (2021) bahwa biosecurity merupakan

bentuk pertahanan awal dalam pengendalian penyakit dengan tujuan mencegah

penularan. Implementasi biosecurity di kandang diyakini dapat mengurangi biaya

kesehatan secara signifikan dibandingkan dengan yang tidak

mengimplementasikannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Lolaroh. (2019) yang

menyoroti peran biosecurity sebagai barisan terdepan dalam pengendalian

penyakit sehingga biaya kesehatan menjadi lebih terjangkau

2. Konsep Biosecurity

WHO (World Health Organization) mengemukakan tiga aspek utama

dalam konsep biosecurity, yaitu biosecurity konseptual, struktural, dan

operasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryantoro dan Kusumanti (2016)

bahwa sejalan dengan ini, yang menyebutkan bahwa konsep-konsep biosecurity

mencakup biosecurity konseptual, struktural, dan operasional. Biosecurity

konseptual berkaitan dengan pemilihan lokasi perkandangan, sementara

biosecurity struktural mencakup konstruksi dan tata letak perkandangan, dan

biosecurity operasional terfokus pada manajemen pencegahan penyakit melalui

kontrol lalu lintas, sanitasi, dan isolasi. Hal ini sama dengan pendapat Ulum dan
Sugiharto (2017) yang menyatakan bahwa menggambarkan hal yang serupa,

menekankan bahwa biosecurity konseptual mencakup pemilihan lokasi, struktural

berkaitan dengan konstruksi dan tata letak, dan operasional melibatkan

manajemen pencegahan penyakit seperti kontrol lalu lintas dan sanitasi.

FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 2005

mengklasifikasikan peternakan unggas ke dalam empat sektor berdasarkan tingkat

pelaksanaan program biosecurity. Sektor 1 mencakup peternakan terintegrasi

dengan biosecurity tingkat tinggi, sedangkan Sektor 2 adalah peternakan

komersial yang menerapkan biosecurity modern dalam lingkungan tertutup.

Sektor 3 terdiri dari peternakan rakyat atau small farmers dengan biosecurity

terbatas. Hal ini sama seperti penyataan Setiawan (2017) yang menyatakan bahwa

peternakan rakyat umumnya memiliki biosecurity terbatas dan menggunakan

kandang terbuka, meningkatkan risiko kontak dengan hewan liar. Sektor 4, yang

merupakan peternakan tradisional (backyard poultry). Hal ini sama seperti yang

dijelaskan oleh Dwipartidrisa et al. (2021) bahwa yang tidak menggunakan

kandang dan jarang menerapkan biosecurity, membuatnya rentan terhadap

penularan penyakit

3. Hasil dan Pembahasan

Konsep 1 : Biosekuriti konseptual

NO Permasalahan Keterangan

1 Kelayaan lokasi Layak karena dekat dengan sumber air, listrik, dan

memiliki tempat pembuangan limbah, sehingga

memudahkan dalam pengadaan sumberdaya dan

pembuangan limbah
2 Perizinan sudah mempunyai perizinan karena milik fakultas,
usaha
peternakan sehingga peternakan ini layak untuk didirikan

3 Kelengkapan lengkap, ada chopper, tempat pembuatan pellet, alat


fasilitas pendukung
angkut, alat perah, dan lain lain yang akan

menunjang produktivitas ternak

4 Adakah gangguan usaha ada, penyebaran penyakit sehingga menyebabkan

kurangnya produktivitas usaha

5 Perkembangan semoga mempunyai alat perah otomatis dan dapat


peternakan ke
depan dibuat close house karena jika dengan menerapkan

close house di wilayah panas, maka akan dapat

meningkatkan produktivitas ternak

Konsep 2. Biosekuriti struktural

No Permasalahan Keterangan

1 Apakah layout sudah karena penempatan pembangunan sudah


perkandangan
sudah sesuai strategis, juga ada gedung pakan dan pengolahan

2 Apakah fasilitas sebagian besar sudah sesuai tapi pada paling kandang
bangunan sudah
memenuhi masih berbentuk kotak dan bersudut
standar

3 Adakah Struktur ada palung pakan yang masih bersudut berbentuk


bangunan kandang
ada yg belum ideal, kotak, lantai kandang banyak yang berlubah, atap
jelaskan kandang yang belum monitor

4 Apakah dalam zona merah : jalan dan lingkungan sekitar


keseluruhan
peternakan terdapat zona kuning : parkiran dan gerbang masuk hingga
pembagian zona,
jelaskan mess

zona hijau : dalam kandang

Konsep 3 . Biosekuriti Operasional :

No Permasalahan Keterangan

1 Apakah lalu lintas ada SOP yang diterapkan untuk mengatur lalu lintas
masuk wilayah
peternakan yang ada di sekitar perkandangan. selain itu SOP
terdapat aturannya,
untuk menggunakan desinfektan juga ada ketika ada

penyakit yang menjangkit

2 Masalah apakah memudahkan dan mengundang masuknya penyakit


yang
kemungkinan ke dalam areal kandang, sapi stress akibat terlalu
terjadi dengan
ramai yang dapat menyebabkan turunnya
kondisi spt
tersebut di atas produktivitas

3 Bagaimana terdapat kandang isolasi untuk sapi yang sedang sakit


pelaksanaan isolasi
yang dilakukan dan kandang karantina untuk sapi yang baru datang.

yang dapat digunakan untuk menunjang produktivitas

ternak

4 Apa akibatnya ternak yang sakit akan menyebarkan penyakit dan


kalau kondisi
tsb pada no 3 ternak yang baru datang akan susah beradaptasi. yang
dapat menurunkan produktivitas ternak

5 Bagaimana kondisional sanitasi 2x sehari, disinfektan ada


pelaksanaan dilakukan ketika ada banyak penyakit
sanitasi pada
Kandang Sapi
Perah

6 Bagaimana pakan dibersihkan, lingkungan sekitar disapu untuk


pelaksanaan
sanitasi di luar memastikan lingkungan perkandangan bersih
kandang

7 Bagaimana ketika terjadi penyakit yang menjangkit saja sebagai


pelaksanaan
desinfeksi di langkah dalam penanganan
Kandang Sapi
Perah

8 Bagaimana baik karena dengan pelaksanaan 2x sehari, dan ada


penanganan
limbah nya tempat pembuangan kotoran

9 Jelaskan berbagai mahasiswa, udara, pakan, dan minum


faktor yang akan
menyebabkan
Penularan penyakit
10 Kasus penyakit mastitis dapat ditangani dengan pemberian antibiotik,
apa saja yang kemudian LSD dapat ditangani dengan antibiotik
sering terjadi, dan pula, dan PMK dapat ditangani dengan pemberian
bagaimana cara vitamin, suplemen, dan antibiotik
penanganannya

4. Kesimpulan dan Evaluasi

No Konsep Biosekuriti Kelebihan Kekurangan Evaluasi

1 Biosekuriti - Terlalu
Konseptual - Akses lalu banyak Minimnya kontrol
lintas masuk aktivitas lalu lintas untuk
wilayah manusia di keluar dan masuk
peternakan sekitar lingkungan
mudah kandang peternakan seperti
masuknya
- Jauh dari kendaraan dan
pemukiman manusia dengan
keadaan tanpa
-Lingkungan
pemberlakuan
mendukung
desinfeksi dapat
- Sudah menjadi menjadi sumber
teaching farm penyebaran
penyakit dari
lingkungan luar
peternakan. Hal ini
sesuai dengan
pendapat
Nurmalasari dan
Murwani (2017)
yang menyatakan
bahwa kontrol lalu
lintas diperlukan
kontrol secara ketat
sebagai tindakan
pencegahan
terhadap penularan
penyakit dari
lingkungan luar
kandang.

2 Biosekuriti
Struktural - Terdapat area - Tidak adaDiperlukan
parkir, kamar mess untuk pembangunan mess
susu, gudang pegawai untuk pegawai
pakan dan lain- piket yang bertugas
lain - Atapnya untuk mengawasi
masih keadaan ternak
menggunaka secara penuh.
n asbes Penggunaan atap
asbes kurang sesuai
sebagai salah satu
konstruksi kandang
yang digunakan
untuk tempat
berlindung dan
memberikan
kenyamanan untuk
ternak. Hal ini
sesuai dengan
pendapat dari
Sholecha (2022)
yang menyatakan
bahwa atap
merupakan bagian
konstruksi kandang
yang berfungsi
untuk memberikan
tempat berteduh
bagi ternak, maka
penggunaan bahan
atap yang ringan
namun kuat lebih
sesuai untuk atap
kandang. Selain itu,
penggunaan asbes
sebagai atap dinilai
lebih berat
sehingga jika
penopang atau
kerangka kandang
tidak kuat dapat
menyebabkan atap
rubuh dan menimpa
ternak.

3 Biosekuriti
Operasional - Terdapat aturan - Belum ada Belum
lalu lintas ternak desinfeksi terlaksananya
dan manusia kegiatan desinfeksi
keluar masuk seperti
wilayah penyemprotan
peternakan kendaraan dan
desinfeksi manusia
- Sudah ada (baik pengurus/
tempat isolasi pekerja maupun
untuk ternak mahasiswa) ketika
yang sakit memasuki wilayah
kandang. Hal ini
sesuai dengan
pendapat
Dharmawibawa et
al. (2022) yang
menyatakan bahwa
pemberlakuan
desinfeksi terhadap
setiap peralatan
kandang dan
peternak sebelum
memasuki wilayah
kandang diperlukan
untuk mencegah
penyebaran
penyakit yang
dapat terbawa dan
dapat menulari
ternak.
ACARA 2

PEMERIKSAAN KESEHATAN TERNAK RUMINANSIA

I. ANAMNESA

1.1. Data Peternak

1. Nama Pramana Wibowo


2. Alamat Mangunharjo,Tembalang,Kota Semarang
3. Pendidikan SMA
Mulai beternak tahun/ Mulai
4. Beternak mulai kelas 3 SD / 2017
bekerja di FPP tahun
5. Ilmu beternak didapat dari Senior FPP
6. Jumlah ternak 12 ekor
- bulunya berdiri
Bagaimana cara mengetahui - nafsu makan turun
7.
kalau ternak sakit - kuku merah (PMK)
- PMK
- LSD
Sebutkan nama penyakit yang
8. - Mastitis
pernah menyerang ternaknya
- Cacingan
- Kembung
- Vaksin
Cara mengatasi apabila ada - karantina
9.
penyakit - mendatangkan dokter
- disinfektan
Usaha untuk mencegah - vaksin
10.
penyakit - sanitasi kandang

Pakan yang diberikan dan Konsentrat dan setelah 2 jam diberi hijauan
11.
waktu pemberian
Pagi dan sore
Cara membersihkan tubuh - disiram pakai air (pagi dan sore)
12.
ternak - disikat
Sanitasi pagi dan sore dengan menyemprot
13. Cara membersihkan kotoran
menggunakan air

Cara membuang kotoran - dialirkan ke rumput belakang


14. - dimanfaatkan untuk biogas
yang menumpuk

1.2. Pengamatan kondisi lingkungan dan kandang ternak

1. Jarak kandang dengan rumah 500 m - 1 km

Apakah lingkungan mendukung karena jauh dari pemukiman dan


2. suhu nya mendukung dan masih normal yaitu
mendukung
30°C
3. Ternak lain disekitar kandang sapi potong, kambing, domba
4. Sumber air Tersedia melimpah
Kondisi saluran pembuangan
5. layak karena saluran tidak mampet
feses
6. Tanaman sekitar kandang rumput gajah, pohon pisang, legum
7. Suhu udara dan tiupan angin normal yaitu 30°C di luar kandang
8. Sifat bangunan kandang Permanen
9. Kebersihan alas kandang Bersih
10. Tempat pakan dan minum Permanen
Kondisi lain yang kurang
11. Atap sebaiknya menggunakan model monitor
memenuhi syarat

Hasil dan Pembahasan:

Anamnesa merupakan proses kegiatan untuk mengetahui informasi

mengenai kondisi dan penyakit ternak dari penjaga ternak. Hal ini sesuai dengan

pendapat Prayoga (2023) bahwa keterangan tentang keluhan penyakit hewan

ternak dapat diperoleh dari kegiatan wawancara antara pemilik ternak dengan

dokter yang biasa disebut anamnesa. Berdasarkan anamnesa yang telah kami
lakukan dapat diketahui bahwa untuk mengetahui ternak yang sedang sakit adalah

dengan ciri-ciri nafsu makan menurun, bulunya berdiri dan jika terkena PMK

kuku sapi akan memerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nuraini et al. (2020)

bahwa sapi yang sakit dapat dilihat dari perilaku yang tidak normal seperti mata

sayu, lemah, lesu dan nafsu makan menurun. Penyakit PMK ditandai dengan

adanya area melepuh di daerah mulut dan kuku.

Biosecurity adalah usaha untuk mencegah penyakit masuk dengan

menerapkan suatu sistem atau aturan tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Lestari et al. (2019) yang menyatakan bahwa biosecurity merupakan suatu sistem

perkandangan yang meliputi vaksinasi, sanitasi, dan manajemen lalu lintas ternak

yang bertujuan untuk mencegah ternak terkena penyakit berbahaya yang dapat

menular kepada manusia. Berdasarkan anamnesa yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa jarak dari kandang ke pemukiman cukup jauh, terdapat kamar

susu, area parkir, dan tempat mengolah pakan yang artinya memenuhi syarat

biosecurity konseptual. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz et al. (2021)

bahwa salah satu biosecurity konseptual adalah lokasi kandang harus jauh dari

pemukiman warga.

Sanitasi kandang adalah kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan

kandang yang meliputi pembersihan sisa pakan dan kotoran ternak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sirat et al. (2021) bahwa sanitasi kandang adalah suatu kegiatan

pembersihan kandang dan lingkungannya untuk menjaga kesehatan ternak.

Sanitasi oleh peternak di FPP dilakukan pada pagi dan sore. Sanitasi juga salah

satu upaya untuk mencegah penyakit pada ternak. Limbah kotoran ternak pada
kandang sapi perah FPP biasanya dialiri ke kebun di belakang kandang dan juga

dimanfaatkan untuk biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Paramita et al. (2017)

bahwa biogas dihasilkan dari aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-

bahan organik termasuk kotoran sapi.

Berdasarkan hasil anamnesa diketahui bahwa jarak kandang dari

pemukiman warga adalah 500 meter sampai 1 kilometer yang artinya sesuai

dengan jarak minimal antara pemukiman dengan kandang. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mu’arifah (2021) bahwa idealnya jarak kandang dengan pemukiman

adalah 0,5 sampai 1 kilometer. Kondisi kandang sapi perah di FPP dapat

dikategorikan cukup baik, karena terdapat sumber air, salurannya lancar,bersih,

dan kandang bersifat permanen. Namun masih ada yang kurang yaitu sebaiknya

menggunakan atap tipe monitor dan tidak ada desinfektan kandang yang berfungsi

untuk membasmi bakteri atau bibit penyakit dan menjaga kandang agar tetap

bersih. Hal ini didukung oleh pendapat Nuraini et al. (2020) bahwa untuk

menciptakan lingkungan kandang yang bersih dan higienis diperlukan adanya

desinfektan kandang minimal 2 minggu sekali.

II. PEMERIKSAAN KESEHATAN TERNAK (SAPI POTONG)

2.1. Data Ternak

1 Komoditas ternak : Sapi Perah


2 Ras/Bangsa : Frisien Holstein
3 Jenis Kelamin : Betina
4 Umur : < 1 tahun
5 Lokasi ternak : Kandang teaching farm FPP
6 Pemilik : FPP Undip

2.2. Metode Pemeriksaan


1. Pengamatan Tingkah Laku Ternak

A. Pengamatan dari jarak jauh

1 Posisi ternak : Sendiri


2 Aktifitas gerak : Aktip bergerak
3 Posisi berdiri : Normal
4 Nafsu makan / : Baik
minum
5 Bagian tubuh yg : Kepala, Lidah
tdk aktif
bergerak

B. Pengamatan dari jarah dekat

1 Kondisi Permukaan : Kotor


kulit
2 kelainan di : Tidak ada luka
permukaan tubuh
3 Kelainan tersebut di : Normal
bagian
4 Kondisi Lobang2 : Bersih
tubuh( mulut, hidung,
mata,anus, telinga dll)
5 Moncong hidung : Basah

2. Pemeriksaan Kelainan Tubuh

1 Bag dinding perut : Isinya normal tidak membesar


sebelah kiri
2 Bag dinding perut seb : Isinya normal tidak membesar
kanan
3 Abses di bagian : Tidak terdapat abses
4 Luka terbuka di bagian : Tidak terdapat luka terbuka
5 Tumor di bagian : Tidak terdapat tumor
6 Turgor kulit : Normal
7 Ruminasi : Normal
8 Warna Pupil mata : Kebiruan

3. Pemeriksaan status fisiologis tubuh

1 Gerakan nafas : 32 kali/menit


2 Gerakan rumen : 3 kali/menit
3 Denyut jantung : 52 kali/menit
4 Denyut nadi : 53 kali/menit
5 Temperatur rektal : 38,1 °C
4. Predisposisi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sakit, yang
secara langsung / tdk langsung dapat mempengaruhi/ menyebabkan sakit,
seperti di bawah ini:

1 kebersihan kandang : Bersih, sanitasi rutin


2 kebersihan lingkungan : Kotor dengan sisa-sisa hijauan pakan
3 Kebersihan saluran air : Kotor, banyak kotoran mengendap
4 Penampung feses : Bersih
5 Tempak makan dan minum : Kotor pada tempat makan dan minum
6 Extoparasit yang nampak : Tidak nampak eksoparasit

Hasil dan Pembahasan:


Pemeriksaan kesehatan ternak merupakan proses penilaian menyeluruh

terhadap kondisi fisik dan kesehatan hewan ternak. Hal ini sesuai pendapat dari

Sirat et al. (2022) bahwa pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan dengan cara

investigasi tubuh sapi secara menyeluruh dari bagian kepala sampai ekor.

pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi penyakit atau kelainan pada ternak

sehingga dapat mengambil tindakan pengobatan atau pencegahan. Pemeriksaan ini

meliputi pengamatan tingkah laku, pemeriksaan kelainan tubuh, pemeriksaan

status fisiologis tubuh, dan predisposisi. Setelah dilakukan pemeriksaan, tingkah

laku sapi normal, tidak memiliki kelainan pada tubuh, status fisiologis normal

yang menendakan sapi dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat

Ginting et al. (2019) bahwa ternak sapi yang sehat akan terlihat aktif, nafsu makan

baik dan tidak ada penyimpangan dari kondisi ternak sapi yang normal.

Ternak yang sehat memiliki beberapa indikator seperti perilaku yang aktif

dan waspada, mata jernih, hidung bebas sekresi, bulu dan kulit tanpa cacat. Hal ini

sesuai pendapat Nuraini et.al (2020) bahwa ciri sapi yang sehat dan sakit dapat

dilihat melalui tingkah laku abnormal seperti mata sayu, penurunan nafsu makan,
kenaikan frekuensi nafas, dan adanya leleran berlendir di hidung. sapi yang sehat

kulitnya kencang dan permukaan tubuhnya mulus. jika saat disentuh, kulitnya

terasa hangat, lembek, tidak halus, dan tidak tampak berkilau, ini bisa menjadi

indikasi bahwa sapi tersebut tidak dalam keadaan baik. Permukaan kulit sapi yang

sehat ditandai dengan kulit yang berwarna cerah dan bersih. Hal ini sesuai

pendapat Cahyani et.al (2022) bahwa sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan

kuat, keadaan kulit halus mengkilap, dan matanya bersinar.

Ruminasi pada sapi adalah proses pencernaan yang unik, dimana sapi

mengunyah kembali makanan yang telah mereka telan sebelumnya. Hal ini sesuai

pendapat Nenobota et.al (2022) bahwa ruminasi adalah pengeluaran makanan dari

rumen yang dimuntahkan ke dalam mulut (regurgitasi) yang ditandai dengan

adanya bolus. Setelah makanan dikonsumsi, sapi akan menelan makannya dengan

cepat dan makanan tersebut masuk ke rumen dan retikulum. Makanan akan

difermentasi oleh mikroorganisme untuk memecah serat. Kemudian sapi

mengeluarkan bongkahan makanan yang disebut bolus yang akan dikunyah

kembali. Setelah dikunyah dengan baik, makanan akan kembali ditelan dan

bergerak ke omasum dan abomasum, dimana penyerapan nutrisi dan pencernaan

lebih lanjut terjadi. Hal ini sesuai pendapat Faza et.al (2017) bahwa omasum

berfungsi untuk digesti, menyaring partikel pakan yang besar, absorpsi dan

mengatur arus ingesta ke abomasum. Ruminasi memungkinkan sapi untuk

mendapatkan nutrisi maksimal dari makanan yang kaya serat.

Pupil pada sapi bisa menjadi indikator kesehatan sapi. Biasanya pupil sapi

berwarna hitam gelap atau coklat gelap. Jika terjadi perubahan warna menjadi

abu-abu, biru, atau warna lainnya yang tidak biasa menandakan adanya gangguan
kesehatan. Hal ini sesuai pendapat Septiana et.al (2023) bahwa mata membengkak

disertai dengar perubahan warna kemerahan dan kekeruhan merupakan gejala

yang sering nampak saat terjadi penyakit . Beberapa masalah kesehatan yang bisa

menyebabkan perubahan warna pupil antara lain katarak, glaukoma, infeksi,

inflamasi, atau keracunan. Jika mata sapi menunjukkan perubahan warna seperti

merah atau tampak berdarah, segera konsultasikan dengan dokter hewan untuk

diagnosis dan pengobatan yang sesuai. . Hal ini sesuai dengan pendapat Sabri

(2018) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat memiliki sorot matanya bersih

dan cerah, kondisi bola mata baik, bersih dan tidak terdapat kelainan-kelainan

mata, seperti berair, bercak kemerahan pada kornea mata, adanya selaput putih

seperti katarak, ataupun adanya kotoran dan luka di sudut mata.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan frekuensi nafas pada sapi

adalah 32/menit. Frekuensi nafas pada sapi bisa menjadi indikator yang berguna

untuk menilai status kesehatan umum hewan ternak. Sapi dewasa yang normal

frekuensi nafasnya berkisar 12-16 kali setiap menit dan sapi muda normalnya

antara 27-37 kali per menit. Hal ini sesuai pendapat Jumaryoto et.al (2020) bahwa

frekuensi nafas sapi sehat adalah antara 18-34 kali per menit. Apabila terjadi

peningkatan yang mencolok pada tarikan nafas sapi atau melebihi batas normal,

ini bisa menjadi indikator bahwa ada masalah kesehatan, baik itu infeksi saluran

pernafasan, suhu tubuh yang tinggi, tekanan psikologis dan aktivitas fisik yang

berlebihan. Hal ini sesuai pendapat Serang et.al (2016) bahwa frekuensi nafas

dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas fisik, kegelisahan, suhu

lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan , kondisi

kesehatan hewan dan posisi hewan.


Rumen adalah bagian lambung yang sangat besar pada hewan ruminansia,

seperti sapi, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan sebelum

mengalami fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Marlissa et al. (2020) yang

menyatakan bahwa sebagai kompartemen lambung terbesar yang memfasilitasi

fermentasi oleh mikroba. Berdasarkan hasil praktikum, diamati bahwa rumen sapi

PFH bergerak sekitar 2 kali per menit. Gerakan ini dapat dipengaruhi oleh

tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya konsumsi bahan kering. Hal ini

sesuai dengan pendapat Astuti et al. (2015) yang menyatakan bahwa pemberian

hijauan terlebih dahulu menghasilkan konsumsi bahan kering yang lebih rendah,

mungkin karena meningkatkan volume dan memperlambat proses pencernaan di

rumen.

Denyut jantung adalah salah satu parameter yang penting untuk memantau

kesehatan ternak serta membantu dalam menjaga suhu tubuh mereka. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa denyut jantung ternak sapi adalah 52 denyut per

menit, yang menandakan bahwa kondisinya tidak normal. Hal ini sesuai dengan

pendapat Hamaratu et al. (2018) yang menyatakan bahwa kisaran denyut jantung

normal pada sapi dewasa dan anak sapi adalah 60-80 denyut per menit. Faktor

lingkungan seperti suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi denyut jantung

ternak, khususnya dalam kondisi stres panas. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rinca et al. (2022) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan dan

konsumsi pakan dapat meningkatkan denyut jantung pada ternak.

Denyut nadi, yang merupakan frekuensi kontraksi dan pelebaran arteri

dalam satu menit, merupakan indikator penting dalam menilai kesehatan sapi. Hal

ini sesuai dengan pendapat Gholami et al. (2020) yang menyatakan bahwa
pentingnya denyut nadi sapi sebagai penilaian kesehatan dan kesejahteraan hewan

tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, denyut nadi ternak ini adalah 53 kali per

menit, menunjukkan kondisi yang tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat

Bouk et al. (2022) yang menetapkan rentang normal denyut nadi sapi FH antara

60-70 kali per menit. Faktor-faktor seperti aktivitas fisik, kondisi lingkungan, dan

kesehatan secara keseluruhan dapat mempengaruhi denyut nadi sapi.

Pengukuran suhu rektal melalui penggunaan termometer klinis yang

dimasukkan ke dalam rektum atau anus ternak merupakan metode penting dalam

menilai kondisi kesehatan hewan. Hal ini sesuai pendapat Rinca et al. (2022) yang

menyatakan bahwa pentingnya suhu rektal sebagai indikator kesehatan hewan

yang signifikan. Berdasarkan hasil praktikum, suhu rektal ternak mencapai

38,1°C, menandakan sapi berada pada kondisi normal. Hal ini sesuai dengan

pendapat dari Masood et al. (2021) yang menyatakan bahwa kisaran suhu rektal

normal pada sapi dewasa antara 37,5-39,5°C. Lingkungan, seperti suhu dan

kelembaban, dapat mempengaruhi suhu rektal ternak. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Foeh et al. (2021) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan

mempengaruhi variasi suhu tubuh hewan, terutama antara pagi dan sore hari.

Faktor predisposisi, yang terdiri dari lingkungan dan manajemen ternak,

dapat mempercepat terjadinya penyakit pada ternak. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wandira et al. (2018) yang menyatakan bahwa sanitasi kandang yang

buruk dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik merupakan faktor

predisposisi yang memengaruhi tingkat prevalensi penyakit. Selain itu, faktor

predisposisi juga mencakup iklim, pakan, kebersihan lingkungan, dan sumber air.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fatmawati et al. (2019) yang menyatakan
bahwa upaya pencegahan terhadap predisposisi dapat dilakukan dengan menjaga

kebersihan lingkungan sekitar ternak, memberikan pakan yang berkualitas, serta

mengatur kondisi mikroklimat di dalam kandang.

Kondisi kebersihan kandang ternak FPP telah terjaga dengan baik,

termasuk saluran air, tempat pakan, dan lingkungan sekitar. Kebersihan ini

memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ternak dan kualitas produksi

susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihutomo et al. (2015) yang menyatakan

bahwa kualitas susu sapi berhubungan erat antara kebersihan kandang dan kualitas

susu sapi perah. Selain itu, kualitas pakan dan air di peternakan juga cukup baik,

yang sangat penting bagi kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Hadi dan Subkhan (2019) yang menyatakan bahwa pakan yang rendah kualitasnya

dapat mengganggu produksi dan kesehatan ternak karena kurangnya nutrisi yang

optimal, sehingga dapat menyebabkan penyakit.

III. Kesimpulan dan Evaluasi

Ternak yang diamati di kandang menunjukkan tanda-tanda kesehatan yang

baik, seperti aktif dalam bergerak, memiliki nafsu makan dan minum yang

normal, serta tidak ada bagian tubuh yang menunjukkan keadaan tidak aktif. Hal

ini sesuai dengan pendapat Widaputra dan Mulyadi (2023) yang menyatakan

bahwa ciri sapi yang sehat atau sakit dapat dilihat dari tingkah laku abnormal,

seperti mata sayu, serta gejala gangguan kesehatan yang dapat diidentifikasi

seperti penurunan nafsu makan, peningkatan frekuensi pernapasan, dan leleran

hidung yang berlebihan. Selain itu, ciri-ciri kesehatan ternak juga dapat terlihat

dari bulu yang berkilau, tubuh yang normal dan bebas cacat. Hal ini sesuai dengan
pandangan Sirat et al. (2022) yang menyatakan bahwa ternak yang sehat memiliki

bulu yang mengkilap, tubuh yang proporsional, bebas dari cacat, dan bagi ternak

betina, menunjukkan sifat keibuan yang baik. Kesehatan ternak juga tercermin

melalui kondisi kulit yang bersih, tidak merah, tidak kusam, dan tidak kasar.
ACARA 3

PEMERIKSAAN KESEHATAN TERNAK AYAM :

NEKROPSI & PENGENALAN VAKSINASI AYAM

I. Nekropsi

Nekropsi adalah Tindakan pemeriksaan yang sering digunakan untuk

mengetahui penyakit yang ada di ternak unggas dan penyebab kematiannya. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Bana et al. (2021) bahwa nekropsi merupakan

pemeriksaan unggas yang sudah mati untuk menemukan penyebab kematian,

mengkonfirmasi diagnosis, dan menyelidiki terapi yang gagal jika sebelumnya

sudah pernah diobati. Tujuan dilakukan nekropsi adalah untuk menentukan

penyebab kematian unggas dan mengetahui kondisi kesehatan unggas ketika

hidup. Hal ini sama dengan pendapat dari Etriwati et al. (2017) bahwa tujuan

nekropsi adalah untuk memeriksa bagian eksternal dan internal unggas pada tiap-

tiap organ untuk mengetahui perubahan patologis.

Metode nekropsi unggas merupakan proses yang dilakukan untuk

memeriksa kondisi kesehatan ternak melalui pengamatan organ eksterior dan

interior sebelum dan setelah kematian. Hal ini sama dengan pernyataan dari

Zannah et al. (2020) bahwa pemeriksaan dengan metode nekropsi digunakan

untuk mengetahui kondisi kesehatan ternak unggas setelah kematian dengan cara

melakukan pembedahan dan pengamatan langsung pada organ eksterior dan organ

interior. Prosedur nekropsi diperlukan pada ayam yang diduga sakit, dimana

dilakukan setelah melakukan pembunuhan terlebih dahulu. Praktek ini sejalan

dengan pandangan Chayrunnisa et al. (2020) yang menyatakan bahwa nekropsi


harus dilakukan setiap kali terjadi kematian ternak. Ini dilakukan dengan

membuka bangkai ternak yang telah mati untuk mengevaluasi kondisi organ

dalamnya. Sebelum melakukan prosedur pembedahan, langkah-langkah persiapan

seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik eksternal harus dilakukan terlebih

dahulu, yang melibatkan pengamatan terhadap kondisi fisik ayam termasuk

kepala, leher, kulit, kaki, dan kloaka.

II. Pemeriksaan Kesehatan Ayam1. Riwayat Hidup Unggas :

1 Jenis unggas Ayam Boiler


2 Jenis kelamin Jantan
3 Umur 28-35 hari
4 Didapatkan dari Peternakan Alhamdulillah
5 Kondisi umum Sakit
6 Riwayat kesehatan tidak ada
7 Pencegahan/Pengobatan pemberian antibiotik dan obat cacing

2. Pengamatan Performan Unggas

Biarkan unggas dilepas, amati dengan seksama

1 Tingkah Laku Lemah


2 Kondisi bulu Kotor
3 Perubahan anatomi Tidak ada
Jengger Merah
● Bagian kepala
Tidak ada pendarahan disayap
● Bagian dada
4 Amati lubang2 tubuh Paruh: Tidak ada kelainan
Mata: Jernih
Sinus: Tidak ada kelainan
Kloaka : Tidak ada kelainan

Hasil Pengamatan:

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa

ayam dalam keadaan tidak sehat atau dalam keadaan sakit dengan kondisi bulu

kotor, tingkah laku lemah, dan tidak ada benjolan di kepala. Hal ini sama dengan
pernyataan Fakihuddin et al. (2020) bahwa kondisi kesehatan ayam dipengaruhi

oleh kegiatan yang dilakukan setiap hari dan jika menunjukkan perilaku lemah

serta tubuh kotor dapat diasumsikan bahwa ayam berada dalam kondisi tidak

sehat. ayam kelompok kami menunjukkan ciri-ciri lainnya yaitu paruh tidak

terdapat terdapat lendir, mata tidak mengalami kemerahan, sinus tidak

mengeluarkan lendir, dan kondisi kloaka tidak mengalami kemerahan atau luka.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Etriwati et al. (2017) bahwa unggas yang

sehat dan baik memperlihatkan mata yang cerah dan bercahaya.

3. Pelaksanaan Nekropsi

a. Periksalah permukaan tubuh/ kulit ayam

Kelainan permukaan Di bagian


tubuh
Adanya luka terbuka Tidak ada luka yang terbuka

Adanya memar biru Terdapat memar pada sayap kiri

b. Periksa kaki

Kelainan permukaan Di bagian


tubuh
Berwarna pucat/biru tidak terdapat pucat/warna biru pada permukaan
kaki
Adanya luka tidak terdapat luka pada permukaan kaki
Adanya pembengkakan tidak terdapat pembengkakan pada permukaan
kaki

c. Periksalah kelainan jaringan dibawah kulit (subkutan)

Kelainan yg terlihat Di bagian


Memar berwarna biru terdapat memar pada sayap sebelah kiri
Luka terbuka tidak terdapat luka terbuka
Perdarahan di dalam terdapat pendarahan pada bagian kepala atas
d. Periksa bagian kepala

Kelainan yg terlihat Di bagian


Kebengkakan tidak terdapat kebengkakan pada bagian kepala
Keluar lendir tidak terdapat lendir yang keluar dari kepala

Potong paruh dibagian distal/ dekat dengan lobang hidung, maka akan

terlihat rongga hidung dalam atau disebut dengan “sinus “, periksa

perubahannya dan tekanlah bagian tersebut

Kelainan yg terlihat Di bagian


Adanya lendir cair tidak terdapat lendir cair pada rongga hidung
Adanya padatan seperti tidak terdapat padatan seperti keju pada sinus
keju

Gunting kulit penutup mata bawah dan kuakkan, amati jaringan

dibawahnya

Kelainan yg terlihat Di bagian


Berwarna putih pucat tidak berwarna putih pucat
Berwarna merah tidak berwarna merah meradang
meradang
Berwarna kebiruan tidak berwarna kebiruan

Amatilah dinding rongga mulut, lihat perubahan yang nampak

Kelainan yg terlihat Di bagian


Terdapat bintik2 kecil tidak terdapat bintik kecil
Peradangan warna tidak terdapat peradangan berwarna merah
merah

Guntinglah mulai pertemuan rongga mulut atas dan bawah menuju ujung

tenggorokkan (larynx), periksalah bagian permukaan larynx

Kelainan yg terlihat Di bagian


Bengkak merah tidak terdapat bengkak merah pada larynk
(radang)
Adanya luka tidak terdapat luka
Adanya bintik2 putih tidak terdapat bintik putih
Pemeriksaan trakea dengan menggunakan kulit maupun jaringan daging yg

menutupi trakea

Kelainan yg terlihat Di bagian


Merah meradang tidak terdapat peradangan pada trakea
Meradang dan terdapat tidak terdapat peradangan dan pendarahan
darah

Pemeriksaan otak, dengan cara menggunting tulang

tengkorak/pembungkus otak

Kelainan yg terlihat Di bagian


Adanya pendarahan tidak terdapat pendarahan

e. Otot yang menopang sayap dan kaki, kuatkan jaringan yang


menutupi otot tersebut

Kelainan yg terlihat Di bagian


Otot nampak membesar normal tidak terdapat otot yang membesar

f. Pemeriksaan persendian
Dengan gunting kuakkan jaringan yang menutupi persendian kaki dan

sayap

Kelainan yg terlihat Di bagian


perdarahan terdapat pendarahan pada sayap

g. Periksalah rongga perut

Kelainan yg terlihat Di bagian


Penuh cairan bening tidak terdapat cairan bening
Penuh cairan putih tidak terdapat cairan putih kekuningan
kekuningan
Terdapat padatan spt keju tidak terdapat perkejuan
.........................................

h. Pemeriksaan rongga dada


Kelainan yg terlihat Di bagian
Penuh cairan bening tidak terdapat cairan bening
Penuh cairan putih tidak terdapat cairan putih kekuningan
kekuningan
Terdapat padatan spt keju tidak terdapat perkejuan pada rongga dada

i. Pemeriksaan Kantong Udara

Kelainan yg terlihat Di bagian


Bening transparan paha, dada
Keruh tidak terdapat kantong udara yang keruh
Sangat keruh tidak terdapat kantong udara yang sangat keruh

j. Pemeriksaan Hati

Kelainan yg terlihat Di bagian


Permukaan hati Warna permukaan hati tidak berwarna pucat
pucat
Permukaan hati warna permukaan hati tidak berwarna kuning
kuning
Hati membesar/ mengecil hati sebelah kanan berukuran lebih kecil
Permukaan terdapat tidak terdapat radang/bintik2 merah pada
radang/bintik2 merah permukaan hati
Terdapat selaput putih tidak terdapat selaput putih pada hati
Terdapat flek2 kuning tua tidak terdapat flek2 kuning tua pada hati
Ditekan rapuh saat ditekan tidak rapuh
k. Periksa saluran pencernaan

Kelainan yg terlihat Di bagian


Berwarna merah tidak terdapat warna merah meradang yang
meradang homoge/merata
homogen/merata
Terdapat spot2 dinding tidak terdapat titik2 dinding usus halus yang
usus meradang meradang
Isinya tidak normal: ● isi usus tidak encer
- encer ● isi usus tidak berdarah,
- berdarah ● isi usus cari, tidak berwarna kuning
- Cair berwarna ● tidak terdapat cacing
kuning ● tidak terdapat bahan pakan utuh, isi usus
- Banyak cacing cair
- Bahan pakan
masih utuh
Pankreas pucat pankreas berwarna cerah

l. Periksa jantung
Kelainan yg terlihat Di bagian
Ukurannya membesar ukuran jantung normal
Pembungkus jantung pembungkus jantung normal
penuh air
Permukaan jantung tidak terdapat radang pada permukaan jantung
meradang

m. Periksa Limpa

Kelainan yg terlihat Di bagian


Ukurannya membesar ukuran limpa normal atau tidak membesar
Warna pucat warna limpa tidak pucat

n. Periksa organ reproduksi

Kelainan yg terlihat Di bagian


ovarium membesar tidak dapat diamati
Ovarium mengecil tidak dapat diamati
Ovarium pecah/rusak tidak dapat diamati
Di dalam oviduk terdapat tidak dapat diamati
telur yg sudah rusak

o. Periksa Bursa Fabrisius

Kelainan yg terlihat Di bagian


Bursa fabrisius bursa fabrisius tidak membesar
membesar
Bursa fabrisius mengecil bursa fabrisius tidak mengecil
Didalamnya rusak didalam bursa fabrisius tidak rusak meradang
meradang

p. Periksa Paru

Kelainan yg terlihat Di bagian


Terdapat kerusakan/ tidak terdapat kerusakan/radang
radang
Hasil uji apung paru-paru mengapung
Dengan ditekan keluar saat ditekan tidak keluar lendir
lendir

Pembahasan:

Berdasarkan hasil pengamatan dan pemeriksaan secara teliti diketahui bahwa,

ayam yg diperiksa menunjukkan kondisi sehat/sakit?


Kelainan yang ditunjukan (Organ Pernafasan):

1) Tidak terdapat kelainan pada organ pernafasan

Kelainan yang ditunjukan (Organ Pencernaan):

1) Tidak terdapat kelainan pada organ pencernaan

Kelainan yang ditunjukan (Organ Imunitas):

1) Tidak terdapat kelainan pada organ imunitas

Kelainan yang ditunjukan (Organ Reproduksi):

1) Tidak dapat diamati karena organ belum terbentuk sempurna

Sehingga, diagnosa penyakit ayam tersebut tidak ada, maka ayam

dinyatakan sehat

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada organ pernapasan

dilakukan nekropsi pada hidung, laring, trakea, rongga dada, kantung udara, dan

paru-paru. Setelah dilakukan nekropsi tidak menemukan gejala gejala penyakit

pada saluran organ pernapasan pada unggas. Ciri-ciri saluran pernafasan yang

normal pada unggas yaitu tidak terdapat lendir pada saluran sinus, tidak terdapat

lendir pada saluran pernafasan serta paru paru mengapung pada saat di uji apung.

Hal ini sesuai pendapat Rahmaniar et al., (2021) yang menyatakan bahwa hasil

yang baik pada uji apung paru-paru adalah terapung. Kemudian ketika paru-paru

ayam yang diamati ditekan tidak terdapat lendir ataupun cairan sehingga dapat

disimpulkan jika paru-paru ayam dalam kondisi normal. Hal ini sesuai pendapat

Zainuddin (2014) yang menyatakan bahwa apabila paru-paru ayam ditekan dan

mengeluarkan masa lengket maka ada kemungkinan paru-paru ayam terinfeksi

penyakit
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

organ pencernaan pada ayam dalam keadaan normal. Tidak terdapat bintik-bintik

merah. Organ pencernaan Organ pencernaan ayam tersusun atas paruh,

esophagus, proventrikulus, ventrikulus, usus halus, sekum, usus besar, dan kloaka.

Ciri-ciri organ pencernaan ayam yang sehat adalah tidak mengalami peradangan

pada usus. hal ini sama dengan pernyataan Woli et al. (2022) bahwa ayam yang

memiliki radang usus adalah ayam yang tidak sehat. Faktor yang mempengaruhi

kesehatan pencernaan ayam adalah lingkungan, pakan, dan air minum yang

dikonsumsi. Hal ini sama dengan pernyataan Kusumadewi bahwa faktor

lingkungan dan air minum dapat mempengaruhi kesehatan pencernaan ayam.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, organ-organ imunitas pada

ayam tersebut mengalami kondisi yang sehat dan juga tidak terdapat kelainan

maupun gejala penyakit. Akan tetapi, sering dijumpai penyakit yang bernama

Infectious Bursal Disease (Gumboro), penyakit ini sering kali menyerang organ-

organ imunitas pada ayam. ayam yang terkena penyakit Infectious Bursal Disease

atau gumboro ini mengalami gejala-gejala seperti paruh turun ke bawah, duduk

membungkuk, diare putih, dan ayam tampak lesu. hal ini sesuai dengan pendapat

Rahmah et al. (2020) yang menyatakan bahwa gejala penyakit gumboro yang

terdapat pada ternak ayam diantaranya diare putih sekitar anus, turunnya paruh ke

bawah, ayam tampak lesu, serta ayam duduk membungkuk. penyebab penyakit ini

karena adanya virus Infectious Bursal Disease. Hal ini sesuai dengan pendapat

Wiedosari et al. (2015) yang menyatakan bahwa ayam yang terkena penyakit

gumboro disebabkan oleh adanya virus Infectious Bursal Disease yang

merupakan masuk dalam famili birnaviridae.


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, organ-organ reproduksi pada

ayam tersebut mengalami kondisi yang sehat dan juga tidak terdapat kelainan

maupun gejala penyakit. Akan tetapi, sering dijumpai penyakit yang bernama Egg

Drop Syndrome, ayam yang terkena penyakit tersebut mengalami gejala-gejala

umum seperti penurunan produksi maupun kualitas telur yang buruk seperti warna

kulit telur hilang, kulit telur lunak, dan ukuran telur yang kecil. Hal ini sesuai

dengan pendapat Khasanah et al. (2021) yang menyatakan bahwa warna kulit

telur yang hilang, tekstur kulit telur lunak kadang tipis sampai-sampai tidak ada

kulit nya, dan ukuran telur mengecil merupakan beberapa gejala terkena penyakit

Egg Drop Syndrome. Adanya penyakit ini disebabkan karena adenovirus. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kencana et al. (2017) yang menyatakan bahwa virus yang

berasal dari famili adenoviridae yaitu adenovirus merupakan penyebab penyakit

dari Egg Drop Syndrome.

no Nama Keterangan dokumentasi

1 sistem pencernaan Tidak terdapat


perubahan

2 sistem reproduksi Tidak terdapat belum terlihat


perubahan
3 sistem pernapasan Tidak terdapat
perubahan

4 sistem imunitas Tidak terdapat


perubahan

III. Vaksinasi

Vaksinasi pada hewan ternak adalah proses pemberian vaksin yang

bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh mereka terhadap penyakit

tertentu, dan merupakan salah satu metode paling efektif dan efisien untuk

mengendalikan serta memberantas penyakit pada hewan ternak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Badruzzaman et al. (2020) yang menegaskan bahwa vaksinasi

bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh hewan ternak dan menjaga

kesehatan mereka. Vaksinasi juga bertujuan untuk mencegah penyakit dan

meningkatkan produktivitas ternak, serta merangsang respons kekebalan tanpa

menimbulkan penyakit itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Fattah et al. (2024) yang menyatakan bahwa tujuan vaksinasi adalah untuk
memberikan pemahaman kepada peternak mengenai manajemen pemeliharaan

dan kesehatan unggas yang baik dan benar, serta untuk mendorong pencegahan

penyakit pada unggas.

Metode vaksinasi unggas dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk

intramuscular, intranasal, dan subcutan, dengan intramuscular menjadi metode

yang paling umum digunakan dengan cara menginjeksi kedalam otot. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sukoco (2014) yang menyatakan bahwa vaksinasi

intramuscular dilakukan dengan cara menyuntikkan vaksin ke dalam otot dada

atau paha unggas. Jenis vaksin terbagi menjadi 2 yaitu vaksin aktif dan vaksin

inaktif. vaksin aktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme yang sudah

dilemahkan, sedangkan vaksin inaktif adalah vaksin yang berisi mikroorganisme

yang dimatikan. jenis vaksin yang diberikan pada ayam petelur biasanya

merupakan vaksin kombinasi Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI),

dengan tujuan untuk mencegah kedua penyakit tersebut secara bersamaan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kencana et al. (2016) yang menyatakan bahwa vaksin

kombinasi ND-AI efektif dalam memicu respons imun protektif terhadap kedua

penyakit tersebut pada ayam petelur. Secara umum, vaksinasi pada ayam dapat

dilakukan dengan berbagai jadwal dan metode, misalnya vaksin ND-IB yang

dapat diberikan pada ayam usia 4 hari melalui tetes mata, dan vaksin Gumboro-A

yang diberikan melalui air minum pada usia sekitar 10 hari, sesuai dengan

pandangan Layli (2014). yang menyatakan bahwa vaksin Newcastle Disease dapat

diberikan pada ayam pada usia 5-7 hari dan kemudian diulang pada usia 18-21

hari.
ACARA 4

PARASIT

1. Parasit

Parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada inang lain untuk

bertahan hidup dan mendapatkan nutrisi tanpa memberikan manfaat bagi inang

tersebut. Menurut Riakurnaini et al. (2023), parasit menempel pada makhluk

hidup lain untuk menggunakan sumber daya dan nutrisi inang tanpa memberikan

dampak yang menguntungkan. Keberadaan parasit pada hewan ternak dapat

mengganggu kesehatan, meningkatkan risiko penyakit, menyebabkan penurunan

berat badan, dan menurunkan produksi, yang dapat mengakibatkan kerugian

finansial yang signifikan bagi peternak, seperti yang telah dikemukakan oleh

Amaliah et al. (2018). Infeksi parasit dapat secara serius mengurangi pendapatan

peternak.

Berdasarkan taksonomi, parasit yang menyerang hewan ternak dapat

dikelompokkan menjadi tiga jenis utama: protozoa, nematoda, dan arthropoda.

Menurut Paramitha et al. (2017), nematoda adalah jenis parasit yang termasuk

dalam kategori cacing. Nematoda dibagi menjadi kelas trematoda (cacing daun)

dan kelas cestoda (cacing pita), sementara protozoa merupakan parasit bersel satu

yang hidup di dalam tubuh ternak dan tidak mampu membuat makanannya

sendiri. Jenis protozoa ini, seperti yang dijelaskan oleh Husein et al. (2021),

termasuk Eimeria sp, yang merupakan parasit uniseluler yang menginfeksi ternak

melalui konsumsi pakan atau air minum yang terkontaminasi.


Menurut Akmaludin (2022), ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup di

luar organ dalam tubuh inang, menempel di permukaan tubuh dan dapat terlihat

dengan mata. Contoh ektoparasit yang umum ditemukan pada hewan ternak

meliputi kutu, caplak, tungau, lalat, dan nyamuk. Hal ini juga diperkuat oleh

pendapat Meriana et al. (2022), yang menyatakan bahwa beberapa ektoparasit dari

kelas Insekta yang sering ditemukan pada hewan ternak termasuk Echidnophaga

Gallinacea, Penicillidia dufourii, Lipeurus caponis, dan Menopon gallinae.

Menurut Akmaludin (2022), endoparasit adalah jenis parasit yang dapat

ditemukan di berbagai organ dalam tubuh inang, termasuk otak, hati, paru-paru,

jantung, ginjal, kulit, otot, darah, dan saluran pencernaan. Contoh parasit yang

termasuk dalam kategori endoparasit meliputi cacing hati yang berada di hati dan

cacing pita yang ditemukan dalam saluran pencernaan. Temuan ini konsisten

dengan pandangan Paramitha et al. (2017), yang menegaskan bahwa jenis

endoparasit yang mempengaruhi sapi termasuk cacing dari kelas Trematoda,

Cestoda, dan Nematoda.

2. Pemeriksaan Sampel Feses

2.1. Natif

Menurut Aprianti et al. (2024), identifikasi parasit menggunakan metode

natif melibatkan pemeriksaan langsung feses dengan menggunakan sarung tangan,

objek glass, cover glass, mortar, dan mikroskop. Metode ini sering dipilih karena

kemudahannya serta biayanya yang terjangkau. Meskipun metode ini efektif

untuk infeksi berat, namun sulit untuk mendeteksi infeksi ringan. Kelebihannya

adalah kesederhanaan dan kecepatan dalam mendeteksi telur cacing dari berbagai

spesies, serta biaya dan peralatan yang minimal. Sarung tangan digunakan untuk
melindungi tangan dari infeksi, objek glass digunakan untuk menempatkan

sampel yang akan diperiksa di bawah mikroskop, sementara cover glass

digunakan untuk menutup sampel agar tidak terkontaminasi. Mortar digunakan

untuk menghancurkan dan menghaluskan sampel. Menurut Yunizeta (2021),

tahapan metode natif dimulai dengan pengambilan sampel feses dan

penempatannya di atas objek glass bersih. Kemudian, air ditambahkan dan sampel

dihomogenkan sebelum ditutup dengan cover glass dan diamati di bawah

mikroskop.

2.2. Sentrifuse

Metode sentrifuse adalah teknik untuk memeriksa keberadaan parasit

dalam feses dengan menggunakan proses filtrasi untuk memisahkan telur cacing

dari sampel feses. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Kamilah dan

Wulandari (2019), yang menjelaskan bahwa metode sentrifuse digunakan untuk

deteksi parasit dalam feses dengan cara memfiltrasi telur cacing dari bahan tinja.

Metode ini melibatkan penggunaan tabung sentrifuse, sebagaimana diuraikan oleh

Paramita et al. (2017), yang mengindikasikan bahwa sampel ditempatkan dalam

tabung sentrifuge selama sekitar 2-5 menit.

Prosedur ini memanfaatkan feses kambing sebagai bahan uji. Perangkat

yang diperlukan termasuk mortar untuk menghaluskan sampel feses, pipet tetes

untuk mengambil cairan (Purwastri, 2020), mikroskop untuk observasi, tabung

sentrifuge untuk pengolahan sampel, larutan gula jenuh atau NaCl untuk

pemisahan partikel padat dan cair, preparat parasit untuk identifikasi, dan gelas

objek untuk menempatkan sampel di bawah mikroskop. Langkah-langkah

dilakukan dengan mengambil sekitar 2 gram feses, mencampurkannya dengan


sedikit air dalam mortar hingga homogen, lalu menuangkan campuran ke dalam

tabung sentrifuge hingga tiga per empat penuh. Tabung kemudian diputar dalam

sentrifuge selama 5 menit. Setelah itu, dituangkan air di atas sampel dan

ditambahkan larutan gula jenuh hingga ¾ bagian tabung, kemudian diputar

kembali selama 5 menit (Rahayu et al., 2023). Sampel kemudian ditempatkan

tegak lurus pada rak tabung reaksi, ditetesi dengan larutan gula jenuh hingga

penuh, lalu gelas objek diletakkan di atas tabung untuk menarik sampel. Sampel

kemudian diamati di bawah mikroskop untuk analisis lebih lanjut.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. PEMERIKSAAN SAMPEL FESES

A. Hasil Pemeriksaan Feses Secara Natif

NO GAMBAR TELUR CIRI KHUSUS KESIMPULAN


TELUR CACING
Tidak terdapat cacing Tidak terdapat cacing
1.

Data Praktikum Ilmu


Kesehatan Ternak, 2024
2. - ukuran kecil (3- menyebabkan
8mm) kematian mendadak
- Biasanya pada ternak
berpedileksi di
usus halus
- mampu hidup
didalam dan diluar
inagnya
Khoirillah et al. 2023
3. - berbentuk oval ciri ciri telur Ascaris
- panjang 45 -75 Lumbicoidesfertil
um dan lebar 35-
50um
- dinding 3 lapis
- telur berisi embrio
- berwarna kuning
kecoklatan
Khoirillah et al. 2023

B. Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Feses Secara Sentrifuse

NO GAMBAR TELUR CIRI KHUSUS KESIMPULAN


TELUR CACING
tidak ada tidak ditemukan telur
cacing
1.

Data Praktikum Ilmu


Kesehatan Ternak, 2024

2. - lonjong berdinding telur cacing


tipis Trichostrongulus sp.
- embrio ditengah
dan tidak
memenuhi telur
- panjang telur 90
mikron dengan
lebar 40 mikron

(Akmaluddin dan
Zulfikar, 2022)
3.2. PEMERIKSAAN PREPARAT PARASIT

A. Ektoparasit

NO GAMBAR CIRI KHUSUS NAMA


EKTOPARASIT EKTOPARASIT
- menghisap Rhiphicephalus
darah (Boophilus)
- hidup pada mircroplus (R.
1. satu ekor microplus)
ternak
- menghasilka
n 2000 butir
telur
- dinegara
tropis dan
subtropic

(Akmaluddin dan
Zulfikar, 2022)

2. - sering Felikola Subrostatus


menginfeksi
kucing
- mengalami
metamorfosis
sempurna
- larvanya
berukuran 2-
3mm
- siklus
hidupnya 1-2
bulan
(Akmaluddin dan
Zulfikar, 2022)
B. Endoparasit

NO GAMBAR CIRI KHUSUS NAMA


ENDOPARASIT ENDOPARASIT
● pipih seperti Fasciola Sp.
1 daun
● panjang: 20-30
mm
● lebar: 8-13
mmutery
pendek dan
berkelok-kelok
● ovarium
Data Praktikum: Ilmu bercabang dekat
Kesehatan Ternak 2024 dengan testis
(Solekhah dan
Kusumarini, 2023)
● cacing pita Raillietina sp.
berwarna putih
2 dan bertubuh
lunak
● memiliki genital
unilateral di
tengah-tengah
proglotid
● uterus berakhir
dengan kapsul
yang
Data Praktikum: Ilmu mengandung 8-
Kesehatan Ternak 2024 12 telur
(Solekhah dan
Kusumarini, 2023)

4. Kesimpulan dan Evaluasi


Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan tidak terdapat telur/

cacing pada feses sapi perah karena kandang yang bersih dan didukung dengan

manajemen kandang pada peternakan yang bagus sehingga tidak ditemukan

telur/cacing. Tetapi tetap memiliki kemungkinan pada feses sapi perah terdapat

cacing/telur. Untuk menguji sampel feses yaitu menggunakan metode secara natif

dan sentrifuse.
DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, A dan Z. Zulfikar. 2022. Identifikasi eksoparasit dan endoparasit


pada sapi Kemukiman Paya Kecamatan Peudada Kabupaten Biruen:
Identification Of Ectoparasites And Endoparasites In Peudada District Of
Paya Cows Bireuen District. J. Ilmiah Peternakan. 10(1): 1-10.

Amaliah ,A., I. N.Triana, P. Hastutiek, S. Koesdarto, L. T. Suwanti dan S.


Soeharsono. 2018. Prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran
pencernaan pada itik petelur di dusun keper dan dusun markolak desa
kramat kecamatan bangkalan kabupaten bangkalan. J. Parasite Sci. 2(1) :
1-4.

Astuti, A., Erwanto dan P. E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat-
hijauan terhadap respon fisiologis dan performa sapi peranakan
Simmental. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4): 201-207.

Badruzzaman, M. Z., M. A .Santriagung dan A. Setiyono. 2020. Vaksinasi


newcastle disease pada peternakan ayam buras di kabupaten agam
sumatera barat. J. Pusat Inovasi Masyarakat. 2(2) : 240-245.

Bana, W. L dan Y. T. Simarmata. 2021. Laporan kasus haemonhcosis pada sapi


bali di Desa Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang. J.
Veteriner Nusantara. 4(1).

Bouk, G., G. A. O. Citrawati dan H. Y. Sikone. 2022. Performa Produksi Sapi


Perah (Friesian Holstein) Pada Daerah Lahan Kering Di Kecamatan
Raimanuk Kabupaten Belu (Studi kasus di Peternakan sapi perah KKP
Suluh Obor Desa Mandeu). J. Ilmiah Fillia Cendekia. 7(1): 26-43.

Cahyani, D. N. A., Sahro, H., dan S. A. Rahman. 2022. Strategi peningkatan taraf
hidup petani Trenggalek dengan metode pola bagi hasil ternak sapi perah.
J. Pemberdayaan Masyarakat. 7(2): 885-893.

Chayrunnisa, A., K. Maghfiroh, dan Y. Priabudiman. 2020. Penanganan penyakit


radang paru (Pneumonia) pada pedet Pra Sapih (Anweaner) di Terbanggi
Besar, Lampung Tengah. J. Peternakan Terapan. 2(1): 11-15.

Coornelia, G. 2017. Manajemen Vaksinasi Pada Ayam Petelur Periode Pra


Produksi di CV. Tri Honggo Rejeki Farm Karanganyar. Fakultas
Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (Skripsi)

Dharmawibawa, I. D., A. Imran, I. Royani dan S. Santika. 2022. Sosialisasi


pemberian vaksin PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) dan pemasangan ear
tag kolaborasi bersama UPT Peternakan Dan Pertanian Praya Tengah. J.
Pengabdian Kepada Masyarakat. 7(4): 748-755.

Dwipartidrisa, D., D. I. Fajarini, E. B. Sitorus, E. Julia, F. Syakura, Marwah, dan


L. Fitria. 2021. Persepsi dan perilaku masyarakat dalam praktik beternak
sehat di halaman rumah. J. Pengabdian Kesehatan Masyarakat. 1(1).

Etriwati., D. Ratih, E. Hendharyani dan S. Setiyaningsih. 2017. Studi


histopatologi limpa dan bursa fabricious ayam berpenyakit tetelo
(Newcastle disease) pada kasus lapang. J. Veteriner. 18(4): 510-515

Fakihuddin, T. T., Suhariyanto dan M. Faishal. 2020. Analisis dampak lingkungan


dan persepsi masyarakat terhadap industri peternakan ayam. J. Teknik
Industri. 10(2): 191-199.

Fattah, A. H., K. Khaeruddin, P. Astaman, F. Nurdin, B. Syamsuryadi, H.


Hermawansyah. 2024. Program vaksinasi dalam rangka pencegahan
penyakit newcastle diseases di desa pattalassang kabupaten Sinjai. J.
Abdimas Galuh. 6(1) :409-416.

Faza, A. F., Soejono, C. B., dan S. M. Sayuthi. 2017. Pengaruh Suplementasi


Baking Soda dalam Pakan terhadap Profil Lemak Darah Sapi Perah
Laktasi. Fakultas Peternakan Dan Pertanian. (Disertasi)

Foeh, N., F. U. Datta, N. Ndaong, A. Detha dan R. Akal. 2021. Pengaruh pakan
terhadap status fisiologi kambing kacang (Capra aegragus hircus) dengan
pola pemeliharaan insentif di daerah lahan kering. J. Kajian Veteriner. 9(1)
:8-12.

Gholami, N., M. Mosayebi, R. A. Dehghan, P. Rasmi Atigh, R. Sedaghat & M.


Farahani. 2020. Bovine cysticercosis in feedlot cattle in central region of
Iran. J. of parasitic diseases. 44(3): 25-30.

Hadi, S. N. dan A. Subkhan. 2019. Optimasi formulasi pakan sapi potong dengan
menggunakan linear programming model. J. Pengembangan Penyuluhan
Pertanian. 16 (30): 17-24.

Hamaratu, H. U. L., Y. U. L. Sobang dan M. Yunus. 2018. Pengaruh pemberian


pakan konsentrat yang mengandung tepung tongkol jagung terhadap
kinerja fisiologis sapi Bali penggemukan. J. Nukleus Peternakan. 5(2):
126-133.

Husein, R., I. G. N. P. Widnyana dan Y. A. Loliwu. 2021. Prevalensi penyakit


cacing pada saluran pencernaan ternak kambing peranakan etawa (PE). J.
Agropet. 18(2) : 14-19.
Jumaryoto, J., Budiyanto, A. dan S. Indarjulianto. 2020. Frekuensi pulsus dan
nafas sapi peranakan ongole pasca beranak yang diinfusi povidone iodine
1%. J. Sain Veteriner. 38(3): 252-259.

Kencana, G. A. Y., I. N. Suartha dan I. P. W. A. Wibawa. 2017. Respon imun


primer ayam aetelur pasca vaksinasi egg drop syndrome. J. Bulletin
Veteriner. 9(2): 164-170.

Kencana, G. A. Y., I. N. Suartha., N. M. A. S. Paramita dan A. N. Handayani.


2016. Vaksin kombinasi newcastle disease dengan avian influenza
memicu imunitas protektif pada ayam petelur terhadap penyakit tetelo dan
flu burung. J. Veteriner. 17(2): 257-26.

Khasanah, H., D. G Silaba, A. Priyono, A. Dinar, L. Nashrullah. dan G.


Syaikhullah. 2021. Strategi praktis penanganan egg drop syndrome pada
ayam petelur. J. Sain Peternakan Indonesia. 16(2): 202-209.

Khoirillah, F., D. F. Lestari dan S. Istiqomah. 2023. Identifikasi telur cacing pada
feses sapi peranakan ongole dan sapi bali dengan metode natif dan
sedimentasi. J. Biologi dan Pendidikan Biologi. 1(2): 230-242.

Kusumadewi, S., Tiuria, R., & Arif, R. (2020). Prevalensi Kecacingan pada Usus
Ayam Kampung di Pasar Tradisional Jakarta dan Kota Bogor. Acta
Veterinaria Indonesiana, 8(1), 1-9.

Layli, H. 2014. Aplikasi Vaksin. Universitas Gadjah Mada. (Disertasi).

Lestari, V. S., D. P. Rahardja, P. Mappigau, S. T. Rohani dan S. N. Sirajuddin.


2019. Beef cattle farmers' behavior toward biosecurity. J. of The
Indonesian Tropical Animal Agriculture. 44(2): 204 -212.

Lolaroh, S. M., S. R. Sentinuwo dan S. D. Karouw. 2019. Sistem informasi


vaksinasi hewan peliharaan dan ternak di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
J. Teknik Informatika. 14(3): 387-394.

Marlissa, F. C. M., . G. K. Suarjana dan I. N. K. Besung. 2020. Jumlah Fungi


Pada Cairan Rumen Sapi Bali. J.Indonesia Medicus Veterinus. 9(3): 383-
391.

Masood. 2021. Clinical and hematological features of a naturally occurring


outbreak of bovine anaplasmosis. Veterinary World. 14(1): 79-86.

Meriana, M., H. D. Putranto, N. Nurmeiliasari, A. Susatya, dan B. Brata. 2022.


Studi komparatif ektoparasit pada ayam eksotis domestikasi dengan sistem
manajemen intensif di bengkulu. J. Penelitian Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. 11(2) : 182-188.
Mu'arifah, A. 2021. Tingkat Kepadatan Lalat Sekitar Kandang Peternakan Ayam
di Dusun Blubuk Rt 45, Sendangsari, Pengasih Kabupaten Kulon Progo.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Yogyakarta. (Thesis).

Nenobota, A., Amalo, D., Benu, I., dan I. G. N. Jelantik. 2022. Pemberian
Konsentrat Ekstrak Serat Buah Lontar dan Ekskreta Ayam Terfermentasi
terhadap Tingkah Laku Makan Ternak Kambing yang Mengkonsumsi
Rumput Botriochloa pertusa. J. Peternakan Lahan Kering. 4(4):2444-2451.
Nuraini, N., D. R. P. Mudiono dan M. A. Rachma. 2020. Analisis kualitatif
dokumen rekam medis rawat inap pada pasien tuberkulosis paru. J. Rekam
Medik Dan Informasi Kesehatan. 1(2): 77-93.

Nurmalasari, C. D. dan R. Murwani. 2017. Tatalaksana Biosecurity Peternakan


Ayam Pembibit Fase Grower di Pt. Super Unggas Jaya Farm, Repaking,
Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Fakultas Peternakan dan
Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi).

Paramitha, R. P., R. Ernawati dan S. Koesdarto. 2017. Prevalensi helminthiasis


saluran pencernaan melalui pemeriksaan feses pada sapi di lokasi
pembuangan akhir (LPA) Kecamatan Benowo Surabaya. J. of Parasite
Science. 1(1).

Paramitha, R. P., R. Ernawati, dan S. Koesdarto. 2017. Prevalensi helminthiasis


saluran pencernaan melalui pemeriksaan feses pada sapi di lokasi
pembuangan akhir (LPA) Kecamatan Benowo Surabaya. J. Ilmu Parasit.
1(1): 8-12.

Prayoga, A. A. 2023. Penanganan Panyakit Endometritis pada Sapi Friesian


Holstein di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan
Ternak Baturraden. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi, Jambi.
(Skripsi).

Prihutomo, S., B. E. Setiani dan D. W. Harjanti. 2015. Screening sumber cemaran


bakteri pada kegiatan pemerahan susu di peternakan sapi perah rakyat
Kabupaten Semarang. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 25 (1): 66-71.

Purwastri, S. A. (2020). Perbedaan Kadar Hemoglobin Pada Pemberian


Antikoagulan Menggunakan Pipet Tetes Dan Mikropipet Metode
Sianmethemoglobin. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.
(Disertasi)

Rahayu, A. T., A. Pratama., M. W. Setiawan dan N. A. Nikmatullah. 2023.


Optimasi metode flotasi sentrifus menggunakan larutan ZnSO ₄, MgSO ₄,
dan NaCl berdasarkan konsentrasi larutan dan lama pengapungan. J.
Media Analis Kesehatan. 14(1): 25-31.
Rahmah, J. dan R. A. Saputra. 2017. Penerapan Certainty Factor Pada Sistem
Pakar Diagnosa Penyakit Saluran Pencernaan Ayam Broiler. J.
Informatika. 4(1).

Riakurnaini, R., R. Rukmana dan H. P. Wirawan. 2023. Identifikasi telur cacing


nematoda pada sampel feses babi (Sus barbatus) pada Balai Besar
Veteriner Maros. J. Mahasiswa Biologi. 3(3) : 122-126.

Rinca, K. F., R. Mubdi, D. Kristanto, L. P. C. Putra, M. T. Luju, Y, M, F, Bollyn


dan R. Gultom. 2022. Faktor resiko yang mempengaruhi respon
termoregulasi ternak ruminansia. J. Peternakan Indonesia. 24(3): 304-314.

Sabri, M. 2018. Manajemen Kesehatan Perah dan Ternak Potong. Syiah Kuala
University Press, Banda Aceh.

Septiana, R., Sofiana, A., Maghfiroh, K., dan L. P. N. Santika. 2023. Case Report
of Pink Eye in Sapera Goats. J. Agribisnis Peternakan (JINAK), 1(1), 17-
21.

Serang, P. M., Suartha, I. N., dan I. P. G. Y. Arjentinia. 2016. Frekuensi respirasi


sapi bali betina dewasa di sentra pembibitan sapi bali Desa Sobangan,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. J. Buletin Veteriner Udayana.
8(1): 25-29.

Setiawan, E. 2017. Peranan UPT Peternakan dalam Perkembangan Peternakan


Rakyat di Desa Soro Kecamatan Lambu Kabupaten Bima. Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. (Skripsi).

Sholecha, T. 2022. Ta: Kontruksi Kandang Sapi Potong di Pt Indo Prima Beef
Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Fakultas
Peternakan. Politeknik Negeri Lampung, Lampung. (Skripsi).

Sirat, M. M. P., M. Hartono, P. E. Santosa, R. Ermawati, S. Siswanto, F.


Setiawan. dan S. T. Fatmawati. 2021. Penyuluhan manajemen kesehatan,
reproduksi, sanitasi kandang, dan pengobatan massal ternak kambing. J.
Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat. 7(3): 303-313.

Sirat, M. M. P., M. Hartono, R. Ermawati, P. E. Santosa, R. Nisak, A. R. Regisa,


B. H. S. Irawan, M. Widowati, C. Hardiyanti dan R. Hanafi. 2022.
Penyuluhan manajemen reproduksi dan kesehatan serta pengobatan massal
ternak sapi di Desa Purworejo, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten
Pesawaran. J. Pengabdian Kepada Masyarakat Sakai Sambayan. 6(1): 55-
62.
Solekhah, S. S. dan S. Kusumarini. 2023. Identifikasi Telur Fasciola sp.
Berdasarkan Pemeriksaan Koprologi dan Efektivitas Albendazole pada
Sapi Limosin. J. Veteriner dan Biomedis. 1(2): 59-64.

Sukoco, I. 2014. Pemberian vaksin subkutan dalam menangani wabah flu burung
pada ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta. J.Ilmu-Ilmu Peternakan.
24(2): 37-43.

Suryantoro, P. D. dan E. Kusumanti. 2016. Program Pengendalian Penyakit Ayam


Pada Breeding Farm di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit Rembang
I, Jawa Tengah. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang. (Thesis).

Ulum, B. dan S. Sugiharto. 2017. Manajemen Biosecurity dan Sanitasi Kandang


Ayam Pembibit di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Purworejo, Jawa
Tengah. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro.
Semarang. (Thesis).

Wandira, A., Supriandi dan F. D. Permatasari. 2018. Prevalensi scabies pada


kambing di desa rembitan kecamatan pujut kabupaten lombok tengah. J.
Sangkareang Mataram. 4(3) : 46-50.

Widaputra, P., dan M. Mulyadi. 2023.Meningkatkan kesadaran peternak desa arga


jaya tentang tatalaksana kesehatan ternak sapi potong. J. Ilmiah
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata. 3(3) : 80-88.

Wiedosari, E. dan S. Wahyuwardani. 2015. Studi kasus penyakit ayam pedaging


di Kabupaten Sukabumi dan Bogor. J. Kedokteran Hewan Indonesian.
9(1): 29-38.

Woli, M. A. R. T. I. N. U. S., N. Supartini & F. K. Astuti. 2022. Penggunaan


Ramuan Herbal Dalam Air Minum Terhadap Analisis (BAL) dan (TPC)
Digesta Usus Ayam Broiler. (Disertasi)

Zannah, Miftakhul, A. Awaludin, D. L. Rukmi, S. Nusantoro, dan S. B. Kusuma.


2020. Case study on genesis infectious at PT. Aretha Nusantara Farm
Bandung. J. Livestock Science and Production. 4(1): 24-30.

Anda mungkin juga menyukai